Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga

sangat merugikan Negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas

perekonomian nasional atau keuangan Negara dengan meningkatnya berbagai

kejahatan. Praktik pencucian uang kotor, uang tunai atau kekayaan lain yang

berasal dari aktivitas kriminal termasuk hasil korupsi guna menghilangkan

asal-usul merupakan suatu bisnis yang menggiurkan.

Saat ini seiring perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu

pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi yang membuat dunia

kejahatan pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali

kejahatan baru bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan

cyber crime, drugs trafficking, terrorism, dan lainnya. Pemerintah pun di buat

kesulitan dalam memberantas kejahatan-kejahatan yang menunjukan kemajuan

signifikan. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah untuk melakukan

tindakan preventif dan bahkan represif untuk menanggulangi kejahatan-

kejahatan itu, diantaranya OTT yang dilakukan KPK di daerah-daerah.

Dalam makalah ini, kami menyajikan bahasan terkait kerangka

peraturan internasional untuk layanan audit dan jasa asurans, money

laundering atau pencucian uang serta sejarah, pengertian, tujuan, tahap-tahap

dan modus money laundering, dan nantinya juga akan dibahas hukum serta

regulasi yang mengatur profesi akuntan publik.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Seperti apa kerangka regulasi internasional untuk jasa audit dan asurans?

2. Bagaimana sejarah adanya Pencucian Uang (Money Laundering)?

3. Apa pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)?

4. Apa tujuan dari kejahatan Pencucian uang (Money Laundering)?

5. Bagaimana tahap-tahap atau mekanisme Pencucian Uang (Money

Laundering)?

6. Bagaimana bentuk modus operandi Pencucian Uang (Money Laundering)?

7. Seperti apa hukum dan regulasi yang mengatur profesi Akuntan Publik?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah

Tujuan dan manfaat penulisan makalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui seperti apa kerangka regulasi internasional untuk jasa audit

dan asurans?

2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah adanya Pencucian Uang (Money

Laundering)?

3. Untuk mengetahui apa pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)?

4. Untuk mengetahui apa tujuan dari kejahatan Pencucian uang (Money

Laundering)?

5. Untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap atau mekanisme Pencucian Uang

(Money Laundering)?

6. Untuk mengetahui bagaimana bentuk modus operandi Pencucian Uang (Money

Laundering)?

2
7. Untuk mengetahui seperti apa hukum dan regulasi yang mengatur profesi

Akuntan Publik?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 International Regulatory Frameworks for Audit and Assurance Services

2.1.1 Standar Audit Internasional

Standar Audit Internasional (International Standards on Auditing-ISA)

merupakan pernyataan-pernyataan yang diterbitkan oleh Komite Praktik Audit

Internasional dari Federasi Akuntan Internasional untuk mempromosikan penerimaan

internasional atas standar audit.

Standar Audit yang Berlaku Umum (GAAS) merupakan 10 standar audit yang

disusun oleh IAPI, terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan

standar pelaporan beserta semua interpretasinya; seringkali disebut sebagai standar

audit.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) merupakan satu-satunya organisasi

akuntan publik Indonesia yang menetapkan persyaratan profesional, melaksanakan

riset dan mempublikasikan materi-materi yang relevan dengan akuntansi, audit dan

materi-materi lainnya, serta menyelenggarakan pendidikan profesional berkelanjutan

bagi anggota-anggotanya.

International Standards on Auditing (ISAs) diterbitkan oleh International

Auditing Practices Committee (IAPC) dari International Federation of Accountants

(IFAC). IFAC adalah organisasi profesi akuntansi sedunia, dengan 163 organisasi

anggota di 120 negara, yang mewakili lebih dari 2,5 juta akuntan di seluruh dunia.

IAPC berupaya meningkatkan keseragaman praktik audit dan jasa-jasa terkait di

4
seluruh dunia dengan menerbitkan persyaratan mengenai berbagai fungsi audit dan

atestasi serta mendorong penerimaannya di seluruh dunia.

ISA secara umum serupa dengan GAAS di Indonesia, meskipun ada beberapa

perbedaan. Jika Auditor di Indonesia mengaudit laporan keuangan historis sesuai

dengan ISA, auditor harus memenuhi semua persyaratan ISA yang jauh di luar

cakupan GAAS.

ISA tidak mengesampingkan peraturan-peraturan yang berlaku di suatu negara

yang mengatur audit atas informasi keuangan atau informasi lainnya, karena

peraturan di setiap negara itu sendiri biasanya mengatur praktik-praktik audit.

