Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi oleh karena kelainan pada sekresi insulin

akibat terjadinya gangguan pada fungsi pankreas atau pun dikarenakan kerja

insulin yang mengalami kelainan. Dapat berbentuk kelainan pada kedua-duanya

(PERKENI 2011).
Sedangkan menurut WHO (2011), Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit

metabolik dengan berbagai etiologi, memiliki karakteristik hiperglikemia kronik

dan gangguan metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari

ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi Pankreas maupun

keduanya. Diabetes Melitus didefinisikan sebagai suatu gangguan metabolisme

yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manisfestasi berupa

hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang secara klinis maka

Diabetes Melitus ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial,

aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati (Price &

Wilson, 2009).
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang terlihat dengan kadar glukosa

darah diatas normal. Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangatlah penting

demi keterseimbangan kadar glukosa di dalam darah , dimana untuk orang normal

(non diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam postprandial harus

dibawah 140 mg/dL. Kadar yang seimbang tersebut akan dapat terganggu yaitu

cenderung naik bila terjadi gangguan pada kerja insulin (Suyono, 2009)

1
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen (gangguan multi

sistem) yang disebabkan oleh defesiensi insulin atau kerja insulin yang tidak

adekuat yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia.
B. Etiologi
Diabetes Mellitus terjadi karena organ pankreas tidak mampu memproduksi

hormon insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh. Di bawah ini beberapa

etiologi/sebab sehingga organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin

berdasarkan tipe/klasifikasi penyakit diabetes mellitus tersebut:


a. Diabetes Mellitus Tipe I
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; tetapi mewarisi

suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya diabetes tipe 1.

Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen

HLA (human leococite antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.


2. Faktor Imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen


3. Faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

esternal yang dapat memicu dekstruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan

yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun

yang menimbulkan dekstruksi (hilangnya) sel beta. Virus penyebab DM adalah

Rubela, Mumps, dan Human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi

sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa

2
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan

hilangnya otoimun (aktivasi limfosit T reaktif terhadap antigen sel pulau kecil)

dalam sel beta.


b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu tedapat

pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya

diabetes tipe 2.
Faktor-faktor ini adalah :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas
Orang yang mengalami obesitas,tubuhnya memiliki kadar lemak yang tinggi atau

berlebihan sehingga jumlah cadangan energy dalam tubuhnya banyak begitupun

dengan yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin merupakan

hormon yang bertugas untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah mengalami

penurunan fungsi akibat dari kerja kerasnya dalam melakukan tugas sebagai

pendistribusian glukosa sekaligus pengkompensasi dari peningkatan glukosa

darah, sehingga menyebabkan resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM

tipe 2.
c. Riwayat keluarga
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,

diperkirakan karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa

(Hiperglikemia akibat sekresi hormone-hormon plasenta). Teori yang lain

mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut sebagai unmasked atau baru

ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk,

3
riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir

mati, dan riwayat abortus berulang.


C. Patofisiologi
1. Diabetes mellitus Tipe I
Diabetes tipe I disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
a. Faktor genetik
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.

Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar

terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak

menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit

yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang

membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya


b. Faktor Imunologi.
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen),


c. Faktor lingkungan
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.

Melalui mekanisme infeks sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan

destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi

otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes

mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan

menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.


Dimana faktor ini berdampak pada kerusakan sel beta pada pangkreas. Ini

terjadi ketika sel beta pangkreas melakukan suatu aktivitas biokimia dalam hal ini

proses peningkatan kadar insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam tubuh,

4
oleh sistem imun membaca/menterjemahkannya sebagai virus (benda asing)

sehingga terjadilah proses autoimunitas (pengrusakan) terhadap sel beta pangkreas

tersebut yang mengakibatkan terjadinya defesiensi insulin (ketidakmampuan

menghasilkan insulin).
Akibat hal tersebut maka pengkompensasian terhadap peningkatan glukosa

dalam sirkulasi darah terganggu hasilnnya terjadilah hiperglikemia (glukosa dalam

darah tinggi). Jika konsentrasi gukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urine yang disebut dengan glukosuria. Ketika glukosa

diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan dengan diuresis osmotic.

