Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi DNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah DNA adalah polimer asam nukleat yang
tersusun secara sistematis dan merupakan pembawa informasi genetik yang
diturunkan kepada jasad keturunannya. Informasi genetik disusun dalam bentuk
kodon yang berupa tiga pasang basa nukleotida dan menentukan bentuk, struktur,
maupun flsiologi suatu mahkluk hidup.
Secara struktural, DNA merupakan polimer nukleotida, di mana untuk setiap
nukleotida tersusun atas gula deoksiribosa, fosfat, dan basa nitrogen. Polimer tersebut
membentuk struktur double heliks, di mana kedua heliks disatukan oleh ikatan
hidrogen yang terjadi antara basa-basa yang ada. Ada empat macam basa yang
terdapat di dalam DNA, yaitu Adenin, Sitosin, Guanin, dan Timin. Adenin akan
membentuk dua ikatan hidrogen dengan Timin, sedangkan Guanin akan membentuk
tiga ikatan hidrogen dengan Sitosin. Kombinasi jumlah dan susunan yang terjadi
antara ikatan-ikatan basa ini memungkinkan setiap organisme memilik cetak biru
genetik yang spesiflk (Inman K, 2002).
DNA pada makhluk hidup dapat ditemukan di inti sel (nukleus), mitokondria,
dan klorofil. Namun pada manusia, DNA hanya ditemukan di nukleus dan
mitokondria. Jumlah pasang basa pada DNA nukleus adalah sekitar tiga miliar.
Pengorganisasian DNA di nukleus diawali oleh perikatan DNA dengan oktamer
histon membentuk nukleosom. Nukleosom-nukleosom akan berpolimerisasi
membentuk polinukleosom yang kemudian disimpan di dalam kromosom.
Kromosom-kromosom inilah yang di dalamnya terdapat DNA, yang akan
menggandakan dirinya pada saat pembelahan sel. Sedangkan DNA yang berada di
mitokondria (atau lebih dikenal dengan nama mtDNA) berbentuk sirkuler. Jumlah
pasang basa pada mtDNA lebih sedikit daripada jumlah pasang basa pada DNA
nukleus, yaitu sekitar 16.000 pasang basa.
Struktur DNA ada 3 macam yaitu :
a) Struktur Primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri
dari satu basa nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa
berupa 2-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat.
Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5 bebas (tidak terikat
nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3 hidroksil bebas atau dengan arah
5 3

Tabel 1: Perbedaan DNA Inti dengan DNA Mitokondria

DNA Inti DNA Mitokondria


Ukuran genom 3 juta bp 16.569 bp
Kopi per sel 2 (1 dari tiap induk) Bisa lebih dari 1000
Struktur Linear, terbungkus kromosom Sirkuler
Diturunkan dari Ayah dan Ibu (kecuali Y) Ibu
Keunikan Unik untuk tiap individu (kecuali Tidak sepenuhnya
saudara kembar indetik) unik/khas
Tingkat mutasi Rendah 5-10 kali DNA inti

b) Struktur Sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan fungsinya sebagai pembawa
informasi genetik adalah komposisi basa penyusun.
c) Struktur Tertier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.
Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur
tertutup yang tidak berujung. Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari
bakteri, virus dan mitokondria seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA
dapat berbentuk molekul linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas.

2. Pemeriksaan DNA
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat
digunakan sebagai sarana identifikasi (National Institute of Justice, 2000.).
Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, sarana-sarana identitikasi
dapat dikelompokkan menjadi:
a) Sarana identifikasai konventional
Yaitu berbagai macam pemeriksaan identiflkasi yang biasanya sudah dapat
diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik, antara lain:
1) Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau
tubuh lainnya.
2) Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti pakaian, perhiasan, sepatu
dan sebagainya.
3) Pemeriksaan kartu-kartu pengenal sepeni KTP, SIM, Karpeg, kartu
mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau
dokumen-dokumen dsb.
4) Pemeriksaan sidikjari dan lain-lain.
b) Sarana identifikasi medis
Yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang diselenggarakan
penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak dapat
menggunakan sarana identifikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil
identitikasi yang meyakinkan, antara lain:
1) Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik
secara medis melalui pemeriksaan luar dan atau dalam.
2) Pemeriksaan odontologis untuk mencari ciri-ciri gigi.
3) Pemeriksaan antropologis dan antropometri untuk menentukan ciri-ciri
badan atau rangka seseorang.
4) Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA, dan sebagainya.
5) Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

Beberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional


lainnya adalah sebagai berikut.

