Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH IMAN DAN TAKWA

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH AGAMA ISLAM

OLEH
KELOMPOK 2
1.Devi Fitri Anggraini (P1337431216049)
2.Yunia Kurnia Putri (P1337431216050)
3.Palupi Wulandhari (P1337431216051)
4.Safrin Khabila (P1337431216052)
5.Meika Indri P. (P1337431216053)

PROGRAM STUDI DIV GIZI SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang
benar yaitu agama Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Iman dan Takwa ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik membangun yangg dtunjukan demi
kesempurnan makalah ini. semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 25 September 2016

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..... i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI .. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .....................................1

1.2 Rumusan masalah .............................................1

1.3 Tujuan ............................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian iman .............................. 2


1.1 Ciri orang beriman

2. Pengertian takwa
2.1 Ciri orang bertakwa....................................................................2

3. ketrkaitan antar iman dan takwa

BAB III PENUTUP

Simpulan ............................ 6

Saran ...............................6

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia akan mulia dan bermartabat di sisi Allah jika ia bisa memperoleh
derajat keimanan dan ketaqwaan dengan amal ibadah dan tingkah laku yang dia
kerjakan. Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Jika kita melihat dari definisi kedua istilah tersebut tentunya hubungan antara kedua nya
terlihat dengan jelas.Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan
percaya. Namun, setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan
menjadi suatu nilai religius yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan
segala hal sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga kehidupan yang dijalaninya
teratur sedemikian rupa.
Dewasa ini, banyak orang yang mengaku beriman tetapi masih melanggar
ketentuan agama, hal ini berarti kebanyakan dari mereka belum mengerti dan
memahami hakikat keimanan dan ketakwaan itu sendiri. Hal ini yang melatarbelakangi
pembahasan materi keimanan dan ketakwaan dari kelompok kami.

1.2 Perumusan Masalah

Agar lebih mudah dalam penulisan makalah ini, maka penulis merumuskannya
dalam beberapa beberapa pertanyaan, yang nantinya akan akan dijadikan acuan dalam
pembahasan. Beberapa pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan iman?


2. Sebutkan ciri ciri orang beriman!
3. Apakah yang dimaksud dengan takwa?
4. Sebutkan ciri ciri orang bertakwa!
5. Apakah perbedaan antara iman dan takwa?

1.3 Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu agama islam


2. Mendeskripsikan pengertian iman
3. Mengetahui tentang ciri orang beriman
4. Mendeskripsikan tentang takwa
5. Mengetahui tentang ciri orang bertakwa
6. Mengetahui tentang perbedaan iman dan takwa
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian iman
Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun menurut istilah syariat yaitu
meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan membuktikannya dalam amal
perbuatan yang terdiri dari tujuh puluh tiga hingga tujuh puluh sembilan cabang. Yang

tertinggi adalah ucapan dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan
dari jalan yang menggangu orang yang sedang berjalan, baik berupa batu, duri, barang
bekas, sampah, dan sesuatu yang berbau tak sedap atau semisalnya.
Rasulullah Shallahualaihi wa sallam bersabda, Iman lebih dari tujuh puluh atau enam
puluh cabang, paling utamanya perkataan dan yang paling rendahnya menyingkirkan
gangguan dari jalan, dan malu merupakan cabang dari keimanan. (Riwayat Muslim: 35,
Abu Dawud: 4676, Tirmidzi: 2614)
Secara pokok iman memiliki enam rukun sesuai dengan yang disebutkan dalam hadist
Jibril (Hadist no. 2 pada hadist arbain an-Nawawi) tatkala bertanya kepada Nabi
Shallahualaihi wa sallam tentang iman, lalu beliau menjawab, Iman adalah engkau
percaya kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, hari akhir, dan
percaya kepada taqdirNya, yang baik dan yang buruk. (Mutafaqqun alaihi)
Adapun cakupan dan jenisnya, keimanan mencakup seluruh bentuk amal kebaikan yang
kurang lebih ada tujuh puluh tiga cabang. Karena itu Allah menggolongkan dan
menyebut ibadah shalat dengan sebutan iman dalam firmanNya, Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu (QS. Al-Baqarah:143). Para ahli tafsir menyatakan, yang
dimaksud imanmu adalah shalatmu tatkala engkau menghadap ke arah baitul maqdis,
karena sebelum turun perintah shalat menghadap ke Baitullah (Kabah) para sahabat
mengahadap ke Baitul Maqdis.
Iman kepada Allah adalah mempercayai bahwa Dia itu maujud (ada) yang disifati dengan
sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Dia Maha
Esa, Mahabenar, Tempat bergantung para makhluk, tunggal (tidak ada yang setara
dengan Dia), Pencipta segala makhluk, Yang melakukan segala yang dikehendakiNya,
dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang dikehendakiNya. Beriman kepada Allah
juga bisa diartikan, berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beritiqad
(berkeyakinan) dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan
tauhid al-asma wa ash-shifaat.