Peraturan ini mungkin berupa ketetapan atau pernyataan yang dikeluarkan oleh

badan pengatur atau badan profesional.

IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) sebagai organisasi profesional

akuntan publik menetapkan standar dan aturan sebagai berikut:

1. Standar Audit

Pedoman standar audit yang berlaku umum (GAAS) yang disusun IAPI terbagi

menjadi 3 kategori:

A. Standar Umum

Standar umum menekankan pentingnya kualitas pribadi yang harus

dimiliki auditor.

a. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan

dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang

auditor;

b. Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam

semua hal yang berhubungan dengan audit;

5
c. Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam

melaksanakan audit dan menyusun laporan.

B. Standar Pekerjaan Lapangan

Standar pekerjaan lapangan menyangkut pengumpulan bukti dan

aktivitas lain selama pelaksanaan audit yang sebenarnya.

a. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan

mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya;

b. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup terhadap entitas,

lingkungan dan pengendalian internalnya;

c. Auditor harus memperoleh bukti yang mencukupi dan tepat.

C. Standar Pelaporan

Standar pelaporan menyangkut penyajian laporan audit.

a. Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor tentang apakah

laporan keuangan telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang

berterima umum;

b. Auditor harus mengidentifikasi di dalam laporan audit mengenai

keadaan bila prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum tidak

diikuti secara konsisten;

c. Auditor harus mengungkapkan apakah penyajian laporan keuangan

sudah informatif;

d. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan,

secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak

bisa diberikan dalam laporan auditor.

2. Standar Kompilasi dan Reviu

6
IAPI juga bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan tentang

tanggung jawab akuntan publik terkait dengan laporan keuangan perusahaan yang

tidak diaudit. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Revieu (PSJAR) memberikan

pedoman untuk melakukan jasa kompilasi serta revieu.

3. Standar Atestasi lainnya

Pernyataan Standar Atestasi memberikan kerangka kerja bagi pengembangan

standar untuk penugasan atestasi. Standar atestasi yang terperinci telah

dikembangkan untuk jenis jasa atestasi tertentu, seperti laporan mengenai informasi

keuangan prospektif dalam perkiraan dan proyeksi.

2.2 Money Laundering (Pencucian Uang)

2.2.1 Sejarah Money Laundering (Pencucian Uang)

Istilah pencucian uang atau money laundering ini telah dikenal sejak dekade

tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia membeli perusahaan yang

sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian

pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika Serikat. Pada

dekade 1920-1930 ada kelompok penjahat yang dipimpin Al Capone adalah seorang

penjahat terkenal dari Amerika Serikat. Ia melakukan money laundering terhadap

uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas

bernama Meyer Lansky. Money laundering yang dilakukannya adalah melalui usaha

binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money laundering. Usaha binatu milik Al

Capone ini ternyata berkembang maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram

dari proses kejahatan lain yang berupa cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan

pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses minuman keras illegal, hasil

perjudian, dan hasil perusahaan pelacuran.

7
Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang, hal ini di tandai

dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat

bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar.

Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan

pelacuran turut meramaikan perkembangan money laundering pada dekade 1980-an

ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini

di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci bersih.

Harta kekayaan merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu organisasi

kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan bagi organisasi kejahatan melakukan

pencucian uang agar asal-usul Harta Kekayaan yang sangat dibutuhkan tersebut sulit

atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum.

2.2.2 Pengertian Money Laundering (Pencucian Uang)

Pengertian pencucian uang dalam UU no. 25 Tahun 2003 adalah perbuatan

menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,

menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan

lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil

tindakan pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal

usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (Pasal 1

angka 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang

No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang). Sedangkan dalam UU

No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang, pengertian pencucian uang mengalami perluasan menjadi segala perbuatan

yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang ini.

8
Pencucian Uang atau Money Laundering adalah rangkaian kegiatan yang

merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang

haram, yaitu uang dimaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul

uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan

terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang

tersebut kedalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut

kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.

2.2.3 Tujuan dari Kejahatan Money Laundering (Pencucian Uang)

Money laundering itu dimulai dari adanya uang haram atau uang kotor (dirty

money), tujuan pelaku melakukan pencucian uang adalah:

1. untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari predicate offence agar

tidak terlacak untuk selanjutnya dapat digunakan.

2. mengubah performance atau asal usulnya hasil kejahatan untuk tujuan

selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan kejahatan asalnya.

