Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KONTRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga
terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah
kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang
menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kontraktur genu adalah
kontraktur yang terjadi pada lutut dimana adanya kontrasi yang menetap
dari kuliat atau jaringan pada lutut. Kontraktur yang banyak dijumpai
adalah akibat luka bakar (Perdanakusuma, 2009).

2. Epidemiologi
Kontraktur banyak ditemukaan pada usia lansia. Saat penuaan, sendi
ekstremitas atas tetap lebih fleksibel daripada sendi ekstremitas bawah,
sejajar dengan perubahan kekuatan dilihat dengan usia, dimana ekstremitas
bawah lebih cepat lemah dibandingkan ekstremitas atas, dan mungkin hasil
dari penggunaan sehari-hari. Pria cenderung terjadi kontraktur dari pada
wanita, sekiatar 40% pria mengalami kontraktur di bagian sendi bagian
lutut. Penekanan pada sendi lutut pada saat aktivitas berat memungkinkan
terjadinya kontraktur, sekiatar 40% lansia >65 tahun mengalami
kontraktur. Selain itu, terjadi perubahan susunan kolagen fibril dan dapat
menyebabkan kontraktur berat dalam tahap selanjutnya dari immobilisasi
(Okita et al 2004).

3. Etiologi
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi
anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar
dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini
berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et
al, 2006). Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai
berikut (Adu, 2011):
a. Trauma suhu
b. Trauma zat kimia
c. Trauma elektrik
d. Post-trauma (Volkmanns)
e. Infeksi ulkus buruli
f. Idiopatik (Dupuytrens)
g. Kongenital (camptodactyly)
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut
dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka
bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat
terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi,
misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma,
penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat
immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan
pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis,
penyakit kongenital dan nyeri.

4. Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun
banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut.
Paradigm yang sering digunakan adalah benih dan tanah. Komponen selular
seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi merupakan benih
sedangkan komponen nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan
mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner,
2010).
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi
yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya
miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot
polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka).
Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Hal ini juga diikuti
dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk mempertahankan
kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan
terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang
yang mengakibatkan camptodactyly (Adu, 2011).
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam
jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan
menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang
dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut
otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan
sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat
sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.
Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area anatomi
dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka
terbuka. Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur
mengganggu secara fungsional dan estetik (Pandya, 2001)

4. Klasifikasi
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011)
a. I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup
gerak maupun fungsi.
b. II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan
fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,
tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
c. III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena..
d. IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

5. Manifestasi Klinis
Gejala kontraktur bisa berupa :
a. Terdapat jaringan ikat adan atropi
b. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih
c. Mengalami gangguan mobilisasi
d. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

6. Pencegahan Kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program
pencegahan kontraktur meliputi :
a. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama sampai
beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien
baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini
penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan
ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan
dengan posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga
merupakan posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain,
pasien akan meneruskan posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali
kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna
seperti sediakala. Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk memastikan
kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula untuk meringankan nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal
penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang
mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional
lain), dukungan keluarga sangat penting.
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan
semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan
luka bakar adalah sebagai berikut:
b. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke
arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang
kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.
c. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan
pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan
menggunakan bantal di belakang kepala.
d. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan
juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang
mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900
ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.
e. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan
posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.
f. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan
fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi
MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.
g. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari
tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal
MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.
h. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal
paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring
tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi
tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.
i. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan
posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat
berbaring dan duduk.
j. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-
beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan
mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pergelangan kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan
menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam
keadaan duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).
k. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan
untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan
menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan
peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut
untuk melawan kontraktur mulut.

l. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan
merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi
komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang
mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat,
kesulitan penyesuaian atau dengan area luka bakar yang dengan menggunakan
posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup. \Pembidaian dilakukan dengan
posisi yang diregangkan sehingga memberikan suatu latihan peregangan awal
yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga mengambil rute
terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman diantara jari-jari,
leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi jaringan
parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah
satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan
remodeling jaringan. Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan
yang ideal adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah
dibentuk, dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.
m. Peregangan dan mobilisasi awal
Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa
kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis
maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk
anak-anak yang memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu
mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke hari.
n. Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk
beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat
penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.

7. Penatalaksanaan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian
fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan
aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi
dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar
pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.
Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :
a. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
1) Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan
keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat
di tempat tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program
positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem,
pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
2) Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi
dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada
seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak
terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. Adapun macam-
macam exercise adalah :
a) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
b) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
c) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau
anggota gerak penderita yang sehat.
d) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat
mekanik.
e) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap
penderita.Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan
kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih
dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang
paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut
bagian belakang.
3) Splinting/bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk
mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan
kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan
kebingungan.
4) Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka
bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya
selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan
untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun
sendi besar.
b. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan
terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1) Z plasty atau S plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan
dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga
memerlukan beberapa Z-plasty.

2) Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.
Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan
parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya
dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft
sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft
dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut
tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif
pada minggu ketiga post operasi.

3) Flap
Pada kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri
dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan
mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi
dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk
menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal
dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur
sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek
dalam 1 kali kerja.

8. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap, Tes Fungsi Hati, Tes Fungsi Ginjal, Serum Albumin, Serum
Elektrolit, Gula Darah Acak, Faal Pembekuan Darah, foto polos toraks
maupun sendi.

