Anda di halaman 1dari 11

KONSEP PROMOSI KESEHATAN DAN PENDIDIKAN

KESEHATAN KOMUNITAS

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN


Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green
(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: Promosi Kesehatan adalah
segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait
dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri
dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2005).
Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas
dari proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya
terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan
sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Di dalam kegiatan belajar
terdapat tiga unsur pokok yang saling berkaitan, yakni masukan (input),
proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar, terjadi pengaruh timbal
balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, pengajar atau fasilitator
belajar, metode yang digunakan dan materi atau bahan yang dipelajari.
Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari
kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoatmodjo,
2007).
Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya
meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya
suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana,
2009), sedangkan pengertian kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari aspek fisik mental
dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam mempunyai
pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan untuk
memberikan pengetahuan sebagai dasar perubahan perilaku yang dapat
meningkatkan status kesehatan individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat melalui aktivitas belajar mengajar. Kegiatan pendidikan kesehatan
diharapkan dapat membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan kesehatan diberikan untuk membantu individu, keluarga dan
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Pendidikan
kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku individu, keluarga, serta
masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi sehat. Perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan atau dari perilaku negative ke perilaku yang
positif. Perilaku-perilaku yang perlu dirubah misalnya adalah merokok,
minum minuman keras, membuang sampah sembarangan, tidak mencuci
tangan sebelum makan, ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya, bayi
tidak diberikan ASI eksklusif, dan lain sebagainya. Pendidikan kesehatan juga
bertujuan untuk mengubah perilaku yang kaitannya dengan budaya. Sikap dan
perilaku merupakan bagian dari budaya yang ada di lingkungannya.

B. SASARAN
Menurut Maulana (2009), sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Sasaran Primer
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya
pendidikan kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka
sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah
kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA, anak
sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang
dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder pendidikan kesehatan adalah tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adata, dan sebagainya. Setelah diberikan pendidikan
kesehatan, diharapkan kepada kelompok ini akan memberikan pendidikan
kesehatan pada masyarakat di lingkungannya. Selain itu juga diharapkan
mereka mampu menjadi role model serta memberikan contoh penerapan
pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Upaya pendidikan kesehatan
pada sasaran sekunder ini sejalan dengan strategi dukungan social (social
support).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier dari pendidikan kesehatan adalah pembuat
keputusan atau penentu kebijakan sesuai dengan ruang lingkup pendidikan
kesehatan misalnya lingkup rukun tetangga, rukun warga, dusun, desa,
kecamatan, kabupaten, dan lain sebagainya. Pendidikan kesehatan melalui
kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan akan berdampak pada
perilaku kelompok sasaran sekunder maupun primer. Upaya ini sejalan
dengan strategi advokasi pendidikan kesehatan.

C. Proses Pendidikan Kesehatan


Prinsip pokok dalam pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang terdiri
dari komponen input, proses dan output.

Input Proses Output

1. Input
Menyangkut pada sasaran belajar yaitu individu, kelompok, serta
masyarakat dengan berbagai latar belakangnya.

2. Proses
Mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku)
pada diri subjek belajar tersebut. Dalam proses terjadi pengaruh timbal
balik antara berbagai factor antara lain subjek belajar, pengajar (pendidik
dan fasilitator), metode, teknik belajar, alat bantu serta materi atau bahan
yang dipelajari.
3. Output
Merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau
perubahan perilaku dari subjek belajar.

