Anda di halaman 1dari 6

Teori Boundary Making

Teori boundary making dibuat dalam sebuah buku di tahun 1945 oleh seorang ahli
geografi politik Amerika bernama Stephen B Jones. Buku ini diberi judul Boundary-
Making : A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners. Dalam
bukunya, Jones merumuskan sebuah teori tentang sejarah adanya batas wilayah
suatu negara. Di dalam teorinya tersebut, Jones mengemukakan ada empat tahap
utama proses adanya batas wilayah suatu negara, yaitu :

(1) keputusan politik untuk mengalokasi wilayah teritorial (Allocation)


(2) delimitasi batas wilayah di dalam perjanjian (Delimitation)
(3) demarkasi batas wilayah di lapangan (Demarcation)
(4) mengadministrasikan batas wilayah (Administration).

Secara sistematis empat tahapan tersebut diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Tahapan Proses adanya Batas Daerah dalam Teori Boundary
Making (Pratt, 2006 dan Blake, 1998)
Buku ini ditulis sebagai suatu buku pegangan (handbook) bagi para diplomat, editor
perjanjian dan komisioner perbatasan, namun demikian buku ini dalam prakteknya
tidak hanya digunakan oleh para praktisi batas wilayah seperti diplomat, ahli
hukum, editor perjanjian, komisioner perbatasan, namun juga oleh para akademisi
yang menggeluti masalah batas wilayah. Oleh sebab itu bukunya Jones ini menjadi
salah satu rujukan penting dan menjadi suatu teori yang dipelajari di lembaga
perguruan tinggi yang mendalami ilmu geografi politik dan menjadi pedoman
penting di dalam praktek.

Alokasi adalah tahap proses politik untuk menentukan pembagian atau alokasi
wilayah teritorial yang dilakukan pada zaman kolonialisasi, yang dalam hal ini
masing-masing negara kolonial yang akan menguasai wilayah mencapai
kesepakatan terhadap pembagian wilayah secara umum (Jones, 1945). Pada tahap
alokasi ini dihasilkan suatu garis yang menurut Caflisch, (2006) disebut sebagai garis
alokasi (allocation lines) yang akan menentukan lingkaran pengaruh atau spheres of
influence terhadap wilayah yang dikuasanya. Tahap ini tentu saja melibatkan proses
dan keputusan politik antara negara kolonial yang tidak mudah. Negara-negara
kolonial seperti Inggris, Perancis, Belanda, Spanyol dan Portugis merupakan
pencipta garis alokasi (Pratt, 2006).

Delimitasi berarti memilih letak (site) suatu garis batas dan mendefinisikannya di
dalam perjanjian (treaty) atau dokumen formal lainnya. Delimitasi adalah suatu
tahapan yang lebih teliti dibanding tahapan sebelumnya yaitu alokasi, tetapi kurang
teliti dibanding tahapan sesudahnya yaitu demarkasi. Memilih letak garis batas
biasanya merupakan kompromi antara pertimbangan geografis dengan kepentingan
politik. Sedangkan mendefinisikan garis batas merupakan suatu proses yang
sepenuhnya bersifat teknis (kartometris).

Kesalahan serius bisa terjadi pada tahap delimitasi yaitu ketika memilih letak yang
tidak sesuai atau mendefinisikan batas dengan tidak benar pada lokasi yang sudah
sesuai. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa disebabkan hal-hal sebagai berikut :
a) tidak mengenali lokasi perbatasan yang akan dipilih,
b) tidak mengenali dengan baik kekhasan kenampakan geografis yang ada di
lokasi perbatasan yang dipilih baik aspek dari alamiah maupun manusianya,
c) kurangnya pengetahuan terhadap kesulitan-kesulitan di dalam mendefinisikan
batas.

Menyusun suatu perjanjian tentang batas wilayah harus teliti dan cermat di dalam
penggunaan kata-kata dan memiliki kepastian dan kejelasan hubungan antara yang
tertulis di dalam perjanjian dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Bahkan
ketika peta skala besar tidak tersedia sebagai dokumen, perjanjian tetap harus dapat
menyediakan bahwa tidak ada perbedaan yang besar antara yang tertulis di dalam
perjanjian dengan kondisi lapangan pada saat tahap demarkasi selanjutnya
dilakukan. Di dalam perjanjian sebaiknya dicantumkan suatu klausal yang memberi
kekuasaan kepada komisi demarkasi batas untuk melakukan atau memberi
rekomendasi penyesuaian (adjusment) garis batas di lapangan bila diperlukan. Ini
menjadi catatan penting bahwa sebenarnya tidak ada pendefinisian batas di dalam
perjanjian yang tidak dapat dibatalkan sampai suatu tim teknis yang berpengalaman
dalam permasalahan perbatasan dimintai pendapat tentang pemilihan letak garis
batas dan merumuskannya definisi batas tersebut di dalam bentuk kata-kata atau
kalimat.