Dengan demikian, jelas bahwa dalam berbagai kejahatan di bidang keuangan

(interprise crimes) hampir pasti akan dilakukan pencucian uang untuk

menyembunyikan hasil kejahatan itu agar terhindar dari tuntutan hukum.

2.2.4 Tahap-Tahap atau Mekanisme Money Laundering (Pencucian Uang)

Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang,

yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Penempatan (Placement)

Tahap Penempatan merupakan tahap pengumpulan dan penempatan uang hasil

kejahatan disuatu Bank atau tempat tertentu yang diperkirakan aman guna mengubah

bentuk uang tersebut agar tidak terindentifikasi. Biasanya dana yang ditempatkan

9
berupa uang tunai dalam jumlah besar yang dibagi ke dalam jumlah yang lebih kecil

dan ditempatkan di beberapa rekening di beberapa tempat.

Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut

mendepositkan uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system).

Karena uang itu sudah masuk ke dalam sistem keuangan berarti uang itu telah juga

masuk kedalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, uang

yang telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank

lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja

telah masuk ke dalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi juga telah

masuk ke dalam sistem keuangan global atau internasional. Jadi placement

(penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan

tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai

berikut:

a. Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan

kredit/pembiayaan.

b. Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai

pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.

c. Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.

d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang

sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit

pembiayaan.

e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi,

membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah

10
kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau

perusahaan jasa keuangan lain.

Tahap Placement, memindahkan uang haram dari sumbernya untuk

menghindarkan jejak dengan metode smurfing. Metode ini mengelabui ketentuan

untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam

tahap ini, bisa juga penempatan uang hasil kriminal itu dimasukkan dalam sistem

keuangan, baik dengan cara memasukkan ke deposito, saham, atau

mengonversikannya ke dalam mata uang lain.

2. Tahap Pelapisan (Layering)

Tahap Layering merupakan upaya untuk mengurangi jejak asal uang tersebut

atau ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil

tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-negara dimana

kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa

transfer dana ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian properti,

pembelian saham pada bursa efek menggunakan deposit di bank A untuk meminjam

uang di bank B dan sebagainya.

Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari beberapa

rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya

melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk

menyamarkan/mengelabui sumber uang haram tersebut. Disamping cara tersebut,

langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin account

dari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan

keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara. Upaya ini dilakukan

11
untuk menghilangkan jejak atau usaha audit sehingga seolah-olah merupakan

transaksi finansial yang legal.

3. Tahap Penggabungan (Integration)

Tahap Integration merupakan tahap pengumpulan dan menyatukan kembali

uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus

keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan

sulit dikenali hasil tindak pidana, dan muncul kembali sebagai aset investasi yang

tampaknya legal.

Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang diputihkan

hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-aktivitas atau performa

bisnis yang resmi tanpa ada hubungan ke dalam bisnis haram sebelumnya. Pada

tahap ini, uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi

dalam bentuk yang sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal.

2.2.5 Beberapa Bentuk Modus Operandi Money Laundering (Pencucian Uang)

Dengan memperhatikan tahap-tahap proses Money Laundering maka dapat

dikatakan bahwa modus operandi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan

melalui cara-cara antara lain :

1. Melalui Kerjasama Modal

Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa keluar negeri. Uang tersebut masuk

kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project). Keuntungan

investasi ini akan di investasikan kembali dalam berbagai usaha lain. Keuntungan

usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah

secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.

2. Melalui Agunan Kredit

12
Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu

yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank

Swiss misalnya dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu

bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan

kembali ke Negara asal uang haram tadi.

3. Melalui Perjalanan Luar Negeri

Uang tunai ditansfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya.

Lalu, uang tersebut dicairkan kembali dan di bawa kembali ke Negara asalnya oleh

orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.

4. Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri

Dengan uang tersebut didirikan perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan

apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah

menghasilkan uang bersih.

5. Melalui Penyamaran Dokumen

Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaanya didukung

oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti membuat

double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil

kegiatan luar negeri.

6. Melalui Pinjaman Luar Negeri

Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara. Lalu, uang tersebut

dimasukkan ke dalam negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan

dapat bantuan pinjaman kredit dari luar negeri.

7. Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri

13
Uang tidak kemana-mana hanya di buat rekayasa bahwa ada dokumen yang

seakan-akan ada bantuan pinjaman luar negeri. Jadi memang tidak ada pihak yang

memberikan pinjaman yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar

adalah dokumen palsu.

