Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN FARMASI

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

PENENTUAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM BEDAK TABUR


SALICYL DAN BEDAK KATRINA BOOT DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN VOLUMETRI

OLEH :
KELOMPOK 1

RAHAYU SAMALO (15.01.258)


I GUSTI NGURAH DEDI (15.01.280)
LOVEMY GENEVIEVE BATU (15.01.314)
ANANG MUKRININ (15.01.330)
ARENSI BELO (15.01.351)
DIAN PRATIWI (15.01.353)
ADI WAHYU NOVIANTO (15.01.375)

ASISTEN : YEUSY R. P

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah
(kadar) absolute atau relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di
dalam sampel, misalnya terhadap bahan-bahan atau sediaan yang
digunakan di dalam farmasi, obat di dalam jaringan tubuh, dan
sebagainya. Banyak sedikitnya sampel dan jumlah relatif analit
penyusun sampel merupakan karakteristik yang penting dalam suatu
metode analisis kuantitatif. Metode-metode ini dapat digolongkan
sebagai makro, semimikro, dan mikro tergantung pada banyak
sedikitnya sampel (Gandjar, 2007).
Pada percobaan ini metode yang digunakan untuk mengukur
kadar asam salisilat yang terdapat pada bedak salisil dan bedak katrina
boot yaitu dengan menggunakan metode volumetri dan metode
spektrofotometri UV-Vis.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia
analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel
baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi
antara materi dengan cahaya. Sedangkan peralatan yang digunakan
dalam spektrofometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud
dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah
elektron yang adapada atom ataupun molekul yang bersangkutan.
Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa
kuantitatif, yang sangat penting penggunaannya dalam menentukan
konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisa volumetri
ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu
menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Titik akhir titrasi asam basa
dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood, 1983).
Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang
nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik
akhirnya masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut.
(Harjanti, 2008).
Asam salisilat adalah salah satu obat yang diketahui untuk
mengobati keratonoid dan pengobatan yang baik khusus kondisi kulit,
termasuk psoriasis. Asam salisilat menjadi pilihan yang aman untuk
mengontrol efek psoriatic local pada kehamilan, bagaimanapun karena
resiko yang sangat besar dari sistem penyerapan dan efek racun, asam
salisilat harus dihindarkan dari jangkauan anak anak (K. Rao, 2010).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui
dan memahami cara pengukuran kadar asam salisilat pada sampel
bedak salisyl dan bedak Katrina boot menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dan volumetri
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui kadar asam salisilat pada sampel bedak salisyl dan
bedak Katrina boot menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis
dan metode volumetri (titrasi alkalimetri).
I.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengukuran kadar asam salisilat dalam bedak salisyl dan bedak Katrina
boot dengan menggunakan tmetode volumetri (titrasi alkalimetri)
dengan NaOH sebagai zat penitrasi serta menggunakan metode
spektrometer UV-Vis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang
bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat
berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2
kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Di
samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling
dikenal asalah asam asetilsalisilat (Tjay, 2012).
Sifat-sifat lain yang dimiliki oleh asam salisilat adalah sebagai
berikut:
1. Panas jika dihirup, di telan dan apabila terjadi kontak dengan kulit.
2. Iritasi pada mata
3. Iritasi pada sauran pernafasan
4. Iritasi pada kulit
Asam salisilat bebas hanya memiliki efek antipiretik dan analgetik
yang rendah. Karena timbulnya ransangan pada mukosa lambung
akibat diperlukannya dosis tinggi, maka asam salisilat hanya
dipergunakan dalam bentuk garamnya. Turunannya yang terpenting
adalah asam asetil salisilat yang aktivitas analgetik, antipiretik tetapi
juga antiflogistiknya besar (Sulystianingrum, 2012).
Asam salisilat dapat diperoleh menurut cara Kolbe-Schmitt
dengan hasil hampir kuantitatif melalui reaksi natrium fenolat dan
karbondioksida pada 1250C dan 4-7 bar dan kemudian dihidrlolisis.
Asam asetilsalisilat diperoleh dengan cara asetilasi asam salisilat
dengan katalisis proton (Mursyidi, A. 2008).
Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja
cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dengan dosis ini laju metabolisme
juga meningkat. Pada dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga terjadi demam dan hiperhidrosis pada keracunan berat
(Gandjar, 2012).
Disamping khasiat analgetis dan antiradangnya (pada dosis
tinggi), obat anti yeri tertua ini (Gerhadt,1853-Hoffman, 1897) pada dosis
amat rendah berkhasiat merintangi penggupalan trombosit. Dewasa ini
asetosal adalah obat yang paling banyak digunakan dengan efek
terbukti pada prevensi trombose arterial. Sejak akhir tahun 1980-an,
asam ini mulai banyak digunakan dengan efek terbukti untuk prevensi
sekunder dari infark otak dan jantung. Resikonya diturunkan dan
jumlahkematian karena infak kedua dikurangi dengan 25% (7,8).
Keuntungan dibandingkan dengan anti koagulansia untuk indikasi ini
adalah banyak, antara lain kerjanya cepat sekali dan dosisnya lebih
mudah diregulasi (Tjay, 2002).
Asam yang gugus hidroksilnya teresterkan seperti asetosal
mudah larut dalam natrium hidroksida encer dan terhidrolisa dalam basa
berlebihan pada pemanasan diatas penangas air, untuk asam yang
gugus karboksilnya teresterkan seperti metil salisilat yang tidak larut
dalam alkali encer dan beberapa senyawa lain yang mudah menguap,
diperlukan cara penetapan kadar yang berbeda (Sudjadi, 2004).