1. Ketepatan yang tinggi


Dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukannya
pemeriksaan DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah.
2. Kestabilan yang tinggi
Pada kasus di mana bukti sebagai sampel sudah membusuk, hanya tes
DNA yang masih dapat dilakukan karena DNA bersifat tahan pembusukan
dibandingkan dengan protein.
3. Pemilihan sampel yang luas
DNA terdapat pada seluruh sel tubuh yang bernukleus sehingga
pengambilan sampel untuk pemeriksaan DNA dapat diambil dari berbagai
bagian tubuh kecuali sel darah merah.
4. Dapat mengungkap kasus-kasus seperti penentuan keayahan, kasus incest,
kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus paternitas dengan
bayi yang sudah meninggal, dan kasus paternitas dengan bayi tanpa
ayah.
5. Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku; pemeriksaan
DNA dapat memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja pelakunya.
6. Sensitivitas yang amat tinggi

2.1. Pengumpulan sampel untuk pemeriksaan DNA


Dalam pengumpulan sampel DNA yang paling penting adalah
pengawetan dan pemeliharaan karena sebagai barang bukti, integritas sampel
harus dipertahankan agar hasil pemeriksaannya dapat digunakan dalam
pengadilan. Pengumpulan sampel DNA yang buruk dapat menyebabkan DNA
terdegradasi atau fragmen DNA yang terlalu pendek yang menyebabkan sulit
untuk dianalisis. Aspek lain yang penting adalah tidak terkontaminasi. Berbagai
bagian tubuh manusia dapat digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan DNA
(Interpol, 2009). Material pemeriksaan DNA dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2: Material pemeriksaan DNA
Material biologis Keterangan
Darah Darah dapat ditemukan dalam bentuk genangan, tetesan,
percikan, atau noda. Darah diisolasi bisa dalam bentuk cair atau
kering.
Tulang Sampel tulang dari tubuh yang telah membusuk dapat
digunakan untuk analisis DNA
Ketombe Keluhan kulit tertentu akan menghasilkan jaringan kulit kepala
yang berlebihan yang dapat digunakan untuk analisis DNA
Rambut DNA terdapat pada akar rambut dan kulit kepala yang
mengililingi akar rambut. Satu helai rambut yang ditarik sampai
ke akarnya cukup untuk bahan analisis DNA. Sedangkan
helaian rambut yang biasa ditemukan di pakaian biasanya tidak
memiliki materi DNA inti yang cukup untuk analisa sehingga
hanya bisa dilakukan analisa terhadap DNA mitokondria. Sulit
untuk menilai kualitas dari sebuah rambut tanpa diperiksa
dibawah mikroskop, oleh karena itu seluruh rambut harus
dikumpulkan
Feses Standar pemeriksaan DNA tidak dapat dilakukan pada sampel
feses kecuali pada feses yang bercampur darah. Tetapi dapat
digunakan analisis mitokondria DNA
Kuku Profil DNA untuk kepentingan analisis DNA dapat diperoleh
dari sel-sel kulit dan darah yang terkumpul di bawah kuku.
Sidik jari Pemeriksaan analisis DNA dari swab sidik jari
Bagian tubuh Potongan tubuh sesorang akan berisi sejumlah besar DNA yang
cukup untuk pemeriksaan analisis DNA
Sekret hidung dan Digunakan kasa atau kapas untuk mengambil sekret hidung
telinga atau telinga yang dapat menjadi sumber yang baik untuk
pemeriksaan DNA
Saliva Tidak terdapat DNA pada air liur. Tetapi DNA dapat ditemukan
pada sel-sel epitel mukosa mukut yang kadang-kadang
ditumpahkan bersama saliva
Semen Semen atau air mani biasanya mengandung sperma yang
banyak mengandung DNA
Keringat Keringat tidak mengandung material DNA
Urin Urin mungkin mengandung sel-sel epitel yang berasal dari
saluran kemih tetapi mungkin masih belum cukup untuk
analisis DNA
Cairan vagina Cairan vagina mengandung sel-sel dinding vagina yang cukup
untuk analisis DNA

Sebagian besar barang bukti biologis tersebut paling baik disimpan dalam
keadaan dingin dan kering. Kondisi ini menurunkan laju pertumbuhan bakteri dan
degradasi DNA. Berikut ini merupakan prosedur yang dapat dilaksanakan ketika
menghadapi proses pengambilan sampel untuk analisa DNA.
Secara Umum, prosedur terhadap tiap bercak seperti tercantum dibawah
ini :

1. Sampel Cair
Jika darah, semen, atau saliva ditemukan sebagai bercak cair atau
masih basah, sampel tersebut harus dikumpulkan dengan pulasan kering atau
pipet bila tersedia. Pulasan dari kapas wol yang steril cocok untuk pegambilan
sampel jenis ini. Sampel tersebut harus diambil dengan satu area pulasan dan
tidak mengenai seluruh permukaan kepala pulasan
2. Bercak Kering
Bercak yang terlihat dapat diambil dengan beberapa cara. Sedapat
mungkin dilakukan dengan mengambil bercak secara keseluruhan. Apabila
hal ini tidak memungkinkan, bercak dapat diambil dengan beberapa cara:
a. Swabbing: lembabkan pulasan dengan sejumlah kecil air steril (tidak
sampai basah) dan gunakan pulasan untuk menggosok material DNA
dari area yang sekecil mungkin
b. Scraping: kerok bercak kering dari permukaan dengan pisau scalpel
sekali pakai dan simpan hasil kerokan ke dalam kontainer steril atau
amplop kering
c. Cutting: gunakan pisau steril yang tajam untuk memotong permukaan
yang mengandung material DNA, misalnya kayu atau wallpaper
d. Lifting: dengan menggunakan plester lengket, bercak diangkat dengan
permukaan plester yang lengket, kemudian permukaaan plester yang
lengket itu di ditempelkan pada permukaan steril misalnya pada acetate
sheet. Cara ini dapat digunakan untuk mengambil bercak dengan bersih
dan kemudian mengamankannya dalam plaster.
3. Kondisi khusus
Pada Kejahatan Seksual, perlu diperhatikan tahap-tahap pengambilan
sampel yang baik. Alat pemeriksaan medis terpisah harus digunakan untuk
masing-masing individu. Pemeriksaan medis lebih baik tidak dilakukan
bersamaan tetapi dipisahkan, baik ruang maupun waktu. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi silang oleh pihak ketiga atau
oleh pemakaian fasilitas pemeriksaan bersama-sama. Alat pemeriksaan medis
memuat instruksi pemeriksaan yang eksplisit dan sebuah formulir
pemeriksaan medis yang harus dilengkapi pada setiap pemeriksaan.
Deskripsi dari korban hidup tentang rangkaian kejadian sangatlah
penting untuk menjadi petunjuk dari mana DNA dapat didapatkan. Sebagai
contoh, bila korban mengatakan bahwa pelakunya menciumnya di leher, perlu
dilakukan pemeriksaan dan apusan di area tersebut untuk menemukan DNA
pelaku.
Apusan yang didapat dari korban atau tersangka sebaiknya tidak
disimpan pada media transfer (seperti pada analisis mikrobiologi) karena akan
merusak DNA. Selembar kertas yang lebar dapat digunakan untuk
mengumpulkan barang bukti yang mungkin jatuh dari tubuh korban atau
pakaian selama pemeriksaan. Kertas lebar tersebut harus dilipat dengan hati-
hati dan dikumpulkan bersama barang bukti yang lain.
2.2. Ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh dari sel atau jaringan tubuh. Hanya dalam jumlah sedikit
jaringan seperti darah, rambut, atau kulit yang bila perlu dapat dilakukan
penggandaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Proses penghancuran
sel secara kimia dilakukan dengan pemanfaatan senyawa kimia seperti EDTA
(Ethil Endiamin Tetra Asetat) dan SDS (Sodium Dodesil Sulfat). EDTA sebagai
perusak atau penghancur sel dengan cara mengikat ion magnesium. Ion
magnesium ini berfungsi mempertahankan integritas sel dan meningkatkan
aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Sedangkan SDS deterjen
dapat digunakan untuk merusak membran sel.

Kotoran (debris) sel yang ditimbulkan akibat proses penghancuran sel dapat
dibersihkan dengan cara centrifuge, sehingga yang tertinggal di dasar tabung
hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA serta protein). Protein dapat
dihilangkan dengan bantuan enzim proteinase, sedangkan RNA juga dibersihkan
dari larutan dengan RNAase, maka DNA dapat diisolasi seutuhnya.