Hal tersebut sebenarnya menjadi suatu catatan penting bahwa masukan hasil survey
lapangan sangat diperlukan sebelum memilih dan mendefiniskan batas wilayah.
Survey lapangan sebenarnya tidak memerlukan waktu lama, namun hasilnya sangat
membantu untuk menghindari ketidaktepatan pemilihan lokasi dan menghindari
ketidakakuratan pendefinisikan garis batas. Metode survey dari udara seperti
penggunaan foto udara atau penggunaan citra satelit yang sekarang sudah memiliki
resolusi tinggi akan sangat membantu dan mempercepat survey rekonaisan untuk
data masukan dalam memilih dan mendefinisikan garis batas wilayah.
Dalam hal menentukan dan mendefinisikan Jones mengingatkan agar pemilihan
dan pendefinisan garis batas harus mengurangi friksi di dalam boundary-making
sehingga menghasilkan batas yang memberi peluang terbaik untuk dimulainya
hubungan yang harmonis antara negara yang berbatasan. Untuk menentukan posisi
titik dan garis yang teliti dibutuhkan ahli teknis seperti kartografer, surveyor
geodesi atau geografer (Adler, 1995). Batas yang tepat tidak dapat ditentukan
kecuali bila disiplin geografi, geodesi dan kartografi bisa menyediakan data untuk
delimitasi dan demarkasi (Cukwurah, 1967). Dalam tahap delimitasi ini, dokumen
perjanjian sudah dibuat.

Tahap delimitasi merupakan tahap yang paling kompleks selama implementasi


proses penentuan batas. Delimitasi mendefinisikan garis batas secara khusus dan
lokasinya di atas peta untuk memecahkan persoalan ketidakpastian dan
kemungkinan sengketa dan memungkinkan negara untuk melaksanakan
pembangunan sepanjang perbatasan. Negosiasi selama tahap delimitasi
dilaksanakan sebelum penandatanganan perjanjian yang dilakukan para arsitek
batas kedua belah pihak, perlu dicatat bahwa proses delimitasi sangat
membutuhkan partisipasi ahli teknis yang mampu mengantisipasi masalah teknis,
dalam tahap delimitasi untuk mencegah permasalahan-permasalahan demarkasi di
lapangan. Tugas pokok dari para arsitek batas dibantu oleh ahli teknis adalah
persiapan delimitasi termasuk studi lapangan (field reconnaissance), mendefinisikan
parameter geodetik dan implementasinya, mendefinisikan informasi grafis termasuk
peta yang diperlukan sebagai latar belakang untuk menampilkan garis batas dalam
perjanjian. Delimitasi harus dilaksanakan secara hati-hati dan kejujuran kedua pihak
dalam perolehan data terbaik untuk memastikan suksesnya demarkasi dan batas
permanen di masa mendatang.

Dalam hal metode delimitasi, Prescott (1987) mencatat prinsipnya ada dua metode
delimitasi batas yaitu metode turning points yang merupakan kombinasi arah dan
jarak dan metode natural features yang menggunakan kenampakan alam seperti
sungai dan watershed.
Menurut Jones (1945) di dalam mendefinisikan batas paling tidak dikenal ada enam
metode. Dalam suatu perjanjian batas bisa saja enam metode tersebut digunakan
bersamaan untuk digunakan pada segmen garis batas yang berbeda. Enam metode
tersebut yaitu :
1. Definisi Lengkap (Complete Definition)
2. Definisi Lengkap dengan kekuasaan untuk dirubah (Complete Definition, with
power to deviate)
3. Turning Points (menghubungkan dua titik batas yang telah didefinisikan
tersebut dengan garis lurus)
4. Arah dan jarak
5. Definisi Zone
6. Kenampakan alam (Natural features)

Demarkasi adalah aplikasi final dan menandai batas di lapangan. Demarkasi adalah
lebih pada proses mekanis dibandingkan delimitasi yang mencakup pendirian
beacon atau pilar atau tanda pemberian nomor dan mencatat tanda-tanda tersebut ke
dalam peta. Kegiatan Demarkasi Batas merupakan bentuk kegiatan teknis terakhir
dari rangkaian penentuan atau penataan batas suatu daerah. Dengan diadakan
kegiatan ini maka tata batas menjadi lebih jelas, baik secara hukum maupun secara
implementasi di lapangan, karena dengan demarkasi ini biasanya batas-batas di
lapangan telah disepakati secara final oleh kedua belah pihak yang berkepentingan
terhadap penataan batas tersebut.

Proses panjang penentuan batas daerah yang dimulai dari negosiasi oleh para
arsitek batas (the boundary architecs), dilanjutkan dengan delimitasi dan pengesahan
undang-undang pembentukan daerah kemudian dilakukan tahap demarkasi oleh
the boundary engineers akan diakhiri dengan tahap administrasi dan manajeman
batas dan daerah perbatasan oleh masing-masing pemerintah daerah yang
berbatasan. Proses panjang tersebut merupakan kulminasi dari proses politik,
hukum dan teknis dan merupakan proses awal pengelolaan daerah perbatasan,
yang tujuannya untuk mempermudah koordinasi dan kerjasama pelaksanaan
pembangunan maupun pembinaan kehidupan dan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya di daerah perbatasan.

Adminstrasi batas daerah adalah kegiatan mengurus dan memelihara keberadaan


batas daerah. Implementasinya antara lain adalah menjadikan batas daerah
dibuatkan produk hukum, kemudian menciptakan situasi yang kondusif di
perbatasan. Hal ini tentu saja terkait aktivitas sosial budaya, pelayanan publik,
lingkungan dan terutama ekonomi untuk kesejahteraan masyarakatnya, dan lain-
lain.

Anda mungkin juga menyukai