Gambar 1. Rumus Struktur Asam Salisilat


Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar
dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy relatif jika
energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai
fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di
deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,
grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang
mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang
tertentu (Gandjar,2007).
Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan
atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah
190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah
dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 m atau 4000-250
cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah
cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan
panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur
senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu daerah
panjang gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek
berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Fatah AM.
1995).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar
tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang
lebar, semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak.
Oleh karena itu mereka mengandung electron, baik yang dipakai
bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada
bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam satu
ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energy tinggi,
atau panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Jutti L, 2001).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa
metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat
yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana
angka yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam
bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Yahya
S,2013).

Sumber cahaya monokromatis sel sampel detector- read out

Gambar 2. Pembacaan spektrofotometer


Fungsi masing-masing bagian :
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis
dengan berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
cahaya monokromatis.
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel
UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet
biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang
terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan
yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga
penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet
biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.
IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya
dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam
bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan
dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika
sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik.
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya
isyarat listrik yang berasal dari detector.
Volumetri adalah suatu metode analisis kimia kuantitatif yang
digunakan untuk menentukan kadar analit dengan menggunakan larutan
pereaksi yang konsentrasinya diketahui. Pada umumnya metode volumetric
disebut metode titrasi dan pereaksinya disebut pentitrasi. Pereaksi harus
bereaksi stoikiometri dengananalit dan kadar zat dihitung dari volume
pereaksi yang bereaksi ekivalen dengan analit (Satiadarma, 2004).
Berdasarkan reaksi kimianya, volumetri dapat dikelompokan atas :
1. Reaksi penentralan (asidimetri dan alkalimetri)
Penetapan kadar suatu zat (asam atau basa) berdasarkan prinsip
netralisasi, bila sebagai titran digunakan larutan baku asam, maka
penetapan tersebut dinamakan asidimetri, sebaliknya bila larutan baku
basa sebagai titran, maka penetapan itu disebut alkalimetri.
2. Reaksi pembentukan kompleks
Merupakan reaksi yang menghasilkan suatu kompleks atau ion komplek
yang dapat larut tetapi sedikit terdisosiasi, misalnya reaksi ion perak
dengan ion sianida untuk membentuk kompleks Ag(CN)2- yang sangat
stabil
3. Reaksi oksidasi reduksi (Redoks)
Reaksi-reaksi kimia yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas
digunakan dalam analisa volumetric
4. Reaksi pengendapan
(Underwood, L.A., 1980)

