Anda di halaman 1dari 23

Salah satu tujuan penegakan hukum adalah terjaminnya hak-hak asasi manusia (HAM).

Manusia
mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum. Manusia adalah obyek dan subyek dalam
rangka penegakan hukum tersebut.

Hak asasi manusia memang menyangkut masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang menyangkut
hak asasi manusia individu maupun hak asasi manusia kolektif. Hak asasi manusia individu merupakan
hak yang menyangkut kepentingan perorangan dan hak asasi manusia kolektif menyangkut kepentingan
bangsa dan negara.

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan
langgeng sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga untuk
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak keamanan, dan
hak kesejahteraan yang berfungsi untuk menjaga integritas keberadaannya, sehingga tidak boleh
diabaikan dan dirampas oleh siapapun. Rumusan tersebut jelas mengakui bahwa hak asasi adalah
pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan negara Indonesia mengakui bahwa sumber hak asasi manusia
adalah karunia Tuhan. Tegasnya hak asasi manusia termasuk hak atas kebebasan berserikat bukan
pemberian negara akan tetapi pemberian Tuhan Yang Maha Esa.

Konsep tentang hak asasi manusia bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Salah satu
komitmen Indonesia terhadap penghormatan dan jaminan perlindungan hak asasi manusia terkandung
dalam sila kedua Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu "Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab".

Selanjutnya, sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya secara tegas
mengatur jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia yang paling utama, yaitu di bidang politik,
ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bahkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini dirumuskan
tiga tahun sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Universal of
Human Rights) 1948 dicetuskan.

Salah satu perlindungan hak asasi manusia yaitu asas principle of liberty (prinsip kebebasan) dalam
bidang hubungan kerja di Indonesia terdapat dalam Pasal 28 D Ayat (2) Amandemen Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan ini mengandung
pengertian bahwa setiap warga negara tanpa memandang segala perbedaan yang ada pada diri
seseorang berhak mendapatkan dan melakukan pekerjaan serta menerima imbalan secara adil.

Demikian juga di dalam Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan perndapat. Pengertian
dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga negara tanpa memandang segala perbedaan baik
ras, jenis kelamin, agama dan lain-lain, berhak untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan
memanfaatkan organisasi tersebut guna kepentingannya secara adil dengan memperoleh perlindungan
akan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Kebebasan berserikat sebagai hak dasar tidak bisa dilepaskan dari pendekatan realitas kehidupan sosial
dan politik dengan berbagai aspeknya seperti aspek ekonomi, pendidikan, agama dan sebagainya.
Alasannya karena aspek-aspek tersebutlah yang sangat berperan membuat manusia kehilangan banyak
kesempatan memperoleh kebebasan dirinya.

Konsep hak dasar mulai diperjuangkan setelah manusia merasakan adanya kelemahan dari teori
perjanjian yang diperkenalkan oleh Thomas Hobbes. Dengan teori Thomas Hobbes seluruh hak-hak
masyarakat diserahkan pada pengusaha, sehingga tidak ada kekuasaan lain yang tersisa. Hal ini
merupakan awal timbulnya kesadaran akan adanya hak yang hilang karena terdesak dengan hadirnya
seorang pengusaha.

Akibat adanya kelemahan teori ini, kemudian timbul teori baru yang diperkenalkan oleh John Locke dan
J.J.Rosseau, teori mereka ini pada prinsipnya mengandung pengertian bahwa dalam perjanjian antara
rakyat dengan pengusaha harus terdapat sebagian kekuasaan yang tersisa. Disamping itu, kekuasaan
yang tersisa tersebut juga harus mendapat jaminan secara konstitusional dan penegakannya dilakukan
melalui badan- badan peradilan. Hak-hak yang eksistensinya dijamin konstitusi inilah yang dinamakan
hak dasar. Semenjak itu penegakan hak asasi manusia identik dengan penegakan konstitusi dibidang hak
asasi manusia, sebagai jaminan terhadap kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang-wenang
penguasa.

Kebebasan berserikat yang diinginkan oleh para pekerja dalam organisasi buruh tidak diberikan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dengan begitu saja, namun timbul karena adanya perkembangan
gerakan buruh di Indonesia sejak zaman penjajahan hingga keluarnya Undang-Undang No.21 Tahun
2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Efektif tidaknya undang-undang tersebut dalam praktek
berpulang kembali kepada bargaining position organisasi buruh itu sendiri. Sejak beberapa dekade,
kebebasan berorganisasi bagi para buruh telah dipasung. Terpasungnya organisasi buruh di Indonesia ini
berdampak luas termasuk tumpulnya suara buruh dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan.
Pada jaman penjajahan Jepang gerakan buruh sempat terhenti dan tidak berkembang. Situasi ini terjadi
karena adanya tindakan represif dan ditambah dimatikannya banyak industri yang dibangun oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan Indonesia mulai bangkit gerakan
buruh. Organisasi buruh yang kuat pada masa itu salah satunya adalah SBII (Serikat Buruh Islam
Indonesia) menyatakan siap untuk bekerja sama dengan serikat buruh manapun asal tidak merusak
dasar-dasar Islam. Pada masa Orde Baru, terdapat peristiwa penting di dalam pergerakan buruh di
Indonesia, yaitu dibentuknya Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) tahun 1966 dan Majelis
Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) pada tanggal 1 November 1969. Dalam perkembangan
selanjutnya, lahir pula Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI).
Sejak lahir Orde Baru tersebut, gerakan buruh dimobilisir dari dibentuknya KABI (Kesatuan Aksi Buruh
Indonesia) pada tahun 1966. Tujuannya ialah untuk bersama-sama kekuatan Orde Baru lainnya berjuang
menumbangkan sisa-sisa G 30 S PKI, Perjuangan KABI bersifat politis sedangkan soal-soal yang bersifat
sosial ekonomi di selesaikan oleh sekretariat bersama buruh beserta anggota-anggotanya.

Di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1973, berdiri FBSI (Federasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia) dimana
dalam tubuh FBSI masih dimungkinkan hidupnya serikat-serikat buruh. Berdirinya FBSI pada tanggal 20
Februari 1973 yang kemudian berubah menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) pada tahun
1985 telah membuka sejarah baru bagi kaum buruh di Indonesia. Kaum buruh di Indonesia telah mampu
mempersatukan dirinya dalam satu wadah perjuangan dan satu tujuan bersama, yaitu suatu organisasi
dibidang perburuhan yang bersifat sosial-ekonomi. Dengan demikian orientasi utama dari wadah
organisasi SPSI adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan para anggota dan keluarganya.

Dalam bagian umum penjelasan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat
Pekerja/Organisasi Buruh, menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang
sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia pada umumnya, sehubungan dengan hal itu, serikat pekerja/Organisasi buruh merupakan
sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial
yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat
Pekerja/Organisasi Buruh didasarkan pada Pasal 28 E perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan
Konvensi ILO (Internasional Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan
Kemerdekaan berserikat di ratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No.18
Tahun 1956, tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 98 Tahun 1949
mengenai Berlakunya Dasar- Dasar daripada Hak untuk berorganisasi dan untuk Berunding Bersama.
Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO No 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan
Kemerdekaan Berserikat serta diundangkannya Undang-Undang Nomor No 21 Tahun 2000, tentang
Serikat Pekerja/Organisasi Buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah secara radikal.
Kebebasan untuk mendirikan organisasi buruh telah dimanfaatkan oleh para aktivis perburuhan untuk
mendirikan organisasi dengan bermacam nama dan bermacam orientasi kepentingan. Namun secara
prinsip, organisasi buruh dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan buruh,
khususnya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup dan melindungi hak-hak buruh.

Dalam konteks perjuangan hak-hak pekerja/buruh ada beberapa pilar yang sangat berperan dalam
penegakan serta melindungi hak-hak pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraannya. Salah satu
pilar itu adalah organisasi serikat pekerja/Organisasi buruh. Eksistensi serikat pekerja/serikat buruh
bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa
peranan serikat pekerja/organisasi buruh dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar,
sehingga pekerja/buruh telah banyak merasakan manfaat organisasi serikat pekerja/organisasi buruh
yang betul-betul mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak buruh.

Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam memperjuangkan hak-haknya,
dengan menjadi anggota serikat pekerja/organisasi buruh akan meningkatkan bargaining baik secara
individu maupun keseluruhan. Serikat pekerja/organisasi buruh dapat mengawasi (control) pelaksanaan
hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, serikat pekerja/serikat buruh sangat berperan penting
bagi pekerja.

II. Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengangkat permasalahan yaitu:
" Pengertian organisasi buruh.
" Bagaimana peranan organisasi buruh.

BAB II
A. Pengertian Organisasi Buruh /Serikat Pekerja

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting
sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu.

Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu dan terukur sesuai dengan
misinya. Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas dinyatakan dalam UU No.
13/2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai berikut :

"Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan
maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya."