D. TAHAP-TAHAP
1. Pengkajian
a. Tujuan pengkajian adalah diperolehnya informasi dari individu,
keluarga, atau kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai hal
yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan.
informasi tersebut diperlukan karena akan mempengaruhi pemilihan
materi, metode, dan media pendidikan kesehatan.
b. Metode adalah pengamatan langsung dan wawancara serta
mempelajari data yang sudah ada (medical record / kartu rawat jalan).
c. Aspek yang dikaji
1) Riwayat keperawatan. Informasi yang telah diperlukan melalui
pengkajian riwayat keperawatan merupakan hal-hal yang dapat
mempengaruhi kebutuhan belajar, meliputi :
a) Usia, misalnya cara penyampaian informasi pada lansia secara
lambat dan berulang
b) Pemahaman dan persepsi klien tentng maalah kesehatan,
meisalnya tuberkulosis bukan merupakan penyakit keturunan
c) Keyakinan dan praktik tentang kesehatan, misalnya lebih
memilih dukun dari pada dokter.
2) Faktor budaya. Misalnya, kebiasaan makan-makanan berlemak
tinggi pada suku tertentu
3) Faktor ekonomi. Pemberian contoh dalam penyusunan menu
makanan disesuaikan dengan keadaan ekonomi klien.
4) Gaya belajar. Misalnya, bebrapa klien hanya dapat menerima
informasi dengan baik jika menggunakan alat bantu atau
demonstrasi.
5) Faktor pendukung pada klien. Contohnya, adanya keterlibatan
kleuarga sebagai pengawas minum obat (PMO) pada keluarga
dengan klien Tuberkulosis dalam kepatuhan pengobatan.
6) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat juga digunakan untuk
mengkaji kebutuhan belajar klien antara lain :
a) Status mental, contohnya : klien yang sedang tegang atau
bersedih akan sulit menerima informasi yang akan diberikan
b) Tingkat energi dan status gizi, contohnya : pada keadaan
kurang asupan makanan (Malnutrisi), klien akan sulit
menerima informasi
c) Kapasitas fisik klien untuk belajar dan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
d) Kemampuan penglihatan, pendengaran, dan koordinasi otot.
d. Hasil pengkajian
1) Ketidaksiapan untuk belajar. Beberapa klien sering tidak siap untuk
belajar. Untuk itu, perawat perlu mengkaji penyebab ketidaksiapan
belajar tersebut yang meliputi :
a) Ketidaksiapan fisik seperti adanya kelelahan, nyeri dan
keterbatasan pergerakan.
b) Ketidaksiapan emosi, seperti adanya kecemasan, bersedih, dan
marah.
c) Ketidaksiapan kognitif seperti adanya pengaruh dari obat-
obatan yang diminum.
2) Motivasi. Motivasi yang ada pada diri klien sangat berpengaruh
dalam kebutuhan klien untuk belajar dan mendapatkan informasi.
Perawat dapat meningkatkan motivasi klien untuk belajar dengan
cara :
a) Lakukan pendekatan persuasif kepada klien.
b) Memberikan pemahaman sesuai dengan tingkat pengetahuan
klien.
3) Tingkat kemampuan membaca. Klien sangat berpengaruh terhadap
kemampuan untuk menerima informasi selama ini. Untuk itu,
perawat perlu mengkaji tingkat kemampuan membaca klien untuk
menetapkan strategi pembelajaran yang tepat.
2. Diagnosis keperawatan
a. Tujuan : dirumuskannya masalah yang dihadapi klien terkait engan
pendidikan ksehatan yang diberikan
b. Metode : analisis data (informasi) berdasarkan hasil dari pengkajian
c. Rumusan diagnosis keperawatan : berkaitan dengan kebutuhan belajar
lien secara umum dapat dikelompokan dalam kategori diagnosis yang
didasarkan pada respon klien dan etiologi
3. Perencanaan
a. Tujuan perencanaan : menetapkan apa yang ingin dicapai dalam
mengatasi masalah
b. Aspek dalam perencanaan meliputi tujuan, sasaran, metode, dan media
materi, tempat, dan langkah-langkah
c. Tahapan dalam menyusun rencana pengajaran sebagai berikut :
1) Menetapkan prioritas pengajaran. Kebutuhan belajar klien disusun
berurutan menurut prioritas kebutuhan belajar. Perawat dan klien
dapat secara bersama-sama menetapkannya karena dengan
melibatkan klien akan meningkatkan motivasi klien untuk belajar
sesuai kebutuhannya
2) Menyusun kriteria yang diharapkan. Perawat perlu menyusun
kriteria yang diharapkan dapat terjadi dalam proses belajar meliputi
keadaan yang dapat diamati dan diukur, aktivitas klien yang dapat
diamati dan diukur kondisi bagaimana aktivitas kondisi tersebut
yang dilakukan klien dan kriteria waktu yang dilakukan klien
3) Memilih materi. Oerawat perlu memilih sumber-sumber informasi
yang meliputi buku, jurnal keperawatan dan kesehatan, serta media
lainnya.
4) Menentukan startegi mengajar. Metode mengajar yang digunakan
perawat harus sesuai dengan kondisi klien dan materi yang akan
disampaikan oleh pengajar. Contohnya, seseorang yang tidak dapat
membaca materi dapat diberikandengan diskusi dan menggunakan
media gambar (lembar balik).
d. Implementasi
1) Tujuan Implementasi : melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan
2) Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah perawat tida perlu terpaku
pada rencana yang telah disusun
3) Rencana dapat direvisi segera bila dalam pelaksanaan ada
perubahan pada kondisi klien atau faktor eksternal klien
4) Yang perlu diperhatikan dalam mengajar adalah kesesuaian dan
wkatu yang tepay sehingga memungkinkan klien untuk mengajar
dalam setiap pertemuan
5) Lingkungan dapat menghambat atau membantu dalam proses
belajar
6) Alat bantu dapat membantu memfokuskan perhatian klien daam
belajar
7) Belajar akan lebih efektif bila klien menemukan materi yang
mereka butuhkan.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PERILAKU


Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2
faktor utama yaitu faktor perilaku dan non perilaku (faktor sosial, ekonomi,
politik dan sebagainya). Oleh sebab itu, upaya penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut.
Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan pelayanan kesehatan dan
sebagainya adalah upaya intervensi terhadap faktor fisik (non perilaku).
Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor perilaku menurut Notoatmodjo
(2010) dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yakni :

1. Pendidikan (educational)
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik)
untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
kepada pengetahuan dan kesadarnnya melalui proses pembelajaran.
Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan
menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendidikan
kesehatan ini adalah hasilnya lama karena perubahan melalui proses
pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama.
2. Paksaan atau tekanan (Coercion)
Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar
melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan meraka sendiri. Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini
memang cepat, tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh
pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka berperilaku seperti itu.
Berdasarkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dua
pendekatan tersebut, maka pendekatan pendidikanlah paling cocok sebagai
upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat, melalui faktor perilaku.
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku
kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi
kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang
mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green (1980), perilaku ini
ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah atau
mempredisposisi timbulnya perilaku dalam diri seorang individu atau
masyarakat. Faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam kelompok faktor
predisposisi diantaranya adalah pengetahuan individu, sikap,
kepercayaan, tradisi, norma sosial.
b. Faktor pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung perilaku adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan individu atau
masyarakat. Faktor ini meliputi tersedianya sarana pelayanan
kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya.
c. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang memperkuat terjadinya suatu tindakan untuk
berperilaku sehat diperlukan adalah perilaku petugas kesehatan dan
dari tokoh masyarakat seperti lurah dan tokoh agama. Selain hal
tersebut juga diperlukan ada tersedianya peraturan dan perundang-
undangan yang memperkuat.