Iman kepada Allah mengandung empat unsur:


1. Beriman akan adanya Allah. Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan:
(a). Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan
Tanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan berubah
kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi Shallahualaihi wa
sallam bersabda: Tidaklah anak itu lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua
orangtuanya lah yang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani, atau Majusi. (HR.
Bukhori). Bahwa makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena
segala sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah Allah,
Tuhan semesta alam. Allah berfirman, Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (QS. Ath-Thur: 35)
Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang menciptakan dan tidak
mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti mereka pasti ada yang
menciptakan, yaitu Allah yang maha suci.
Lebih jelasnya kita ambil contoh, seandainya ada orang yang memberitahu anda ada
sebuah istana yang sangat megah yang dikelilingi taman, terdapat sungai yang mengalir
di sekitarnya, di dalamnya penuh permadani, perhiasan dan ornamen-ornamen indah.
Lalu orang tersebut berkata kepada anda, istana yang lengkap beserta isinya itu ada
dengan sendirinya atau muncul begitu saja tanpa ada yang membangunnya. Maka anda
pasti segera mengingkari dan tidak mempercayai cerita tersebut dan anda menganggap
ucapannya itu sebagai suatu kebodohan.
Lalu apa mungkin alam semesta yang begitu luas yang dilengkapi dengan bumi, langit,
bintang, dan planet yang tertata rapi, muncul dengan sendirinya atau muncul dengan
tiba-tiba tanpa ada yang menciptakan?
(b). Adannya kitab-kitab samawi
Yang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan dalam
kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan manusia
menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa
(c). Adanya orang-orang yang dikabulkan doanya.
Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti-bukti kuat
adanya Allah. Allah berfirman: Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa,
dan kami memperkenankan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari
bencana yang besar. (QS. Al-Anbiya: 76)
(d). Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan yang disebut mukjizat
suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus mereka yang tidak lain Dia adalah Allah
Azza wa Jalla. Misalnya: Mukjizat nabi Musa Alahissalam. Tatkala belau diperintah
memukulkan tongkatnya ke laut sehngga terbelahlah lautan tersebut menjadi dua belas
jalan yang kering dan air di antara jalan-jalan tersebut laksana gunung. Firman Allah,
Lalu kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar (QS.
Asy-Syuara: 63)
Contoh lain adalah mukjizat yang diberikan kepada nabi Isa Alaihissalam berupa
membuat burung dari tanah, menyembuhkan orang buta sejak lahirnya dan penyakit
sopak (sejenis penyakit kulit), menghidupkan orang mati dan mengeluarkan dari
kuburannya atas izin Allah. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku Telah datang
kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu Aku
membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; Kemudian Aku meniupnya, Maka ia
menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan Aku menyembuhkan orang yang buta
sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan Aku menghidupkan orang
mati dengan seizin Allah; dan Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa
yang kamu simpan di rumahmu. (QS. Ali Imran: 49)
1. Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah)
Yaitu mengimani sepenuhnya bahwa Allah-lah memberi rizki, menolong, menghidupkan,
mematikan dan bahwasanya Dia itu adalah pencipta alam semesta, Raja dan Penguasa
segala sesuatu.
1. Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah)
Yaitu mengimani hanya Dia lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi-Nya,
mengesakan Allah melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan diperintahkan-
Nya dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat,
nabi, wali maupun yang lainnya. Tauhid rububiyah saja tanpa adanya tauhid uluhiyah
belum bisa dikatakan beriman kepada Allah karena kaum musyrikin pada zaman
RasulullahShallahualaihi wa sallam juga mengimani tauhid rububiyah saja tanpa
mengimani tauhid uluhiyah, mereka mengakui bahwa Allah yang memberi rizki dan
mengatur segala urusan tetapi mereka juga menyembah sesembahan selain Allah.
Allah berfirman, Katakanlah: Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang
mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan. Maka, mereka men-
jawab: Allah. Maka, katakanlah: Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)? (QS.
Yusuf: 31-32)
Dan Allah berfirman, Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain
). (QS. Yusuf : 106)
1. Mengimani Asma dan Sifat Allah (Tauhid Asma wa Sifat)
Yaitu menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya baik itu
berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah,
tanpa tahrif[4] dan tathil[5] serta tanpa takyif[6] dan tamtsil[7].
Dua Prinsip dalam meyakini sifat Allah Subhanahu wa taala,
Allah Subhanahu wa taala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak,
seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya. Allah mempunyai nama dan
sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun
dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: Allah juga memiliki tangan, wajah dan diri
seperti disebutkan sendiri oleh Allah dalam al-Quran. Maka apa yang disebutkan oleh
Allah tentang wajah, tangan dan diri menunjukkan bahwa Allah mempunyai sifat yang
tidak boleh direka-reka bentuknya. Dan juga tidak boleh disebutkan bahwa tangan Allah
itu artinya kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena hal itu berarti meniadakan sifat-sifat
Allah, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh ahli qadar dan golongan Mutazilah.
Beliau juga berkata: Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya, dan makhluk-Nya juga
tidak serupa dengan Allah. Allah itu tetap akan selalu memiliki nama-nama dan sifat-
sifat-Nya.
Allah berfirman, Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. (QS. Asy-Syuura: 11)
Buah beriman kepada Allah Beriman kepada Allah secara benar sebagaimana
digambarkan akan membuahkan beberapa hasil yang sangat agung bagi orang-orang
beriman, diantaranya:
1. Merealisasikan pengesaan kepada Allah sehingga tidak menggantungkan harapan
kepada selain Allah, tidak takut, dan tidak menyembah kepada selain-Nya.
2. Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan
kandungan makna nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya Yang Agung.
3. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta
menjauhi apa yang dilarang-Nya.
1.1 CIRI ORANG BERIMAN
Apakah kita termasuk orang-orang yang beriman kepada Allah SWT?Salah satu
ciriorang beriman kepada Allah adalah dengan beriman kepada sifat-sifat wajib
Allah.Berikut ini adalah Ciri-ciri atau tanda perilaku orang yang beriman kepada sifat-
sifat wajib Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap muslim wajib beriman kepada Allah SWT. dan segala sifat-Nya, baik yang wajib,
mustahil, maupun yang jaiz. Sebagai muslim yang beriman kepada sifat-sifat wajib Allah
SWT., tentu dapat menunjukkan sikap perbuatan dan sikap mental yang sesuai dengan
makna yang terkandung dalam sifat-sifat tersebut. Sehingga dapat diketahui dan
dibedakan dari orang yang tidak beriman kepada Allah.

