Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi DNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah DNA adalah polimer asam nukleat yang
tersusun secara sistematis dan merupakan pembawa informasi genetik yang
diturunkan kepada jasad keturunannya. Informasi genetik disusun dalam bentuk
kodon yang berupa tiga pasang basa nukleotida dan menentukan bentuk, struktur,
maupun flsiologi suatu mahkluk hidup.
Secara struktural, DNA merupakan polimer nukleotida, di mana untuk setiap
nukleotida tersusun atas gula deoksiribosa, fosfat, dan basa nitrogen. Polimer tersebut
membentuk struktur double heliks, di mana kedua heliks disatukan oleh ikatan
hidrogen yang terjadi antara basa-basa yang ada. Ada empat macam basa yang
terdapat di dalam DNA, yaitu Adenin, Sitosin, Guanin, dan Timin. Adenin akan
membentuk dua ikatan hidrogen dengan Timin, sedangkan Guanin akan membentuk
tiga ikatan hidrogen dengan Sitosin. Kombinasi jumlah dan susunan yang terjadi
antara ikatan-ikatan basa ini memungkinkan setiap organisme memilik cetak biru
genetik yang spesiflk (Inman K, 2002).
DNA pada makhluk hidup dapat ditemukan di inti sel (nukleus), mitokondria,
dan klorofil. Namun pada manusia, DNA hanya ditemukan di nukleus dan
mitokondria. Jumlah pasang basa pada DNA nukleus adalah sekitar tiga miliar.
Pengorganisasian DNA di nukleus diawali oleh perikatan DNA dengan oktamer
histon membentuk nukleosom. Nukleosom-nukleosom akan berpolimerisasi
membentuk polinukleosom yang kemudian disimpan di dalam kromosom.
Kromosom-kromosom inilah yang di dalamnya terdapat DNA, yang akan
menggandakan dirinya pada saat pembelahan sel. Sedangkan DNA yang berada di
mitokondria (atau lebih dikenal dengan nama mtDNA) berbentuk sirkuler. Jumlah
pasang basa pada mtDNA lebih sedikit daripada jumlah pasang basa pada DNA
nukleus, yaitu sekitar 16.000 pasang basa.
Struktur DNA ada 3 macam yaitu :
a) Struktur Primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri
dari satu basa nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa
berupa 2-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat.
Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5 bebas (tidak terikat
nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3 hidroksil bebas atau dengan arah
5 3
b) Struktur Sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan fungsinya sebagai pembawa
informasi genetik adalah komposisi basa penyusun.
c) Struktur Tertier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.
Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur
tertutup yang tidak berujung. Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari
bakteri, virus dan mitokondria seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA
dapat berbentuk molekul linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas.
2. Pemeriksaan DNA
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat
digunakan sebagai sarana identifikasi (National Institute of Justice, 2000.).
Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, sarana-sarana identitikasi
dapat dikelompokkan menjadi:
a) Sarana identifikasai konventional
Yaitu berbagai macam pemeriksaan identiflkasi yang biasanya sudah dapat
diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik, antara lain:
1) Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau
tubuh lainnya.
2) Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti pakaian, perhiasan, sepatu
dan sebagainya.
3) Pemeriksaan kartu-kartu pengenal sepeni KTP, SIM, Karpeg, kartu
mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau
dokumen-dokumen dsb.
4) Pemeriksaan sidikjari dan lain-lain.
b) Sarana identifikasi medis
Yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang diselenggarakan
penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak dapat
menggunakan sarana identifikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil
identitikasi yang meyakinkan, antara lain:
1) Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik
secara medis melalui pemeriksaan luar dan atau dalam.
2) Pemeriksaan odontologis untuk mencari ciri-ciri gigi.
3) Pemeriksaan antropologis dan antropometri untuk menentukan ciri-ciri
badan atau rangka seseorang.
4) Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA, dan sebagainya.
5) Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.
Sebagian besar barang bukti biologis tersebut paling baik disimpan dalam
keadaan dingin dan kering. Kondisi ini menurunkan laju pertumbuhan bakteri dan
degradasi DNA. Berikut ini merupakan prosedur yang dapat dilaksanakan ketika
menghadapi proses pengambilan sampel untuk analisa DNA.
Secara Umum, prosedur terhadap tiap bercak seperti tercantum dibawah
ini :
1. Sampel Cair
Jika darah, semen, atau saliva ditemukan sebagai bercak cair atau
masih basah, sampel tersebut harus dikumpulkan dengan pulasan kering atau
pipet bila tersedia. Pulasan dari kapas wol yang steril cocok untuk pegambilan
sampel jenis ini. Sampel tersebut harus diambil dengan satu area pulasan dan
tidak mengenai seluruh permukaan kepala pulasan
2. Bercak Kering
Bercak yang terlihat dapat diambil dengan beberapa cara. Sedapat
mungkin dilakukan dengan mengambil bercak secara keseluruhan. Apabila
hal ini tidak memungkinkan, bercak dapat diambil dengan beberapa cara:
a. Swabbing: lembabkan pulasan dengan sejumlah kecil air steril (tidak
sampai basah) dan gunakan pulasan untuk menggosok material DNA
dari area yang sekecil mungkin
b. Scraping: kerok bercak kering dari permukaan dengan pisau scalpel
sekali pakai dan simpan hasil kerokan ke dalam kontainer steril atau
amplop kering
c. Cutting: gunakan pisau steril yang tajam untuk memotong permukaan
yang mengandung material DNA, misalnya kayu atau wallpaper
d. Lifting: dengan menggunakan plester lengket, bercak diangkat dengan
permukaan plester yang lengket, kemudian permukaaan plester yang
lengket itu di ditempelkan pada permukaan steril misalnya pada acetate
sheet. Cara ini dapat digunakan untuk mengambil bercak dengan bersih
dan kemudian mengamankannya dalam plaster.