Dalam pelaksanaan visi dan misi itu, perlu ditetapkan sarana-sarananya secara jelas dan dapat
dilaksanakan secara baik, konsisten, terencana dan terukur.

B. Peran Organisasi Buruh/Serikat Pekerja


Dalam suatu perusahaan biasanya terdapat organisasi serikat pekerja/organisasi buruh yang dalam
pelaksanannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungan industrial. Serikat Pekerja
dalam memecahkan persoalan menuju suatu kemajuan dan peningkatan yang diharapkan, hendaknya
menata dan memperkuat dirinya melalui upaya :

1. Menciptakan tingkat solidaritas yang tinggi dalam satu kesatuan diantara pekerja dengan pekerja,
pekerja dengan Serikat Pekerjanya, pekerja/Serikat Pekerja dengan manajemen

2. Meyakinkan anggotanya untuk melaksanakan kewajibannya disamping haknya diorganisasi dan


diperusahaan, serta pemupukan dana organisasi.

3. Dana Organisasi dibelanjakan berdasarkan program dan anggaran belanja yang sudah ditetapkan
guna kepentingan peningkatan kemampuan dan pengetahuan pengurus untuk bidang pengetahuan
terkait dengan keadaan dan kebutuhan ditempat bekerja, termasuk pelaksanaan hubungan industrial.

4. Sumber Daya Manusia yang baik akan mampu berinteraksi dengan pihak manajemen secara rasional
dan obyektif
Bilamana, paling tidak 4 persyaratan diatas terpenuhi, Organisasi buruh melalui wakilnya akan mampu
mencari cara terbaik menyampaikan usulan positif guna kepentingan bersama.
Perlu diyakini bahwa tercapainya Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan
bermartabat, hanya akan ada ditingkat perusahaan. Karenanya social dialogue yang setara, sehat,
terbuka, saling percaya dan dengan visi yang sama guna pertumbuhan perusahaan sangat penting dan
memegang peranan menentukan.

Faktor diluar itu pada dasarnya hanya merupakan pedoman dan faktor pendukung dan pembantu.
Pembinaan dan peningkatan kualitas SDM dapat dirmuskan melalui LKS Bipartit. Program Quality Circle
perlu dilakukan.

Selain itu Peran organisasi buruh juga memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja itu sendiri.
Sebagai dasar dari kebebasan pekerja dapat dijumpai dalam Pasal 28 UUD 1945 dan berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya seperti :
- Undang-undang No. 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Convention
Concerning the Application of the Principles of the Right to Organize and to Bargain Collectively.
- Undang-undang No. 28 Tahun 2000 tentang Berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang
ketentuan pokok tenaga kerja yang mengatur prinsip-prinsip organisasi buruh yang antara lain :
o Hak pekerja membentuk organisasi pekerja/buruh
o Organisasi buruh di bentuk secara demokratis serta tidak boleh adanya campur tangan pihak lain.
Selain itu Undang-undang No. 21 Tahun 1954 tentang perjanjian perburuhan memberikan hak kepada
serikat pekerja untuk melakukan perundingan dengan pimpinan perusahaan dalam rangka menyusun
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Menurut Iman Sjahputra Tunggal, KKB adalah :
"Perjanjian yang diselenggarakan oleh Organisasi Buruh atau serikat-serikat Pekerja yang terdaftar pada
Departemen Tenaga Kerja (Kementerian Perburuhan) dengan pengusaha, perkumpulan pengusaha,
Berbadan Hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus
diperhatikan dalam perjanjian kerja."

Pada awal era reformasi, pemerintah juga telah meratifikasi Konfensi International Labour Organization
(ILO) No. 187 Tahun 1948 tentang Freedom of Asociation and Protection of the Right to Organize
Convention dengan keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998. Selanjutnya dalam perkembangan terbaru,
pada tanggal 4 Agustus 2000 telah dikeluarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja / Serikat Buruh yang merupakan salah satu produk hukum yang mencerminkan era demokrasi
dan kebebasan di berbagai bidang di Indonesia. Dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi, lampiran TAP
MPR No. XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas juga memberi arahan pada
pelaksanaan kebebasan berserikat.
Hal ini misalnya tertuang dalam Pasal 6 yang berbunyi :
"Setiap orang berhak untuk memajukan diri dengan memperjuangkan hak-haknya secara kolektif serta
membangun masyarakat, bangsa dan negara".

Pasal 9 menyebutkan :

"Setiap orang dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak".
Sedangkan Pasal 19 menyatakan "Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat".

Dari aturan ini serikat pekerja akan dapat bertahan hidup dan berperan dalam masyarakat pekerja dan
menjadi organisasi buruh yang kuat, aspiratif terhadap kepentingan pekerja, profesional dan mandiri
Selain itu serikat pekerja juga dapat menjawab tantangan yang dihadapi di bidang ketenagakerjaan dan
hubungan industrial dalam era globalisasi.

Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 mempunyai dampak terhadap peraturan perundang-undangan


ketenagakerjaan khususnya yang berkaitan dengan perserikatan pekerja. Maksud pendirian serikat
buruh sebagaimana diuraikan sebagai berikut : setiap pekerja/buruh dapat mendirikan serikat
pekerja/buruh secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab oleh pekerja/buruh
untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan
yang layak pada umumnya memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya. Meskipun
pekerja/buruh bebas menentukan asas organisasinya, namun tidak boleh menggunakan asas yang
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar negara dan
konstitusi negara Republik Indonesia.

Sedangkan tujuan pendirian organisasi pekerja/buruh, federasi maupun konfederasi tidak lain adalah
sebagai berikut :
a. Pihak dalam pembuatan perjanjian kerja
b. Wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja
c. Sarana menciptakan hubungan industri
d. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya
e. Perencana, pelaksana dan penanggungjawab pemogokan pekerja/ buruh.
f. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Tenaga kerja yang telah dikenakan PHK, akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan nasional dan ketentuan oleh perusahaan. Hak-hak tersebut dapat berupa uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan lain sebagainya.

Berikut daftar nama-nama beberapa organisasi buruh di Indonesia :

1. Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI)


2. Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (SPSI Reformasi)
3. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
4. Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI)
5. Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi)
6. Persaudaraan Pekerja Muslimin Indonesia (PPMI)
7. Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo)
8. Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan Perbankan Indonesia (FOKUBA)
9. Kesatuan Buruh Merhaen (KBM)
10. Kesatuan Pekerja Nasional Indonesia (KPNI)
11. Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia (KBKI)
12. Asosiasi Karyawan Pendidikan Swasta (Asokadikta)
13. Gabungan Serikat Buruh Industri Indonesia (Gasbiindo)
14. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK-Indonesia)
15. Serikat Pekerja Keadilan (SPK)
16. Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI)
17. Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI)
18. Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)
19. Federasi Serikat Pekerja BUMN
20. Serikat Buruh Merdeka Setiakawan
21. Serikat Pekerja Nasional Indonesia
22. Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP.TSK)
23. Gabungan Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (GOSBI)
24. Asosiasi Karyawan Pendidikan Nasional (ASOKADIKNA)
25. Federasi SP Penegak Keadilan Kesejahteraan dan Persatuan (SPKP)
26. Federasi SP Rakyat Indonesia (SPRI)
27. Federasi Kimia Energi Pertambangan (KEP)
28. Solidaritas Buruh Maritim dan Nelayan Indonesia (SBMNI)
29. Federasi SP Indonesia (SPI)
30. Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI)
31. Federasi Gabungan Serikat Pekerja Mandiri (GSBM)
32. Federasi Perserikatan Buruh Independen (FBI)
33. Federasi Serikat Buruh Perjuangan (FSBP)
34. Federasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
35. Federasi Gabungan Serikat Pekerja PT Rajawali Nusantara Indonesia (GSPRNI)
36. Federasi Farkes Reformasi
37. Federasi SPM (hotel, restoran, plaza, apartemen, katering dan pariwisata) Indonesia
38. Gaspermindo Baru
39. Gabungan Serikat Buruh Indonesia 2000 (DPP GSBI 2000)
40. Federasi SP Kahutindo
41. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (SP PAR)
42. Federasi Serikat Pekerja Percetakan, Penerbitan dan Media Informasi
43. Federasi SP Pertanian dan Perkebunan
44. Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (SP BPU)
45. Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi
46. Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan
47. Federasi Serikat Pekerja Angkutan Darat, Danau, Feri, Sungai dan Telekomunikasi Indonesia (SP
ADFES)
48. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (DPP FSP LEM)
49. Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman
50. Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh Indonesia (DPP F. SPKSI)
51. Federasi Serikat Pekerja TSK SPSI
52. Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (F.SP KAHUT)
53. Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (F.SP TI)
54. Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (F.SP.KEP)
55. Federasi Serikat Pekerja Kewartawanan Indonesia (F.SP.PEWARTA)
56. Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (F.SP.MI)
57. Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI)
58. Federasi Serikat Pekerja Tenagakerja di Luar Negeri (F.SP.TKI LN)
59. Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU)
60. Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN)
61. Gerakan Buruh Marhaenis
62. Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI)
63. Serikat Pekerja Islam (SERPI)
64. Federasi Buruh Indonesia (FBI)
65. Kesatuan Buruh Nasional Indonesia (KBNI)
66. SB Transportasi Perjuangan Indonesia
67. Persatuan Pekerja Informal Seluruh Indonesia
68. Kongres Buruh Islam (KOSBI)
69. SP Sektor Informal Mandiri Seluruh Indonesia (SP-SIMSI)
70. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi
71. Serikat Pekerja Percetakan, Penerbit dan Media Informasi

BAB III
A. Kesimpulan
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang saling membutuhkan satu sama lain. Serikat
Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun
diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Tujuan didirikannya serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan


kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan.