8. Kasus Suap yang banyak terjadi di kalangan Pejabat Pemerintah.

Yang sedang marak akhir-akhir ini adalah kasus OTT (Operasi Tangkap

Tangan) yang dilakukan oleh KPK, seperti yang menimpa Dirut PDAM

Bandarmasih dan Ketua DPRD Banjarmasin pada 14 September 2017, terkait suap

untuk memutuskan persetujuan raperda penyertaan modal PDAM. Kasus suap yang

menimpa walikota Batu Jawa Timur, dan OTT terhadap kasus Dirjen Perhubungan

Laut. Tindakan korupsi di Indonesia memang perlu ditangani dengan teliti, seksama

dan tegas seperti ini agar para pelakunya bisa jera dan yang lainnya tidak akan berani

melakukan hal yang sama. Memang diakui bahwa untuk pemberian hukuman atau

sanksi bagi pelaku korupsi di Indonesia sangat jauh lebih lembut atau halus jika

dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang ada di dunia.

2.2.6 Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang

Dalam Undang-Undang TPPU, hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang

diperoleh dari tindak pidana: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang

pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,

perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,

pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di

14
bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain

yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana

menurut hukum Indonesia. Pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

1. Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan,

mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan,

menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan

uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana

pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Tindak pidana pencucian uang dikenakan pula bagi mereka yang menikmati

hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap orang yang

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,

pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan

yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana

pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

3. Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang

menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,

15
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang.

Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban

pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Dalam Undang-Undang TPPU, dikatakan bahwa setiap orang yang berada di

dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta

melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak

pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama seperti dalam Pasal 3,

Pasal 4, dan Pasal 5.

Ketentuan di Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang TPPU dikecualikan bagi pihak

pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan. Untuk delik tindak pidana

pencucian uang seperti dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang TPPU

dilakukan oleh korporasi, maka pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau

Personil Pengendali Korporasi. Di luar pengaturan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan

Pasal 5 terdapat pasal-pasal lain yang mengatur mengenai tindak pidana yang

berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana lain yang berkaitan

dengan tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14, Pasal

15, dan Pasal 16 Undang-Undang TPPU.

Menurut Undang-Undang TPPU, transaksi keuangan mencurigakan adalah:

16
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan

pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;

2. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib

dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan undang-undang ini;

3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan

harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau

4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak

pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak

pidana.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK (Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) seperti yang diatur

dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang TPPU adalah lembaga independen dibawah

Presiden Republik Indonesia yang dibentuk dalam rangka mencegah dan

memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Dengan dibentuknya PPATK ini, maka

Indonesia telah memenuhi salah satu dari The Forty Recommendations yang

diusulkan oleh Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF), dalam

usaha pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dalam Pasal ke 16

The Forty Recommendationsdari FATF disebutkan mengenai pembentukan

Financial Intelligent Unit yang secara umum bertugas menganalisis transaksi-

transaksi keuangan untuk mencegah adanya transaksi yang merupakan kegiatan

pencucian uang, dan lembaga yang memiliki kewenangan seperti Financial

Intelligent Unit di Indonesia ini adalah PPATK.

17
Fungsi PPATK seperti yang diatur dalam Undang-Undang TPPU antara lain

adalah:

1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;

3. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan

4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang

berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat.

2.3 Laws and Regulations

Ketentuan jasa akuntan publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun

2011 tentang Akuntan Publik yang bertujuan mengatur profesi akuntan publik

sehingga memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan

profesi akuntan publik. Undang-Undang tersebut sebagai payung hukum aturan

hukum dan ketentuan dibawahnya. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan Akuntan Publik

memberikan jasa asurans, yang meliputi:

1. jasa audit atas informasi keuangan historis;

2. jasa reviu atas informasi keuangan historis; dan

3. jasa asurans lainnya.