9. Komplikasi
Komplikasi pada kontraktur antara lain yaitu:
a. Dupuytren dimana kondisi jari-jari tetap fleksi dan tidak dapat sepenuhnya
diekstensikan
b. Kelumpuhan / kecacatan permanen
Namun terdapat beberapa komplikasi saat post pembedahan di antaranya
adalah:
1) Hematoma
2) Penumpukan seroma
3) Kegagalan flap yang diakibatkan kerusakan pembuluh darah donor
4) Infeksi

10. Prognosis
Prognosis pasien dengan kontraktur bergantung pada penanganan dan
perawatan luka postoperative. Pada pasien dengan skin graft bila diyakini
tindakan hemostasis darah resipien telah dilakukan dengan baik dan fiksasi
`skin graft telah dilakukan dengan baik, balutan dibuka pada hari ke-5 untuk
mengevaluasi take dari skin graft dan benang fiksasi dicabut. Take dari skin
graft maksudnya adalah telah terjadi neovaskularisasi, dimana skin graft
memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup. Disarankan pada penderita
paska tindakan skin graft di ekstremitas tetap memakai pembalut elastis
sampai pematangan graft kurang lebih 3-6 bulan.
Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah kulit
sebaiknya dalam waktu 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft, oleh
karena bila terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft
akan mengurangi kontak graft dengan resipien sehingga akan menghalangi
take dari skin graft tersebut.pada pengamatan ini dilakukan pembukaan
balutan dengan hati-hati jangan sampai merusak graft (terangkat atau
tergeser). Seroma, hematoma atau bekuan darah harus segera dievakuasi
dengan melakukan insisi kecil pada skin graft tepat diatas seroma, hematoma
atau bekuan darah tersebut dan selanjutnya dilakukan pembalutan kembali.
Bila evakuasi tersebut dilakukan dalam waktu 24 jam pertama maka graft
masih dapat terjamin take 100%.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pre Operatif :
a) Kaji status klinis pasien (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
b) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan koping terhadap pembedahan yang
akan datang
c) Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
d) Kaji tingkat kecemasan pasien
Breath Kaji status pernafasan pasien
Penggunaan otot bantu pernafasan
Penggunaan alat bantu pernafasan
Blood Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan
adanya nyeri dada
Brain Kaji tingkat kesadaran pasien
Bladder Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih
Bowel Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa
Bone Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

Intra Operatif :
a) Catat waktu mulai dan selesai operasi
b) Catat waktu mulai dan selesai anesthesia
c) Catat jenis anesthesia
d) Kaji satus klinis pasien (brain, blood, breath, bowel, blader, dan bone)
e) Monitor adanya perdarahan
Breath Kaji status pernafasan pasien
Penggunaan otot bantu pernafasan
Penggunaan alat bantu pernafasan
Blood Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan
adanya nyeri dada dan kaji adanya perdarahan
Brain Kaji tingkat kesadaran pasien
Bladder Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih
Bowel Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa
Bone Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

Post Operatif :
a) Kaji status pasca bedah pasien (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
b) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
c) Kaji adanya komplikasi
d) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
e) Kaji adanya tanda-tanda anemia
f) Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
g) Kaji kemampuan pasien dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan
Breath Kaji status pernafasan pasien
Penggunaan otot bantu pernafasan
Penggunaan alat bantu pernafasan
Blood Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan
adanya nyeri dada
Brain Kaji tingkat kesadaran pasien
Bladder Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih
Bowel Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa
Bone Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
Data Diagnosa keperawatan
DS: pasien mengatakan cemas dalam Ansietas berhubungan dengan
menjalani operasinya prosedur infasiv ditandai dengan
pasien tampak gelisah.
DO: pasien terlihat gelisah
DS: pasien mengatakan tidak tau Pengetahuan kurang (knowledge
tentang penyakit yang di alami defisite) berhubungan dengan
(pengertian, penyebab, komplikasi, ketidaktauan tentang penyakit
pencegahan)

DO: klien tampak bingung

Intra Operatif
Data pasien Diagnose Keperawatan
DS: - Hipotermia berhubungan dengan
DO: akral dingin, suhu tubuh dibawah pemajanan lingkungan yang dingin
kisaran normal ditandai dengan kulit dingin, suhu
tubuh di bawah kisaran normal

DS: Ketidakefektifan bersihan jalan


DO: terdapat suara nafas tambahan napas berhubungan dengan prosedur
anastesi ditandai dengan
hipersalivasi

DS:- Risiko penurunan curah jantung


DO: perubahan irama jantung berhubungan dengan prosedur
anastesi ditandai dengan gangguan
irama jantung

DS: - Risiko infeksi berhubungan dengan


DO: dilakukan insisi untuk luka insisi
pengangkatan tumor
DS: - Risiko Cedera berhubungan dengan
DO: pasien dalam kondisi tidak sadar prosedur invasif

DS: - Risiko perdarahan berhubungan


DO: terdapat perdarahan dan TD dengan kerusakan jaringan
menurun

Post Operatif
Data pasien Diagnosa Keperawatan
DS: pasien mengeluh nyeri Nyeri akut berhubungan dengan
DO: pasien tampak meringis agen cedera fisik ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal,
mengekspresikan perilaku.

DS:- Risiko cedera berhubungan dengan


DS: pasien tidak mampu melakukan penurunan efek anastesi
mobilisasi secara mandiri
DS: pasien mengeluh lemas dan Risiko perdarahan berhubungan
pusing dengan prosedur post operasi
DO: TD menurun, kulit pucat dan
terdapat pengeluaran darah abnormal
DAFTAR PUSTAKA

Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye


teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.

Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian Journal of
Plastic Surgery 43(3):63-71.

Ogawa R & Pribaz JJ. (2010). Diagnosis, assessment, and classification of scar
contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer
Heidelberg Dordrecht London NewYork.

Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.

Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and neck.


Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical
care, JW Marriot Hotel Surabaya.

Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113.

Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006).


Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care
Research 27(4):508-514.

Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.


Journal of Burn Care Research 28:212-219.

Wong VW & Gurtner GC. (2010). Strategies for skin regeneration in burn patients. Color
Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht
London NewYork.

Anda mungkin juga menyukai