B. Saran
Dengan adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh hendaknya dapat membawa dampak yang positif bagi
hak-hak pekerja mengingat dalam kasus perburuhan yang ada sering ditemukan kurangnya
keperpihakan kepada buruh karena lemahnya perlindungan dari pemerintah.

http://pukspkepwings.blogspot.co.id/

Ini merupakan periode organisasi dini, dikarakterisasi oleh kehati- hatian,


beberapa keragu-raguan dan kesabaran. Namun, setelah beberapa tahun,
gerakan yang baru lahir ini menjadi sadar akan kekuatan dan kemampuan-
kemampuannya; kehati-hatian dan kesabarannya digantikan oleh kenekadan
dan radikalisme. Perubahan itu terutama merupakan hasil dari propaganda
sosialis dan komunis, tetapi ia juga ditimbulkan oleh sikap kaku di satu pihak dari
para majikan Belanda yang menjalankan seluruh perekonomian negeri itu, dan di
pihak lain, dari Pemerintah Kolonial yang tidak siap untuk menghadapi suatu
gerakan seperti itu.
Kerja upahan telah diberlakukan di Indonesia sekitar tahun 1870. Baru pada
awal abad ke duapuluh kaum buruh Indonesia mencapai kedudukan dimana
mereka dapat melahirkan suatu gerakan terorganisasi, yang bertujuan
memajukan standar hidup mereka, dan, -pada umumnya, pada emansipasi kelas
pekerja Indonesia yang bebas. Ini tampaknya disebabkan oleh tersebar luasnya
buta-huruf dan tingkat pendidikan yang rendah di kalangan kaum buruh,
kelangkaan para tukang ahli dan kaum buruh trampil lainnya, dan kekurangan
para pemimpin serikat buruh yang berkemampuan. Namun, tibanya gerakan
yang terlambat secara pasti juga dikarenakan sikap bermusuhan dari kebijakan
kolonial ketika itu terhadap semua jenis kegiatan bersama yang mungkin dimulai
oleh penduduk pribumi. Sebagai kenyataan, baru pada permulaan abad
sekarang undang-undang yang melarang kebebasan untuk berhimpun dan
berkumpul telah dibatalkan.
Organisasi kaum pekerja upahan pertama yang dikenal di Indonesia telah
dibentuk pada tahun 1894 oleh para guru sekolah dasar dan menengah Belanda.
Asosiasi para guru ini nama Belandanya ialah Nederlandsch-Indisch
Onderwijzers Genootschap, disingkat NIOG mempertahankan sifat khusus
Belandanya, dan karena itu, tidak pernah memainkan suatu peranan penting di
dalam gerakan kaum buruh di Indonesia. Dengan dikeluarkannya para guru
Belanda dari sekolah-sekolah publik setelah berdirinya Republik, NIOG menjadi
suatu serikat para guru yang kecil di sejumlah sekolah swasta Belanda. Ia masih
ada hingga sekarang. Pada tahun 1956 ia terdaftar pada Kementerian
Perburuhan sebagai mempunyai 6 cabang dan suatu jumlah keanggotaan dari
320 orang.
Pada tahun 1905, pegawai Keret-api Negara mendirikan SS Bond, yang berarti:
Serikat Personel Keret-api Negara. Serikat itu mencakup pengawai Belanda
maupun Indonesia di antara anggotanya, tetapi para pemimpinnya kesemuanya
orang Belanda. Serikat itu kuat dan terorganisasi baik; ia mempunyai suatu
pandangan yang agak konservatif, sekali pun kadang kala ia terjerumus dalam
kesulitan dengan pelaksana yang bahkan lebih konservastif dari Perkereta-apian
Negara. SS Bond tidak pernah berkembang menjadi suatu organisasi kaum
buruh yang militan, dan mengakhiri karirnya yang tidak menghebohkan pada
tahun 1919 tanpa mampu mempertahankan persaingan dengan serikat kaum
buruh kereta api lain yang lebih baru.
Situasinya ialah bahwa banyak pegawai kereta api memandang dengan
pengabaian atau bahkan penyesalan pada SS Bond, karena keterbatasannya
pada Perkereta-apian Negara dan kenyataan bahwa kebanyakan dari
anggotanya terdiri dari personel lebih tinggi dan kepemimpinannya adalah
sepenuhnya Belanda.
Pada tahun 1908, wakil-wakil kaum buruh yang bekerja di Perkereta- apian
Negara maupun di berbagai perusahaan kereta-api dan tram yang dimiliki
swasta, berkumpul di Semarang (Jawa Tengah) dan memproklamasikan
kelahiran sebuah perserikatan baru, Vereeniging van Spoor- en Tramweg
Personeel in Nederlandsch- Indie (VSTP). Perserikatan baru itu dibangun atas
suatu landasan yang lebih luas; tidak saja karena ia terdiri dari perkereta-apian
yang dimiliki oleh negara dan yang dioperasikan oleh swasta, namun juga
karena ia bertekad untuk mengorganisasi semua buruh kereta-api tanpa
perbedaan ras, jenis pekerjaan, kedudukan di dalam dinas Negara atau di dalam
perusahaan. Tampaknya menjadi maksud para perancang organisasi itu untuk
meletakkan tekanan dan pusat kekuatan lebih pada sang pelaku (operatif),
pekerja tangan dan teknik daripada pada non-pelaku (non-ops), para pegawai
krah putih dan yang lebih tinggi. Demikianlah, jalannya telah diratakan bagi
sebuah organisasi massa yang militan.
VSTP memang menjadi sebuah serikat buruh yang militan dan agresif;
teristimwa setelah tahun 1913, manakala kaum sosialis menjadi lebih unggul di
dalam kepemimpinan. Sifat militan serikat buruh itu tidak muncul dari Anggaran
Dasarnya (Konstitusi). Konstitusi ini yang hanya terdiri atas tujuh pasal,
menyatakan dalam Pasal 2 tujuan dari VSTP sebagai: memajukan kepentingan
material dan spiritual para anggotanya. Tiada apapun yang dimuat di dalam
Konstitusi ini tentang azas-azas, tentang aspirasi-aspirasi politik dan sejenisnya,
persoalan-persoalan yang begitu karakteristik dari serikat-serikat buruh
Indonesia masa kini. Tetapi, sudah tentu, tidak mungkin bagi para pendiri VSTP
untuk merancang sebuah konstitusi politik atau sosialistik, karena anggaran
dasar itu mesti diajukan kepada Gubernur-Jendral untuk mendapat persetujuan.
Bahkan anggaran dasar VSTP yang ini mesti terlebih dulu dipelajari secara
tuntas oleh para pembesar yang semestinya sebelum persetujuan dapat
diberikan oleh Gubernur-Jendral. Pada waktu pembentukannya, Presiden dan
Sekretaris VSTP adalah dua orang sosialis Belanda, yaitu C.J. Huishoff dan
H.W. Dekker, sedang beberapa kedudukan lain di dalam komite eksekutif
dipegang oleh orang-orang Indonesia. Setelah 1913, kaum sosialis sayap-kiri
(komunis) mendominasi kepemimpinan serikat buruh itu. Komunis Belanda
Sneevliet menjadi Presiden VSTP bersama Semaun, seorang revolusioner
Indonesia muda, sebagai murid dan seorang tangan-kanannya.
Kemudian Semaun menjadi Presiden dan Sneevliet Sekretaris dari Serikat Buruh
itu. Demikian, VSTP, yang didirikan pada 14 November, 1908, merupakan
serikat buruh pertama dengan orang-orang Indonesia di dalam
kepemimpinannya dan dengan kaum buruh Indonesia sebagai mayoritas
keanggotaannya yang besar sekali.
Pegawai Indonesia dari dinas-dinas pemerintahan lainnya dari perusahaan-
perusahaan milik-Pemerintah segera mengikuti contoh dari kaum buruh kereta
api dalam mengusahakan perbaikan kondisi-kondisi kerja mereka melalui
persatuan dan organisasi. Pada 1 November, 1910, para pegawai Dinas Bea
Cukai mengumumkan pembentuk Bond van Ambtenaren bij de In- en
Uitvoerrechten en Accijnzen in Nederlandsch-Indie, juga dirujuk sebagai
Douanebond. Pada awalnya, namanya adalah Belanda dan Presidennya
seorang Belanda. Tetapi kemudian serikat buruh itu mengadopsi sebuah nama
Indonesia: yaitu, Perhimpunan Bumiputera Pabean. Menurut Anggaran dasarnya
Douane-bond mempunyai sebagai sasarannya: perbaikan kepentingan korps
pegawai Jawatan Bea Cukai (Pabean) dan kepentingan Jawatan itu sendiri;
pembentukan suatu perhimpunan yang kuat di antara para anggotanya;
penyebaran pengetahuan mengenai Kepabeanan di kalangan para anggota.
Pada tahun 1912, para guru Indonesia dari sekolah-sekolah public segera
disusul oleh Asosiasi Guru dari Sekolah-sekolah Desa, yaitu membentuk
Perserikatan Guru Hindia Belanda (PGHB) Perhimpunan Guru Bantu atau PGB.
Pada tahun tahun 1915, Opiumregiebond dibentuk oleh para pegawai pabrik
Opium di Jakarta (ketika itu Batavia) dan dari kantor-kantor distribusi opium di
seluruh negeri.
Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB), yaitu Perserikatan
Pegawai Rumah Pegadaian Indonesia, telah didirikan pada tahun 1916. Dari
awalnya perserikatan ini sepenuhnya dalam tangan orang Indonesia. Presiden
perserikatan itu ialah R. Sosrokardono yang militan.
Juga pada tahun 1916 telah didirikan Vereeniging Inlandsch Personeel
Burgelijke Openbare Werken, (VIP-BOW), Perhimpunan Pegawai Pekerjaan
Umum Sipil Indonesia.
Para pegawai Pemerintah lainnya mendirikan organisasi-organisasi serupa.
Jenis perkembangan ini membuktikan kepemimpinan dan panduan yang