Di antara ciri-ciri orang yang beriman kepada sifat-sifat Allah yang dapat dikenali dalam
kehidupan sehari-hari ialah sebagai berikut.

1. Mampu menjaga diri dari pernbuatan maksiat dan mungkar, sebab dalam
hatinya ada keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT.itu ada dan Maha
Melihat dan Mendengar atas segala perbuatan hamba-Nya
2. Selalu berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
karena dalam hatinya terdapat keyakinan bahwa hidup manusia tidak kekal, dan
akan kembali kepada Allah yang Maha kekal
3. Memiliki sikap kreatif dan inovatif dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga
tidak banyak waktu dan kesempatan yang terbuang sia-sia tanpa ada
manfaatnya.Hidupnya selalu ingin menjadi yang terdepan dalam belajar dan
berprestasi, sebagai wujud penghayatan dari sifat Qidam (terdahulu atau maju).
4. Memiliki sikap kemandirian yang kuat, sehingga hidupnya tidak mau
merepotkan orang lain, atau menggantungkan segala harapan kepada pihak lain,
apalagi mengharap belas kasihan dari orang lain. Bagiorang yang beriman
kepada sifat-sifat Allah, pantang mengiba dan mengharap belas kasihan kepada
siapa pun, selain hanya kepada Allah.Hidupnya selalu penuh semangat untuk
belajar dan bekerja, tekun dan rajin beramal dan beribadah sebagai wujud
penghayatan dari sifat Qiyamuhu Binafsihi (berdiri sendiri).
5. Selain itu, sebagai orang yang beriman terhadap sifat-sifat wajib Allah, kita harus
memiliki sikap perilaku terpuji, baik terhadap diri sendiri, keluarga, sesama,
maupun terhadap alam lingkungan di mana kita tinggal.Sikap dan perilaku
Terpuji itu merupakan cerminan dari keimanan terhadap sifat-sifat wajib Allah
dengan baik dan benar.
Sikap atau perilaku terpuji yang harus kita miliki yang berhubungan
dengan iman kepada sifat wajib Allah antara lain sebagai berikut :