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)


Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifaglia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pemecahan glukosa baru dari asamasam amino serta substansi lain), namun

pada penderita defiisiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih

lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan

lemak yang mengakibatkan produksi badan keton yang merupakan produk

samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggaanggu

keseimbangan asambasa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

5
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda

dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma

bahkan kematian.
2. Diabetes mellitus Tipe II
Diabetes tipe II disebabkan oleh beberapa faktor juga antara lain Usia,

Obesitas,dan Riwayat Keluarga. Dimana faktor tersebut akan mempengaruhi

proses peningkatan kadar glukosa dalam tubuh. Peningkatan kadar glukosa dalam

darah secara terus-menerus menyebabkan penurunan fungsi terhadap hormon

insulin dimana tugas dari insulin ini berfungsi untuk mengedarkan glukosa

kepermukaan sel untuk metabolisme sel tersebut. Sehingga yang seharusnya

glukosa tersebut diedarkan kesetiap sel malah berkurang akibat penurunan fungsi

insulin sebagai akibatnya kadar glukosa secara terus-menerus mengalami

penigkatan.
Ginjal merupakan tempat penyaring hasil dari sekresi dalam tubuh tidak

mampu lagi menyerap glukosa akibat dari hiperglikemia tersebut dan akibatnya

glukosa tersebut terekskresi bersama dengan urine ( glukosuria). Untuk

meringankan kerja dari dari ginjal dalam pengeluaran glukosa maka terjadi

penyerapan air dan elektrolik dalam ginjal untuk mengencerkan glukosa, sehingga

urine keluar secara encer bersama air, elektronik dan zat-zat yang lainnya. Karena

urine keluar secara terus menerus bersama dengan air dan elektrolik maka tubuh

mengalami kekurangan cairan akibatnya terjadi dehidrasi. Efek dari dehidrasi

tersebut menyebabkan volume cairan dalam vaskuler berkurang sehingga darah

bersifat lebih kental sehingga mempengaruhi proses sirkulasi darah dalam tubuh.

6
Gangguan fungsi insulin itu juga mengakibatkan gangguan metabolisme

lemak (dislipidemia). Hal tersebut dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kadar

kolesterol total, kolesterol-kolesterol jahat (LDL), trigliserida, namun disertai

penurunan kolesterol HDL (kolesterol baik). Akibat dari peningkatan kolesterol

jahat tersebut mengakibatkan terdapatnya plak-plak berupa lemak yang

mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada gangguan pada

sirkulasi darah atau yang biasa disebut dengan aterosklerosis. Akibat dari

aterosklerosis tersebut berdampak pada perubahan dan gangguan pada daerah

makrovaskuler dan microvaskuler. Untuk daerah makrovaskuler (pembuluh darah

besar) yang berpengaruh adalah organ jantung, serebral dan daerah ekstremitas

(pergerakan). Khusus untuk organ jantung, aterosklerosis menyebabkan penyakit

arteri koroner dalam hal ini infark miokard (gagal jantung) ini disebabkan

karena kurangnya suplai oksigen terhadap sel-sel jantung akibat dari sumbatan

pada daerah pembuluh darah arteri koronaria. Dan untuk daerah cerebral, akan

berdampak pada penyakit stroke. Ini disebabkan karena perubahan aterosklerosis

dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam

sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit

dalam pembuluh darah serebral yang menimbulkan serangan iskemia sepintas

(tidaknya adanya aliran darah) dan menyebabkan stroke.


Sedangkan untuk daerah ekstremitas (pergerakan), akan berdampak pada

pembentukan gangren yang disebabkan oleh sirkulasi yang buruk akibat dari

sumbatan pada saluran peredaran darah yang mengarah pada daerah ekstremitas

khususnya bagian bawah (distal) selain itu pula adanya gangguan kemampuan

leukosit terhadap penghancuran bakteri yang berpengaruh terhadap proses

7
penyembuhan luka yang lama dan akibatnya akan terjadi gangren serta berpotensi

untuk diamputasi.
Untuk daerah mikrovaskuler yang berpengaruh adalah daerah retina

(penglihatan) dan daerah ginjal. Khusus untuk daerah retina (penglihatan), akan

berdampak pada penyakit retinopati ini disebabkan oleh perubahan dalam

pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata di mana retina merupakan

bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang

bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah

dari berbagai jenis seperti pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol,

venula dan kapiler. Dan pembuluh darah inilah yang merupakan pusat sumbatan

sehingga berpengaruh terhadap gangguan penglihatan dan jika ini berlangsung

lama tanpa ada tindakan yang progresif maka akan berpotensi terhadap kebutaan.