F. PROSES PERUBAHAN PERILAKU KESEHATAN


Menurut Rogers & Skoemaker (2006) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima)
langkah menuju perubahan prilaku, yaitu:
1. Awareness (Fase Kesadaran)
Pada fase ini individu mengetahui adanya gagasan baru tetapi tidak
mendalam. Tugas tenaga kesehatan adalah menyadarkan masyarakat
dengan jalan memberikan penerangan yang bersifat informatif dan
edukatif.
2. Interest (Fase Perhatian)
Pada fase ini individu mulai menunjukkan perhatian terhadap usaha
perubahan. Masyarakat sudah mulai menunjukkan perubahan terhadap
usaha-usaha perubahan. Kegiatan pendidikan kesehatan ditingkatkan
dengan memberikan penerangan kembali melalui poster, radio, televisi,
pamflet, dan lain sebagainya.
3. Evalution (Fase Penilaian)
Pada fase individu mulai membandingkan dan mencari keterangan lebih
lanjut lagi mengenai gagasan baru yang akan dicobanya. Individu atau
masyarakat mulai mengadakan pertimbangan sehingga perlu pendekatan
secara individual agar merasa lebih jelas dan dapat mengemukakan
kesulitan yang dihadapi. Tugas dari petugas kesehatan adalah meyakinkan
serta memberi bimbingan dan penyuluhan yang mantap.
4. Trial (Fase coba-coba)
fase ini merupakan fase kritis karena fase ini menentukan diterima atau
ditolaknya gagasan baru tersebut. Tugas dari tenaga kesehatan adalah
mengawasi dan lebih menyakinkan lagi agar tidak terjadi drop out.
5. Adaptation (Fase penerimaan)
Pada fase ini individu atau masyarakat telahbertingkah laku baru, sesuai
dengan yang diharapkan. Tugas pendidikan kesehatan adalah memelihara
dan mengontrol terus menerus.

G. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)


Perilaku Hidup Sehat dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. dengan demikian PHBS mencakup
beratus-ratus bahkan beribu-ribu perilaku yang harus dipraktekkan dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan
lingkungan harus dipraktekkan perilaku mencuci tangan dengan sabun,
pengelolahan air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggukan air
bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolahan limbah cair yang memenuhi
syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-
lain.
Dibidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus
dipraktekkan perilaku meminta pertolongan meminta pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, menimbang balita setiap bulan, mengimunisasi lengkap
bayi, menjadi aseptor keluarga berencana dan lain-lain. Dibidang gizi dan
farmasi harus dipraktekkan perilaku makan dengan giji seimbang, minum
tablet tambah darah selama hamil, memberi bayi ASI esklusif, mengkonsumsi
garam beryodium danlain-lain. Sedangkan dibidang pemeliharaan kesehatan
harus dipraktekkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan,
aktif mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat atau (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan fasilitas pelayan
kesehatan lain dan lain-lain. (Depkes, 2011)

1. Manfaat PHBS
Keluarga yang melaksanakan PHBS maka setiap rumah tangga
akan meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah tannga
tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga.
Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang
tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi
seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan
kesejahteraan anggota rumah tangga. Salah satu indikator menilai
keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan
adalah pelaksanaan PHBS. PHBS juga bermanfaat untuk meningkatkan
citra pemerintah daerah dalam bidang kesehatan, sehingga dapat menjadi
percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memeberdayakan
anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah
Tangga ber PHBS. Rumah tangga yang ber-PHBS adalah rumah tangga
yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. Memberi ASI ekslusif
c. Menimbang balita setiap bulan
d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
j. Tidak merokok di dalam rumah.

Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu


a. Pasangan Usia Subur
b. Ibu Hamil dan Menyusui
c. Anak dan Remaja
d. Usia lanjut
e. Pengasuh Anak

Perilaku hidup bersih dan sehat sangat bermanfaat bagi keberlangsungan


hidup suatu rumah tangga. Manfaat rumah tangga ber-PHBS adalah:
1. Bagi Rumah Tangga
a. Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit
b. Anak tumbuh sehat dan cerdas
c. Anggota keluarga giat bekerja
d. Pengeluaran rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan
keluarga.
2. Bagi Masyarakat
a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan
c. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
d. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Yudha,Arief (2010)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61407/Chapter II.pdf. di
unduh 26 April 2017
Efendi, Ferry.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Widyanto, F.C. 2014. Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai