Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil
agama yaitu Al-Quran dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang
menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat
terhadap sesuatu hukum agama.Oleh Karena itu kita harus berterimakasih kepada para mujtahid
yang telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-
masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rasullullah maupun
yang baru terjadi.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa itu Ijtihad?

2. Apa peran dan fungsi Ijtihad dalam kehidupan sehari-hari?

3. Sebutkan macam-macam Ijtihad?

4. Sebutkan contoh-contoh produk Ijtihad?

C. TujuanPembelajaran

1. mengetahui apa itu IJtihad

2. Agar mengetahui peran dan fungsi Ijtihad dalam kehidupan sehari-hari

3. Agar mengetahui macam-macam Ijtihad

4. Agar mengetahui contoh produk Ijtihad

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal daripada perkataan ijtahada yang bermaksud bersungguh-sungguh, rajin
dan giat. Ijtihad dari segi bahasa membawa maksud usaha yang bersungguh-sungguh seseorang
individu dalam melakukan sesuatu perkara.Allah SWT. telah berfirman di dalam al-Quran yang
membawa maksud :

Dan ( mencela ) orang yang tidak memperoleh ( sesuatu untuk disedekahkan ) selain
kesanggupan ( surah At-Taubah : 79 )

Ayat di atas membawa maksud, jika kita melakukan sesuatu perkara, kita hendaklah
melakukannya dengan ikhlas dan niat kerana Allah SWT. Baginda Rasululah S.A.W pernah bersabda
yang membawa maksud:

Bacalah selawat ke atasku dan bersungguhlah dalam berdoa.

Sesungguhnya seseorang yang merendah diri dan bersungguh-sungguh dalam berdoa


dengan berterusan akan dimakbulkan oleh-Nya. Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana yang
diterjemahkan oleh Nasrudin Rusli, ijtihad hanya berlaku pada perkara yang sukar dilakukan.
Contohnya :

Maksudnya : Ia mengerahkan kemampuannya untuk mengangkat batu penggilingan

Ijtihad tidak berlaku atas sesuatu pekerjaan yang ringan dan mudah.

Contohnya :

Maksudnya : Ia mengerahkan tenaga untuk mengangkat sebutir biji sawi.

Ijtihad dari segi istilah pula membawa maksud usaha ynag bersungguh-sungguh para
mujtahid dalam menuntut ilmu yang melibatkan hukum-hukum syara secara istinbat hukum.
Mujtahid di sini membawa maksud seseorang yang mempunyai kebolehan berijtihad yaitu mampu
mengistinbatkan hukum-hukum syara yang amali berdasarkan dalil-dalil yang jelas. Mujtahid juga
dikenali sebagai faqih( usuliyyin ).

Menurut Abu Zahrah, ijtihad dari segi istilah juga membawa maksud kemampuan seorang
ahli fiqh( mujtahid ) dalam keupayaan beliau menemukan hukum-hukum yang berkaitan dengan
amalan-amalan daripada dalil-dalil yang jelas. Ada juga sesetengah pendapat para ulama
menyatakan bahawa ijtihad adalah qiyas namun begitu terdapat perselisihan pendapat antara
mereka. Secara kesimpulannya, berdasarkan daripada beberapa pandangan, ijtihad membawa
maksud usaha yang bersungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang ahli fiqh ( mujtahid )
dengan tujuan ijtihad yaitu dengan menemukan hukum-hukum syarak atau yang berhubungan
dengan perbuatan daripada sumber-sumber yang sahih. Ijtihad itu lebih luas berbanding qiyas
kerana qiyas merupakan salah satu cara dalam berijtihad.

Para ulama mengajukan redaksi yang bervariasi dalam mengartikan kata ijtihad secara
bahasa. Az-Zubaidi berpendapat bahwa kata juhda dan jahda mempunyai arti kekuatan dan
kesanggupan, ibnu atsir, jahda berarti yang sulit, berlebih-lebihan, atau bahkan tujuan , sedangkan
Said At-Taftazani memberikan arti ijtihad dengan Tahmilul juhdi (ke arah yang membutuhkan
kesungguhan). Dari semua arti itu , dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah pengerahan segala
kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya.

Secara bahasa, arti ijtihad dalam arti jahada terdapat didalam Al-Quran surat an-Nahl [ 16] :
42. Semua kata itu berarti pengarahan segala kemampuan dan kekuatan (badzl al-wusl wa ath-
thaqah), atau juga bearti berlebih dalam bersumpah (al-mubalaghhat fi al-yamin).

Dalam As Sunnah, kata ijtihad terdapat dalam Nabi yang artinya pada waktu sujud,
bersungguh-sungguhlah dalam berdoa ( fajtahidu fi dua), dan hadis lain yang artinya Rasul Allah
SAW. Bersungguh-sungguh (yajtahidu) pada 10 hari terakhir (bulan Ramadhan)

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian ijtihat secara istilah (terminology).
Perbedaan itu terjadi karena mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan itu
meliputi hubungan ijtihad dengan fiqh, ijtihad dengan Al-Quran, ijtihad dengan As-Sunnah dan
ijtihad dengan Dalalah nash.

Bagi mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pengarahan segenap kesanggupan oleh
seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara.
Dalam definisi ini terdapat perkataan untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum
syara amali dapat digunakan hukum islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan
amal manusia, yang lazim disebut dengan hukum taklify. Dengan demikian, ijtihad tidak untuk
mengeluarkan hukum syara amaly dan statusnya qathii.

Harun Nasution seperti halnya Adz-Dzarwi, Fakhruddin, Ar-Razy, Ibnu Taimiyah, dan
Muhammad Ar-Ruwaih, tidak membatasi ijtihad pada bidang fiqih saja, namun ijtihad di sini
merupakan pengerahan seluruh kemampuan untuk memikirkan apa saja yang tidak mendatangkan
celaan.
Dari definisi ijtihad di atas, terlihat beberapa persamaan dan perbedaan. Adapun
perbedaannya adalah pertama, penggunaan bahasa, misalnya ada yang menggunakan istilah
istafragha (menghabiskan keseluruhan kesanggupan) dan adapula yang menggunakan istilah badzl
(pengerahan seluruh kesanggupan). Kedua, subjek ijtihad; sebagian ada yang menisbatkannya
kepada mujtahid yang konotasinya bahwa upaya ijtihad tidak harus dalam satu bidang, tetapi
menyangkut juga bidang-bidaang lain. Adapula yang menggunakan faqih (seorang ahli fiqih)
sehingga hukum yang di ijtihadi khusus hukum fiqih. Ketiga, sumber yang di ijtihadi, Ibnu Hazm
menggunakan istilah nash (sesampainya sesuatu pada batasnya), tentunya nash ini merupakan
perwujudan dari kebenaran hakiki, sehingga tidak memerlukan penakwilan dan penafsiran serta
tidak ada tempat bagi ijtihad. Ulama lain tidak hanya menggunakan dalil nash (Al-Quran dan As-
Sunah shahihah) tetapi juga menggunakan dalil-dalil lain, karena sumber ijtihad tidak hanya al-
Quran dan as-Sunah.

Adapun persamaannya yaitu pertama, hukum yang dihasilkan bersifat zanni. Kedua, objek
ijtihad hanya berkisar hukum taklify, yakni hukum yang berkenaan dengan amal ibadah manusia,
Ketiga, masing-masing ulama menggunakan istilah kesungguhan sehingga upaya ijtihad tidak main-
main. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dan syarat-syarat tertentu bagi mujtahid.

B. Fungsi dan Peran Ijtihad dalam Kehidupan Sehari-hari

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat
masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat
Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji
apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut
merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada
saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad
adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus
diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun hadits. Jadi, jika dilihat dari
fungsi ijtihad tersebut, maka ijtihad mendapatkan kedudukan dan legalitas dalam Islam. Meskipun
demikian, ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat
yang boleh berijtihad. Orang yang berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut:

Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,

Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh (sejarah),

Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,

Memiliki akhlaqul qarimah.

C. Macam-Macam Ijtihad

1. Qiyas

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya.


Menurut istilah adalah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya,
berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan oleh adanya persamaan
diantara keduanya.

Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.

Beberapa definisi qiys (analogi):

Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di
antara keduanya.

Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.

Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis]
dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum di terangkan oleh al-qur'an dan
hadist.

Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ah, cis, atau hus
kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai
memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.

Contoh lain yaitu bila masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di
dalam kitab suci maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada di dalam
sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak mudah pula mencari kemiripan
satu masalah yang terjadi jaman sekarang dengan yang terjadi pada masa lalu. Di sinilah sebenarnya
kenapa seorang mujtahid atau yang melakukan ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan
tentang agama dan masalah-masalah lain yang terkait dengannya.

2. Ijma

Menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah
kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad umat setelah wafatnya nabi Saw. Biasanya
dilakukan dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan. Hasil dari
ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk
diikuti seluruh umat.

Contoh: Mengangkat Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah pertama, Fatwa Majelis Ulama
Indonesia pada 7 maret 1981 yaitu mengharamkan mengikuti natal bersama bagi umat Islam.

3. Istihsan

Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk
mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu argumen
beserta fakta yang mendukung tentang suatu permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum
dari permasalahan tersebut. Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan
pertentangan dari yang tidak sepaham.
Contohnya: Menurut Qiyas, Haid=junub sama dengan haram membaca Al-Quran.
Sedangkan menurut istihsan, untuk kepentingan wanita, karena haid waktunya lama maka boleh
baca al-Quran.

4. Maslahatul Mursalah

Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat
adalah maslahatul murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan permasalahan
melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan umat. Hal yang paling penting adalah
menghindari hal negatif dan berbuat baik penuh manfaat.

Contoh: Menulis Al-Quran dan membukukannya, tanah di Irak ketika Islam masuk tetap
milik penduduk tetapi harus bayar pajak, adanya surat nikah, peringatan Maulid Nabi, Isra Miraj,
Nuzulul Quran, 1 Muharam, membangun rumah tahanan.

5. Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan
umat.

6. Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan Hadis.

Contohnya: Dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas
barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama
antara penjual dan pembeli.

7. Istishab
Istihab yaitu upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama
dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari nanti ada alasan
yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka hukum yang semula ditetapkan bisa
diganti, asalkan semuanya masih dalam koridor agama Islam yang benar.

Contohnya: Apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila
yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? Maka dalam
hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang
sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian
keduanya.

Contoh lainnya yaitu seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di
saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

D. Contoh-Contoh Produk Ijtihad

Istilah produk mengandung arti barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau
nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu. Produk bisa pula
berarti benda atau yang bersifat kebendaan. Selanjutnya produk juga mengandung arti, hasil kerja.
Arti yang terakhir ini sangat relevan bila dikaitkan dengan istilah produk hukum Islam, yakni hasil
kerja para ulama, atau hasil pemikiran ahli fikih / pakar hukum Islam tentang hukum Islam itu
sendiri.

Berikut ini salah satu contoh yang sering dilakukan pada zaman sekarang ialah penentuan
tarikh 1 Syawal. Para ulama berkumpul untuk berbincang dan mengeluarkan pendapat masing-
masing untuk menentukan tarikh 1 Syawal dan 1 Ramadhan. Setiap para ulama memiliki dasar
hukum dan cara dalam perhitungannya. Apabila satu kesepakatan telah berlaku, maka mereka akan
menetapkan tarikh bagi 1 Syawal.

Selain itu, contoh tentang anak tabung uji. Konsep anak tabung uji ini tidak ada pada zaman
Rasulullah S.A.W.. Pada zaman teknologi sekarang, anak tabung uji ini telah dijadikan salah satu
penyelesaian kepada masalah sukar untuk mendapat zuriat. Jadi dengan cara ini, mereka berharap
dapat menemukan jalan penyelesaian dalam mendapatkan keturunan.

Para ulama telah merujuk kepada hadis-hadis agar dapat menemukan hukum yang telah
dihasilkan oleh teknologi ini. Menurut MUI, anak tabung uji yang dihasilkan dari sperma dan ovum
suami isteri adalah sah dan hukumnya harus. Hal ini merupakan ikhtiar yang berdasarkan agama.
Allah sendiri mengajarkan kepada manusia untuk selalu berusaha dan berdoa. Para ulama melarang
penggunaan teknologi anak tabung uji daripada suami isteri yang menitipkan ke rahim perempuan
lain. Jika ada yang demikian maka, hukumnya haram. Hal ini dikarenakan menimbulkan masalah
yang rumit dikemudian hari terutama soal warisan. Dalam Islam anak yang berhak mendapat
warisan adalah anak kandung. Jika hal ini berlaku, bagaimana status hubungan anak dari hasil titipan
tersebut? Dikandung tapi bukan milik sendiri, jadi hanya sekedar pinjam tempatnya saja, tentu hal
ini menjadi rumit.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada yang berarti mengerahkan segala kemampuan untuk
menanggung beban. Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan
pikiran. Sedangkan, menurut istilah, pengertian ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.

Ijtihad memiliki fungsi untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus
diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun Hadits atau sebagai sumber
hukum ketiga.

Ijtihad terbagi menjadi beberapa macam, yaitu: qiyas, ijma, istihsan, maslahatul mursalah,
sududz dzariah, urf, dan istishab.

Salah satu contoh yang sering dilakukan pada zaman sekarang ialah penentuan tarikh 1
Syawal . Para ulama berkumpul untuk berbincang dan mengeluarkan pendapat masing-masing untuk
menentukan tarikh 1 Syawal dan 1 Ramadhan.
B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini, sebagai umat Islam kita dapat menjadikan ijtihad
sebagai ajaran hidup/sumber hukum dalam kehidupan kita setelah Al-Quran dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud Ali.1998.Hukum Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Anwar, Rosihan.dkk..2009.Pengantar Studi Islam.Bandung: Pustaka Setia
Supriadi dan Abdullah Sathory.2015.Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi.Bandung:Maulana Media Grafika
http://sihono.staff.uii.ac.id/2013/01/22/macam-macam-ijtihad/
http://listianurr.blogspot.co.id/2014/06/makalah-ijtihad-sebagai-sumber ajaran.html

http://yudhaekaputri.blogspot.co.id/2016/07/makalah-ijtihad-sebagai-sumber-hukum.html

diakses tanggal 30 Januari 2017 pukul 16:30

http://www.pelajaransekolahonline.com/2016/26/ijtihad-sebagai-sumber-hukum-islam.html

diakses tanggal 30 Januari 2017 pukul 16:44

Anda mungkin juga menyukai