Sedangkan untuk daerah ginjal, akan berdampak pada penyakit nefropati ini

disebabkan oleh glukosuria yang terus menerus sehingga mekanisme filtrasi ginjal

mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urine.

Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan

tekanan tersebut diperkirakan diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk

terjadinya nefropati. Jika tubuh membentuk zat keton lalu terjadi nefropati maka

ginjal akan berdampak pada penurunan fungsi yang berpotensi pada gagal ginjal.
D. Tanda dan Gejala
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah

ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :


1. Polyuria
2. Polydipsia
3. Polyphagia
4. Glykosuria
5. Penurunan berat badan
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki (parestesia).

8
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Tujuan pemeriksaan laboratorium pada DM adalah : menetapkan diagnosa,

mengikuti perjalanan penyakit, kontrol terapi dan deteksi dini adanya kelainan

akibat DM.
1. Pemeriksaan kadar gula darah
Cara yang dianjurkan adalah cara enzimatik, dan yang banyak digunakan dalam

laboratorium adalah cara glukosa oksidase. Cara lain adalah cara o-toluidine.

Kedua cara ini dianggap memberi hasil yang mendekati kadar glukosa

sesungguhnya.

Interpretasi Hasil Tes


Bukan DM Belum pasti DM
Tes Sampel
(mg/dl) DM (mg/dl) (mg/dl)
Plasma
< 110 110-199 200
Vena
GDS Darah
< 90 90-199 200
Kapiler
Plasma
< 110 110-125 126
Vena
GDP Darah
< 90 90-199 110
Kapiler
Plasma
< 140 140-200 > 200
Vena
GD2PP Darah
<200 120-200 > 200
Kapiler

2. Tes toleransi glukosa (TTG)


3. Pemeriksaan gula urin.
4. Penetapan albumin urin

9
F. Komplikasi
1. Akut :
a. ketoasidosis diabetik
b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar non ketotis
c. Hipoglikemia
2. Kronik:
Umumnya terjadi pada 10-15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar):
1) Pembuluh coroner
2) Vaskilar perifer
3) Vaskular otak
b. Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil) :
1) Mengenai mata (Retinopati)
2) Mengenai ginjal (Nefropati)
3) Penyakit Neuropati (merupakan saraf sensorik-motorik) yang anatomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

G. Penatalaksanaan

Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

berbagai penyakit dan diperlukan kerja sama semua pihak di tingkat pelayanan

kesehatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan

sebagai berikut :

1. Perencanaan makan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam

hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik

yaitu :

a. Karbohidrat sebanyak 60 70 %.

b. Protein sebanyak 10 15 %.

c. Lemak sebanyak 20 25 %.

10
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan

kegiatan jasmani.

2. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 4 kali seminggu) selama

kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit

penyerta.

Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30

menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat

misalnya jogging.

3. Pengelolaan farmakologis

Sarana pengelolaan farmakologis Diabetes berupa :

Obat hipoglikemia oral (OHO).

a) Golongan sulfonilurea.

Obat golongan ini sudah dipakai sejak tahun 1957 dan tidak dipakai pada tipe

Diabetes Melitus tipe I. Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :

1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.

2) Menurunkan ambang sekresi insulin.

3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b) Golongan biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin.

Metformin ini menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja

11
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek

menurunkan kadar glukosa hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah

setelah 2 jam.

a. Alga glukosidase inhibitor acarbose.

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase

di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

menyebabkan hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

b. Insulin sensitizing agent.

Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan ini bekerja

meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.

Tetapi baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran Indonesia.

c) Insulin

Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan

dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila

sulfoniluera atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapit dak

tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi

sulfoniluera dengan metformin. Dan bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi

sulfoniluera dan insulin.

12
Tabel I. Kategori Insulin

Perjalanan
Preparat Awitan Puncak Durasi Indikasi
Waktu

Kerja singkat Reguler - 1 jam 2-3 jam 4-6 Biasanya


jam diberikan
20-30 menit
sebelum
makan ;
dapat
diguna-kan
sendiri atau
di-campur
dengan
insu-lin
kerja lama.
Kerja sedang NPH (ne 3-4 jam 4-12 jam
utral Pro- 16-20
tamin Ha- jam Biasanya
gedorn) ; diberikan
Lente (L) setelah
makan.

Ultratelente
(UL)

Kerja lama 6-8 jam 12-16 20-30


jam jam

Digunakan
terutama
untuk
mengontrol
kadar
glukosa

13
puasa.