Contoh metode isolasi DNA, adalah metode Phenol, Chalating, Chelex,


TRIZOL, DNAzol, dan Salting out. Teknik-teknik utama untuk ekstraksi DNA
yang sekarang banyak digunakan dalam laboratorium DNA adalah ekstraksi
organik, ekstraksi Chelex, dan FTA atau ekstraksi fase-solid.
1. Ekstraksi organik
Ekstraksi organik, juga disebut ekstraksi fenol-kloroform, telah digunakan
paling lama dan dapat digunakan untuk situasi di mana RFLP dan atau
PCR digunakan DNA dengan berat molekul tinggi yang penting untuk
metode RFLP dapat diperoleh paling efektif melalui cara ini namun
metode ini memakan waktu lama, melibatkan bahan kimia berbahaya dan
memerlukan pemindahan bahan melalui beberapa tabung sehingga
menaikkan risiko kontaminasi.
2. Metode Chelex
Metode ini dapat mengekstraksi DNA lebih cepat dari metode organik.
Selain im, ekstraksi Chelex melibatkan lebih sedikit langkah sehingga
kontaminasi bisa diminimalisisasi. Namun, metode ini menghasilkan
DNA untai tunggal sehingga hanya berguna untuk prosedur berbasis PCR,
Selain im, tes 'lni juga menghilangkan inhibitor PCR sehingga dapat
menjadi suatu keuntungan untuk PCR.
3. FTA paper
FTA paper adalah kertas scrap berbasis selulosa. Metode ini memiliki
keuntungan karena menghasilkan data konsisten dan dapat diautomatisasi.
4. Ekstrasi fase-solid
Merupakan ekstraksi di mana DNA diikat secara selektif pada sebuah
substrat seperti silica dan dilepaskan pada pencucian yang memisahkan
DNA dari protein dan komponen seluler lainnya. Metode yang paling
banyak digunakan adalah Qiagen columns, DNA IQ, dan PrepFiler.
5. Differential ekstraksi
Modifikasi ekstraksi organik yang memisahkan sel epitel dan sel sperma.
Metode ini umum digunakan untuk mengisolasi DNA pria dan wanita
pada barang bukti kasus-kasus perkosaan yang mengandung campuran
kedua jenis DNA tersebut.

Sebelum dilakukan analisis tertentu, penting untuk menentukan berapa


banyak DNA yang tersedia, dan juga apakah DNA tersebut berasal dari manusia,
serta telah terdegradasi atau belum.