Proses yang kita gunakan untuk menentukan secara teliti


konsentrasi suatu larutan dikenal dengan standarisasi dengan
menggunakan standar primer, dengan syarat sebagai berikut :
1. Mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaaan kemurnian
yang diketahui dengan harga yang wajar. Pada umumnya jumlah
pengotoran harus tidak melebihi 0.01 sampai 0.02% dan harus mungkin
diuji kemurnianya dengan uji-uji yang diketahui kepekaanya.
2. Zat itu harus tetap, harus mudah dikeringkan dan harus tidak
higroskopik, tidak berkurang beratnya sewaktu terkena udara.
3. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi sehingga kesalahan
penimbangan akan menjadi lebih kecil dan mudah larut serta reaksi
cepat dan stokiometri (Basset,J., dkk. 1994).
II.2 Uraian Bahan
1. Asam salisilat (FI III, hal 56)
Nama resmi : ACIDUM SALISILICUM
Nama lain : Asam salisilat
RM/BM : C7H6O3/ 138,12
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk


berwarna putih; hampir tidak berbau; rasa agak
manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P
dan dalam eter P; larut dalam ammonium asetat
P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan
natrium sitrat P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Sebagai sampel
2. FeCl3 (FI III, 659)
Nama Resmi : FERRI CHLORIDUM
Nama Lain : Besi (III) klorida
RM/BM : FeCl3/162,2
Pemerian : Hitam kehijauan, bebas warna jingga dari garam.
Hidrat yang telah terpengaruh oleh kelembapan
dan hablur.
Kelarutan : Larut dlam ir, lrutan berwarna jingga
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Hemopoitikum
3. Natrium Hidroksida (FI III,89)
Nama resmi : NATRIUM HYDROXYDIUM
Nama Lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40.00
Rumus struktur :

Pemerian : Bentuk batang,massa hablur atau keping-


keping, rapuh dan mudah meleleh basah,
sangat Alkalis dan korosif,
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan : Mengandung tidak kurang dari 97,5% akali
jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih
dari 2,5% NaCO3
Kegunaan : Sebagai penitran
4. Indikator PP (FI III, 675)
Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Lain : Fenolftalein, Indikator PP
RM/BM : C20H14O4 / 318,33
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan
lemah, tidak bberbau, stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan,indicator
5. Alkohol (FI III, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

Berat molekul : 46,07


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas rasa
panas, mudah terbakar dan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai pelarut
6. Aquadest (FI III, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
batang pengaduk, buret, corong, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur,
labu ukur , timbangan analitik, statif dan klem, pipet volume, dan
spektrofotometer.
III.1.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah asam salisilat, NaOH, FeCl3, indikator fenolftalein, etanol 70%,
etanol 96%, kertas saring, bedak salisil, bedak Katrina Boot, dan
aquadest.

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Pembuatan larutan sampel
a. Disiapakan alat dan bahan
b. Ditimbang sampel berupa bedak salisil sebanyak 200 mg
c. Dilarutkan dalam etanol 70% dan etanol 96% sebanyak 80 ml
d. Disaring, diambil filtratnya
e. Dimasukkan dalam labu ukur lalu dicukupkan dengan etanol
hingga 100 ml
III.2.2 Titrasi Alkalimetri
a. Dipipet sampel sebayak 25 ml
b. Dimasukkan dalam labu ukur lalu ditambahkan indikator fenolftalein
sebanyak 3-5 tetes
c. Dititrasi dengan NaOH
d. Diamati perubahan warna yang terjadi
III.2.3. Pembuatan sampel spektrofotometri
a. Ditimbang sampel sebanyak 100 mg
b. Dimasukan kedalam erlemeyer lalu dilarutkan dengan etanol 95%
sebanyak 80 ml kemudian di saring kedalam labu ukur.
c. Filtrat dicukupkan volumenya sebanyak 100 ml dengan etanol 95%
lalu ditambahkan dengan 1 ml FeCl3
d. Dilakukan pengenceran dengan konsetrasi 200 ppm, 400 ppm, 600
ppm, 800 ppm, untuk 1000 ppm dalam 10 ml.
e. Dimasukkan larutan baku kedalam kuvet untuk mencari panjang
gelombang maksimum
f. Dimasukkan kembali kuvet blanko
g. Dimasukan kuvet sampel dan catat absorbannya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel 1. Hasil Titrasi Volumetri
Faktor Pengenceran
Sampel Berat (g) Volume Titrasi (ml)
(ml)

Bedak
0,2010 11,1 25
Salisil

Bedak
0,2158 6,75 20
Katrina Boot

Tabel 2. Hasil Spektrofotometri UV-Vis


Konsentrasi Faktor
Sampel Absorbansi
(ppm) Pengenceran (ml)

200 1,616 10
Larutan Baku 400 2,968 10
Asam salisilat + 600 >3,330 10
1 tetes FeCl3 800 >3,330 10
1000 >3,330 10