H. Pencegahan

Adapun yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Diabetes mellitus adalah

sebagai berikut :

1. Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang

disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari

makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan

konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang

berserat tinggi dan bukan olahan.

2. Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas

insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal.

3. Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat,

swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi

insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa

saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

14
3. Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

4. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,

ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

5. Integritas Ego

Stress, ansietas

6. Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

7. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,

penggunaan diuretik.

8. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan

penglihatan.

9. Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi/tidak)
11. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. Diag nosa Dan Rencana/Intervensi Keperawatan

15
N
DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri
dengan agen injuri 2. Nyeri terkontrol secara komprehensif
biologis 3. Tingkat kenyamanan termasuk lokasi,
(penurunan perfusi Setelah dilakukan asuhan karakteristik, durasi,
jaringan perifer) keperawatan selama 3 x 24 frekuensi, kualitas dan
jam, klien dapat : ontro presipitasi.
1. Mengontrol nyeri, dengan 2. Observasi reaksi
indikator : nonverbal dari
a. Mengenal faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
b. Mengenal onset nyeri komunikasi terapeutik
c. Tindakan pertolongan non untuk mengetahui
farmakologi pengalaman nyeri klien
d. Menggunakan analgetik sebelumnya.
e. Melaporkan gejala-gejala 4. Kontrol ontro
nyeri kepada tim lingkungan yang
kesehatan. mempengaruhi nyeri
f. Nyeri terkontrol seperti suhu ruangan,
2. Menunjukkan tingkat pencahayaan,
nyeri, dengan indikator: kebisingan.
a. Melaporkan nyeri 5. Kurangi ontro
b. Frekuensi nyeri presipitasi nyeri.
c. Lamanya episode nyeri 6. Pilih dan lakukan
d. Ekspresi nyeri; wajah penanganan nyeri
e. Perubahan respirasi rate (farmakologis/non
f. Perubahan tekanan darah farmakologis)..
g. Kehilangan nafsu makan 7. Ajarkan teknik non
. farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan

16
klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik
1. Cek program
pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimbanga Nutritional Status : FoodNutrition Management
n nutrisi kurang and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan
dari kebutuhan 1. Intake makanan peroral dan minuman yang
tubuh b.d. yang adekuat dikonsumsi klien setiap
ketidakmampuan 2. Intake NGT adekuat hari
menggunakan 3. Intake cairan peroral 2. Tentukan berapa jumlah
glukose (tipe 1) adekuat kalori dan tipe zat gizi
4. Intake cairan yang adekuat yang dibutuhkan dengan
5. Intake TPN adekuat berkolaborasi dengan
ahli gizi
3. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat
oral, bila
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien
akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral.
3 Defisit Volume NOC: NIC :

17
Cairan b.d 1. Fluid balance 1. Fluid management
Kehilangan volume 2. Hydration a. Timbang popok/pembalut
cairan secara aktif, 3. Nutritional Status : Food and jika diperlukan
Kegagalan Fluid Intake b. Pertahankan catatan intake
mekanisme Kriteria Hasil : dan output yang akurat
pengaturan 1. Mempertahankan urine c. Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia dan ( kelembaban membran
BB, BJ urine normal, HT mukosa, nadi adekuat,
normal tekanan darah ortostatik ),
2. Tekanan darah, nadi, suhu jika diperlukan
tubuh dalam batas normal d. Monitor vital sign
3. Tidak ada tanda tanda e. Monitor masukan
dehidrasi, Elastisitas turgor makanan / cairan dan
kulit baik, membran mukosa hitung intake kalori harian
lembab, tidak ada rasa haus f. Kolaborasikan pemberian
yang berlebihan cairan IV
g. Monitor status nutrisi
h. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
2. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
3. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
4. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
5. Atur kemungkinan tranfusi
6. Persiapan untuk tranfusi

18
DAFTAR PUSTAKA

th
Brunner,Suddarth (2011). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 2
Kedokteran EGC: Jakarta.

Sylvia, Wilson. (2015). Patofisiologi, edisi 6 th vol 2. Kedokteran EGC : Jakarta.

Anonymous. Diabetes Mellitus.


http://diabetes-mellitus-dm.blogspot.com/2012/02.

Anonymous. Patofisiologi Diabetes Mellitus. http://www.medicastor.diabetes.


2012.com.

Hidayat.(2013). Askep Diabetes mellitus. http://www.bloghidayat.com.

19
Doenges, Marilyn E (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih
bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

20
21

Anda mungkin juga menyukai