diberikan oleh para pegawai Pemerintah di dalam pendirian dan pertumbuhan
asli gerakan serikat buruh Indonesia. Gejala ini tidak aneh karena di Hindia
Belanda nyaris semua kaum intelektual Indonesia dipekerjakan oleh Pemerintah.
Namun segera, para pengawai perusahaan swasta, baik pekerja krah putih
maupun pekerja kasar, mengikuti jejak para pegawai Pemerintah. Pada tahun
1919, para pegawai Indonesia dari pabrik-pabrik gula di wilayah Yogyakarta
(Jawa Tengah) mengorganisasi diri mereka dalam Personeel Fabrieks Bond
(PFB) atau Perserikatan Personel Pabrik. Di bawah kepemimpinan yang
bersemangat dari R.M. Suryopranoto, PFB segera berkembang kepada pabrik-
pabrik gula lainnya di Jawa. Pada waktu itu terdapat kira-kira seratus pabrik gula
di Jawa.
Perserikatan-perserikatan lain, yang segera terbentuk di sektor ekonomi swasta,
adalah Serikat Buruh Onderneming (SBO), yang merupakan perserikatan
pertama dari para pengawai perkebunan, yang didirikan pada tahun 1924,
Serikat Sekerdja Pelabuhan dan Pelajaran (perserikatan buruh pelabuhan dan
pelaut), didirikan pada tahun 1924 yang segera menjadi Serikat Buruh
Pelabuhan dan Laut; dan selanjutnya, serikat-serikat buruh pertambangan, buruh
metal, percetakan, buruh listrik, pegawai dalam industri-minyak, sopir, buruh
penjahit dan busana, dsb. Menjelang tahun 1920 sudah terdapat kira-kira seratus
serikat buruh dengan jumlah keanggotaan hampir 100.000 buruh. Serikat buruh
terbesar, yang paling penting dan paling militan adalah dan tetap VSTP yang, di
bawah kepemimpinan Semaun, terus-menerus terlibat di dalam agitasi sosialis
dan dalam membela hak-hak dan memajukan kondisi-kondisi kaum buruh
kereta-api.
Pengaruh gagasan-gagasan sosialis pada VSTP sudah terbukti dini sekali
karena para pendiri dan pemimpin serikat buruh itu selalu sosialis dan komunis
(Dekker, Sneevliet, Semaun dan lain-lainnya). Pada tahun 1914, kaum sosialis
yang memimpin VSTP, bersama dengan kaum kiri lainnya seperti A.Baars, P.
Bergsma, R. Darsono, Brandsteder dan juga sejumlah kaum sosialis modern,
seperti P.F. Dahler, mendirikan partai sosialis pertama di Indonesia, Indisch
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV). Sejak awal, kaum sosialis atau
komunis sayap-kiri dalam ISDV unggul di dalam partai itu. Demikianlah, dengan
Partai ini sebagai Staf atau Barisan Depan, dan VSTP sebagai organisasi massa
atau tentara besar, sosialisme dan komunisme revolusioner sudah
dipropagandakan di Indonesia sebelum atau pada awal Perang Dunia Pertama.
Pada tahun 1917, kaum sosialis moderat mengundurkan diri dari ISDV dan
mendirikan Indisch Sociaal- Democratische Partij (ISDP). ISDV kini menjadi
monopoli kaum sayap-kiri. Semaun cum sui segera setuju menamakan diri
mereka sendiri secara resmi komunis. Demikianlah, pada 23 Mei, 1920, nama
ISDV ditransformasi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), seksi dari
Communist International (Comintern), dengan Semaun sebagai Presiden.
Pemimpin-pemimpin PKI lainnya adalah Tan Malaka, Alimin, R. Darsono, Musso,
Ali Archam, Dengah dan Soegono. Baik di bidang politik maupun dalam gerakan
serikat buruh kekuasaan kaum sosialis revolusioner dan kaum komunis ditantang
oleh sebuah partai politik lain, yaitu Sarekat Islam (SI) atau Asosiasi Islam.
Di dalam SI, suatu perpaduan ajaran-ajaran Islam, nasionalisme dan ide-ide
sosialis merupakan azas-azas dasarnya. Para pimpinan tertinggi dan mayoritas
keanggotaannya menentang komunisme. SI, yang didirikan pada tahun 1911,
segera berkembang menjadi suatu gerakan politik kerakyatan. Di dalam
beberapa tahun keanggotaan SI berjumlah lebih dari satusetengah juta orang,
tersebar di kepulauan Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Para
pemimpin tertinggi SI adalah H.O.S. Tjokroaminoto, Abdul Muis, H.A. Salim, R.
Sosrokardono dan lain-lainnya. Semaun, yang kemudian menjadi pemimpin
ISDV dan Partai Komunis, pada mulanya juga berafiliasi dengan Sarekat Islam.
Ia mempunyai banyak sekali pengikut dalam pangsa-pangsa SI tertentu, menjadi
ketua dari cabang SI Semarang, dan kemudian berhasil mengubah kelompok-
kelompok penting dari SI ke dalam komunisme.
Dalam gerakan serikat buruh, SI berhasil dalam mendapatkan kepercayaan
Personeels Fabrieks Bond (PFB), Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera
(PPPB) dan sejumlah perserikatan lainnya dari para pegawai Pemerintah. Para
pemimpin sosialis (komunis) dan Serikat Islam segera mengakui pentingnya
bersatunya gerakan serikat buruh menjadi satu federasi tunggal. Usaha pertama
untuk membentuk sebuah federasi serikat- serikat buruh dilakukan oleh ISDV
pada tahun 1916. Platformnya ialah: perjuangan terhadap kaum kapitalis dengan
pemogokan sebagai alat utama. Usaha ini tidak membawa hasil. Dalam tahun
yang sama, Semaun, sebagai Presiden VSTP, mengirim sebuah pesan kepada
semua serikat buruh yang di dalamnya ia mengajukan saranan untuk menjadikan
VSTP perwakilan dari semua serikat buruh. Usaha kedua ini juga, tidak berhasil.
Pada tahun 1918, VSTP mengorganisasi sebuah konferensi serikat-serikat
buruh. Hasilnya ialah terbentuknya sebuah komite sentral yang bertindak atas
nama serikat-serikat buruh yang diwakili dalam konferensi itu. Namun, sebuah
konferensi kedua, yang kemudian berkumpul pada tahun yang sama, hanya
dihadiri oleh VSTP dan PPPB (pegawai pegadaian).
Lebih berhasil adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh Suryopranoto dan
Sosrokardono, dua pemimpin serikat buruh yang tersebut di muka dalam Bab ini,
yang juga anggota-anggota yang setia dari Sarekat Islam. Setelah delapan bulan
persiapan, kedua pemimpin ini menyelenggarakan sebuah konferensi serikat-
serikat buruh dalam bulan Desember 1919. Sarekat Islam dan ISDV juga
mengirim delegasi-delegasi ke rapat yang dihadiri oleh para wakil hampir semua
serikat buruh yang ada. Demikianlah, federasi pertama didirikan; nama yang
disetujui ialah Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) atau Federasi Serikat-
serikat Buruh.
Pada bulan Agustus 1920, federasi yang baru lahir itu mengadakan Kongresnya
yang Pertama di Semarang, pusat dari gerakan komunis. Selama seluruh
konvensi itu kaum komunis dan orang-orang Sarekat Islam terus-menerus
berselisih mengenai azas-azas dasar. Kongres itu memilih sebuah komite
eksekutif terdiri atas tujuh anggota. Semaun dipilih sebagai Presiden,
Suryopranoto dan H.A. Salim sebagai Wakil-Presiden dan Sekretaris. Namun,
markas besar Federasi itu mesti dipindahkan dari Semarang yang didominasi-
komunis ke Yogyakarta yang nasionalistik. Sementara itu, melalui Semaun dan
VSTP, kaum komunis dapat mengerahkan pengaruh yang semakin besar di
dalam Federasi itu.
Selama Kongres Kedua pada bulan Juni 1921, perbedaan pendapat di antrara
kaum komunis dan unsur-unsur Sarekat Islam di dalam Federasi itu tidak dapat
diredahkan. Sebaliknya, ia berkembang menjadi suatu perpecahan lengkap.
Semaun dan para pengikutnya mundur dari komite eksekutif itu dan, sambil
menangguhkan konvensi, memproklamasikan pendirian sebuah pusat baru,
yang disebut Revolutionary Trade Union Central (Pusat Serikat Buruh
Revolusioner). Empatbelas serikat buruh, yaitu VSTP dan bagian besar serikat
buruh dalam perusahaan-perusahaan swasta, bergabung pada organisasi baru
itu, sedangkan Personeels Pabrieks Bond, para pegawai rumah pegadaian
(PPPB), sejumlah serikat buruh guru, pegawai pekerjaan umum (VIP-BOW), dan
bagian besar serikat buruh pegawai Pemerintah lainnya tetap setia pada
Federasi lama itu.
Pada bulan September 1922, dua gerakan serikat buruh itu lebur kembali,
terutama melalui usaha Semaun sendiri. Nama gerakan yang dipersatukan itu
ialah Persatuan Vakbonden Hindia, disingkat PVH. Nama itu berarti: Federasi
Serikat-serikat Buruh Indonesia. Semaun dan para pengikutnya kembali berhasil
dalam memperleh pengaruh yang besar di dalam Federasi baru itu.
Dengan berakhirnya Perang Dunia Pertama gerakan serikat-serikat buruh
Indonesia ditantang oleh suatu keadaan ekonomi yang kontroversial. Seperti
diketahui, Indonesia, seperti Holland di Eropa, tidak secara langsung terlibat di
dalam perang itu. Periode segera setelah perang itu ditandai oleh suatu
permintaan yang luarbiasa besarnya dari negeri-negeri Eropa akan bahan-bahan
yang diproduksi oleh Indonesia. Demikianlah, para pemilik perkebunan, para
produsen gula, pengusaha pertambangan, para eksportir, dan pengusaha-
pengusaha Belanda lainnya mempunyai masa yang menguntungkan. Sementara
itu, barang-barang konsumsi seperti tekstil, bahan makanan tertentu, kimia,
barang mewah, dan juga bahan-bahan bangunan, peralatan, dan komoditi
lainnya, yang diperlukan oleh penduduk, yang mesti diimpor dari Holland dan
negeri-negeri lain, meningkat dalam harga. Para orang Indonesia yang
penghasilannya berupa upah, yang dibayar di bawah harga, bangkit memprotes.
Kegoncangan buruh menyusul. Pemogokan dan ancaman pemogokan menandai
tahun-tahun dari 1920 hingga 1923.
Pemogokan besar pertama terjadi pada tahun 1920 di dalam industri gula yang
aksinya ditindas sejak paling awal oleh Pemerintah. Pada bulan Maret 1920,
Personeels Pabrieks Bond mengajukan tuntutan-tuntutan bagi suatu kenaikan
upah yang berarti kepada Sindikat Gula, organisasi para produsen gula. Para
majikan/pengusaha, sambil meraup keuntungan-keuntungan yang luar biasa
besarnya, menolak memenuhi tuntutan-tuntutan itu.
Pada bulan Agustus 1920 PFB mengumumkan bahwa mereka siap melancarkan
pemogokan di semua perkebunan tebu dan pabrik gula. Para pengusaha
(Belanda) meminta bantuan Pemerintah berdasarkan motif-motif politik, yang
tujuan akhirnya ialah penumbangan Pemerintah Hindia Belanda! Sementara itu,
sepenuhnya bertentangan dengan penalaran yang dinyatakan oleh perintah itu,
Pemerintah menasehati para pengusaha/majikan agar melakukan sesuatu untuk
meringankan kesukaran-kesukaran para buruh gula. Demikian aksi-pemogokan
merupakan satu kegagalan, dan konsesi-konsesi yang diberikan oleh para
produsen gula menjadi tidak berarti.
Sektor-sektor lain dari industri kaum buruh juga menuntut upah yang lebih tinggi.
Di mana para pengusaha tidak menjawab secara memuaskan, serikat-serikat
buruh mengancam akan melakukan pemogokan. Dalam banyak kejadian,
pemogokan-pemogokan telah terjadi. Misalnya, pada bulan Agustus 1921
pekerjaan di pelabuhan besar Surabaya (Jawa Timur) dilumpuhkan, dengan
demikian menimbulkan kerusakan besar pada industri-industri milik-Belanda di
bagian penting negeri. Suatu konflik besar lainnya terjadi pada bulan Januari
1922 di rumah-rumah pegadaian Pemerintah, sekali pun pemogokan ini tidak
secara langsung berkaitan dengan tuntutan-tuntutan upah. Aksi perserikatan
para pegawai rumah-rumah pegadaian merupakan akibat sikap congkak seorang
Belanda pelaksana sebuah rumah pegadaian terhadap pegawai Indonesia. Lebih
dari seribu pegawai melakukan aksi walk out sebagai protes. Pemerintah
menjawab dengan memecat semua pemogok. VSTP dan Pusat Merah
mengorganisasi suatu kampanye untuk mendukung para pemogok secara
finansial. Tetapi Pemerintah bertekad untuk menghancurkan seluruh aksi itu.
Kedua pemimpin komunis, Tan Malaka dan P. Bergsma, yang aktif dalam
mendukung para pemogok, ditangkap dan dibuang dari negeri itu. Demikianlah,
pemogokan para pegawai rumah pegadaian hancur.
Pada tahun 1923 kegoncangan perburuhan baru dan yang meluas mengganggu
negeri. Sebabnya adalah sebuah keputusan dari Pemerintah Hindia Belanda
untuk memotong gajih para pegawai sivil dan dari pegawai perusahaan-
perusahaan milik-Pemerintah. Tahun 1922 telah menjadi awal dari suatu periode
depresi ekonomi, dan Pemerintah telah berusaha menghadapi krisis ini dengan,
antara lain, memangkas pengeluaran-pengeluarannya.
Berbagai perserikatan pegawai Pemerintah digelisahkan oleh maksud-maksud
Pemerintah. Rapat-rapat anggota dan konferensi- konferensi antar-perserikatan
diselenggarakan untuk mendiskusikan persoalan itu. Banyak pemimpin
perserikatan menganjurkan penggunaan senjata mogok.
Selama Kongres Persatuan Vakbonden Hindia (Federasi itu) pada bulan
Desember 1922 kemungkinan akan suatu pemogokan umum telah menjadi topik
utama. Semangat melambung-lambung tinggi.
Pada bulan Januari 1923, VSTP mengirimkan sebuah sirkuler kepada semua
perserikatan di mana mereka didesak untuk menjawab tindakan-tindakan
Pemerintah dengan satu pemogokan umum. Namun, reaksi serikat-serikat buruh
terlalu lamban bagi Semaun. Demiukianlah ia memutuskan untuk bertindak atas
kewenangan dirinya sendiri, dengan bersandar pada kekuatan serikat buruh
kereta api. Ia mengeluarkan sebuah peringatan kepada manajemen perusahaan
kereta-api agar mereka jangan bermain dengan api. Pada bulan April, Semaun
meminta diadakannya suatu konferensi dengan manajemen Kerta Api Negara.
Pada pertemuan itu Semaun memberikan penjelasan mengenai keberatan-
keberatan VSTP dan dari serikat-serikat buruh lainnya terhadap tindakan-
tindakan yang diumumkan itu. Namun, manajemen Kereta Api Negara tidak
menemukan alasan untuk memenuhi harapan atau keluhan perserikatan-
perserikatan itu. Dalam kenyataan, Pemerintah berketetapan untuk mengakhiri
kegiatan-kegiatan perserikatan-perserikatan itu dan, untuk maksud itu,
memancing suatu bentrokan. Bahkan suatu saran dari Semaun yang
menyerukan disusunnya suatu prosedur keluhan dengan suatu sistem arbitrase
tidak dapat diterima oleh Direktur Kereta Api Negara.
Semaun cum sui tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyerahkan kasus itu
kepada para anggota biasa yang berarti bahwa suatu pemogokan sedang
mendekat. Dalam sebuah rapat VSTP pada 6 Mei 1923, Semaun menyarankan
bahwa pemogokan itu mesti dimulai segera setelah salah seorang dari para
pemimpin VSTP ditangkap oleh polisi, suatu aksi dari pihak Pemerintah yang
telah diantisipasikan perserikatan. Pemerintah tampaknya mengetahui tentang
rencana-rencana ini. Dua hari kemudian Semaun sendiri ditangkap. Seketika
komite eksekutif VSTP mulai beraksi dan mengumumkan pemogokan itu. Beribu
pegawai dari Kereta Api Negara dan semua perusahaan kereta api lainnya di
Jawa tidak masuk bekerja, melumpuhkan seluruh sistem transportasi. Namun
Pemerintah melakukan tindakan-tindakan drastik. Para pemimpin pemogokan
segera ditangkap dan para pemogok sendiri diancam dengan pemecatan.
Selanjutnya, perserikatan dilarang mengadakan rapat-rapat. Tambahan pula,
setiap propaganda yang berpihak pada pemogokan dinyatakan sebagai suatu
tindakan kriminal.Tindakan-tindakan lain telah diambil untuk mencegah
berkembangnya pemogokan itu ke jawatan-jawatan dan perusahaan-perusahaan
lain, seperti pembatasan-pembatasan hak untuk mengadakan rapat-rapat di
daerah-daerah tertentu yang tidak hanya berlaku pada kaum buruh kereta api.
Akibatnya tindakan-tindakan drastik ini ialah bahwa pemogokan itu hancur di
dalam satu bulan.
Semaun sendiri, tanpa diadili, diberitahu bahwa ia mempunyai pilihan untuk
dibuang ke sebuah kamp konsentrasi di sesuatu pulau yang jauh, atau seketika
meninggalkan negeri. Demikian, Semaun meninggalkan Indonesia untuk pergi ke
Eropa. Ia bermukim di Holland untuk beberapa waktu lamanya, namun kemudian
pergi ke Moskow. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah
sehubungan dengan kebebasan berbicara dan hak untuk berkumpul dihadapi
oleh kaum komunis dan rakyat pada umumnya dengan kekesalan yang semakin
besar, segera berakibat kegiatan-kegiatan permusuhan. Partai Komunis,
berkumpul dalam kongres pada bulan Desember 1924, menyusun sebuah
rencana untuk konsolidasi dan memperkuat pengaruh-pengaruh komunis dalam
serikat-serikat buru melalui pendirian inti dan sel-sel partai. Akibatnya ialah
serangkaian pemogokan lokal di perusahaan-perusahaan vital sepanjang
seluruh tahun 1925, dan agitasi terus-menerus di kalangan kaum buruh dan
petani pada umumnya. Penciptaan sebuah sekretariat Serikat-serikat Buruh
Merah Indonesisa, anggota Profintern di Moskow, dan disusun sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang disetujui pada konferensi Profintern di Kanton, Tiongkok,
pada bulan Juni 1924. mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kaum komunis
Indonesia dengan gerakan revolusioner internasional.
Pemerintah Hindia Belanda siap untuk menghadapi setiap kemungkinan.
Kegiatan-kegiatan serikat-serikat buruh itu dikenakan pembatasan-pembatasan
ketat. Demikianlah PVH yang non- komunis secara sepenuhnya dilumpuhkan.
Pada tahun 1926 keadaan sampai pada suatu bentrokan. Di seluruh Jawa dan di
Sumatera Tengah Pemerintah secara tiba-tiba digelisahkan oleh tanda-tanda
suatu perlawanan bersenjata. Pada bulan November 1926, sejumlah gerombolan
orang Indonesia yang bersenjata menyerang bangunan-bangunan
Pemerintahan, barak- barak militer dan pos-pos polisi di berbagai bagian Jawa,
teristimewa di Jawa Barat; mereka membongkar jalanan kereta api, merusak
jembatan-jembatan, memotong kawat telefon dan telegraf, membunuh pegawai
sivil, Belanda maupun Indonesia, dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan
lainnya. Pada bulan Januari tahun berikutnya gangguan-gangguan serupa terjadi
di Sumatera Tengah. Pemerintah Belanda menghadapi situasi itu dengan
menggunakan kesatuan-kesatuan besar Tentara Kolonial. Ratusan orang
Indonesia telah terbunuh dalam aksi itu; beribu ditangkap dan dipenjara. Mereka
yang dapat diadili dijatuhi hukuman dan digantung atau diberi hukuman-
hukuman berat lainnya. Tetapi untuk bagian terbesar orang yang ditangkap tiada
terdapat cukup bukti untuk diadili. Setelah setahun atau lebih banyak dari
mereka dilepaskan, namun kira-kira seribu orang, lagi-lagi tanpa bukti, dibuang
ke New Guinea dan dilempar ke dalam kamp konsentrasi yang terkenal buruk di
Boven Digul di suau daerah rawa-rawa pulau yang sangat tidak bersahabat.
Pemerintah merujuk pada pemberontakan itu sebagai dipimpin atau diilhami oleh
kaum komunis. Namun, dari ribuan yang dipenjarakan atau dibuang ke Boven
Digul hanya satu bagian saja adalah orang-orang komunis. Banyak dari mereka
adalah anggota organisasi-organisasi biasa atau orang-orang yang sepenuhnya
tidak terlibat atau tidak terikat.
Untuk mencegah gangguan-gangguan serupa di masa depan, Pemerintah
menyatakan dilarangnya Partai Komunis Indonesia dan semua organisasi
lainnya yang dipengaruhi-komunis. Ini berarti bahwa tidak hanya Partai Komunis
yang dilarang, melainkan juga serikat-serikat buruh dan organisasi-organisasi
lain yang di dalam metode-kerja dan propaganda menggunakan azas-azas
seperti komunis atau semurninya sosialis. Akhirnya, pembatasan- pembatasan
yang dipaksakan atas hak berkumpul, berhimpun, atas kebebasan pers dan
kebebasan berbicara, menjadikan sulitnya atau nyaris mustahilnya setiap
aktivitas revolusioner.
Sekali pun ini mula-mula merupakan suatu periode kemunduran dan kesulitan-
kesulitan, ia kemudian disusul dengan kemajuan berangsur dalam
pengorganisasian. Banyak serikat buruh yakin bahwa, untuk bertahan hidup,
mereka mesti menyesuaikan diri mereka dengan keadaan. Mereka mesti
menahan diri dari metode- metode dan aksi-aksi yang dapat mengingatkan para
pembesar kolonial pada peristiwa-peristiwa sebelum tahun 1927.
Pada bulan Juli 1927, sejumlah pegawa kereta api membentuk sebuah
perserikatan baru, Perhimpunan Beambte Spoor dan Tram (PBST), Perserikatan
Pegawai Kereta Api dan Tram. Organisasi baru ini cukup berhasil. Ia mencapai
jumlah anggota yang melebihi lima ribu orang di dalam beberapa bulan.
Secara khusus menarik adalah karya Dr. R. Sutomo di Surabaya, Jawa Timur.
Nasionalis terkemuka ini, seorang humanis dan pekerja sosial, di samping
kegiatan-kegiatannya dalam gerakan politik nasionalis, juga terlibat dalam
mengorganisasi berbagai kelompok buruh industri, pegawai dalam perusahaan-
perusahaan perdagangan dan pegawai sivil dari Pangkalan Angkatan Laut
(Naval Establishment) menjadi serikat-serikat buruh sejati.
Berbagai perserikatan para pegawai Pemerintah yang telah didirikan sebelum
tahun 1927, dan telah menderita di bawah tindakan-tindakan Pemerintah
sebelum dan setelah pemberontakan 1926-1927 beransgur-angsur pulih dan
mendapatkan kembali kekuatan dan prestise mereka. Misalnya, pada tahun
1927 berbagai perserikatan para guru bersatu dalam sebuah federasi.
Sekali pun perserikatan-perserikatan itu kini membatasi diri mereka pada
promosi kondisi-kondisi kerja, partai-partai politik tidak berhenti mengerahkan
pengaruh mereka atas perserikatan- perserikatan itu. Kali ini itu merupakan
suatu pertandingan di antara Sarekat Islam dan kaum nasionalis yang
terorganisasi dalam sebuah partai politik baru, Partai Nasional Indonesia (PNI),
yang didirikan dan dipimpin oleh Dr. Soekarno (yang kemudian menjadi Presiden
Republik Indonesia).
Di samping dua kelompok politik ini terdapat satu faktor politik ketiga, yaitu kaum
komunis yang telah lolos dari razia menyusul pemberontakan 1926/1927 dan kini
aktif dalam suatu gerakan bawah tanah (PKI ilegal, sebagaimana itu
diungkapkan setelah Perang) atau dalam berbagai organisasi dengan label-label
nasionalis. Dari waktu ke waktu Pemerintah Kolonial menggerebek organisasi-
organisasi tertentu, menangkap orang-orang yang dicurigai sebagai orang
komunis, dan mengirim mereka ke Boven Digul di New Guinea. Misalnya,
Politieke Inlichtingendienst (PID), yaitu badan intelijens politik Pemerintah
Kolonial, telah untuk sekian lamanya curiga terhadap kegiatan-kegiatan Sarekat
Kaum Buruh Indonesia (SKBI), yang didirikan pada bulan Juli 1928 di Surabaya
sebagai sebuah federasi serikat-serikat buruh lokal. Organisasi itu menggunakan
slogan-slogan nasionalistik dan melakukan propaganda nasionalistik. Namun,
PID menerima laporan-laporan bahwa SKBI dalam kenyataan didirikan oleh
kaum komunis dan bahwa ia mempertahankan hubungan-hubungan dengan
Moskow. Organisasi itu segera berkembang ke daerah- daerah lain. Di Medan,
Sumatera, sebua cabang dari SKBI didirikan dan dipimpin oleh Iwa Kusuma
Sumantri, seorang pengacara yang baru saja kembali dari studinya di Holland.
Pemerintah mengetahui bahwa, Iwa Kusuma Sumantri adalah seorang kiri dan
bahwa ia juga telah belajar pada Eastern University di Moskow. Demikian, pada
tahun 1928 Pemerintah menggerebek markas besar dan cabang-cabang lokal
dari organisasi itu dan menangkap para pemimpinnya. Iwa Kusuma Sumantri
dan sejumlah orang lain seketika dikirim/dibuang ke Boven Digul atau kamp-
kamp konsentrasi lain, lagi-lagi tanpa diadili.
Pada bulan April 1930, sejumlah perserikatan pegawai Pemerintah memutuskan
untuk bekerja sama dalam sebuah federasi. Hasilnya ialah pembentukan
Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri atau Federasi Perserikatan Pegawai
Negeri, disingkat PSPN. Presidennya adalah R.P. Soeroso. Namun,
Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB), perhimpunan para Pegawai
Sivil yang tersohor, tetap berada di luar federasi ini.
Bulan berikutnya, perserikatan kaum buruh dalam perusahaan- perusahaan
swasta di Jawa Timur bersambut pada seruan Dr. Sutomo dari Surabaya untuk
berorganisasi dalam sebuah federasi perserikatan pegawai dalam sektor industri
swasta. Persatuan Sarekat Sekerdja Indonesia (PSSI) telah dibentuk. Setelah
huruhara tahun 1926/1927, tiada yang terdengar lagi mengenai Persatuan
Vakbonden Hindia (PVH), Federasi yang didirikan pada bulan September 1922.
Karenanya, kedua federasi baru itu, PVPN dan PSSI, kini mengambil alih
kepemimpinan gerakan serikat buruh dari tahun-tahun 1930-an.
Pada umumnya, periode ini merupakan suatu periode kegiatan yang tenang dan
kemajuan yang stabil. Sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap trade
unionisme (perserikatburuhan) adalah suatu sikap kewaspadaan dan bahkan
permusuhan. Polisi, selalu siap sedia, dari waktu ke waktu melakukan
penggerebekan- penggerebekan. Orang-orang yang dicurigai sebagai komunis
atau orang revolusioner pada umumnya, ditangkap dan dibuang ke Boven Digul,
tanpa diadili.
PVPN membatasi kegiatan-kegiatannya di dalam batas-batas trade unionisme
semurninya dan menahan diri dari politik. Dalam kenyataan, federasi itu tidak
menginginkan tujuan-tujuan politik. Pada bulan Juni 1931, PVPN bergabung
pada International Federation of Trade Unions. PSSI, federasi serikat-serikat
buruh dalam perusahaan-perusahaan swasta, juga terorganisasi dengan baik.
Tetapi ia hanya merupakan sebuah organisasi kecil karena mayoritas kaum
buruh tetap tidak terorganisasi, dan hanya satu bagian dari serikat-serikat buruh
yang ada berafiliasi dengan federasi itu. Seperti itu situasi saat Jepang
menyerbu negeri itu dalam bulan Februari 1942.
Sumber : Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia, Iskandar
Tedjakusuma, Seri Monograf Modern Indonersia Project Southeast Asia Program
Department of Far Eastern Studies Cornell University Ithaca, New York 1958.

