1. Latar Belakang
Masalah lalu lintas sudah menjadi gejala umum diperkotaan. Tingginya tingkat kebutuhan
perjalanan yang tidak lagi seimbang dengan jaringan yang tersedia seringkali menjadi
penyebab utama permasalahan tersebut. Kondisi tersebut juga seringkali diperparah dengan
perilaku pengguna prasarana lalu lintas, baik pengendara, pejalan kaki maupun pelaku
kegiatan sisi jalan yang kurang menghargai pentingnya pemanfaatan prasarana lalu lintas
untuk kepentingan bersama. Pada dasarnya permasalahan lalu lintas tersebut merupakan
turunan dari rendahnya kualitas sistem transportasi secara luas yang melibatkan banyak faktor
dan pihak terkait (Stakeholders).
Karena itu, pemecah masalah lalu lintas secara tuntas akan berarti memperbaiki kinerja sistem
transportasi dan faktor-faktor pengaruhnya secara komprehensif. Implikasinya adalah pada
kebutuhan sumber daya yang besar serta waktu yang lama. Namun tidak berarti masalah yang
sudah ada diabaikan begitu saja, harus ada langkah-langkah yang dapat mengurangi masalah
eksisting dengan mengacu kepada perencanaan jangka panjang yang lebih makro.
Mengikuti pola penanganan seperti itu, maka terdapat penjenjangan dalam tinjauan /
pendekatan untuk perencanaan, yaitu pendekatan makro sampai mikro yang dalam skala
waktu perencanaan adalah untuk penanganan jangka panjang sampai jangka pendek. Tinjauan
makro untuk penanganan masalah lalu lintas jangka panjang biasanya berupa rencana induk
(master plan) meliputi waktu perencanaan sampai 20-30 tahun. Kebanyakan rencana induk
tersebut menyangkut penanganan fisik besar jaringan jalan. Sedangkan tinjauan mikro tali
lintas biasanya lebih bersifat penanganan setempat dan operasional untuk implementasi dalam
jangka waktu kurang dari 5 tahun, menyangkut penanganan berupa manajemen ataupun fisik
berskala kecil sampai menengah. Bila dilihat kondisi pada saat ini di Indonesia, segmen
pengguna angkutan umum adalah masyarakat kelas menengah kebawah. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum yang mengakibatkan masyarakat kelas atas
lebih memilih menggunakan kenderaan pribadi mereka dibandingkan dengan menggunakan
angkutan umum, lebih lanjut kondisi lalu lintas akan semakin padat dengan adanya kenderaan
pribadi yang hanya berisi oleh satu atau dua penumpang saja.
Angkutan umum yang memberikan pelayanan dalam trayek tetap dan teratur di Kotamadya
Medan terdiri dari jenis Mobil Penumpang Umum (MPU), bus kecil, bus sedang dan bus
besar. Secara keseluruhan terdapat 208 trayek angkutan umum yang dilayani oleh 15
perusahaan, tetapi baru 152 trayek yang terealisasi tersebut terdiri dari 95 trayek umum, 49
trayek bus kecil, 5 trayek bus sedang, dan 3 trayek bus besar dengan jumlah armada total 6698
kenderaan.
Dalam kasus Kota Medan, sudah dilakukan beberapa perencanaan jaringan jalan pada tingkat
makro maupun sampai tingkat mikro. Seperti juga kota-kota lain di Indonesia, perencanaan
makro yang khususnya tertuang dalam rencana umum tata ruang masih membutuhkan
penyesuaian dengan cepatnya dinamika kota. Titik-titik permasalahan lalu lintas baru
bermunculan dengan tingkat permasalahan yang semakin memburuk sehingga membutuhkan
penanganan segera. Untuk itu diperlukan kajian untuk memformulasikan penanganan jangka
pendek dan bersifat operasional. Jaringan pelayanan angkutan umum (jaringan trayek) di
Kotamadya Medan belum tersusun dalam sistem jaringan pelayanan yang hirarkis, meskipun
hampir semua bagian wilayah kota dilayani dengan angkutan umum. Trayek-trayek dalam
susunan jaringan trayek kota semestinya terdiri dari trayek utama dengan angkutan massal,
trayek cabang dengan mobil bus dan trayek lokal dengan mobil penumpang, serta pelayanan
trayek langsung, begitu juga untuk daerah-daerah tertentu bagi angkutan barang.
2. Tujuan Studi
Tujuan utama studi ini adalah memformulasikan penanganan dalam bentuk program kegiatan
(Action Plan) jangka pendek terhadap beberapa lokasi permasalahan lalu lintas di Kota
Medan.