1. Sikap jujur
Jujur merupakan sikap perilaku yang sangat terpuji. Setiap muslim yang beriman
kepada Allah SWT. dan segala sifat-sifat-Nya, tentu meyakini bahwa Allah itu ada
(wujud), memiliki pendengaran dan penglihatanyang Maha kekal dan abadi. Tak
akan ada suatu perbuatan yang tampak dan tersembunyi, yang luput
daripenglihatan dan pendengaran Allah SWT. sehingga orang yang beriman tidak
akan berdusta, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jadi, apa pun yang
dilakukannya selalu mendatangkan kebenaran, dan jauh dari sikap dustadan
kebohongan. Sebab di dalam hatinya ada keyakinan bahwa, sebaik-baik
menyimpan dusta kepada orang lain, tetap saja Allah SWT.mengetahui dan tidak
dapat didustai.
2. Sikap amanah dan bertanggung jawab
orang yang beriman dengan baik dan benar kepada sifat-sifat Allah SWT., akan
tumbuh dalam jiwanya sikap mental dan perilaku amanah, yakni dapat
dipercaya, dan sikap perilaku penuh tanggung jawab atas apa yang menjadi
tugas dan kewajibannya.
3. Sikap amanah dan tanggung jawab ini akan muncul, manakala ia meyakini betul
bahwa Allah SWT. itu sangat berbeda dengan makhluk-Nya. Dia Maha Melihat
dan Maha Mendengar, meskipun tidak menggunakan mata kepala dan telinga
sebagaimana layaknya manusia.Apa pun yang menjadi tugas dan kewajibannya
akan dilaksanakan dan dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab, jauh dari
sikap curang dan dusta.Sikap rajin menuntut ilmu dan ulet bekerja
4. Rajin artinya sungguh-sungguh dan ulet artinya pantang menyerah.Sikap ini
hanya dimiliki oleh orang-orangyang beriman kepada Allah SWT.dan segala sifat-
sifat-Nya. Sebab kekuatan iman kepada Allah dapat mendorong seseorang untuk
terus maju dalam meraih kesuksesan hidup. Dorongan itu akan terus bergema
sepanjang imannya masih kuat dan stabil, sehingga akan membuatnya menjadi
rajin dan tekun, baik dalam belajar maupun bekerja.
2. Pengertian takwa
Pengertian TAQWA secara dasar adalah Menjalankan perintah, dan menjauhi larangan.
Kepada siapa ? maka dilanjukan dengan kalimat Taqwallah yaitu taqwa kepada Allah
SWT. Kelihatan kata-kata tersebut ringan diucapkan tapi kenyataan-nya banyak orang
yang belum sanggup bahkan terkesan asal-asalan dalam menerapkan arti kata Taqwa
tersebut, lihat sekitar kita ada beberapa orang yang tidak berpuasa dan terang-terangan
makan di tempat umum, padahal bila ditanya mas, agama-nya apa? jawab-nya
muslim, ada juga yang sudah berpuasa tapi masih suka melirik kanan-kiri dan ketika
ditanya mas, ini kan lagi puasa? jawabnya cuma sebentar kan boleh. Ya Allah,
manusia, manusia.., sebenarnya banyak contoh bagaimana lingkungan di sekitar kita
atau mungkin diri saya pribadi masih belum mampu mengemban amanah Taqwallah
dengan sepenuhnya.
TAQWA = Terdiri dari 3 Huruf :
Ta = TAWADHU artinya sikap rendah dirii (hati), patuh, taat baik kepada aturan Allah
SWT, maupun kepada sesama muslim jangan menyombongkan diri.
Qof = Qonaah artinya Sikap menerima apa adanya (ikhlas), dalam semua aspek, baik
ketika mendapat rahmat atau ujian, barokah atau musibah, kebahagiaan atau teguran
dari Allah SWT, harus di syukuri dengan hati yang lapang dada.
Wau = Wara artinya Sikap menjaga hati / diri (Introspeksi), ketika menemui hal yang
bersifat subhat (tidak jelas hukum-nya) atau yang bersifat haram (yang dilarang) oleh
Allah SWT. beberapa ulama mendifinisikan dengan :
Taqwa = dari kata = waqa-yaqi-wiqayah = memelihara yang artinya memelihara iman
agar terhindar dari hal-hal yang dibenci dan dilarang oleh Allah SWT.
Taqwa = Takut yang artinya takut akan murka da adzab allah SWT.
Taqwa = Menghindar yang artinya menjauh dari segala keburukan dan kejelekan dari
sifat syetan.
Taqwa = Sadar yang artinya menyadari bahwa diri kita makhluk ciptaan Allah sehingga
apapun bentuk perintah-nya harus di taati, dan jangan sekali-kali menutup mata akan
hal ini. Hai Orang-orang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dengan sebenar-
benar taqwa, dan janganlah kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama islam.
(Al-Imron) :
Sebuah hadits tentang kewajiban belajar, yang menurut beberapa tokoh ulama kurang
shahih bahkan dianggap hadits palsu, namun justru terkenal dan mampu mendapatkan
voting serta ranking terbanyak dikalangan umat muslim, disebabkan hadits ini bisa
memotivasi semangat pantang menyerah, yaitu : UTHLUBUL ILMA WALAU BISHSHIIN
FAINNA THOLABAL ILMI FARIIDHOTUN ALA KULLI MUSLIMIN
(Tuntutlah Ilmu Walau Di Negeri Cina, Karena Mencari Ilmu Itu Wajib Bagi Setiap
Muslim)
1. 3. Taqwa Di Sisi Allah swt.
Allah swt. menegaskan di dalam al-Quran bahawa umat Islam adalah generasi terbaik
dan menjadi contoh kepada umat lain di bumi ini. Hakikat ini dibuktikan generasi
Rasulullah dan sahabat selepasnya janji Allah itu benar apabila mereka benar-benar
berpegang teguh pada ajaran Islam.
Justeru, bukan perkara mustahil bagi umat Islam kini untuk kembali memahami senarai
lengkap KPI para sahabat Rasulullah saw. sehingga mereka diiktiraf sebagai sebaik umat.
Kuncinya kejayaan mereka adalah dengan memiliki taqwa yang jitu dan ampuh.
Allah swt.. telah berfirman yang bermaksud: Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar.(Al-Hujurat:13)
Sesungguhnya Kami telah berwasiat (memerintahkan) kepada orang-orang yang diberi
kitab sebelum kamu dan juga kepada kamu, bertaqwalah kepada Allah. (An Nisa: 131)
Taqwa juga adalah wasiat Rasulullah SAW kepada umatnya. Baginda bersabda yang
maksudnya: Aku berwasiat kepada kamu semua supaya bertaqwa kepada Allah, serta
dengar dan patuh kepada pemimpin walaupun dia seorang hamba Habsyi.
Sesungguhnya sesiapa yang hidup selepas aku kelak, dia akan melihat pelbagai
perselisihan. Maka hendaklah kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para
khalifah yang mendapat petunjuk selepasku. (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Termizi dan
Majah)
Sabda Baginda lagi, Maksudnya: Hendaklah kamu bertaqwa di mana sahaja kamu
berada. Ikutilah setiap kejahatan (yang kamu lakukan) dengan kebaikan, moga-moga
kebaikan itu akan menghapuskan kejahatan. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak
yang baik. (Riwayat At Termizi dan Ahmad)
Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayatan, yang bererti perlindungan. Taqwa
bererti melindungi diri dari segala kejahatan dan kemaksiatan. Pengertian taqwa
diantaranya adalah Imtitsalu awamiriLLAH wa ijtinabu nawahiHi atau melaksanakan
perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam suatu riwayat yang sahih disebutkan bahawa Umar bin Khattab r.a. bertanya
kepada sahabat Ubay bin Kaab r.a. tentang taqwa.
Ubay bertanya kembali, Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?
Ya, jawab Umar
Apa yang anda lakukan saat itu?
Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.
Itulah taqwa. kata Ubay bin Kaab r.a.
Berdasar dari jawaban Ubay atas pertanyaan Umar, Sayyid Quthub berkata dalam tafsir
Azh-Zhilal, Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus
menerus selalu waspada dan hati-hati jangan sampai sampai terkena duri jalanan Jalan
kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-
angan, kekhuatiran dan keraguan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak wajar untuk
ditakuti dan masih banyak duri-duri yang lainnya.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyatakan dalam buku Ruhaniyatud Daiyah,
berkata Taqwa lahir dari proses dari keimanan yang kukuh, keimanan yang selalu
dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut dengan azab Allah serta berharap atas
limpahan kurnia dan maghfirahnya.
Sayyid Quthub juga berkata Inilah bekal dan persiapan perjalananbekal ketaqwaan
yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu terjaga, waspada, hati-hati serta
selalu dalam konsentrasi penuh Bekal cahaya yang menerangi liku-liku perjalanan
sepanjang mata memandang. Orang yang bertaqwa tidak akan tertipu oleh bayangan
sesuatu yang menghalangi pandangannya yang jelas dan benar Itulah bekal
penghapus segala kesalahan, bekal yang menjanjikan kedamaian dan ketenteraman,
bekal yang membawa harapan atas kurnia Allah; di saat bekal-bekal lain sudah sirna
dan semua amal tak lagi berguna Taqwa diperoleh dari ibadah yang ikhlas dan lurus
kepada Allah SWT.. Orang-orang yang bertaqwa akan mendapatkan kemuliaan dari Allah
SWT.. Firman Allah swt. yang bermaksud: Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Al-Hujurat: 13)
Kemuliaan bukan terletak samada dia lelaki atau perempuan, kehebatan suku bangsa
dan warna kulit, namun kerana ketaqwaannya. Mereka yang bertaqwa adalah orang
yang senantiasa beribadah dengan rasa cinta, penuh harap kepada Allah, takut kepada
azabNya, ihsan dalam beribadah, khusyuk dalam pelaksanaannya, penuh dengan doa.
Allah swt. juga menyebutkan bekal hidup manusia dan pakaian yang terbaik adalah
taqwa.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk
mencapai taqwa, iaitu ;
a. Muahadah Muahadah
berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah swt., bahawa dia akan selalu beribadah
kepada Allah swt. Seperti merenungkan sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari
semalam dia membaca ayat surat Al Fatihah : 5 Hanya kepada Engkau kami beribadah
dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan
Dalam perjanjian itu, manusia mengakui Allah pencipta sekalian manusia dan juga
pentadbir mutlak alam semesta. Perjanjian itu kemudian dirakamkan Allah melalui
firman-Nya yang bermaksud: Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika Tuhanmu
mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun temurun) dari (tulang) belakang manusia,
dan Dia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri (sambil Dia bertanya dengan
firman-Nya): Bukankah Aku Tuhan kamu? Mereka semua menjawab: Benar, (Engkaulah
Tuhan kami), kami menjadi saksi. Yang demikian itu supaya kamu tidak berkata pada
hari kiamat: Sesungguhnya kami lalai (tidak diberi peringatan) tentang (hakikat tauhid)
ini.(Surah al-Araf, ayat 172)
b. Muraqabah Muraqabah
berarti merasakan kebersamaan dengan Allah swt. dengan selalu menyedari bahawa
Allah swt. selalu bersama para makhluk-Nya dimana saja dan pada waktu apa sahaja.
Terdapat beberapa jenis muraqabah, pertamanya muraqabah kepada Allah swt. dalam
melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya. Kedua muraqabah dalam
kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total.
Ketiga, muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab
kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmatNya. Keempat muraqabah dalam
mushibah adalah dengan redha. atas ketentuan Allah serta memohon pertolonganNya
dengan penuh kesabaran.
c. Muhasabah
Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr: 18, Wahai
orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan hendaklah merenungkan setiap
diri, apalah yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan takwalah kepada Allah!
Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakan
Ini bermakna hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan
amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan redha. Allah? Atau apakah
amalnya dicampuri sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak
manusia?
Umar bin Khattab r.a. berkata,Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah
diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung
(hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi
dari amal kalian barang sedikitpun.
d. Muaqabah Muaqabah
ialah memberikan hukuman atau denda terhadap diri apabila melakukan kesilapan
ataupun kekurangan dalam amalan. Muaqabah ini lahir selepas Muslim melakukan ciri
ketiga iaitu muhasabah. Hukuman ini bukan bermaksud deraan atau pukulan
memudaratkan, sebaliknya bermaksud Muslim yang insaf dan bertaubat berusaha
menghapuskan kesilapan lalu dengan melakukan amalan lebih utama meskipun dia
berasa berat.dalam Islam, orang yang paling bijaksana ialah orang yang sentiasa
bermuhasabah diri dan melaksanakan amalan soleh. Disebutkan, Umar bin Khattab pergi
ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan solat
Asar berjamaah. Maka beliau berkata,Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang
orang-orang sudah solat Asar. Kini kebunku aku kujadikan sedekah untuk orang-orang
miskin. Suatu ketika Abu Thalhah sedang solat, di depannya lewat seekor burung lalu ia
melihatnya dan lalai dari solatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau solat.
Kerana kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang
miskin sebagai denda terhadap dirinya atas kelalaian dan ketidakkhusyukannya.
e. Mujahadah
Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 69 adalah
apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi
melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya,
maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari
sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada
akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang
melekat dalam dirinya. Sebagai penutup, Allah swt. telah berfirman dalam Al-Quran
yang bermaksud: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah
dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu mati melainkan di dalam keadaan
Islam. (Ali Imran: 102)
1. B. Iman dan Taqwa landasan mencapai kesuksesan
Kita diciptakan didunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk
bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah penciptaan ini telah dijelaskan
dalam firman Allah:






Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi
rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia
adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik. Sehingga Allah pun menjelaskan
salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah
tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam
firmanNya :



Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS.
23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja,
namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk
makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak dimintai
pertanggung jawaban atas semua prilakunya didunia ini. Tentu saja jawabannya adalah
kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah
dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas
kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga
atau neraka.
Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan
proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang
manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh
karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling
taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:





Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal (QS. 49:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
1. Itishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha
merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat
dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
2. Itishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon
pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang
pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal,
pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan
kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada
Itishom billahi dan Itishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang
komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan Itishom bi hablillah melindungi seseorang dari
kesesatan dan Itishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang
berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu jalanan
menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan,
sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil
(petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan
(yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para
perampok dan halangan perjalanan. Itishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk
dan mengikuti dalil sedang Itishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata
yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan

2.1 CIRI ORANG BERTAKWA


CIRI ORANG BERTAKWA
1. Beriman kepada yang Ghaib , Mendirikan shalat , dan berinfaq









[yaitu] mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, [Q.S. al-
Baqarah: 3].

2. Beriman kepada kitab-kitab Allah dan meyakini adanya akhirat.




dan mereka yang beriman kepada Kitab [Al Quran] yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin
akan adanya [kehidupan] akhirat . (Q.S. al-Baqarah: 4)

3. Beriman kepada: Allah, Hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, para nabi;
berinfaq, memerdekakan budak, mendirikan shalat, zakat, menepati janji dan
sabar.





























Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
[yang memerlukan pertolongan] dan orang-orang yang meminta-minta; dan
[memerdekakan] hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar [imannya]; dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa .
(Q.S.al-Baqarah: 177).

4. Berinfaq di waktu lapang atau sempit, menahan amarah, dan pemaaf.





[yaitu] orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
[kesalahan] orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S.
Ali-Imran : 134)




5. Berpuasa ramadhan











Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa , (Q.S.al-Baqarah:183)
6. Tidak Silau Keindahan duniawi







Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang
bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat (Q.S.al-Baqarah: 212).

7. Selalu berbuat kebajikan.







Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak
dihalangi [menerima pahala] nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang
bertakwa . (Q.S. Ali Imran:115).

8. Bersegera kepada ampunan Allah.












Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa , (Q.S. Ali Imran: 133)

9. Selalu mengingat Allah dan memohon


ampun atas dosa-dosanya.







Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui. (Q.S.Ali-Imran: 135).

10. Bersabar saat diuji harta dan dirinya.











Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan [juga]
kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan
yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa , maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan . (Q.S.
Ali Imran: 186).

11. Menjadikan akhirat sebagai TUJUAN hidup.



Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.
Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa .
Maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S. al-An'am: 32).
12. Menyebarkan da'wah .











Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa
terhadap dosa mereka; akan tetapi [kewajiban mereka ialah] mengingatkan agar
mereka bertakwa . (Q.S. al-An'm: 69).

13. Menutup aurat











Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. (Q.S. Al-A'raf: 26).

14. Berdzikir manakala ditimpa kebimbangan.















Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari
syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya. (Q.S. al-A'raf: 201).

15. Menyuruh Keluarga Mendirikan shalat dan sabar mengerjakannya.










Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah
yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat [yang baik] itu adalah bagi orang
yang bertakwa . (Q.S. Thaha: 132)

16. Tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan









Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di [muka] bumi. Dan kesudahan
[yang baik] itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa . (Q.S. al-Qashash: 83).

17. Muslimah hendaklah menjaga pandangan dan kata-kata dalam berbicara.











Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa .
Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya , dan ucapkanlah perkataan yang baik , (Q.S. al-
Ahzab: 32).

18. Membawa kebenaran dan membenarkannya.









Dan orang yang membawa kebenaran [Muhammad] dan membenarkannya,
mereka itulah orang-orang yang bertakwa . (Q.S. Az-Zumar: 33).
19. Menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji.













[Yaitu] orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya.
Dan Dia lebih mengetahui [tentang keadaan]mu ketika Dia menjadikan kamu
dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah
kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang
yang bertakwa . (Q.S. An-Najm: 32).

20. Selalu mengambil pelajaran dari al-Qur'an.




Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa. (Q.S. al-Haaqqa: 48).

3. Keterkaitan iman dan takwa


Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah tujuan. Kedudukan
iman sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa
hanya dapat disahuti melalui wadah keimanan ini.Mengingat bahwa nilai-nilai iman
berfluktuasi maka sudah pasti nilai-nilai puasa juga demikian.Oleh karena itu,
melalui wadah iman ini pulalah maka tujuan dari puasa yaitu menuju jenjang taqwa
sangat mudah direalisasikan.Iman dan taqwa merupakan dua sisi mata uang yang
sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya saling membutuhkan.
Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali
dengan keimanan dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai apa-apa bila
tidak sampai ke derjat ketaqwaan.

Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah kemuliaan sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam Al-Qur'an.Oleh karena itu, Al-Qur'an dengan tegas menyebutkan
bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling
taqwa.Prediket kemuliaan ini sangat ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi
tingkat ketaqwaan seseorang maka semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan
Allah. Perpaduan antara iman dan taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis karena
iman memiliki persyaratan untuk menuju nilai kesempurnaannya. Persyaratan ini dapat
dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan kepada iman yaitu memadukan
keyakinan dengan perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini maka iman akan selalu
bersifat statis karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran aplikasi. Oleh karena
itu, maka kata 'iman' selalu digandeng dalam Al-Qur'an dengan amal shaleh (amanu wa
'amilu alshalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih energik.
Penggandengan kata 'iman' dengan perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-
upaya khusus yang harus dilakukan untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri.Perlunya
upaya khusus ini karena posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level
iman.Untuk menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan.Adapun yang dimaksud
dengan taqwa ialah kemampuan diri menjaga perpaduan ini secara kontiniu sesuai
makna dasar dari kata taqwa itu sendiri yaitu 'menjaga'.