Larutan Bedak salisil 0,346 10


Larutan Katrina Boot 0,354 10
IV.2 Perhitungan
1. Perhitungan Kadar Volumetri
a. Bedak Salisil

% = 100%

11,1 0,5 138,12 /
= 100% 0,25
0,2010
766,566
= 0,2010 100% 0,25
0,7665
= 0,2010 100% 0,25

= 95, 34%
b. Bedak Katrina Boot

% = 100%

6,75 0,5 138,12 /
= 100% 0,2
0,2158
466,155
= 0,2158 100% 0,2
0,4661
= 100% 0,2
0,2158

=43,18 %

2. Perhitungan Kadar Spektrofotometri UV-Vis


= +
= 401,1 + 343,4
= 0,650
a. Bedak salisil
= +
0,346 = 401,1 + 343,4
0,346 + 401,1 = 343,4
401,446 = 343,4
401,446
=
343,4
= 1,1690
1,1690 = 14,7581
X x Volume Sampel x FP
% Kadar = x 100%
BS
14,7581 ppm(mg/L) x 0,1 L x 0,1
% Kadar = x 100%
101,8 mg
% Kadar = 0,144 %

b. Bedak Katrina Boot


= +
0,354 = 401,1 + 343,4
0,354 + 401,1 = 343,4
401,454 = 343,4
401,454
=
343,4
= 1,1690
1,1690 = 14,7589
X x Volume Sampel x FP
% Kadar = x 100%
BS
14,7589 ppm(mg/L) x 0,1 L x 0,1
% Kadar = x 100%
109,0 mg
% Kadar = 0,135 %

IV.3 Reaksi
1. Reaksi volumetri
2. Grafik hasil pengukuran spektrofotometri UV-Vis

Konsentrasi (ppm)
1200

1000
y = 343.47x - 401.15
800 R = 0.6509
Konsentrasi (ppm)
600
Linear (Konsentrasi
400 (ppm))