3. Kondisi khusus
Pada Kejahatan Seksual, perlu diperhatikan tahap-tahap pengambilan
sampel yang baik. Alat pemeriksaan medis terpisah harus digunakan untuk
masing-masing individu. Pemeriksaan medis lebih baik tidak dilakukan
bersamaan tetapi dipisahkan, baik ruang maupun waktu. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi silang oleh pihak ketiga atau
oleh pemakaian fasilitas pemeriksaan bersama-sama. Alat pemeriksaan medis
memuat instruksi pemeriksaan yang eksplisit dan sebuah formulir
pemeriksaan medis yang harus dilengkapi pada setiap pemeriksaan.
Deskripsi dari korban hidup tentang rangkaian kejadian sangatlah
penting untuk menjadi petunjuk dari mana DNA dapat didapatkan. Sebagai
contoh, bila korban mengatakan bahwa pelakunya menciumnya di leher, perlu
dilakukan pemeriksaan dan apusan di area tersebut untuk menemukan DNA
pelaku.
Apusan yang didapat dari korban atau tersangka sebaiknya tidak
disimpan pada media transfer (seperti pada analisis mikrobiologi) karena akan
merusak DNA. Selembar kertas yang lebar dapat digunakan untuk
mengumpulkan barang bukti yang mungkin jatuh dari tubuh korban atau
pakaian selama pemeriksaan. Kertas lebar tersebut harus dilipat dengan hati-
hati dan dikumpulkan bersama barang bukti yang lain.
2.2. Ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh dari sel atau jaringan tubuh. Hanya dalam jumlah sedikit
jaringan seperti darah, rambut, atau kulit yang bila perlu dapat dilakukan
penggandaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Proses penghancuran
sel secara kimia dilakukan dengan pemanfaatan senyawa kimia seperti EDTA
(Ethil Endiamin Tetra Asetat) dan SDS (Sodium Dodesil Sulfat). EDTA sebagai
perusak atau penghancur sel dengan cara mengikat ion magnesium. Ion
magnesium ini berfungsi mempertahankan integritas sel dan meningkatkan
aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Sedangkan SDS deterjen
dapat digunakan untuk merusak membran sel.
Kotoran (debris) sel yang ditimbulkan akibat proses penghancuran sel dapat
dibersihkan dengan cara centrifuge, sehingga yang tertinggal di dasar tabung
hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA serta protein). Protein dapat
dihilangkan dengan bantuan enzim proteinase, sedangkan RNA juga dibersihkan
dari larutan dengan RNAase, maka DNA dapat diisolasi seutuhnya.
b. Paternitas
Paternitas merupakan hubungan kekerabatan dalam garis
keturunan ayah. Uji paternitas menggunakan analisis DNA
memperlihatkan informasi genetik yang sangat spesiflk sehingga
mampu membedakan individu satu dengan lainnya sebagai ayah
biologis atau bukan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hukum
segregasi dari Mendel mengatakan bahwa molekul DNA yang
diwariskan dari salah satu orang tua berupa l salinan dari gen. Alel
yang kita dapatkan dapat identik dan kita sebut dengan homozigot
maupun berbeda dan disebut heterozigot.
Paternitas ditentukan dari ada atau tidaknya alel yang sama
antara anak dan ayah yang diduga. Jadl, hasil dari tes paternitas adalah
eksklusi maupun inklusi. Tes paternitas memanfaatkan short tandem
repeat (STR). Bila tidak ada mutasl, seorang anak akan menerima l
alel dari masing-masing orang tua pada setip lokus genetik yang
diperiksa.
IBU AYAH
A, B C, D
B, C
ANAK
Gambar 2: Pola penurunan Mendelian menunjukkan bahwa ibu yang
memiliki alel A dan B, mewariskan salah satu alelnya kepada
anaknya, begitu juga dengan dari ayah.
F. Mini STR
Metode DNA profiling dalam bidang kedokteran forensik saaat ini
berdasarkan aplikasi polymerase chain reaction (PCR) dan STR (Short
Tandem Repeat). Marker STR merupakan marker yang sangat polimorfik dan
mampu menghasilkan profil DNA dari sampel yang sangat kecil (Senge T,
2011). Pola alel yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
seorang individu dengan sangat akurat.
Dalam bidang forensik, kondisi sampel sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya bahan kimia, paparan bakteri dan faktor
lingkungan. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas DNA yang diekstraksi, sehingga profil yang terbentuk
tidak sempurna. Hal ini sebagai akibat dari adanya inhibitor reaksi ataupun
kondisi DNA yang terdegradasi. Masalah ini akan semakin terlihat apabila
marker multiplek yang digunakan dalam reaksi PCR mengkopi produk
dengan ukuran yang besar. Marker STR komersial yang digunakan secara
luas oleh barbagai laboratorium DNA mampu menghasilkan amplikon dalam
rentang ukuran 100 hingga 450 bp. Untuk mengatasi hal ini, beberapa
pendekatan dikembangkan oleh para ahli diantaranya dengan mereduksi
ukuran produk PCR dengan menggeser primer sedekat mungkin mendekati
area pengulangan STR dengan tujuan menghasilkan informasi profil yang
utuh dari sampel DNA yang mengalami degradasi (Ohtaki H, 2002). Ukuran
produk PCR yang kecil inilah dikenal dengan istilah mini STR, dan
diharapkan mampu memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi terutama
pada sampel DNA yang mengalami degradasi.