Penanganan dimaksudkan secara sederhana mengurangi tingkat kemacetan, khususnya
dilokasi-lokasi tinjauan, atau mengurangi permasalahan lalu lintas di Kota Medan secara
umum. Penanganan juga diharapkan tidak sekedar memindahkan kemacetan serta masih
sejalan dengan rencana tata ruang kota serta hasil-hasil perencanaan lain yang lebih makro.
3. Lingkup Pekerjaan
3.1 Cakupan Lokasi Studi
Pekerjaan studi ini mencakup Kota Medan dan sekitarnya, khususnya dimana terdapat lokasi-
lokasi permasalahan lalu lintas utama. Lokasi-lokasi tersebut ditentukan berdasarkan
identifikasi dari tinjauan lapangan, studi-studi permasalahan lalu lintas maupun wawancara
dengan pihak terkait. Pemilihan lokasi-lokasi permasalahan lalu lintas didasarkan kepada
kriteria tertentu yang disetujui oleh pemberi kerja. Sebagai acuan awal, lokasi tinjauan adalah
meliputi:
Ruas/koridor jalan
Persimpangan jalan
Kawasan simpul pergerakan (terminal angkutan umum dan barang)
Penempatan lokasi parkir area
Studi banding oleh Dinas Perhubungan kedaerah diluar lokasi studi
Re Lay Out manajemen terminal Amplas dan Pinang Baris.
Selain penanganan tersebut, masih dimungkin bentuk penanganan lain selama masih
dimungkinkan untuk segera diimplementasikan. Juga diindikasi kebutuhan penanganan fisik
yang lebih besar sebaiknya disajikan, misalnya berupa pelebaran ruas jalan amupun
pembangunan persimpangan tidak sebidang (Flyover/Underpass). Analisis penentuan bentuk
penanganan. Selain mempertimbangkan kesesuaiannya dengan perencanaan yang lebih makro,
prediksi terhadap perbaikan kinerja lalu lintas setelah penanganan atau pada masa yang akan
datang juga semestinya dijadikan salah satu kriteria dalam menentukan bentuk penanganan.
6. Pelaporan
Hasil pelaksanaan studi ini akan didokumentasikan dalam bentuk beberapa laporan seperti:
Laporan Pendahuluan. Pihak konsultan harus mengumpulkan laporan ini
sebanyak 10 (sepuluh) rangkap pada hari ke-30 setelah turunnya SPMK, dimana laporan
ini berisi antara lain:
- Paparan latar belakang, tujuan dan ruang lingkup studi usulan
metodologi pelaksanaan studi.
- Rincian struktur organisasi dan tenaga pelaksana konsultan
- Rincian program kerja dan penajdwalan, yang disesuaikan dengan
metodologi yang diusulkan.
- Pihak konsultan diharuskan untuk dapat mempresentasikan rencana
kerjanya setelah laporan pendahuluan ini dikumpulkan.
Laporan Antara. Pihak konsultan harus mengumpulkan laporan ini sebanyak 10
(sepuluh) rangkap pada hari ke-90 setelah turunnya SPMK, dimana laporan ini berisi
antara lain:
- Uraian pelaksanaan pengumpulan data dan rangkuman data apa saja
yang telah diperoleh.
- Analisisi awal dari hasil pengumpulan data, mengacu pada metodologi
pelaksanaan studi yang diusulkan.
- Identifikasi lokasi-lokasi tinjauan
- Usulan alternatif bentuk-bentuk penanganan
Laporan Akhir Sementara. Pihak konsultan harus mengumpulkan laporan ini
sebanyak 10 (sepuluh) rangkap pada hari ke-120 setelah turunnya SPMK, dimana laporan
ini berisi antara lain:
- Analisis lengkap dari pengembangan metodologi yang diusulkan
- Hasil rencana penanganan untuk semua lokasi tinjauan
- Kesimpulan dan saran
- Pihak konsultan diharuskan untuk dapat mempresentasikan hasil akhir
studi setelah Laporan Akhir Sementara ini dikumpulkan.
Laporan Akhir dan Ringkasan Eksekutif. Pihak konsultan harus mengumpulkan
laporan ini sebanyak 15 (lima belas) rangkap pada hari ke-150 (seratus lima puluh) hari
setelah turunnya SPMK, dimana laporan ini berisi antara lain:
- Perbaikan dari Laporan Akhir Sementara
- Ringkasan Eksekutif, yang berisi temuan penting dan kesimpulan studi.