https://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/01/sejarah-singkat-gerakan-serikat-buruh-indonesia-
masa-kolonial-belanda/

1. Pengertian Serikat Pekerja / Serikat Buruh menurut Undang Undang No. 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh Pasal 1 Angka 1
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
2. Pengertian Serikat Pekerja Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 Angka 17 :
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
3. Pengertian Serikat Pekerja / Serikat Buruh Menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 Angka 8.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Dasar Hukum Serikat Pekerja / Serikat Buruh di Indonesia :

1. Undang-undang Dasar Negara RI Th. 1945


2. Piagam PBB tentang Hak2 azazi manusia Pasal 20 (ayat 1) dan pasal 23 (ayat 4)
3. UU No. 18 th. 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Hak berorganisasi dan
Berunding bersama
4. KePres No. 23 th. 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO NO. 87 tentang kebabasan
berserikat dan perlindungan hak berorganisasi
5. KeMenaker No. PER-201/MEN/1999 tentang Pendaftaran Serikat Pekerja
6. KepMenaker No. PER-16/MEN/2000 tentang tata cara Pendaftaran Serikat Pekerja
7. UU No. 21 th. 2000 tentang Serikat Pekerja (SP)
8. UU No. 13 th. 2003 tentang Ketenagakerjaan
9. UU No. 2 th. 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
10. Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja yg bersangkutan

Sumber Gambar : http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/pekerja-ilustrasi-


_120430200523-942.jpg
http://www.fspbun.org/2013/06/pengertian-serikat-pekerja-serikat-buruh/

A. Umum
1. Pengertian
Serikat Pekerja adalah suatu organisasi yang dibentuk oleh pekerja, dari pekerja dan untuk pekerja yang
bertujuan untuk melindungi pekerja, memperjuangkan kepentingan pekerja serta merupakan salah satu pihak
dalam bekerja sama dengan perusahaan.

2. DasarPembentukan Serikat Pekerja

a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28.


b. Undang undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan ketentuan pkok mengenai ketenagakerjaan.
c. Undang undang No.18 tahun 1956 tentang Hak berorganisasi dan berunding bersama.
d. Surat keputusan Mentri Tenaga Kerja No.1109 tahun 1986.

3. Prinsip prinsip, Tugas dan Fungsi Serikat Pekerja


a.Organisasi pekerja dibentuk secara demokratis dari pekerja dan untuk pekerja.
b.Organisasi pekerja harus tunduk kepada konstitusi dan peraturan perundanagan yang berlaku.
c.Organisasi pekerja didirikan dalam usaha melindungi, memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraan para
anggota dan keluarganya.
d. Organisasi pekerja bersifat mandiri, professional dan bertanggung jawab.

B. Perkembangan umum Serikat Pekerja

1. Asal usul dan latar belakang terbentuknya serikat pekerja.

Asal usul terbentuknya serikat pekerja terjadi di Inggris dan Amerika Serikat pada akhir Abad ke 18 dan
permulaan Abad ke 19 sebagai perkumpulan pekerja yang didasarkan atas keterampilan yang sama. Serikat pekerja
pada awal abad ke 19 secara ekslusif berdasarkan atas keahlain ( craft ) tertentu.

2. Perkembangan Serikat Pekerja di Inggris

Inggris merupakan pioneer dari pertumbuhan dan modernisasi industry. Serikat pekerjaannya merupakan serikat
pekerja yang tertua di dunia. Akhirnya ata pengaruh dari revolusi Perancis, Combination Acts 1799 dan 1800
memaklumkan bahwa serikat pekerja merupakan persepakatan criminal yang bertentangan dengan kepentingan
umum. Pada tahun 1884 seorang sosialis bernama Robert Owen berusaha mengorganisir pekerja dalam gerakan
nasional yang dinamakan The Grand National Consolidation Trades Union.