200

0
0 1 2 3 4

IV.4 Pembahasan
Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis
volumetrik dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah
diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan yang
dapat bereaksi yang dengannya (belum diketahui konsentrasinya)
hingga tercapai titik ekuivalen atau titik akhir. Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui kadarnya
tersebut disebut titer. Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan
asam basa adalah dengan melalui proses titrasi alkalimetri.
Pada percobaan ini digunakan sampel bedak salisil dan bedak
katrina boot dengan menggunakan larutan baku NaOH 0,5N. Larutan
baku NaOH digunakan sebagai larutan standar dalam penentuan
kadar asam, karena NaOH mempunyai basa kuat.
Sedangkan, indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu
indikator fenolftalein. Alasan penggunaan indikator fenolftalein karena
perubahan warnanya yang jelas yaitu pada titrasi alkalimetri warnanya
dari tidak berwarna menjadi merah muda, adapun trayek pH untuk
indikator fenolftalain yaitu 8,3-10,0.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu bedak salisil dan bedak
katrina boot dilarutkan dengan etanol sebanyak 80 ml karena pada
kedua bedak tersebut mengandung asam salisilat yang mudah larut
dalam etanol, setelah itu larutan disaring kemudian filtrat dimasukkan
dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya menggunakan
etanol.
Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi bedak salisil 11,1 ml
sehinga kadar yang diperoleh sebesar 95,34% dan volume titrasi
bedak katrina boot 6,75 ml sehingga kadar yang diperoleh sebesar
43,18%. Dalam Farmakope Indonesia Edisi III dinyatakan bahwa kadar
asam salisilat tidak kurang dari 99,5%. Pada bedak salisil dan bedak
katrina boot tidak sesuai yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III
karena kadar yang diperoleh tidak mencapai 99,5%..
Adapun metode yang dapat digunakan dalam penetepan kadar
yaitu metode spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Visibel
merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada adanya
serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel)
dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika
memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak.
Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut
dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa
dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis karena merupakan analisis
instrumen yang tidak rumit, penggunaannya luas, sensitivitas dan
selektivitasnya tinggi, memiliki tingkat ketelitian yang baik, pengukuran
mudah dengan kinerja yang cepat dan dapat menganalisa larutan
dengan konsentrasi yang sangat kecil.
Selain itu, senyawa asam salisilat yang akan dianalisis memiliki
kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan
juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik
sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Selain itu, untuk penetapan
kadar asam salisilat dapat dilakukan pada panjang gelombang 530
nm. Oleh karena itu pemilihan spektrofotometri UV-Vis sangat
membantu dimana panjang gelombangnya 200-800 nm.
Pada metode ini larutan sampel dilarutkan terlebih dahulu
dengan etanol karena dalam bedak salisil dan bedak katrina boot
mengandung asam salisilat yang mudah larut dalam etanol.
Sedangkan larutan baku asam salisilat dilarutkan juga dengan etanol
hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm dan dibuat seri konsetransi
200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm.
Sebelum pengukuran serapan larutan baku dan larutan sampel
ditambahkan FeCl3. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai reagen
pembentuk warna yang memberikan hasil spesifik dengan asam
salisilat yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. Hal ini disebabkan
karena atom O yang ada pada gugus OH dalam asam salisilat akan
menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H dan membentuk
ikatan O-FeCl3 yang berwarna ungu.
Penentuan kadar asam salisilat dalam bedak asam salisil dan
bedak katrina boot dilakukan dengan metode regresi linear. Hasil
percobaan ini diperoleh hasil regresi bedak salisil 14,7581 ppm dan
bedak katrina boot 14,7589 ppm. Selain itu diperoleh nilai R= 0,650
yang menunjukkan nilai absorbansinya tidak linear karena nilai R=1
menunjukkan hasil yang linear, sedangkan hasil yang diperoleh tidak
mencapai angka 1.
Hal ini dikarenakan warna dari sampel yang terlalu pekat
sehingga nilai absorbansi sampel kurang baik yakni <1. Adapun
beberapa faktor sehingga nilai absorbansi tidak linear adalah adanya
serapan oleh pelarut, serapan oleh kuvet, ataupun kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah
atau sangat tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan blanko
dan pengaturan konsentrasi sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
Berdasarkan hasil penentuan kadar asam salisilat baik dengan
metode titrasi alkalimetri maupun spektrofotometri uv-vis tidak
menunjukkan hasil yang baik yakni terdapat nilai yang signifikan
antara hasil yang diperoleh titrasi alkalimetri (kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 95,34% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 43,18%), sedangkan pada
metode spektrofotometri uv-vis diperoleh kadar asam salisilat pada
sampel bedak salisil diperoleh 0,144% dan kadar asam salisilat pada
sampel bedak katrina boot diperoleh 0,135%.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar asam
salisilat dalam bedak salisil sebesar 95,34% dan dalam bedak katrina
boot sebesar 43,18% sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan
kadar asam salisilat dalam bedak salisil dan bedak katrina boot secara
volumetri dengan metode alkalimetri tidak memenuhi syarat sesuai
yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III yaitu kadar asam salisilat
tidak kurang dari 99,5%. Selain itu, hasil yang diperoleh pada metode
spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa kadar bedak salisil
14,7581 ppm (0,144%) dan bedak katrina boot 14,7589 ppm (0,135%)
serta nilai R=0,650 yang tidak linear kerena tidak mencapai R=1.

V.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan teliti saat praktikum
berlangsung. Selain itu, kebersihan alat yang digunakan lebih
diperhatikan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2010. Penetapan Kadar Asam
Benzoat dan Asam Salisilat Dalam Sediaan Salep. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Fatah AM. 1995. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif untuk penetapan
kadar Dekstrometorfan Hidrobromida dalam Tablet obat Batuk lrtaiatih
Farmasi Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Gajah
Mada
Gandjar, Ibnu Gholib; Rohman, Abdul. 2012. Analisis Obat Secara
Spektrofotometri dan Kromatografi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hartono W.1994. Penetapan Kadar Natrium Nitrat dan Natrium Nitrit secara
Simultan dengan Metode Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya
pada Makanan dan Lingkungan. Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada.
Jutti L, Mutakim & Anis Y.2001. Penggunaan Spektrofotometri Derivatif pada
panjang Gelombang Zero Crossing untuk Penetapan Kadar
Riboftavin.Laporan penelitian Fakultas Matematika dan IImu
Pengetahuan Alam. Bandung : Univeisitas padjajaran
Mursyidi, A. 2008. Analisis Volumetri dan Gravimetri. UGM Press.
Yogyakarta.
Sulistyaningrum, S. Katon dkk. 2012. Penggunaan Asam Salisilat dalam
Dermatologi. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 7, Juli 2014.
Tan, H.T. & Rahardja, Kirana. 2002. Obat-Obat Penting; Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai