Anda di halaman 1dari 58

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko
mengalami gangguan kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada
kelompok tersebut adalah meningkatnya disabilitas fungsional fisik.
Disabilitas fungsional pada lansia merupakan respons tubuh sejalan dengan
bertambahnya umur seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan
munculnya gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif,
gangguan afektif, dan gangguan psikososial. Lansia yang mengalami depresi
akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
harinya (Miller, 1995; Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002), sedangkan
lansia yang mengalami demensia dilaporkan juga memiliki defisit aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS) dan aktivitas instrument kehidupan sehari-hari
(AIKS) (Jorm, 1994). Sebaliknya, keterbatasan lansia dalam memenuhi
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dapat menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya depresi (Eliopoulos, 1997; Roberts, Kaplan, Shema &
Strawbridge, 1997).
Peningkatan pelayanan kesehatan abad sekarang yang disertai dengan
peningkatan standar hidup, telah meningkatkan umur harapan hidup di negara
maju dan negara berkembang. Perubahan demografis ini merupakan tantangan
terhadap sistem pelayanan kesehatan yang ada, terutama menyangkut
peningkatan jumlah orang dengan demensia.
Konsensus Delphi mempublikasikan bahwa terdapat peningkatan
prevelansi demensia sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi
sebelumnya. Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang dengan demensia pada
tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7
juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia Tenggara jumlah
orang dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48 juta di tahun 2010
menjadi 5,3 juta pada tahun 2030.
Data dari BAPPENAS 2013, angka harapan hidup di Indonesia (laki laki
dan perempuan) naik dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2

1
tahun pada periode 2030-2035. Hasil proyeksi juga menunjukkan bahwa
jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun ke depan akan mengalami
peningkatan dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,8 juta pada tahun
2035. Jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 5,0 %
menjadi 10,8 % pada tahun 2035.
Sampai saat ini demensia belum dapat disembuhkan. Pengobatan dan
perawatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi tanda dan gejala serta
mengoptimalkan kemampuan yang masih dimiliki. Hal ini diharapkan dapat
menurunkan laju kerusakan otak yang dialami penderita demensia. Upaya-
upaya untuk membangun kepedulian akan kesehatan lansia di Indonesia sudah
dilakukan, namun pada kenyataannya demensia dari tahun ke tahun masih saja
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah lansia di Indonesia. Hal ini
terjadi karena masih banyak masyarakat yang kurang peduli dengan penyakit
demensia itu sendiri dan kesehatan lansia. Perawatan secara medis dari tenaga
kesehatan yang kurang juga berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
penderita demensia.
Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di
Indonesia. Namun demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin
meningkat, akan ditemukan kasus demensia yang banyak.
Selain demensia masalah lain yang sering di alami oleh lansia adalah
depresi.Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien
berusia di atas 60 tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum
dengan tampilan gejala yang tidak spesifik/ tidak khas pada populasi
geriatri.Terdapat beberapa faktor biologis, fisik, psikologis dan sosial yang
membuat rentan terhadap depresi. Kondisi multipatologi dengan berbagai
penyakit kronik dan polifarmasi kian meningkatkan kejadian depresi pada usia
lanjut.Depresi pada pasien geriatri sulit di identifikasi, sehingga tidak atau
terlambat di terapi. Selain itu depresi pada geriatri sering tidak di akui pasien
dan tidak di kenali dokter karena gejala yang tumpang tindih, sering
komorbiditas dengan penyakit medis lain, sehingga lebih menonjolkan gejala
somatik daripada gejala depresinya.

2
persoalan-persoalan hidup yang mendera lanjut usia seperti kematian
pasangan hidup, persoalan keuangan yang berat, pindah, dan dukungan sosial
yang buruk dapat memicu terjadinya depresi pada lansia. (Boedhi R.
Darmodjo, 2000). Depresi terjadi lebih banyak pada umur yang lebih tua dan
dukungan keluarga yang rendah. Lansia yang berada dilingkungan keluarga
atau tinggal bersama keluarga serta mendapat dukungan dari keluarga akan
membuat lansia lebih sejahtera. (Marchira, dkk 2007).
Saat ini depresi pada lansia di seluruh dunia di perkirakan ada 500 juta
jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun. Pada tahun 2000 jumlah lanjut usia di
Indonesia terdapat 22,3 juta jiwa dengan umur harapan hidup 65-75 tahun.
Pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29,12 juta lebih) dengan
usia harapan hidup 70-75 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 1,2 milyar (Wahyudi Nugroho, 2000).
Mengingat permasalahan demensia dan depresi sendiri merupakan suatu
permasalahan yang kompleks bagi masyarakat terutama pada lansia,
berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka kami mengangkat permasalahan
demensia dan depresi dari aspek keperawatan jiwa yakni Asuhan
Keperawatan pada lansia dengan dengan Demensia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan demensia dan depresi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan
mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan demensia
dan depresi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Menjelaskan tentang pengertian demensia dan depresi.
Menjelaskan tentang penyebab dari demensia dan depresi.
Menjelaskan tentang gejala-gejala yang ditimbulkan oleh demensia
dan depresi
Menjelaskan tentang penatalaksanaan demensia dan depresi

3
Menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan
demensia dan depresi melalui analisis kasus.

1.4 Manfaat
Memberikan informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan
pada lansia dengan demensia dan depresi
Membantu perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia
dengan demensia dan depresi
Membantu meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada
khususnya pada lansia dengan demensia dan depresi
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengertian, penyebab,
gejala penatalaksanaan serta pencegahan demensia dan depresi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.DIMENSIA

1.1 DEFINISI
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 1999)

4
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)

Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya


independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)

Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar


penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual


dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari
-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan
sehari hari (Nugroho, 2008).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom)
yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer.
L., Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).

Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya


berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh
dilakukan.

5
1.2 EPIDEMIOLOGI

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika


yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15%
menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-
kira 20% menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50
60% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang
paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun
menderita demensia tipe Alzheimer, dibanding dengan 15 25% dari semua orang
yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah
demensia vaskuler, yang berjumlah kira-kira 15 30% dari semua kasus
demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia
antara 60 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita.

Masing-masing 1 5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan


trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang
berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit
parkinson).

1.3. SUBTIPE DEMENSIA

1. PENYAKIT ALZHEIMER
Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif
yang tersering ditemukan (60-80%).Karateristik klinik berupa berupa
penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan
motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan
perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul
gangguan memori episodik mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini
mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia
yang lebih muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian
besar kasus (90%) walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak

6
yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit amiloid dan -amiloid)
serta neurofibrilary tangle (hypertphosphorylated protein tau). Saat ini
terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka neuroimaging
(MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak (-amiloid dan protein tau)
untuk menambah akurasi diagnosis.

2. DEMENSIA VASKULER
Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang
memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai
demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler. Penuntun praktik
klinik ini hanya fokus pada demensia vaskuler (DV). DV adalah penyakit
heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark tunggal
strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA
dan stroke / lesi vaskuler). Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan
dengan kejadian ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga
memacu terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DV. CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical
infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia dini
dengan lesi iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat
herediter.

3. DEMENSIA LEWY BODY DAN DEMENSIA PENYAKIT ARKINSON


Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria
demensia ini.Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi
kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal
perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung
diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap
neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga
terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan PA. Namun
secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi

7
eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif
baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal.
Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga
sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding
populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan
DPP. Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam
satu tahun sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-
tahun sebelum demensia (10-15 tahun).

4. DEMENSIA FRONTOTEMPORAL
Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari
Demensia Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early
onset dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah
52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku
dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang
menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku
disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati, perseverasi,
steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan
gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada
pemeriksaan neuropsikologi.
Pada pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau
anterior temporal dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism pada
SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaitu Demensia Semantik (DS) dan
Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa
adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya. Kejadian DFT dan
Demensia Semantik (DS) masing-masing adalah 40% dan kejadian PNFA
sebanyak 20% dari total DLFT.

5. DEMENSIA TIPE CAMPURAN


Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan
sekitar 24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada
umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit

8
komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada
20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.

1.4 ETIOLOGI
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada sistem enzim, atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
2) penyakit- penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun
1.5 TANDA DAN GEJALA
Ada 10 gejala umum Demensia yang perlu diwaspadai. Jika anggota keluarga kita
menunjukkan gejala gejala ini maka harus segera di konsultasikan kepada dokter
1. Gangguan daya ingat
Sering lupa akan kejadian yang baru saja terjadi, lupa janji, menanyakan
dan menceritakan hal yang sama berulang kali, lupa tempat parkir di mana
(dalam frekuensi tinggi).
2. Sulit fokus
Sulit melakukan aktifitas, pekerjaan sehari hari, lupa cara memasak,
mengoperasikan telephon, ponsel, tidak dapat melakukan perhitungan
sederhana, bekerja dengan waktu yang lebih lama dari biasanya.
3. Sulit melakukan kegiatan yang familiar

9
Seringkali sulit untuk merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari hari,
bingung cara mengemudi, sulit mengatur keuangan.
4. Disorientasi
Bingung akan waktu (hari/ tanggal/ hari penting), bingung di mana mereka
berada dan bagaimana mereka sampai di sana, tidak tahu jalan pulang
kembali ke rumah.
5. Kesulitan memahami visuospasial
Sulit untuk membaca, mengukur jarak, menentukan jarak, membedakan
warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, menabrak cermin saat
berjalan, menuangkan air di gelas namun tumpah dan tidak tepat
menuangkannya.
6. Gangguan berkomunikasi
Kesulitan berbicara dan mencari kata yang tepat, seringkali berhenti di
tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.
7. Menaruh barang tidak pada tempatnya
Lupa di mana meletakkan sesuatu, bahkan kadang curiga ada yang
mencuri atau menyembunyikan barang tersebut.
8. Salah membuat keputusan
Berpakaian tidak serasi, misalnya memakai kaos kaki kiri berwarna merah,
kaos kaki kanan berwarna biru, tidak dapat memperhitungkan pembayaran
dalam bertransaksi dan tidak dapat merawat diri dengan baik.
9. Menarik diri dari pergaulan
Tidak memiliki semangat atau inisiatif untuk melakukan aktifitas atau hobi
yang biasa dinikmati, tidak terlalu semangat untuk berkumpul dengan
teman temannya.
10. Perubahan perilaku dan kepribadian
Emosi berubah secara drastis, menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau
tergantung yang berlebihan pada anggota keluarga, mudah kecewa dan
putus asa baik di rumah maupun dalam pekerjaan.

1.5 PENATALAKSANAAN

10
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi
yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah
penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi.
Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau
antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga
tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini
didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia
vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan
perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia
vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting
mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi
kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah
dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan
diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa
mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak
karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang
telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien
dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif,
dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis
untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien


dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada
memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka
panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya
mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi
fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya.
Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka

11
hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi
emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan
teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya
(sense of self) menghilang. Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari
psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan
dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa
mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan
disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi
yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien
mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan
psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga
dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk
pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat. Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat
sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan
bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan
lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan
kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk
waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek
idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).
Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi
sebaiknya dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan
hingga sedang pada penyakit Alzheimer.Obat-obat tersebut menurunkan
inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi
neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan

12
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan
kehilangan memori
ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik
melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin
jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit
data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang
sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping
neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-
obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalt 1 x
60 mg.

13
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap
BPSD (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor,
5 mg 1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg

1.6 PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DIMENTIA

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia

14
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, antaralain:

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti


alkohol dan zat adiktif yang berlebihan

2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya


dilakukan setiap hari.

3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif,
seperti :

Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan


teman yang memiliki persamaan minat atau hobi.

4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

Kenali tanda dan gejala demensia sejak dini. Segera periksakan ke dokter
untuk segera ditangani. Dampak demensia tidak hanya terhadap penderita seorang
saja, melainkan keluarga dan orang-orang terdekat juga. Dalam hal ini, dukungan
keluarga penting bagi penderita demensia. Berikut dukungan yang bisa Anda
berikan untuk membantu penderita Demensia:

1. Pelajari lebih dalam tentang demensia.

2. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam
menghadapi penderita.

3. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita.

4. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan


usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita.

5. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun


akan mengalami penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan
aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada
penderita.

6. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita

15
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.

7. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa


membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.

8. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan


perawatan, akan sangat membantu.

1.7 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DEMENSIA


a. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan demensia meliputi:
Identitas Klien
Riwayat
Klien mungkkin tidak mampu memberikan riwayat yang
lengkap dan akurat tentang awitan masalah, yang menunjukan
kerusakan memori baru. Wawancara dengan keluarga, teman,
atau pemberi perawatan dapat diperlukan untuk memperoleh
data.
Penampilan umum dan perilaku motorik
Kemampuan klien untuk melakukan percakapan yang berarti
secara progresif terganggu sepanjang waktu. Afasia terlihat
ketika klien tidak dapat menyebutkan nama objek atau orang
yang dikenal. Percakapan klien menjadi repetitif, sering
mengulang-ulang satu ide. Pada akhirnya bicara klien dapat
menjadi kacau, yang diikuti dengan kehilangan total fungsi
bahasa.
Temuan awal tentang perilaku motorik adalah kehilangan
kemampuan untuk melakukan tugas yang biasa dilakukan
(apraksia), seperti berpakaian atau menyisir rambut. Klien tidak
dapat meniru tugas ketika tugas tersebut diperagakan

16
kepadanya. Pada tahap yang berat, klien dapat mengalami
gangguan cara berjalan yang membuat ambulasi tanpa bantuan
menjadi tidak aman.
Beberapa kllien demensia menunjukan perilaku yang tidak
malu-malu yang mencakup membuat lelucon yang tidak tepat,
mengabaikan higieni personal, menunjukan keakraban yang
tidak semestinya pada orang asing atau tidak menghormati
aturan sosial untuk perilaku yang dapat diterima. Hal ini dapat
mencakup penggunaan kata-kata tidak sopan atau menghina
orang lain, padahal klien tidak pernah menunjukan perilaku ini
sebelumnya.
Mood dan afek
Pada awalnya klien demensia mengalami ansietas dan ketakutan
selama awal kehilangan memori dan fungsi kognitif, tetapi tidak
dapat mengekspresikan perasaan ini pada siapapun. Mood klien
menjadi lebih labil sepanjang waktu dan dapat berubah secara
drastis dan cepat tanpa alasan yang jelas. Ledakan emosioal
umum terjadi dan biasanya mereda dengan cepat.
Klien dapat menunjukan pola menarik diri dari dunia yang ia
tidak lagi pahami. Klien menjadi letargi, tampak apatis dan
memberi sedikit perhatian pada lingkungan atau orang-orang di
dalamnya. Klien tampak kehilangan semua afek emosional dan
tampak bingung serta lesu.
Proses dan isi pikir
Pada awalnya, kemampuan untuk berpikir abstrak terganggu
yang menyebabkan kehilangan kemampuan untuk
merencanakan, mengurutkan, memantau, memulai, atau
menghentikan perilaku yang kompleks (DSM-IV-TR, 2000).
Klien kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
atau mengambil tindakan dalam situasi yang baru karena klien
tidak dapat berpikir hal-hal yang harus dilakukan.. kemmpuan
klien untuk melakukan tugas hilang seperti merencanakan

17
aktivitas, membuat anggaran, atau merencanakan makan.
Ketika demensia berkembang, waham kejar sering terjadi. Klien
menuduh orang lain mencuri barang-barangnya yang hilang atau
yakin bahwa ia telah ditipu atau dikejar.
Sensorium dan Proses Intelektual
Klien kehilangan fungsi intelektual, yang pada ahirnya
mencakup kehilangan kemampuan secara keseluruhan. Defisit
memori merupakan gambaran awal dan gambaran penting
demensia
Rentang perhatian klien dan kemampuan berkonsentrasi
semakin terganggu sampai kemampuan untuk melakukannya
juga hilang. Klien mengalami konfusi kronis tentang
lingkungan, orang lain dan akhirnya diri sendiri. Pada awalnya
klien mengalami disorientasi terhadap waktu pada demensia
ringan, waktu dan tempat pada dimensia sedang, dan akhirnya
terhadap diri sendiri pada tahap berat.
Halusianasi pengeliahtan paling sering terjadi dan biasanya tidak
menyenangkan. Klien mungkkin meyakini halusinasi sebagai
suatu realitas.
Penilaian dan daya tilik
Klien demensia memiliki penilaian buruk dengan
mempertimbangkan kerusakan kognitifnya. Klien meremehkan
risiko dan meniali kemampuannya secara tidak realitas, yang
mengakibatkan risiko tinggi cedera. Klien tidak dapat
mengevaluasi situasi untuk mengetahui adanya risiko atau
bahaya.
Daya tilik klien terbatas. Pada awalnya, klien mungkin
menyadari masalah pada memori dan kognisi serta merasa
khawatir. Akan tetapi, dengan sangat cepat kekhawatiran
terhadap kemampuan melakukan fungsi berkurang dan klien
sedikit atau tidak menyadari defisit yang lebih serius
berkembang.

18
Konsep diri
Pada awalnya klien dapat marah dan frustasi pada dirinya
sendiri karena kehilangan benda atau melupakan sesuatu yang
penting. Akan tetapi, dengan segera klien kehilangan kesadaran
dirinya, dan kesadaran tersebut secara bertahap menurun sampai
klien dapat bercermin dan gagal mengenali bayangannya
sendiri.
Peran dan hubungan
Ketidakmampuan klienn untuk berpartisipasi dalam percakapan
yang berarti atau acara sosial sangat membatasi hubungan
Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Klien demensia sering mengalami gangguan siklus tidur-
bangun, tidur siang dan berkeluyuran pada malam hari. Klien
dapat mengalami kesulitan makan dan minum, mengalami
inkontinensia urine dan bahkan inkontinensia alvi atau
mengalami kesulitan untuk membersihka diri sendiri setelah
eliminasi. Aktivitas seperti mandi dan berhias mungkin
terabaikan. Pada akhirnya, klien mungkin memerlukan
perawatan lengkap dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis dasar ini.

b. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Risiko cedera b.d ketidakmampuan untuk mengenal atau mengidentifikasi


bahaya di lingkungan, gagal untuk melakukan penyesuaian
Tujuan : Klien akan bebas dari cedera
2. Konfusi kronis b.d degenarasi neuron ireversibel
Tujuan : Klien akan mengalami penurunan tingkat frustasi, khususnya ketika
berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari
3. Gangguan persepsi sensori b.d perubahan penerimaan sensori, transmisi,
dan/atau integrasi
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan peningkatan/perkembangan respons
terhadap stimulus
4. Ketakutan b.d kekacauan mental/fisik tingkat lanjut
Tujuan : Klien akan menunjukkan rentang perasaan yang lebih tepat

19
c. Evaluasi
Hasil terapi untuk klien yang mengalami demensia progresif tidak
termasuk mencapai kembali atau mempertahankan kemampuan utuk
melakukan fungsi. Pada kenyataanya, hasil terapi perlu diperbaiki
secara periodik berdasarkan data pengkajian ketika keseluruhan status
kesehatan klien berubah. Melihat hasil dan asuhan keperawatan yang
befokus pada kondisi medis atau defisit klien biasa dilakukan. Literatur
terbaru mengusulkan suatu fokus pada perawatan psikososial yang
memaksimalkan kekuatan dan kemampuan klien selama mungkin.
Salah satu model yang diusulkan oleh Taft dan kawan-kawan (1997)
mengidentifikasi proses terapeutik dukungan, keterlibatan dan validasi
serta pendekatan pemberi perawatan dan intervensi yang dapat
digunakan pada klien yang mengalami demensia progresif. Hasil dan
intervensi berikut diatur menurut model tersebut. Hasil terapi untuk
klien terapi demensia dapat mencakup:
1. Klien akan bebas dari cedera
2. Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat,
nutrisi, hidrasi dan eliminasi yang adekuat
3. Klien akan melakukan fungsi semandiri mungkin dengan
mempertimbangkan keterbatasannya
4. Klien akan merasa dihormati dan didukung
5. Klien akan tetap terlibat dengan lingkungan sekitarnya
6. Klien akan berinteraksi dengan orang lain di dalam lingkungannya
Perawat harus mengkaji perubahan yang terjadi pada klien dan
memperbaiki hasil dan intervensi jika diperlukan. Ketika klien dirawat
di rumah, perawat memberikan penyuluhan berkelanjutan pada
anggota keluarga dan pemberi perawatan sambil mendukung mereka
saat kondisi klien memburuk.

20
2.DEPRESI

2.1 DEFINISI
Gangguan pada lansia terutama mereka yang berusia jompo (>75 Tahun )
adakah yang terkenal dengan sebutan 5i yaitu : gangguan intelektual ( intelektual
impairment ), immobilitas , instabilitas , inkontinensia , dan reaksi akibat
penyalah gunaan obat (iatrogenic drugs reaction ).
Depresi adalah penyakit geriatrik yang paling umum di alami lansia
namun penyakit ini jarang terdignosa. Meskipun insidennya tinggi pada lansia
depresi tidak di anggap sebagai respon normal terhadap penuaan.
Depresi adalah keadaan jiwa yang tertekan dan penurunann fungsi kognitif
higga berpotensi menimbulkan berbagai kendala (S. Tamher,2009)

21
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi depresi pada populasi lansia diperkirakan 1-2%, prevalensi
perempuan 1,4% dan laki-laki 0,4%. Suatu penelitian menunjukkan variasi
prevalensi depresi pada lansia antara 0,4-35%, rata-rata prevalensi depresi mayor
1,8%, depresi minor 9,8%, dan gejala klinis depresi nyata 13,5%. Sekitar 15%
lansia tidak menunjukkan gejala depresi yang jelas dan depresi terjadi lebih
banyak pada lansia yang memiliki penyakit medis

2.3 KLASIFIKASI
Ada beberapa cara penegakkan diagnosis depresi, menurut DSM IV atau
menurut ICD 10. Menurut DSM IV, kriteria depresi berat mencakup 5 atau
lebih gejala berikut, dan telah berlangsung 2 minggu atau lebih, yakni:
Perasaan depresi.
Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari.
Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna
Insomnia atau hipersomnia, hampir tiap hari.
Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari.
Kelelahan ( rasa lelah atau hilangnya energi ) , hampir tiap hari.
Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari.
Sulit konsentrasi.
Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri.
Gejala gejala tersebut di atas harus menimbulkan gangguan klinis yang
bermakna dalam kehidupan individu. Dalam menegakkan diagnosis, gejala
perasaan depresif dan atau hilangnya minat harus ada. Pengkajian yang
dianjurkan dengan skala Depresi Khusus Lanjut Usia (Geriatric Depression
Scale ). Gejala fisik yang tiba tiba yang tidak sesuai atau tak dapat diterangkan,
perlu dikaitkan dengan depresi sebagai penyebabnya.

22
Klasifikasi dan diagnosis gangguan depresi pada lansia
Gangguan depresi mayor
Harus terdapat lima dari gejala berikut, yaitu mood depresi, kehilangan
minat, kehilangan kesenangan dalam semua atau sebagian besar kegiatan,
berat badan berkurang atau bertambah (lebih dari 5%), insomnia atau
hipersomnia, retardasi atau agitasi psikomotor, lelah, perasaan tidak
berharga atau bersalah yang tidak jelas, penurunan kemampuan
berkonsentrasi, pemikiran kematian atau bunuh diri yang berulang
Harus terdapat satu dari gejala utama, yaitu mood depresi atau kehilangan
minat atau kehilangan kesenangan
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan
gangguan fungsi, dan tidak merupakan pengaruh penggunaan zat, kondisi
medis, atau kehilangan (kematian)
Gangguan depresi minor
Harus terdapat dua gejala, namun kurang dari lima gejala gangguan
depresi mayor
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan
gangguan fungsi, dan tidak merupakan pengaruh dari penggunaan zat,
kondisi medis, atau kehilangan (kematian)
Diagnosis ini hanya untuk penderita tanpa riwayat gangguan depresi
mayor, distimik, bipolar, atau psikotik
Gangguan distimik
Mood sedih yang menetap yang terdapat dua atau lebih gejala seperti
peningkatan atau penurunan nafsu makan, peningkatan atau penurunan
tidur, lelah atau kehilangan energi, penurunan kepercayaan diri, penurunan
konsentrasi atau kesulitan memutuskan sesuatu, dan perasaan tidak ada
harapan.
Mood sedih dan dua gejala tersebut tidak hilang selama dua bulan atau
lebih dalam dua tahun
Tidak ada episode depresi mayor selama dua tahun pertama
Gangguan bipolar 1 (paling banyak episode depresi)

23
Terdapat kriteria gangguan depresi mayor dan terdapat riwayat setidaknya
satu kali episode manik
Gangguan penyesuaian dengan mood depresi
Terdapat mood depresi, rasa takut, atau tidak ada harapan dalam tiga bulan
setelah ada stresor
Gejala tersebut menimbulkan gangguan atau disabilitas berat dan akan
menghilang dalam enam bulan setelah hilangnya stresor
Kehilangan (kematian) tidak dimasukan sebagai stresor dalam gangguan
penyesuaian

PERBEDAAN DEPRESI DAN DIMENSIA


DEPRESI DIMENSIA
Onset tiba-tiba Onset bertahap
Kejadian berulang Kejadian progresif
Penurunan memori minimal Penurunan memori jelas
Mood sedih dan depresi Mood labil, kadang depresi
Kecerdasan tidak terganggu Kecerdasan sangat terganggu
Pemahaman baik Pemahaman buruk
Abstraksi baik Abstraksi buruk
Jarang bingung Sering bingung, terutama malam
hari
Delusi konsisten dengan afek Delusi paranoid (tersering)
menetap
Halusinasi jarang, dapat Halusinasi sewaktu-waktu
auditorik (auditorik)
Bicara lambat Bicara kacau, inkoheren,
terlambat
Kemunduran psikomotor Psikomotor tremor dan rigiditas
Kemunduran personalitas Kemunduran personalitas
sementara menetap
Daya nilai sosial sedang-baik Daya nilai sosial buruk
Tilikan (insight) sedang-baik Tilikan (insight) buruk

24
Prognosis baik Prognosis sangat buruk

(Hendry Irawan, 2013 )

2.4 ETIOLOGI
a) Episode pertama gangguan depresi mayor pada individu diatas usia 50 tahun
biasanya memiliki penyebab medis khusus. Sebagai contoh :
Penyakit Parkinson : sangat dikaitkan dengan penyebab depresi karena
ketidak seimbangan dalam kimiawi otak
Infeksi saluran kemih : pasien sering mengalami ketidak nyamanan karena
sering berkemih ,urgensi, dan dysuria yang menyebabkan depresi pada
lansia.
Obat nonpsikotropik : golongan beta-adrenergik ( propranolol dan atenolol
)
b) Depresi juga sering dikaitkan dengan :
Jenis kelamin ( wanita ),
Perceraian
Tingkat sosial ekonomi rendah
Dukungan social yang buruk dan peristiwa kehidupan yang tidak
menyenagkan
Menderita penyakit medis yang kronis
( Kaplan & Sadock, 2000)

Penyebab depresi pada lansia:


Penyakit fisik
Penuaan
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup
banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak
menyenangkan atau cukup berat.
Serotonin dan norepinephrine
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi
antar sel-sel otak.

25
2.5 PREDISPOSISI
Faktor pencetus lain pada lansia :
1 Faktor biologik, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor
risiko vaskular, kelemahan fisik.
2 Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa
kehidupan seperti berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan
perubahan situasi, stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu

2.6 TANDA DAN GEJALA


Depresi Mayor
Alam perasaan tertekan yang menetap
Penurunan minat atau kesenangan pada aktifitas harian
Gangguan tidur
Rasa bersalah yang tidak tetap
Kehilangan energy
Konsentrasi buruk
Perubahan selera makan
Retardasi psikomotor atau agitasi
Keinginan pasif akan kematian
Pemikiran atau upaya bunuh diri
Depresi Minor
Kehilangan ingatan jangka pendek
Iritabilitas
Rentang perhatian pendek
Pemikiran Bunuh Diri
Mengumpulkan obat dengan tiba-tiba
Memberikan barang-barang pribadinya pada orang lain
Minat yang tiba-tiba pada senjata api
( Nur Meyti Sulistia Ayu, 2007 )

26
GAMBARAN KLINIS
Perubahan fi sik
Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih dari 5% dari
berat badan bulan terakhir)
Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap tertidur, atau
tidur terlalu lama
Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi hari
Penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan fi sik
Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan bergerak
terus
Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik yang tidak
diketahui
Gangguan perut, konstipasi

Perubahan pemikiran
Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau sulit
mengingat informasi
Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan
kepercayaan diri
Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan
Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau
delusi
Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba melukai diri
sendiri

Perubahan perasaan
Kehilangan minat dalam kegiatan yang dulu merupakan sumber
kesenangan
Penurunan minat dan kesenangan seks

27
Perasaan tidak berguna, putus asa, dan perasaan bersalah yang besar
Tidak ada perasaan
Perasaan akan terjadi malapetaka
Kehilangan percaya diri
Perasaan sedih dan murung yang lebih buruk di pagi hari
Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas
Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif

Perubahan perilaku
Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
Menghindari mengambil keputusan
Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau
membayar tagihan
Penurunan aktivitas fi sik dan olahraga
Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan

2.7 PATOFISOILOGI
Patofiologi yang medasari timbulnya Mayor Deppesive Disorder ( MDD) belum
diketahui secara jelas, diperkirakan akibat gangguan pada aktifitas serotonin di
sistem syaraf pusat sebagai penyebab utama termasuk norepinefrin dan dopamin.

2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan depresi tergantung tingkat keparahan dan kepribadian lansia.
Pada depresi ringan dan sedang, psikoterapi merupakan tata laksana yang sering
dilakukan dan berhasil. Akan tetapi, pada kasus tertentu atau pada depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan farmakoterapi
a. Psikoterapi ( talk therapy )
Psikoterapi dilakukan oleh psikiater, psikolog terlatih, pekerja sosial, atau
konselor. Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu cognitive-behavioral
therapy (CBT) dan interpersonal therapy. CBT terfokus pada cara baru

28
berpikir untuk mengubah perilaku, terapis membantu penderita mengubah
pola negatif atau pola tidak produktif yang mungkin berperan dalam
terjadinya depresi. Interpersonal therapy membantu penderita mengerti
dan dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit yang mungkin
berperan menyebabkan depresi. Banyak penderita mendapat manfaat
psikoterapi untuk membantu mengerti dan memahami cara menangani
faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan; jika depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, karena akan menimbulkan depresi berulang
b. Farmakoterapi
Pada umumnya, tata laksana terapi hanya menggunakan obat antidepresan,
tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat hanya mengurangi
gejala, dan tidak menyembuhkan. Antidepresan bekerja dengan cara
menormalkan neurotransmitter di otak yang memengaruhi mood, seperti
serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
( Henry Irawan,2013)

Intervensi kerawatan lansia dengan depresi meliputi beberapa aspek antar lain :
Dukungan pemberi asuhan
Menanamkan harapan
Kehadiran peningkatan keamanan
Intervensi krisis
Panduan antisipasi
Dukungan pembuatan keputusan
Peningkatan citra tubuh
Peningkatan harga diri
Peningkatan sosialisasi
Peningkatan sistem pendukung
Peningkatan koping
Restrukturisasi kognitif
(Meridean et all,2011)

2.9 PENCEGAHAN DEPRESI


Beberapa intervensi yang digunakan untuk mengurangi depresi adalah :
Health Promotion Intervention
a. Olah raga minimal jam perminggu
b. Hindari merokok

29
c. Konseling individu atau kelompok untuk menghindari stress
d. Jika gejala depresi mengganggu fungsi hidup sehari atau kualitas hidup,
lakukan evaluasi dan penanganan dari praktisi primer
Nutritional Considerations
a. memenuhi asupan (atau menggunakan suplemen) nutrisi berikut : vitamin
B dan C , magnesium , potassium , dan selenium
b. Makanan tinggi tryptophan : telur, susu, ikan, kacang , pisang , kedelai,
labu
c. Makanan yang mengandung phenylalanine : daging, ikan, cokelat, kacang
d. Hindari makanan tinggi cafein dan pemanis buatan ( aspartame)
Complementary and Alternative Therapies
a. Antidepressan ( pastikan untuk menemui dokter sebelumnya )
b. Bright-light therapy ( terapi cahaya ) jam perhari
c. Aromatherapy ( inhalasi atau aplikasiakn pada kulit )
d. Seni, music, tari, drama, yoga , meditasi, relaxasi, menejemen stress,
peningkatan spiritual.

( Lippincott William ,2009 )

30
BAB III
KOSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI

A. FOKUS PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Faktor Predisposisi

a. Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui
garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan pada kembar
monozigote dari dizigote.
b. Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan dari perasaan marah yang
dialihkan pada diri sendiri. Diawali dengan proses kehilangan terjadi
ambivalensi terhadap objek yang hilang tidak mampu mengekspresikan
kemarahan marah pada diri sendiri.
c. Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan : misalnya kehilangn orang tua
pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang
sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatsi kehilangan.
d. Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang
mengalami depresi atau mania.
e. Teori Kognitif

31
Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap diri sendiri, lingkungan dan
masa depan.
f. Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dilmulai dari kehilangan kendali diri, lalu
menjdi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemidian individu
timbul dengan keyakinan akan ketidakmampuam mengendalikan
kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respon yang
adaptif.
g. Model Prilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian positif
selama berinteraksi dengan lingkungan.
h. Model Biologis
Mengemukakan bahwa depresi terjadi prubahan kimiawi, yaitu defisiensi
katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan hipersekresi kortisol.
Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor
biologis, psikologis, dan social budaya. Faktor biologis meliputi
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan
metabolisme. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang,
termasuk kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor
social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan
pekerjaan.

Perilaku dan Mekanisme Koping


Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan
depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi
agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang
memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan
yang hebat.

2. Kaji adanya demensia menggunakan :


a. Mini Mental Status Exam (MMSE)

Menguji Aspek Aspek Kognitif dari Fungsi Mental

Nilai Score Pertanyaan


Maksimum
Orientasi
5 ( Tahun ) ( Musim ) ( Tanggal ) ( Hari )

32
( Bulan apa sekarang ) ?
5 Dimana kita : ( Negara bagian 0
( Wilayah ) (Kota) ( Rumah sakit )
(Lantai ) ?
Registrasi

3 Sebutkan Nama 3 Objek : 1 detik untuk


mengatakan masing masing. Beri 1 poin
untuk setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan Kalkulasi

5 Seri 7s 1 poin untuk setiap kebenaran


Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja
kata ke belakang
Mengingat

3 Meminta untuk mengulang ketiga objek


diatas
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa

9 Nama Pensil dan melihat ( 2 poin )


Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan
atau tetapi ( 1 poin )
Nilai Total

33
Keterangan :
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.

b. Short portable mental status questionnaire

Skore No Pertanyaan Jawaban


+ -
1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang ?

3 Apa nama Tempat ini ?

4 Berapa nomor telepon anda ?


Dimana Alamat anda ?
( tanyakan bila tidak memiliki telepon )

5 Berapa umur anda ?

6 Kapan anda lahir ?

7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?

8 Siapa Presiden sebelumnya ?

9 Siapa nama ibu anda ?

10 Berapa 20 dikurangi 3 ? (Begitu


seterusnya sampai bilangan terkecil)

34
Ketengan :
Kesalahan 0-2 : Fungsi Inteletual Utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan.
Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat

3. Kaji kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.

35
Beri tanda silang ( ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak
1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda?
2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa?
4. Apakah anda senantiasa bosan?
5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan?
6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat
dilupakan?
7. Apakah anda bersemangat setiap waktu?
8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan
menimpa anda?
9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu?
10. Apakah anda merasa tidak berdaya?
11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup?
12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada
berjalan-jalan ke luar dan melakukan sesuatu yang baru?
13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda?
14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan?
15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan
kehidupan sampai sekarang?
16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih?
17. Apakah anda merasa tidak berguna?
18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda?
19. Apakah anda menemukan kehidupan yang
menyenangkan?
20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang
baru?
21. Apakah anda memiliki energi maksimal?
22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong?
23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari
anda?
24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil?
25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis?
26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi?
27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari?
28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari
perkumpulan sosial?
29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan?
30. Apakah pikiran anda jernih?
Interpretasi Hasil
Nilai 0-9 : normal
Nilai 10-19 : depresi ringan

36
Nilai 20-30 : depresi berat

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Sedih kronis
2. Harga diri rendah
3. Koping individu tidak efektif
4. Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
5. Deficit perawatan diri
6. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
7. Gangguan pola istirahat/tidur
8. Koping keluarga melemah

INTERVENSI KEPERAWATAN TERKAIT


Gangguan alam perasaan: Sedih Kronis
TUM :
Klien tidak mengalami gangguan alam perasaan

TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi . Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan
c. Jujur dan menepati janji
d. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
e. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2
Klien dapat mengungkapkan perasaanya.
Kriteria evaluasi :
Klien mampu mengungkapkan perasaannya

37
1. Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang
dirasakan pasien.
2. Beri kesempatan klien mengutarakan keinginan dan pikirannya
dengan teknik focusing.
3. Bicarakan hal-hal yang nyata dengan klien.

TUK 3
Klien dapat menggunakan koping adaptif

Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaan saat sedih, menyimpulkan tanda-
tanda sedih yang dialami.
1. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi
perasaan kesal, sedih, dan tidak menyenangkan
2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi
perasaan sedih/menyakitkan
3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling
5. tepat dan dapat diterima
6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan
masalah.

TUK 4
Klien terlindung dari perilaku mencederai diri.

Kriteria evaluasi :
Sikap klien tampak tenang dan dapat mengontrol emosinya.
1. Tempatkan klien di tempat yang tenang, tidak banayak rangsangan,
tidak banyak terdapat peralatan.
2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan oleh pasien untuk
mencederai dirinya di tempat yang amana dan terkunci.
Temani klien jika nampak tanda-tanda sedih yang berlebihan
3. seperti menangis.
4. Lakukan pengekangan fisik jika klien tidak dapat mengontrol
perilakunya.

TUK 5
Klien dapat melakukan kegiatan terarah

38
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan kegiatan yang diintruksikan dengan baik
1. Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan motorik yang terarah
misalnya: menyapu, olahraga, dll.
2. Beri kegiatan individual sederhana yang dapat dilaksanakan dengan
baik oleh klien.
3. Berikan kegiatan yang tidak memerlukan kompetisi.
4. Bantu klien dalam melaksanakan kegiatan.
5. Beri reinforcement atas keberhasilan pasien.

TUK 6
Klien terpenuhi kebutuhan nutrinya.

Kriteria evaluasi :
BB ideal dan nafsu makan klien meningkat.
1. Diskusikan tentang manfaat makan dan minum bagi kesehatan.
2. Ajak klien makan makanan yang telah disediakan, temani selama
makan.
3. Ingatkan klien untuk minum setengah jam sekali sebanyak 100 cc.
4. Sediakan makanan TKTP, mudah cerna.

TUK 7
Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan istirahatnya.

Kriteria Evaluasi :
Konjungtiva tidak pucat, klien tidak terbangun pada malam hari, klien
tidak mengeluhkan susah tidur dan wajah tampak segar.
1. Diskusikan pentingnya istirahat bagi kesehatan
2. Anjurkan klien untuk tidur pada jam-jam istirahat.
3. Sediakan lingkungan yang mendukung: tenang, lampu redup, dll.

TUK 8
Klien terpenuhi kebersihan dirinya

Kriteria Evaluasi
Klien tampak rapi dan bersih, klien dapat berpakaian mandiri, dan dapat
toileting sendiri.
1. Diskusikan manfaat kebersihan bagi kesehatan.
2. Bombing dalam kebersihan diri (mandi, keramas, gogok gigi).
3. Bimbing pasien berhias
4. Beri pujian bila klien berhias secara wajar

39
TUK 9
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

D. EVALUASI
Kriteria Evaluasi
a. Klien menyebutkan manfaat, kerugian, nama, warna, dosis, efek terapi
dan efek samping obat.
b. Klien mendemonstrasikankan penggunaan obat dengan benar
c. Klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek
samping penggunaan obat.
2. Pantau klien saat penggunaan obat
3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada perawat/dokter jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.

BAB IV

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA LANSIA DENGAN DIMENSIA

40
Tinjauan Kasus
Tn K adalah orang tua yang berumur 64 th, mempunyai anak 2. Tinggal
serumah dengan anaknya yang pertama. Tn K dibawa keluarganya karena
selama di rumah 2 hari sebelum masuk RS pasien sering marah-marah (penyebab
marah-marah lupa menaruh sesuatu) kalau sudah marah diingatkan oleh anaknya
berusaha membanting benda yang ada disekitar pasien. Pasien tidak bisa
melakukan kegiatan sehari-hari misalnya mandi, selalu diingatkan. Makan selalu
diambilkan, penurunan daya ingat. Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan TD:
140/80 mmHg, nadi: 64x/menit, suhu: 36,5oC, RR: 20 x/menit, TB: 164 cm, BB:
60 kg.

I. Pengkajian
Ruangan : Sejahtera 1 Tanggal dirawat: 10 November 2016
A. Identitas
Nama : Tn K Tanggal Pengkajian : 11 Nop 2016
Umur : 64 Th No RM : 2525858
Pendidikan : STR Alamat : Surabaya

B. Alasan Masuk
1. Alasan Masuk
Anak klien mengatakan, alasan di bawa ke rumah sakit 2 hari sebelum
MRS pasien sering marah-marah tanpa sebab yang jelas, bila
diingatkan pasien berusaha membanting benda yang ada disekitarnya.
Pasien tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, mandi selalu
diingatkan terkadang BAK dicelana.
2. Keadaan Saat Masuk
Klien dalam keadaan sadar.

C. Riwayat Pengobatan
Keluarga klien mengatakan 1 th yang lalu masuk rumah sakit operasi
prostat, klien sebelumnya belum pernah berobat atau masuk RSJ.

D. Faktor Predisposisi

41
Pasien sering lupa menaruh barang yang akan dipakai, bila tidak ketemu
pasien marah-marah dan cenderung memecahkan barang yang ada
disekitar pasien.
Pasien sering lupa menaruh barang, tidak bisa mengucapkan kata-kata
dengan benar. Pasien selalu beranggapan (waham : barangnya dicuri
orang lain).
Diagnosa Keperawatan:
- Perubahan proses pikir
- Risiko Perilaku kekerasan
- Waham

E. Faktor Presipitasi
Bila pasien mencari barangnya tidak ketemu pasien akan marah-marah,
ngomel-ngomel.
Diagnosa Keperawatan:
Koping individu inefektif

F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital = TD: 140/80 mmHg, N: 64 x/menit, S:
36,5oC, RR: 20 x/menit
2. Ukur = TB: 164 cm BB: 60 kg
3. Keluhan Fisik = klien mengatakan tidak ada keluhan
Diagnosa Keperawatan: -

G. Psikososial
1. Genogram

Keterangan :

42
: Laki laki
: Perempuan

: Meninggal
: Pasien

a. Pola asuh : klien mengatakan tinggal sama anaknya yang


pertama, istrinya meninggal 2 th yang lalu.
b. Pola komunikasi : sering mengulang kata kata.
c. Pengambilan keputusan : keputusan semua diserahkan pada
anak pertamanya.
Diagnosa Keperawatan:
Perubahan proses pikir

H. Konsep Diri
1. Gambaran diri
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan tubuhnya
2. Peran
Orang tua yang menjadi panutan.
3. Identitas
Klien bangga menjadi orang tua
4. Ideal diri
Klien mengatakan ingin segera pulang berkumpul dengan anaknya
5. Harga diri
Klien tidak malu dengan keadaanya yang sekarang
Diagnosa keperawatan: -

I. Hubungan sosial
1. Orang yang dekat/dipercaya saat ini:
Klien mengatakan dekat dengan anak pertamanya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien mengatakan kadang-kadang saja ikut pengajian di tempat
tinggalnya.

43
Di RS klien selalu megikuti program-program yang sudah di
rencanakan dinamika kelompok.
3. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Klien tidak mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain selalu bertanya.
Diagnosa Keperawatan: -

J. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan agamanya islam dan meyakini adanya tuhan
2. Kegiatan ibadah
Klien melakukan ibadah tidak rutin sering lupa waktunya sholat
Diagnosa keperawatan:
Defisiensi spiritual
K. Status mental
1. Penampilan
Klien berpakaian sesuai dengan fungsinya, baju tidak kusut, rambut
disisir rapi
Diagnosa Keperawatan: -
2. Pembicaraan
Saat wawancara pembicaraan keras, inkoheren, loncat-loncat. Sering
mengulang kata-kata.
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir
3. Aktivitas motorik / psikomotor
a. Kelambatan
Terlambat dalam melakukan aktivitas, pasien sering terlihat
bingung, gelisah.
b. Peningkatan
Bila pasien ngomel-ngomel dan marah-marah, membanting benda
yang ada disekitar pasien yang
Diagnosa Keperawatan :
- Risiko cidera : jatuh

44
- Resiko Perilaku Kekerasan
4. Afek dan Emosi
a. Afek
Afek klien dangkal/datar.
Diagnosa Keperawatan :
Harga diri rendah
b. Emosi
Pasien sering marah-marah, emosi
Diagnosa Keperawatan :
Risiko Perilaku kekerasan
Mekanisme koping inefektif
5. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang, terbukti saat wawancara klien selalu memandang
ke objek lain, tidak mampu menatap lawan bicara dan sering membuang
muka
Diagnosa Keperawatan :
Harga diri rendah

L. Persepsi
1. Halusinasi
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada panca
inderanya.Klien mengatakan tidak mendengar bisikan aneh ataupun
hal-hal aneh pada penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan.
2. Ilusi
Klien mampu melihat hal yang dilihat sesuai dengan kenyataan.
3. Depersonalisasi
Klien awalnya merasa asing pada lingkungan di RSJ ini tapi tidak
pada diri sendiri maupun orang lain.
4. Derealisasi
Klien menilai lingkungannya adalah nyata.
Diagnosa Keperawatan :-

45
M. Proses pikir
1. Arus Pikir
Loncat loncat pelupa sering mengulang kata
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir
2. Isi Pikir
Isi pikiran klien obsesif, terbukti klien sering mengeluhkan klien ingin
cepat pulang.
3. Bentuk Pikir
Bentuk pikiran klien tidak realistik terbukti saat ditanya tentang
keluarganya tinggal dengan siapa pasien mengatakan tinggal dengan
istrinya (padahal istrinya meninggal 2 th yang lalu).
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir

N. Tingkat Kesadaran
1. Secara Kuantitatif:Kesadaran klien compos mentis
2. Secara Kualitatif :Klien tidak mampu berorientasi baik dengan waktu,
seperti waktu makan, sholat dan mandi. Klien juga tidak mampu
berorientasi dengan tempat dan lingkungannya.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan persepsi sensori
O. Memori
Klien mengalami gangguan memori baik jangka panjang maupun jangka
pendek.
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir
P. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Saat klien diajak berbicara dengan topik Apa kesan dan pesan saat di
sini? Klien tidak dapat menjawab dengan baik, dan saat di minta
menjawab soal berhitung (11+4-2=..) klien tidak dapat menjawab dengan
benar yaitu 13

46
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir
Q. Kemampuan Penilaian
Klien mengatakan bila sampai dirumah, pasien akan patuh apad ananya.
Diagnosa Keperawatan : -
R. Daya Tilik Diri
Klien menyadari keadannya sudah tua dan tidak berguna lagi
Diagnoa Keperawatan :
Harga diri rendah

II. Analisis Data


Tanggal
& Jam Data Diagnosa Keperawatan
Ds : Menurut anak pasien bila mencari Resiko Perilaku
11/11/16
barang tidak bisa ditemukan pasien akan Kekerasan
11.00
WIB marah- marah dan terkadang melempar
barang yang ada disekitar pasien.
Do: -
11/11/16 Ds : Risiko cidera : jatuh
11.00 Do: Terlambat dalam melakukan aktivitas,
WIB
pasien sering terlihat bingung, gelisah.
Ds:

11/11/16 Do : Klien tidak mampu berorientasi baik Perubahan persepsi


11.00
dengan waktu, seperti waktu makan, sholat sensori
WIB
dan mandi.
Klien juga tidak mampu berorientasi
dengan tempat dan lingkungannya
Ds : Pasien mengatakan dirinya tidak berguna Harga diri rendah
9/11/16
lagi
11.00
Do : Pada saat wawancara kontak mata jarang
WIB
dilakukan pasien

9/11/16 Ds : Gangguan proses pikir


11.00 Do : Beranggapan bahwa istrinya masih ada
WIB Sering lupa
Bicara sering diulang

47
III. Pohon Masalah

Risiko cidera : jatuh Efek

Perubahan persepsi Core Problem


sensori

Gangguan proses pikir Cause

IV. Diagnosa
1. Risiko cidera jatuh
2. Perubahan persepsi sensori
3. Gangguan proses pikir

48
V. Intervensi

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


KLIEN DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR : PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI
DI UNIT RAWAT INAP SEJAHTERA LAWANG

Nama Klien : Tn K No. RM: 2525858


Jenis Kelamin : Laki-Laki Dx. Medis: F19
Ruang : Sejahtera Unit Keswa :

Diagnosa Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan

11/11/16 Gangguan Tindakan keperawatn 1. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal
proses pikir untuk pasien : barang milik pribadinya, misal tempat tidur,
1. Mampu menyebutkan hari, lemari, pakaian dll.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengenal
Mengenal/berorientasi tanggal dan tahun sekarang
waktu dengan menggunakan jam besar,
terhadap waktu orang dengan benar.
kalender yang mempunyai lembar perhari
dan tempat. 2. Mampu menyebutkan nama
dengan tulisan besar.
orang yang dikenal.
3. Beri kesempatan pada klien untuk
Melakukan aktivitas
3. Mampu menyebutkan tempat menyebutkan namanya dan anggota keluarga

49
Diagnosa Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
sehari-hari secara dimana pasien berada saat terdekat.
4. Beri kesempatan pasien mengenal dimana dia
optimal ini.
berada.
4. Mampu melakukan kegiatan 5. Berikan pujian jika pasien dapat menjawab
harian sesuai jadwal. dengan benar.
6. Observasi kemampuan pasien untuk memilih
5. Mempu mengungkapkan aktivitas yang dapat dilakukan.
7. Beri kesempatan pada pasien untuk memilih
perasaannya setelah
aktivitas yang dapat dilakukannya.
melakukan kegiatan.
8. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang
telah dipilihnya.
9. Beri pujian jika pasien dapat melakukan
kegiatannya.
10. Bersama pasien membuat jadwal kegiatan
sehari-hari.

1. Diskusikan dengan keluarga cara-cara


mengorientasikan waktu, orang dan tempat
pada pasien.
Tindakan untuk
1. Mampu membantu pasien 2. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam
keluarga :

50
Diagnosa Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Keluarga mampu mengenal waktu, tempat dan besar, kalender dengan tulisan besar.
mengorientasikan orang.
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang
pasien terhadap waktu, 2. Menyediakan kalender yang
pernah dimiliki pasien.
orang dan tempat. mempunyai lembaran
dengan tulisan yang besar 4. Bantu keluarga memilih kemampuan yang
Menyediakan sarana dan jam besar. dilakukan pasien saat ini.
yang dibutuhkan pasien
3. Membantu pasien 5. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan
untuk melakukan
melaksanakan kegiatan pujian terhadap kemampuan yang masih
orientasi realitas.
harian sesuai jadwal yang dimiliki oleh pasien.
telah dibuat.
6. Anjurkan keluarga untuk memantau lansia
4. Memberikan pujian setiap melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
kali pasien mampu dimiliki.
melaksanakan kegiatan
7. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan
harian.
sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang
sudah dibuat.

8. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian


terhadap kemampuan yang masih dimiliki

51
Diagnosa Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
pasien.

9. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien


melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.

10. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika


pasien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat

11/11/16 Risiko cidera : Tindakan pada


jatuh pasien: 1. Menyebutkan dengan bahasa 1. Jelaskan faktor-faktor resiko yang dapat
Pasien terhindar dari sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera dengan bahasa yang
cedera menimbulkan cedera. sederhana.
2. Menggunakan cara yang 2. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera : bila
Pasien mampu
tepat untuk mencegah jatuh jangan panik tetapi berteriak minta
mengontrol aktivitas
cedera. tolong.
yang dapat mencegah
cedera. 3. Mengontrol aktivitas sesuai 3. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien

52
Diagnosa Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
kemampuan menyebutkan cara-cara mencegah cedera.

Tindakan pada
keluarga :

Menidentifikasi faktor- 1. Keluarga dapat 1. Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang


faktor yang dapat mengungkapkan faktor- dapat menyebabkan cedera pada pasien.
menyebabkan cedera faktor yang dapat 2. Anjurkan keluarga untuk menciptakan
pada pasien. menimbulkan cedera. lingkungan yang aman seperti : lantai rumah
2. Menyediakan pengaman di tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari
Keluarga mampu
dalam rumah. jangkauan pasien, berikan penerangan yang
menyediakan
cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri
lingkungan untuk 3. Menjauhkan alat-alat listrik
alat pegangan dan awasi jika pasien merokok,
mencegah cedera. dari jangkauan pasien.
tutup steker dan alat listrik lainnya dengan
4. Selalu menemani pasien di plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari
rumah. jangkauan pasien, sediakan tempat tidur yang
rendah.
5. Memantau kegiatan harian
yang dilakukan pasien

53
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan
otak yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat
gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadaran
(Kaplan, 1997 dan Muslim R, 2001). Ada sekitar tujuh puluh lima
penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit dementia.
Penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer,
penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh
penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab
demensia adalah penyakit Alzheimer.
Tanda dan gejala dari penyakit demensia ini antara lain
menurunnya daya ingat yang terus terjadi, gangguan orientasi waktu
dan tempat, penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi
kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali, ekspresi
yang berlebihan, adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh,
menarik diri dan gelisah. Untuk menangani pasien dementia yang
ditandai dengan munculnya gejala-gejala tersebut, intervensi
keperawatan yang perlu dilakukan oleh seorang perawat antara lain
meningkatkan keamanan klien dan melindungi dari cedera,
meningkatkan tidur yang cukup, nutrisi dan higiene yang tepat serta
aktivitas, menata lingkungan dan kegiatan rutin, memberikan
dukungan emosional, meningkatkan interaksi dan keterlibatan.

1.2 Saran
1. Perlu adanya kewaspadaan dini bagi penderita penyakit Alzheimer,
dementia vaskuler, penyakit pick, Penyakit Creudzfeld-jakob. Penyakit

54
HIV, Parkinson, Huntington, dan trauma kepala agar tidak berimplikasi
pada timbulnya penyakit demensia.
2. Pemberi perawatan perlu mengetahui tentang demensia dan perawatan
yang diperlukan klien, yang akan terus berubah sejalan perkembangan
penyakit.
3. Keluarga sebaiknya ikut berperan dalam usaha peningkatan kualitas hidup
serta perawatan klien dengan demensia, karena dukungan keluarga akan
sangat membantu dalam proses terapi pada klien dengan dimensia.

55
DAFTAR PUSTAKA

Videbeck,Sheila L. Buku ajar keperawatan jiwa.2008.Jakarta:EGC


Copel,linda carman. Kesehatan jiwa dan psikiatri:pedoman klinis
perawat.2007.jakarta:EGC
Keliat ,budi anna. Gangguan kognitif. 1991. Jakarta:arcan
Barri D,patricia.edisi 6. Mental health and mental illness.
1998.Viladelphia:lippincott
Anonim, 2008. Demensia. Diakses dari
http://medicastore.com/penyakit/699/Demensia.html tanggal 13 Oktober
2009 pukul 19.39 WIB
Anonim, 2008. Waspadai Demensia Alzhimer. KapanLagi.com. Sabtu, 09 Agustus
2008 07:45 WIB. Diakses dari http://www.kapanlagi.com/a/waspadai-
demensia-alzheimer-kenalilah-gejalanya-sejak-dini.html tanggal 13
Oktober 2009 pukul 19.55
Anonim, 2008. Cegah Kepikunan dengan Berfikir Aktif. Health News. Kamis, 14
Agustus 2008 08.56 WIB. Diakses dari
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/common/ptofriend.aspx?
x=Health+News&y=cybermed|0|0|5|4683 tanggal 13 Oktober 2009 pukul
20.03 WIB
Berita Iptek, 2008. Demensia pada Usia Muda dan Produktif. Diakses dari
http://www.kamusilmiah.com/kesehatan/demensia-pada-usia-muda-dan-
produktif/ tanggal 13 Oktober 2009 pukul 20.18 WIB
Shondakh, Nora, 2008. Mengenal Penyakit Demensia. Diakses dari
http://mdopost.com/news/index.php?
option=com_content&task=view&id=8056&Itemid=9 tanggal 13 Oktober
2009 pukul 19.55 WIB
Anonim, 2009. Arsip konsultasi. Diakses dari
http://www.rezaervani.com/konsultasi/index.php?
id=9&ruang=ummuyusuf
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-pasien-
lansia-dengan.html tanggal 13 Oktober 2009 pukul 15.00 WIB

56
57
58

Anda mungkin juga menyukai