OLEH :
KELOMPOK 1
ASISTEN : YEUSY R. P
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Bedak
0,2010 11,1 25
Salisil
Bedak
0,2158 6,75 20
Katrina Boot
200 1,616 10
Larutan Baku 400 2,968 10
Asam salisilat + 600 >3,330 10
1 tetes FeCl3 800 >3,330 10
1000 >3,330 10
= 95, 34%
b. Bedak Katrina Boot
% = 100%
6,75 0,5 138,12 /
= 100% 0,2
0,2158
466,155
= 0,2158 100% 0,2
0,4661
= 100% 0,2
0,2158
=43,18 %
IV.3 Reaksi
1. Reaksi volumetri
2. Grafik hasil pengukuran spektrofotometri UV-Vis
Konsentrasi (ppm)
1200
1000
y = 343.47x - 401.15
800 R = 0.6509
Konsentrasi (ppm)
600
Linear (Konsentrasi
400 (ppm))
200
0
0 1 2 3 4
IV.4 Pembahasan
Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis
volumetrik dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah
diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan yang
dapat bereaksi yang dengannya (belum diketahui konsentrasinya)
hingga tercapai titik ekuivalen atau titik akhir. Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui kadarnya
tersebut disebut titer. Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan
asam basa adalah dengan melalui proses titrasi alkalimetri.
Pada percobaan ini digunakan sampel bedak salisil dan bedak
katrina boot dengan menggunakan larutan baku NaOH 0,5N. Larutan
baku NaOH digunakan sebagai larutan standar dalam penentuan
kadar asam, karena NaOH mempunyai basa kuat.
Sedangkan, indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu
indikator fenolftalein. Alasan penggunaan indikator fenolftalein karena
perubahan warnanya yang jelas yaitu pada titrasi alkalimetri warnanya
dari tidak berwarna menjadi merah muda, adapun trayek pH untuk
indikator fenolftalain yaitu 8,3-10,0.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu bedak salisil dan bedak
katrina boot dilarutkan dengan etanol sebanyak 80 ml karena pada
kedua bedak tersebut mengandung asam salisilat yang mudah larut
dalam etanol, setelah itu larutan disaring kemudian filtrat dimasukkan
dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya menggunakan
etanol.
Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi bedak salisil 11,1 ml
sehinga kadar yang diperoleh sebesar 95,34% dan volume titrasi
bedak katrina boot 6,75 ml sehingga kadar yang diperoleh sebesar
43,18%. Dalam Farmakope Indonesia Edisi III dinyatakan bahwa kadar
asam salisilat tidak kurang dari 99,5%. Pada bedak salisil dan bedak
katrina boot tidak sesuai yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III
karena kadar yang diperoleh tidak mencapai 99,5%..
Adapun metode yang dapat digunakan dalam penetepan kadar
yaitu metode spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Visibel
merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada adanya
serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel)
dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika
memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak.
Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut
dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa
dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis karena merupakan analisis
instrumen yang tidak rumit, penggunaannya luas, sensitivitas dan
selektivitasnya tinggi, memiliki tingkat ketelitian yang baik, pengukuran
mudah dengan kinerja yang cepat dan dapat menganalisa larutan
dengan konsentrasi yang sangat kecil.
Selain itu, senyawa asam salisilat yang akan dianalisis memiliki
kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan
juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik
sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Selain itu, untuk penetapan
kadar asam salisilat dapat dilakukan pada panjang gelombang 530
nm. Oleh karena itu pemilihan spektrofotometri UV-Vis sangat
membantu dimana panjang gelombangnya 200-800 nm.
Pada metode ini larutan sampel dilarutkan terlebih dahulu
dengan etanol karena dalam bedak salisil dan bedak katrina boot
mengandung asam salisilat yang mudah larut dalam etanol.
Sedangkan larutan baku asam salisilat dilarutkan juga dengan etanol
hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm dan dibuat seri konsetransi
200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm.
Sebelum pengukuran serapan larutan baku dan larutan sampel
ditambahkan FeCl3. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai reagen
pembentuk warna yang memberikan hasil spesifik dengan asam
salisilat yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. Hal ini disebabkan
karena atom O yang ada pada gugus OH dalam asam salisilat akan
menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H dan membentuk
ikatan O-FeCl3 yang berwarna ungu.
Penentuan kadar asam salisilat dalam bedak asam salisil dan
bedak katrina boot dilakukan dengan metode regresi linear. Hasil
percobaan ini diperoleh hasil regresi bedak salisil 14,7581 ppm dan
bedak katrina boot 14,7589 ppm. Selain itu diperoleh nilai R= 0,650
yang menunjukkan nilai absorbansinya tidak linear karena nilai R=1
menunjukkan hasil yang linear, sedangkan hasil yang diperoleh tidak
mencapai angka 1.
Hal ini dikarenakan warna dari sampel yang terlalu pekat
sehingga nilai absorbansi sampel kurang baik yakni <1. Adapun
beberapa faktor sehingga nilai absorbansi tidak linear adalah adanya
serapan oleh pelarut, serapan oleh kuvet, ataupun kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah
atau sangat tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan blanko
dan pengaturan konsentrasi sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
Berdasarkan hasil penentuan kadar asam salisilat baik dengan
metode titrasi alkalimetri maupun spektrofotometri uv-vis tidak
menunjukkan hasil yang baik yakni terdapat nilai yang signifikan
antara hasil yang diperoleh titrasi alkalimetri (kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 95,34% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 43,18%), sedangkan pada
metode spektrofotometri uv-vis diperoleh kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 0,144% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 0,135%.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar asam
salisilat dalam bedak salisil sebesar 95,34% dan dalam bedak katrina
boot sebesar 43,18% sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan
kadar asam salisilat dalam bedak salisil dan bedak katrina boot secara
volumetri dengan metode alkalimetri tidak memenuhi syarat sesuai
yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III yaitu kadar asam salisilat
tidak kurang dari 99,5%. Selain itu, hasil yang diperoleh pada metode
spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa kadar bedak salisil
14,7581 ppm (0,144%) dan bedak katrina boot 14,7589 ppm (0,135%)
serta nilai R=0,650 yang tidak linear kerena tidak mencapai R=1.
V.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan teliti saat praktikum
berlangsung. Selain itu, kebersihan alat yang digunakan lebih
diperhatikan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2010. Penetapan Kadar Asam
Benzoat dan Asam Salisilat Dalam Sediaan Salep. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Fatah AM. 1995. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif untuk penetapan
kadar Dekstrometorfan Hidrobromida dalam Tablet obat Batuk lrtaiatih
Farmasi Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Gajah
Mada
Gandjar, Ibnu Gholib; Rohman, Abdul. 2012. Analisis Obat Secara
Spektrofotometri dan Kromatografi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hartono W.1994. Penetapan Kadar Natrium Nitrat dan Natrium Nitrit secara
Simultan dengan Metode Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya
pada Makanan dan Lingkungan. Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada.
Jutti L, Mutakim & Anis Y.2001. Penggunaan Spektrofotometri Derivatif pada
panjang Gelombang Zero Crossing untuk Penetapan Kadar
Riboftavin.Laporan penelitian Fakultas Matematika dan IImu
Pengetahuan Alam. Bandung : Univeisitas padjajaran
Mursyidi, A. 2008. Analisis Volumetri dan Gravimetri. UGM Press.
Yogyakarta.
Sulistyaningrum, S. Katon dkk. 2012. Penggunaan Asam Salisilat dalam
Dermatologi. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 7, Juli 2014.
Tan, H.T. & Rahardja, Kirana. 2002. Obat-Obat Penting; Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo.
Jakarta.