Namun, selain jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada pasal 3

ayat (3) menyatakan bahwa Akuntan Publik dapat memberikan jasa lainnya yang

berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan manajemen sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 12 disebutkan bahwa KAP dapat

berbentuk usaha:

18
1. perseorangan;

2. persekutuan perdata;

3. firma; atau

4. bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik,

yang diatur dalam Undang-Undang

Hak Akuntan Publik diatur dalam pasal 24 bahwa Akuntan Publik berhak

untuk:

1. memperoleh imbalan jasa;

2. memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah memberikan jasa sesuai

dengan SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik); dan

3. memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan

pemberian jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Akuntan Publik diatur pada Pasal 25 yaitu Akuntan Publik wajib:

1. berhimpun dalam Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh

Menteri;

2. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bagi Akuntan

Publik yang menjadi pemimpin KAP atau pemimpin cabang KAP wajib

berdomisili sesuai dengan domisili KAP atau cabang KAP dimaksud;

3. mendirikan atau menjadi Rekan pada KAP dalam jangka waktu 180 (seratus

delapan puluh) hari sejak izin Akuntan Publik yang bersangkutan diterbitkan

atau sejak mengundurkan diri dari suatu KAP;

4. melaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat

30 (tiga puluh) hari sejak:

19
a. menjadi Rekan pada KAP;

b. mengundurkan diri dari KAP; atau

c. merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam Undang-Undang ini;

5. menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan; dan

6. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan mempunyai integritas yang

tinggi.

Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib:

1. melalui KAP;

2. mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi, serta peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang diberikan; dan

3. membuat kertas kerja dan bertanggung jawab atas kertas kerja tersebut.

Pada pasal 26 juga dinyatakan bahwa Akuntan Publik bertanggung jawab atas

jasa yang diberikan. Hal-hal yang dilarang diatur dalam pasal 30 diantaranya:

1. Akuntan Publik dilarang:

a. memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KAP;

b. merangkap sebagai:

1) pejabat negara;

2) pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara,

atau lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-

undangan; atau

3) jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan;

c. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), untuk jenis

jasa pada periode yang sama yang telah dilaksanakan oleh Akuntan Publik

20
lain, kecuali untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya;

d. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3)

dalam masa pembekuan izin;

e. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3)

melalui KAP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan

izin;

f. memberikan jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)

dan ayat (3) melalui KAP;

g. melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen

lain yang berkaitan dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya;

h. menerima imbalan jasa bersyarat;

i. menerima atau memberikan komisi; atau

j. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau

memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.

2. Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dikecualikan bagi Akuntan Publik yang merangkap sebagai pimpinan atau

pegawai pada lembaga pendidikan bidang akuntansi dan lembaga yang

dibentuk dengan undang-undang untuk melaksanakan tugas dan tanggung

jawab untuk kepentingan profesi di bidang akuntansi.

Untuk mengatur penggunaan jasa akuntan publik masing-masing stakeholders

atau regulator membuat aturan teknis lebih lanjut di antaranya:

1. Audit Laporan Keuangan Pemerintah Negara / Daerah:

21
a. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari luar Badan Pemeriksa

Keuangan;

b. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2016 tentang

Persyaratan Akuntan Publik pada Kantor Akuntan Publik yang melakukan

Pemeriksaan Keuangan Negara.

2. Audit Lembaga Keuangan:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 /POJK.03/2017 Tentang

Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam

Kegiatan Jasa Keuangan;

b. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36 /SEOJK.03/2017 Tentang

Tata Cara Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik

dalam Kegiatan Jasa Keuangan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Standar Audit Internasional (International Standards on Auditing-ISA)

merupakan pernyataan-pernyataan yang diterbitkan oleh Komite Praktik Audit

Internasional dari Federasi Akuntan Internasional untuk mempromosikan penerimaan

internasional atas standar audit. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) merupakan

satu-satunya organisasi akuntan publik Indonesia yang menetapkan standar dan

aturan antara lain standar audit (1) standar umum, (2) standar pekerjaan lapangan,

dan (3) standar pelaporan, standar kompilasi dan reviu, dan standar atestasi lainnya

Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dalam ketentuan Pasal

(3), (4), dan (5) Undang-Undang TPPU. Intinya adalah bahwa tindak pidana

pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik oleh

seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan, mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa

ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga

atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan

asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang menerima dan mengusainya.

Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang,

yaitu Placement(penempatan), Layering (transfer), dan intergration (penggabungan).

Semua hal menyangkut tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang

23
nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian

uang.

Ketentuan jasa akuntan publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2011 yang bertujuan mengatur profesi akuntan publik sehingga memberikan

perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan profesi akuntan publik.

Akuntan publik memberikan jasanya kepada masyarakat melalui pemberian jasa

assurance yang meliputi jasa audit dan reviu atas informasi keuangan historis, dan

jasa assurance lainnya, serta jasa non assurance yang berkaitan dengan akuntansi,

keuangan, dan manajemen.

24

Anda mungkin juga menyukai