ITS Undergraduate 17335 1309105006 Paper
ITS Undergraduate 17335 1309105006 Paper
ABSTRAK
Pertumbuhan dan perkembangan balita merupakan suatu hal yang perlu mendapat
perhatian besar. Hal ini karena pada masa balita merupakan masa dengan pertumbuhan
yang sangat pesat dan kritis, biasanya dikenal dengan istilah golden age atau masa emas.
Masa ini terjadi ketika balita lahir hingga sekitar usia lima tahun. Pada usia inilah
pembentukan kepribadian dan karakter dimulai, sehingga hal ini merupakan suatu masa
yang sangat penting dalam fase tumbuh kembang anak. Melihat bahwa pertumbuhan balita
sangat penting, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap setiap tahapan pertumbuhan
balita. Pemantauan dilakukan dengan mengukur berat badan balita menurut umur yang
biasanya dicatat dalam sebuah kartu menuju sehat (KMS). Kabupaten Bojonegoro
merupakan salah satu kabupaten yang sedang berkembang. Di kabupaten ini disinyalir
terjadi kasus gizi buruk pada balita, sehingga hal ini mendorong pemerintah Bojonegoro
untuk mengatasi kasus tersebut. Salah satu penyebab terjadinya kasus gizi buruk di
Bojonegoro yaitu karena pola asupan yang salah dan diharapkan dengan diketahuinya pola
pertumbuhan balita di Bojonegoro mampu membantu mengatasi pemasalahan tersebut.
Untuk menjelaskan pola pertumbuhan balita di Bojonegoro diperlukan metode alternatif
yang sesuai. Pertumbuhan balita telah diketahui terjadi perubahan pada interval usia
tertentu, sehingga metode yang sesuai untuk menjelaskannya adalah dengan pendekatan
regresi nonparametrik yaitu spline. Dengan metode spline ini, model yang didapatkan
adalah model spline kuadratik terbobot dengan kombinasi dua titik knot, dan memiliki nilai
koefisien determinasi sebesar 99,76%.
Kata kunci : Pertumbuhan Balita, Regresi Nonparametrik, Spline Kuadratik Terbobot
1. Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan balita merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian
besar. Hal ini karena pada masa balita merupakan masa dengan pertumbuhan yang sangat pesat dan
kritis, biasanya dikenal dengan istilah golden age atau masa emas. Golden age yang terjadi selama
usia balita ini merupakan suatu masa yang sangat penting dalam fase tumbuh kembang anak, karena
pembentukan kepribadian dan karakter dimulai pada masa ini (Budirahardjo,2011). Selain itu, masa
pertumbuhan balita merupakan suatu parameter sederhana untuk menilai normal tidaknya status
kesehatan anak. Melihat bahwa pertumbuhan balita sangat penting, maka perlu dilakukannya
pemantauan terhadap pola pertumbuhannya. Salah satu cara untuk memantau pertumbuhan balita
adalah dengan mengukur berat badan balita (Soetjiningsih,1995).
Mengingat pentingnya pertumbuhan balita, mendorong pemerintah kabupaten Bojonegoro
melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan balita. Hal ini karena diketahui bahwa di kabupaten
Bojonegoro disinyalir terdapat sekitar 0,3% mengalami gizi menengah (BGM), gizi akut 0,64%, dan
gizi sangat buruk 0,07%. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kasus gizi buruk di kabupaten
Bojonegoro yaitu salah satunya adalah pola asupan nutrisi yang salah, hal ini terjadi karena
pengetahuan ibu yang kurang tentang pemberian nutrisi (Kominfo, 2011). Untuk itu perlu dilakukan
sebuah penelitian tentang pola pertumbuhan balita di Bojonegoro, dan diharapkan dengan
diketahuinya pola pertumbuhan balita ini tidak terjadi kesalahan lagi untuk pemberian nutrisi pada
balita.
Berdasarkan pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan dengan mengukur berat badan
berdasarkan umur, maka akan diketahui pola pertumbuhannya. Secara umum pola pertumbuhan balita
cenderung memiliki perubahan perilaku pada umur-umur tertentu, sehingga estimator spline adalah
metode yang sesuai untuk melihat dan memantau pola pertumbuhan balita. Pada pola pertumbuhan
balita ini, untuk mengharapkan model regresi yang memiliki varians sama cenderung sulit, seringkali
terjadi kasus heteroskedastisitas (Budiantara dan Purnomo, 2010). Oleh karena itu, perlu diberikan
suatu pembobot (weighted) untuk mengatasi kasus heteroskedastisitas, sehingga model yang nanti
digunakan adalah regresi nonparametrik spline terbobot. Kemudian jika telah mendapatkan model
yang sesuai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan inferensia statistik salah satunya pengujian
hipotesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemodelan pertumbuhan balita di kabupaten
Bojonegoro dengan menggunakan metode spline.