Dengan demikian, maka sifat taqwa merupakan benteng untuk menjaga aturan-aturan
Allah supaya posisi iman tidak lagi berada dalam kelabilan.Kunci sukses yang ditawarkan
Al-Qur'an untuk menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-
perbuatan baik.

Dalam Al-Qur'an dijumpai beberapa perintah kepada orang-orang yang beriman agar
bertaqwa kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah 278, Ali 'Imran
102, al-Maidah 35, al-Taubah 119, al-Ahzab 70, al-Hadid 28 dan al-Hasyr 18. Perintah-
perintah ini mengindikasikan bahwa iman belum mencapai kesempurnaannya tanpa
mendapatkan nilai taqwa.Berdasarkan hal ini maka orang-orang yang beriman harus
cerdas mencari mediator yang cocok untuk dijadikan jembatan menuju taqwa.Al-Qur'an
telah memberikan bimbingan kepada orang-orang Mukmin bahwa mediator yang paling
efektif untuk memfasilitasi hubungan iman dengan taqwa adalah ibadah.

KAITAN IMAN DENGAN TAQWA

Taqwa sering dikaitkan oleh Allah dengan iman.Bahkan taqwa bermula dari iman.Taqwa
tumbuh dari iman.Iman adalah perkara asas yang perlu ditanam ke dalam hati seseorang
terlebih dahulu. Apabila iman yang ditanam itu sudah sejati barulah akan lahir taqwa
dalam diri seseorang. Orang yang beriman belum tentu bertaqwa.Tetapi orang yang
bertaqwa sudah tentu dia beriman.Kerana iman itu berperingkat-peringkat. Tidak semua
peringkat iman boleh menghasilkan taqwa.

PERINGKAT-PERINGKAT IMAN

1. Iman taqlid

2. Iman ilmu

3. Iman ayyan

4. Iman haq

5. Iman haqiqat

Iman Taqlid Dan Iman Ilmu


Iman orang yang bertaqlid atau iman turut-turutan atau iman ikut-ikutan, imannya
adalah tepat iaitu dia percaya kepada Allah dan Rasul tetapi kepercayaannya tanpa dalil,
tanpa keterangan dan tanpa ilmu pengetahuan.Orang begini tidak kuat dan tidak teguh
imannya.Imannya mudah goyang dan goncang.

Begitu juga iman ahli ilmu.Imannya tepat.Tetapi walaupun keyakinannya kepada Allah
dan Rasul dapat disokong dengan dalil-dalil, keterangan dan hujah-hujah namun iman
peringkat ini baru sekadar sah.Jiwanya belum kuat sedangkan kekuatan seseorang itu
adalah pada jiwanya.Iman seperti ini belum sanggup melawan syaitan dan hawa nafsu.
Kerana itu orang yang peringkat imannya di tahap ilmu akan melanggar perintah Allah
dalam sedar. Orang yang mempunyai iman ilmu hanya pandai berkata-kata kerana dia
ada ilmu tetapi tidak dapat mengotakan kata-katanya. Mereka dalam golongan ini akan
menjadi mukmin asi (derhaka) atau mukmin yang fasik atau mukmin yang berpura-
pura.

Orang mukmin seperti ini setakat boleh mengucap dua kalimah syahadah dengan
lidahnya dan akalnya percaya adanya Allah Taala dengan segala sifat-sifat yang wajib
bagi-Nya.Tetapi dia belum dapat menanam kekuatan iman di dalam hatinya.Hatinya
belum merasai yang Allah sentiasa melihat dan memerhatikan tingkah laku dan gerak-
gerinya.Mukmin seperti ini, walaupun ilmunya tinggi melangit dan di dadanya penuh Al
Quran dan Hadis, namun nafsunya masih besar.Sifat-sifat mazmumah seperti riyak, ujub,
hasad, sombong, pendendam, bakhil, gila puji, gila pangkat dan lain-lain masih banyak
bersarang di dalam hatinya dan syaitan pula sentiasa menggodanya.

Orang-orang mukmin seperti ini tidak sanggup menghadapi ujian-ujian hidup sama ada
yang berbentuk kesenangan mahupun yang berbentuk kesusahan. Ertinya, kalau dia
berhadapan dengan kesenangan, dia akan lupa dirinya dan akan terus terjebak ke dalam
perangkap nafsu dan syaitan. Manakala kalau dia berhadapan dengan kesusahan pula,
dia akan cemas dan akan hilang daya pertimbangan. Dia akan bertindak di luar kehendak
dan batas syariat.

Iman yang sejati itu, dari mana akan lahir taqwa, setidak-tidaknya adalah peringkat iman
ayyan iaitu iman orang yang cukup yakin dengan Allah dan Rasul, lengkap dengan
pengertian dan fahamannya serta diikuti dengan tindak-tanduk dan perbuatan.

Orang yang beriman taqlid perlu meningkatkan imannya ke peringkat iman ilmu dengan
cara belajar dan menambah ilmu. Orang yang beriman ilmu pula perlu meningkatkan
imannya ke peringkat iman ayyan dengan cara mengamalkan ilmu-ilmu yang
diketahuinya dengan faham dan khusyuk.

Penjelasan Tentang Iman Ayyan

Ini iman orang yang soleh atau iman ashabul yamin atau iman golongan abrar iaitu
orang yang sentiasa sedar bahawa Allah Taala sentiasa mengawasi dirinya. Dengan kata-
kata lain, orang yang memiliki iman ayyan hatinya sentiasa dapat merasakan kehebatan
Allah. Dia ada hubungan hati dengan Allah.Kalau pun ada lupa dan lalainya kepada Allah,
ianya terlalu kecil dan sedikit.Kerana itu, orang yang memiliki iman ayyan ini adalah
orang yang sentiasa takut kepada Allah dan kuat sekali penyerahan dirinya kepada
Allah.Kalau iman ilmu, keyakinan cuma bertempat di fikiran, tetapi iman ayyan,
keyakinan bertempat di hati.

Ini digambarkan dalam sepotong ayat Al Quran: Maksudnya: Mereka yang sentiasa
mengingati Allah dalam waktu berdiri, waktu duduk dan di masa berbaring dan mereka
sentiasa memikir tentang kejadian langit dan bumi lantas mereka berkata, Wahai Tuhan
kami! Tidak Engkau jadikan semua ini sia-sia. (Ali Imran: 191)

Iman ayyan mampu memacu umat ini menjadi umat yang gigih dalam memikul beban
perintah Allah SWT.Iman ayyan juga merupakan benteng yang kukuh yang melindungi
umat dari terjebak dan terjerumus kepada berbagai anasir negatif, kemungkaran dan
kemaksiatan.Iman ayyan menjadikan seseorang itu memiliki kekuatan jiwa, gigih, kuat
cita-cita, tahan diuji dan sanggup berkorban.

Oleh kerana orang mukmin yang sejati itu, perasaan ber-tauhid menghayati jiwanya,
maka dia sentiasa takut dengan Allah malah rasa takutkan Allah itu bergelora di
hatinya.Orang seperti ini sahajalah yang boleh tunduk kepada syariat Allah Taala. Firman
Allah SWT:

Maksudnya:Hanya sanya, orang mukmin yang sebenar itu, apabila disebut sahaja nama
Allah, gementarlah hati-hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah, ber-
tambahlah mereka beriman dan mereka terus menyerah diri kepada Allah. (Al Anfal: 2)

Sikap orang mukmin yang sejati itu, apabila Allah Taala mendatangkan hukum-hakam
dan peraturan hidup, dia tidak akan memilih-milih mana yang sesuai mengikut kehendak
nafsunya dan menolak mana yang bertentangan dengan kehendak nafsunya. Orang
mukmin yang sejati tidak menyoal dan tidak mempertikai hukum Allah dan bersikap
lurus dalam melaksanakan hukum Allah atau dalam meninggalkan larangan-Nya walau
apa pun yang terjadi. Dia akan terus melaksanakan perintah Allah tanpa ragu oleh
kerana jiwa tauhidnya berakar umbi di dalam hati. Dia patuh dan akan memberikan
perhatian yang sepenuhnya terhadap segala perintah Allah.

Firman Allah Taala: Maksudnya: Sesungguhnya jawapan orang-orang mukmin bila


dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar menghukum di antara mereka, mereka
ucapkan, Kami dengar dan kami patuh. (An Nur: 51)

Berbeza dengan orang yang tidak takut dengan Allah, dia akan memilih-milih hukum
Allah di dalam perlaksanaannya. Dia akan mengamalkan sesetengahnya dan
meninggalkan sesetengahnya pula. Inilah sikap orang yang bukan mukmin sejati.Dia
Allah golongkan ke dalam golongan orang yang sesat akibat dari sikapnya yang memilih-
milih itu.

Firman Allah SWT: Maksudnya: Tidak dianggap orang mukmin yang sebenar sama ada
lelaki mahupun perempuan apabila Allah dan Rasul-Nya mendatangkan sesuatu
perintah, bahawa mereka mahu memilih pada urusan mereka dan siapa yang derhaka
kepada Allah dan Rasul-Nya, maka telah sesatlah dia dengan amat nyata. (Al Ahzab: 36)

IMAN HAQ DAN IMAN HAQIQAT

Iman yang paling baik ialah iman haq dan iman haqiqat. Ini adalah merupakan kemuncak
iman iaitu iman bagi orang-orang yang hampir dengan Allah atau apa yang dinamakan
sebagai golongan muqarrabin. Ia bukan lagi setakat iman sejati tetapi adalah iman yang
sebenar dan iman yang sempurna. Orang yang memiliki iman haq dan iman haqiqat
adalah orang yang sangat bertaqwa dan kuat penyerahan dirinya kepada Allah.
BAB 3
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk merasakan
kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila memenuhi tiga
unsure akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya
bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka
(karena-Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada
mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya.
Mereka akan memperolah beberapa derajat ketinggian disisi Tuhan-Nya dan ampunan
serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak dapatdipisahkan dari diri
manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa adalah orang yang berpandangan hidup
dengan ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.

B.KRITIK DAN SARAN


Saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena
saya memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat saya pungkiri,untuk
itu saya harapkan kritik dan saran yang membangun dari Ibu guru bidang study.
DAFTAR PUSTAKA

https://okibabdulrokib.wordpress.com/category/makalah/iman-
dan-taqwa/
http://lalanurmala-lalanurmala.blogspot.co.id/2013/04/makalah-
agama-islam-keimanan-dan.html
http://annisafitriyaniahmad.blogspot.co.id/2012/01/makalah-
taqwa.html

Anda mungkin juga menyukai