Antara tahun 1910 dan 1920 anggota Serikat Pekerja meningkat dengan drastic dari 2,5 juta orang menjadi 8 juta
orang. Tetapi setelah itu secara bertahap enggota serikat pekerja meningkat yaitu pada tahun 1969 berjumlah 10
juta orang dan 9 juta orang berafiliasi kepada Trade Union Congress (TUC). Berhubungan meningkatnya upah dan
harga serta keberatan akan adanya devaluasi setelah Perang Dunia kedua, pemerintah memrlukan beberapa
macam pembatasan upah. Yang pertama tahun 1948 sampai 1950 yang berakhir dengan kegagalan. Sebagai
hasilnya seriakt pekerja ikut mengambil bagian dalam Dewan Harga dan Upah untuk memberi saran saran
kepada Pemerintah bagi reformasi upah.

3. Perkembangan Serikat Pekerja di Amerika Serikat.

Serikat pekerja terbentuk pada permulaan Hari Kemerdekaan Amerika akhir abad ke 18 ketika sejumlah pengrajin
dalam berjenis jenis erusahaan seperti tukang kayu, tukang sepatu, pencetak membentuk kumpulan laokal untuk
memperjuangkan perpendekan jam kerja serta peningkatan upah.

Dekade berikutnya adalah maslah masalah krisis bagi serikat pekerja. Oposisi yang serius terhadap Gompers
muncul pada tahun 1921 yaitu Jhon L.Lewis yang terpilih menjadi ketua Serikat Pekerja Pertambangan. Karena
depresi ekonomi yang terjadi mulai tahun 1929 kebanyakan serikat pekerja bubar, tetapi itu juga memberikan
perubahan baru kepada serikat pekerja. Karena gerakannya tersebut dank arena oposisinya IWW ini dibatasi
Undang undang tahun 1917. Setelah perang dunia pertama banyak Negara bagian memberlakukan Undang
undang semacam itu.
perundingan bersama apabila mayoritas pekerja menginginkannya. Untuk pelaksanaan undang undang ini maka
dibentuklah National Labour Relation Board.

Tahun 1949 dengan penyingkiran dominasi komunis dalam serikat pekerja oleh CIO dan ditariknya kembali serikat
pekerja tambang dari AFL mendorong keinginan bergabungnya AFL dengan CIO. Pada tahun 1955 AFL dan CIO di
bawah pimpinan GEORGE MEANY dan WALTER REUTHER dengan anggotanya waktu itu sebanyak 15 juta orang. Atas
prakarsa AFL CIO pula berdirinya International :Confederation of Free Tade Unions (ICFTU) untuk melawan
dominasi komunis dengan World Federation of Trade Unions (WFTU).

4. Perkembangan Serikat Pekerja di Jerman.

Serikat pekerja mendapatkan momentum untuk berkembang setelah jatuhnya OTTO VON BISMARCK pada tahun
1830. Setelah perang dunia kedua terbentuk Allgemeiner Deutscher Gewerkschaffts Bund (ADGB) bagi pekerja
manual, AVA bagi pekerja administrasi dan ADB bagi pegawai negeri.

C. Perkembangan Serikat Pekerja di Indonesia

1. Perkembangan sebelum kemerdekaan

a. Sebenarnya di Indonesia serikat pekerja sudah dikenal sejak akhir abad ke 19 dimna guru guru Belanda di
sekolah Belanda mendirikan organisasi yang bertindak sebagai serikat pekerja.

b. Organisasi pekerja yang pertama aterbentuk bersamaan dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 yaitu
berdirnya Persatuan Pekerja Kereta Ap dan Term (Vereniging Van Spoor en Tramweg Personeel).

c. Pada tahun 1912 dari serikat serikat pekerja yang ada, Serikat Islam mendirikan Gabungan Serikat Pekerja
maka lahirlah Gabungan Serikat Islam yang pertama di Indonesia.

2. Perkembangan setelah kemerdekaan.

a. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945,belanda dengan membonceng tentara sekutu ingin kembali ke
indonesia untuk melanjutka penjajahannya, maka sejak itu mulailah perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

b. Karena dalam barisan buruh indonesia ini semua aliran tergabung didalamnya maka akhirnya timbul (golongan)
didalam barisan buruh indonesia.

c. Dalam rangka perjuangan merebut iriran barat dan diputuskannya secara pihak perjanjian KMB oleh indonesia
maka banyak perusahaan-perusahaan belanda diambil alih oleh indonesia.

3. Perkembangan dalam era demokrasi terpimpin.

a. Pada tamggal 5 juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit tentang kembali digunakannya UUD45 dan sejak itu
mulailah dikembangkan demokrasi terpimpin.

b. Untuk mendorong keberhasilan perjuangan pengembalian irian barat yang di kenal dengan perjuangan trikora
makapada tahun 1961pembentukan sekretariat bersama ini sebenarnya jugadalam rangka upaya menyatukan
gerakan pekerja dalam satu wadah.
4. Perkembangan setelah pemerintah orde baru.

a. Sebagaimana diketahui pemerintah orde baru bertekad untuk melaksanakan pancasila secara murni dan
konsekuen dan disamping itu juga bertekad untuk mengembangkan program pembangunan yang berencana dan
berkelanjutan.

b. Dalam rangka penyatuan dan penyederhanaan organisasi pekerja maka pada tanggal 1 november 1969
terbentuklah MPBI.Pada bulan mei tahum 1972 sebagai tindak lanjut dari seminar yang lalu MPBI mengadakan rapat
pleno yang membahas secara mendalam tentang pembaharuan dan penyederhanaan eksistensi SPSI. Dari sidang itu
terbentuklah ikrar bersama yang intinya adalah sebagai berikut:
Melakukan pembaharuan struktur gerakan buruh sehingga serikat buruh tetap berfungsi sosial ekonomis dan
berorientasi kepada pembangunan.

c. Dari ikrar MPBI ini pada 20-02-1973 lahirlah deklarasi persatuan buruh seluruh indonesia

d. Ada dua hal yang sangat bersejarah dengan lahirnya FBSI tersebut yaitu, : Pertama, serikat pekerja telah
berhasil disatukan dalam satu wadah yang selama ini telah menjadi obsesi setiap pimpinan serikat pekerja. Kedua,
serikat pekerja telah berhasil melepaskan diri dari kegiatan politik dan menjadi serikat pekerja yang profesional
dan mandiri.

D. Serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP).


1. Latar Belakang

Sudah menjadi standar yang esensial bagi ILO adanya kebebasan


berserikat dan berunding bersama yang dicantumkan dalam konvens ILO no.87dan 89. Kebebasan berserikat sudah
dijamin oleh perindang2an indonesia dari mulai UUD45 pasal 28,UU no. 14 tahun 1969dan UU no. 18 tahun 1956.

2. Pembentukan SPTP
SPTP di bentuk dengan tujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu pekerja dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.


2. Menciptakan ketenangan kerja dan kelangsungan berusaha..
SPTP dibentuk pada perusahaan yang mempunyai pekerja 25 orang atau lebih dan belum mempunyai serikat
pekerja.

Fungsi dan tugas SPTP adalah :

1. Melakukan kegiatan2 dalm rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja.


2. Merundingkan dengan pengusaha syarat2 pekerja dan kesejahteraan pekerja.
3. Menyampaikan secara tertulis hal2 yang bersifat normatif kepada pengusaha.

Untuk mendirikan SPTP diperlukan syarat sebagai berikut :

1. Nama SPTP harus mencantumkan dengan jelas nama pengusaha dimana SPTP itu berbeda.
2. SPTP harus mempunyai pengurus , anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Hak dan wewenang SPTP.
SPTP berhak membuat kesepakatan kerja bersama dengan pengusaha.
Kesepakatan kerja bersama yang dibuat oleh SPTP dan pengusaha itu harus di daftar di kantor departemen
tenaga kerja setempat setelah ditandatangan oleh kedua belah pihak.

Perkembangan SPTP.
Setelah 1 tahun SPTP dikembangkan, ternyata mendapat sambutan yang baik dan telah terbentuk 203 SPTP, yang
tersebar sebagaimana tercantum perkembangan SPTP.

E. Pembentukan dan pengembangan serikat pekerja di dalam perusahaan.

1. Pembentukan serikat pekerja di dalam perusahaan.

a. Pengusaha harus dengan sepenuh hati menerima kehadiran serikat pekerja didalam perusahaan.

b. Sebelum serikat pekerja dibentuk perlu lebih dulu diadakan penyuluhan kepada seluruh pekerja mengenai fungsi
kegiatan, tujuan dan manfaat serikat pekerja.

2. Perkembangan serikat pekerja.

Serikat pekerja yang terbentuk, para pengurusnya harus dididik bagaimana menjalankan organisasi dan harus
dibekali dengan pengetahuan dalam bidang hubungan industrial seperti: Hubungan industrial pancasila beserta
sarana2 pelaksanaannya

https://dwiangghina31207314.wordpress.com/2010/04/16/bab-5-serikat-pekerja/

Anda mungkin juga menyukai