1
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui persamaan pola hubungan antara peubah bebas
(variabel prediktor) dan peubah tidak bebas (variabel respon). Selain itu, analisis regresi juga mampu
menggambarkan perpencaran titik disekitar kurva hubungan statistik (Wasserman, et al, 1997 dalam
Jayanti, 2007).
Terdapat dua pendekatan estimasi model dalam analisis regresi, yaitu regresi parametrik dan
regresi nonparametrik. Apabila dalam analisis regresi bentuk kurva regresi (pola hubungan variabel
respond an variabel predictor) diketahui, maka pendekatan model regresi tersebut dinamakan model
regresi parametrik (Budiantara, 2006). Namun jika pola hubungan antara variabel prediktor dan
variabel respon tidak diketahui bentuknya, maka pendekatan regresi nonparametrik merupakan solusi
yang dapat dipakai untuk menyelesaikan kasus tersebut.
t k m 1
t kj
m 1 ; t kj
j
0 ;t k j
Untuk mencari nilai estimasi digunakan metode least square sebagai berikut :
T' T T' y
1
Sedangkan untuk mencari estimasi , dimana terjadi ketidaksamaan variansi sesatan, maka diberikan
satu pembobot, sehingga estimator spline terbobot diperoleh dari WLS (weighted least square) :
T' WT T' Wy ,
1
(3)
dengan W = matriks pembobot
1 t11 ... t11
m 1
t11 k1 m 1 ... t
kj
m 1
m 1
11
T =
1 t21 ... t21
m 1
t21 k1 m 1 ... t 21 k
j
... ... ... ... ... ... ...
1 tn1 ... tnm11 tn1 k1 m 1 ...
tn1 k j
m 1
2
2.4 Pemilihan Lokasi Titik Knot
Salah satu metode untuk mendapatkan titik knot yang optimal adalah dengan metode
Generalized Cross Validation (GCV):
MSE 1
n yi fi 2 = A 2
1
GCV
n tr A2 i 1 n 1 tr A
n1 tr A2
= n n 2
(4)
1
A TT T T , f t y A y dimana
T T 1
dengan matrik A diberikan oleh : adalah matrik
identitas dan n adalah jumlah observasi. Nilai titik knot yang optimal diperoleh dari nilai GCV yang
minimum.
Sedangkan untuk mencari nilai GCV yang minimum pada model estimator spline terbobot
(Budiantara, 1999) maka dengan menambah matriks pembobot pada rumus GCV.
MSE 1
n yi f i
2
1 W
1/ 2
A 2
GCV wi
n tr A2 n1 tr A2 n1 tr A2
=n = n (5)
1 j 1
SSR
C ' C T' T C' C
1 1
F mk = mk ~ Fm k,n m k 1 (6)
SSE SSE
n m k 1
n m k 1
Hipotesis H0 akan ditolak jika dan hanya jika F F ,m k ,nmk 1 .
3
pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi
0 1 tahun, dan masa pubertas.
Ukuran (parameter penilaian) yang digunakan untuk menilai pertumbuhan fisik balita
adalah ukuran antropometrik. Menurut Soetjiningsih (1995) ukuran antropometrik dibedakan menjadi
2 kelompok yaitu:
a. Tergantung umur (age dependence)
b. Tidak tergantung umur
Dari beberapa jenis ukuran antropometrik yang telah disebutkan di atas, ukuran
antropometrik yang terpenting dan senantiasa digunakan pada setiap kegiatan memeriksa
kesehatan balita adalah berat badan.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur tentang umur dan berat badan balita yang diambil dari posyandu-
posyandu di kabupaten Bojonegoro pada tahun 2010.
4
4. Analisis dan Pembahasan
4.1 Statistik Deskriptif dan Regresi Kuadratik pada Data Pertumbuhan Balita
Berikut diberikan Gambar 4.1 mengenai scatter plot untuk data pertumbuhan balita di
kabupaten Bojonegoro :
Scatterplot of Berat vs Umur
25
20
15
Berat
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Umur
Gambar 4.1. Scatter Plot untuk Data Pertumbuhan Balita di Kabupaten Bojonegoro
Pada Gambar 4.1 tersebut terlihat jelas terjadi perubahan pola pertumbuhan balita di
Kabupaten Bojonegoro pada interval umur tertentu. Pola pertumbuhan balita saat kelahiran sampai
umur sekitar delapan bulan pertumbuhan balita umumnya sangat cepat, tetapi setelah umur delapan
bulan dan kira-kira sampai umur dua tahun pertumbuhannya mulai melambat, kemudian setelah umur
dua tahun pertumbuhan mulai kembali cepat, hal ini seperti yang dikatakan oleh Rahayu (2008).
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menyajikan berbagai model spline tanpa bobot. Berdasarkan Tabel
4.1 dan 4.2 terlihat bahwa model spline yang sesuai adalah model spline kuadratik (orde 2) dengan
kombinasi dua titik knot pada knot ke 6 dan 13 dengan nilai GCV paling minimum yaitu sebesar
0,0219.
5
Statistik uji :
MSR
Fhit 5,04
MSE
Daerah kritis :
Tolak H0 jika Fhit > Ftabel
Berdasarkan perhitungan statistik uji diperoleh nilai Fhit untuk variabel prediktor sebesar 5,04
dimana lebih besar dari nilai Ftabel sebesar 4,00398 sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0.
Kesimpulan yang diperoleh adalah data pertumbuhan balita di kabupaten Bojonegoro terdapat
masalah heteroskedastisitas.
i 2
Statistik uji : d n
2,1414
ei
2
i 1
dengan ei yi yi
Daerah kritis : Tolak H0, jika d < dU atau d > 4- dL dengan dU = 1,727 dL = 1,444
Berdasarkan perhitungan statistik uji diperoleh nilai d sebesar 2,1414. Dengan dU sebesar
1,727 dan 4- dL sebesar 2,556 sehingga keputusan yang diambil adalah gagal tolak H0 karena nilai d
> dU dan d < 4- dL , yaitu 1,727 < 2,1414 < 2,556. Kesimpulan yang diperoleh adalah pada data
pertumbuhan balita di kabupaten Bojonegoro tidak terdapat korelasi antar residual (independen).
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
Res Ori
6
data pertumbuhan balita di kabupaten Bojonegoro telah memenuhi asumsi residual berdistribusi
normal.
Tabel 4.4. Model Spline Terbobot dengan 3 Titik Knot Serta Nilai GCV
Orde Titik Knot
Nilai GCV
Spline k1 k2 k3
Linear 4 11 30 0,02178a
Kuadratik 4 10 30 0,02170a
Kubik 17 21 36 0,02273
(a) adalah kombinasi titik knot dengan GCV yang paling kecil untuk setiap orde spline.
Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menyajikan berbagai model spline terbobot. Berdasarkan Tabel 4.3
dan 4.4 terlihat bahwa model regresi nonparametrik spline yang sesuai adalah model spline kuadratik
(orde 2) dengan kombinasi dua titik knot pada kenot 6 dan 15 dengan nilai GCV paling minimum
yaitu sebesar 0,02165.
Diperoleh nilai Fhit untuk variabel prediktor sebesar 3,72 dengan Ftabel sebesar 4,00398,
keputusan yang diambil adalah gagal tolak H0.. Jadi kesimpulan yang diperoleh adalah pada data
pertumbuhan balita di kabupaten Bojonegoro tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
7
ei ei 1
n 2
i 2
Statistik uji : d n
2,02516
ei
2
i 1
dengan ei yi yi
Daerah kritis : Tolak H0, jika d < dU atau d > 4- dL dengan dU = 1,727 dL = 1,444
Diperoleh nilai d sebesar 2,02516 dengan dU sebesar 1,727 dan 4- dL sebesar 2,556 sehingga
keputusan yang diambil adalah gagal tolak H0 karena 1,727 < 2,02516 < 2,556. Jadi, kesimpulan yang
diperoleh adalah data pertumbuhan balita di kabupaten Bojonegoro tidak terdapat korelasi antar
residual (independen).
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50
Res Bo
Gambar 4.3. Scatter Plot untuk Pengujian Residual Distribusi Normal setelah Diberikan Pembobot
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai p-valuenya > 0,139 yang berarti bahwa keputusan
yang diambil adalah gagal tolak H0, hal ini karena nilai p-value > (0,05). Jadi, kesimpulan yang
diperoleh berdasarkan pengujian tersebut adalah residual data pertumbuhan balita di kabupaten
Bojonegoro telah memenuhi asumsi residual berdistribusi normal.
Setelah semua asumsi terpenuhi, maka model terbaik adalah model spline terbobot kuadratik
dengan kombinasi dua titik knot yaitu pada titik knot 6 dan 15, sehingga model matematis dapat
ditunjukkan sebagai berikut.
f ( t ) 3,4322 0,9679t 0,0533t 2 0,0432t 6 0,0098t 15
2 2
8
balita mulai menurun, serta untuk usia di atas 15 bulan memiliki model 7,1924 0,1555t 0,0003t 2
yang dapat dijelaskan bahwa misalkan pada balita usia 16 bulan, pertambahan berat badan balita
sekitar sebesar 0,1462 kg dimana kondisi pertambahan berat badan balita semakin menurun.
Statistik uji : F mk
SSE
n m k 1
Daerah kritis : Tolak H0 jika F F ,m k ,nmk 1
Tabel 4.5. ANOVA
Sumber Derajat Sum of Mean of
Fhitung
Variasi Bebas Square Square
Regresi 4 487,9461 121,9865 5.719,36
Residual 56 1,1944 0,0213
Total 60 489,1405
Nilai Ftabel : 2,5366
Tabel 4.5 terlihat bahwa kesimpulan yang diperoleh adalah tidak semua parameter bernilai
nol (0), sehingga model regresi spline kuadratik terbobot dengan kombinasi dua titik knot telah
signifikan.
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis secara individu terhadap parameter model regresi spline
terbobot dengan hipotesis sebagai berikut.
H 0 : 0 0 H1 : 0 0
H 0 : 1 0 H1 : 1 0
H0 : 2 0 H1 : 2 0
H 0 : 3 0 H1 : 3 0
H0 : 4 0 H1 : 4 0
: 0,05
9
i
Statistik uji : t hit
SE( i )
Daerah kritis : Tolak H0 jika t hit > ttabel
Tabel 4.6. Estimasi Model Spline Kuadratik Terbobot Titik Knot 8 dan 13
Parameter Estimasi SE thit Keputusan
0 3,4322 0,0426 80,5357 Signifikan
1 0,9679 0,0254 38,1448 Signifikan
2 -0,0533 0,0029 -18,5264 Signifikan
3 0,0432 0,0036 12,0598 Signifikan
4 0,0098 0,0009 10,7309 Signifikan
Nilai ttabel : 2,0032
Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa semua parameter untuk model spline kuadratik
terbobot dengan kombinasi dua titik knot signifikan terhadap model, karena nilai thit lebih dari nilai
ttabel, sehingga semua parameter masuk ke dalam model. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
variabel prediktor (dalam hal ini adalah umur balita) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
respon (dalam hal ini adalah berat badan balita).
Nilai koefisiensi determinasi (R2) untuk model ini adalah sebesar 99,76%. Hasil ini
menunjukkan bahwa variabel prediktor (umur balita) mampu menjelaskan model sebesar 99,76%
keragaman berat badan balita di kabupaten Bojonegoro.
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa data pertumbuhan
balita di kabupaten Bojonegoro dapat dimodelkan dengan menggunakan regresi nonparametrik spline
dengan model matematis sebagai berikut :
f ( t ) 3,4322 0,9679t 0,0533t 2 0,0432t 6 0,0098t 15
2 2
6. Daftar Pustaka
Budiantara, I.N. (1999). Estimator Spline Terbobot Dalam Regresi Semiparametrik. Majalah Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, 10, 103-109.
Budiantara, I.N. (2001). Estimasi Parametrik dan Nonparametrik untuk Pendekatan Kurva Regresi.
Seminar Nasional Statistika V. Jurusan Statistika, FMIPA, ITS, Surabaya.
Budiantara, I.N., dan Purnomo, J.D.T. (2010). Model Regresi Nonparametrik Spline Terbobot dan
Aplikasinya Dalam Merancang KMS. Laporan Penelitian Guru Besar, ITS, Surabaya.
Budiraharjdo, S. (2011). The Golden Age. Diunduh dari alamat http://edukasi.kompasiana.com/, pada
Sabtu, 28 Mei 2011, 23.06 WIB.
Daniel, W. (1989). Statistics Nonparametric. Jakarta: PT. Gramedia.
Drapper, N.R. dan Smith, H. (1992). Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Eubank, R. (1999). Nonparametric Regression And Spline Smoothing. New York: Marcel Dekker,Inc.
Gujarati, D. (2004). Basic Econometric. New York: The McGraw-Hill Companies.
Hardle, W. (1990). Applied Nonparametric Regession. Cambridge: Cambridge University Press.
Jayanti, L.D. (2007). Pemodelan Angka Kematian Bayi di Propinsi Jawa Timur dengan Pendekatan
Regresi Nonparametrik Spline. Skripsi. Jurusan Statistika ITS.
10
Kominfo. (2011). Kemiskinan Bukan Faktor Utama Gizi Buruk. Diunduh dari alamat
http://www.jatimprov.go.id, pada Rabu, 18 Mei 2011, 07.00 WIB.
Rahayu, S.U. (2008). Memantau Berat Badan Bayi. Diunduh dari alamat http://www.infobunda.com/,
pada Minggu, 29 Mei 2011, 10.59 WIB.
Seber, G.A.F., dan Lee, A.J. (2003). Linear Regression Analysis (Second Edition). New Jersey : John
Wiley & Sons.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Universitas
Airlangga Surabaya.
11