3. Jenis-jenis pemeriksaan DNA


A. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Teknik pertama yang digunakan untuk pemeriksaan DNA dalam
bidang forensik adalah RFLP. RFLP yaitu suatu polimorflsme DNA yang
terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim
restriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number of Tandem Repeats
(VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim restriksi
yang mampu mengenal urutan basa tertentu dan memotong DNA. Urutan
basa tersebut disebut sebagai recognition sequence.
Teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan dengan
menggunakan enzim restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda.
Kemudian dengan menggunakan gel yang dialiri arus listrlk, potongan DNA
diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini dinamakan electrophoresis, dan
prinsip pada proses ini adalah potongan DNA yang lebih pendek bergerak
lebih cepat daripada yang lebih panjang.
Untuk mendeteksi adanya segmen yang bersifat polimorfik maka
dilakukan suatu prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting. Dalam
prosedur ini pada gel ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk
memisahkan rantai ganda menjadi rantai tunggal kemudian membran nilon
diletakkan diatas gel dan bahan penyerap diatas membran nilon. Cairan akan
bergerak ke dalam bahan penyerap bersama potongan DNA rantai tunggal.
Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang
mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari
lokasi pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada
proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal
dan membentuk DNA rantai ganda pada nilon. DNA probe yang tidak
berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah
ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-Ray.
Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut autorad.
Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel
berasal dari sumber yang sama. Pada teknik RFLP tidak hanya digunakan satu
DNA probe, di mana DNA probe yang berbeda menandai lokus yang berbeda.
B. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA
tempelate tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi teknik ini didesain
seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam mahluk
hidup akan tetapi hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA
polymerase sebanyak 20 s.d. 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat
akurasi yang tinggi. Proses ini berlangsung secara in vitro dalam tabung
reaksi sebesar 200 l. Walaupun digunakan sampel DNA yang sedikit, PCR
mampu menggandakan atau mengkopi DNA tempelate hingga miliaran kali
jumlah semula sehingga dapat diperoleh informasi genetik.
Sampel DNA yang disiapkan untuk metode PCR dapat dianalisis
menggunakan beberapa cara. Secara umum variasi per lokus sampel DNA
yang disiapkan melalui PCR lebih rendah daripada variasi RFLP. Dengan
demikian hasil dapat diperoleh dari sampel yang kurang secara kualitas
maupun kuantitas namun kekuatan diskriminasinya lebih rendah dengan
jumlah lokus yang sama. Kekuatan metode analisa PCR adalah kemampuan
untuk manganalisa beberapa lokus secara bersamaan dengan proses yang
otomatis.
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermall Cycler yang
dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan
siklus PCR.
Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA
memperbanyak jumlahnya dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di
laboratorium, yaitu :
a. Proses Denaturasi, yaitu memanaskan segmen atau urutan DNA rantai
ganda pada suhu 96C, sehingga DNA rantai ganda akan memisah
menjadi rantai tunggal.
b. Proses Annealing atau Hybridiztion. Pada proses ini setiap rantai
tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan
DNA primer. Tahap ini dilakukan dengan menurunkan suhu hingga
kisaran 40-60C selama 20 s.d. 40 detik.
c. Proses Extention atau Elongation. Pada tahap ini DNA polymerase
ditambahkan dan dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu kerja
optimum enzim DNA polymerase, yaitu suhu 70 C s.d. 72 C.
Kemudian DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai
dengan pasangannya dilanjutkan dengan proses replikasi. Enzim akan
memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung dan lamanya waktu
ektensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.
Selain ketiga proses tersebut, biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh
tahap Pre-Denaturasi. Tahapan ini dilakukan selama 1 s.d. 9 menit di awal
reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktivasi DNA
polymerase. Tahap terakhir yang dilakukan setelah siklus PCR terakhir
disebut tahap Final Elongasi. Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim
70C s.d. 72C selama 5 s.d. 15 menit untuk memastikan bahwa setiap rantai
tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempuma.

C. PCR - STR (PCR - Short Tandem Repeats)


Metode ini adalah salah satu metode analisis yang berdasarkan pada
metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STR adalah suatu istilah genetik
yang digunakan untuk menggambaran urutan DNA pendek (2 s.d. S pasangan
basa) yang diulang. Genom setiap manusia mengandung ratusan STR.
Metode ini paling banyak dikembangkan karena cepat, otomatis, dan
memiliki kekuatan diskriminasi tinggi. Dengan metode STR dapat dilakukan
pemeriksaan sampel DNA yang rusak atau di bawah standar karena ukuran
fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 s.d. 500
pasangan basa. Selain itu, pada metode ini dilakukan pemeriksaan pada setiap
lokus yang memiliki tingkat polimorfisme dengan memeriksa banyak lokus
dalam waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu
dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Cara ini dapat
menghemat waktu dan menghemat sampel.

D. Interpretasi hasil pemeriksaan DNA


Tujuan dari pemeriksaan DNA adalah untuk membuktikan apakah
sampel yang diperiksa benar-bcnar berasal dari orang tertentu (Butler JM,
2010). Setelah hasil pemeriksaan dibandingkan dengan data yang ada ataupun
dari reference sample, dapat ditarik kesimpulan berupa:
1. Eksklusi, Tipe DNA berbeda sehingga dapat dipastikan bahwa DNA
berasal dan sumber yang berbeda. Kesimpulan ini mutlak dan tidak
memerlukan analisis ataupun diskusi lebih lanjut.
2. Inkonklusif, Dari hasil pemeriksaan, tidak dapat dipastikan apakah tipe
DNA yang dibandingkan bersesuaian. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal seperti degradasi, kontaminasi, atau adanya kegagalan dalam
tahap tertentu (misalnya penghambatan enzim restriksi). Berbagai bagian
dalam analisis mungkin dapat diulang terhadap beberapa sampel untuk
memperoleh hasil yang lebih jelas.
3. lnklusi, Tipe DNA bersesuaian dan dapat berasal dari orang yang sama.

E. Aplikasi teknologi identifikasi DNA dalam bidang forensik


a. Pemeriksaan barang bukti
DNA typing cocok digunakan pada barang bukti yang
ditinggalkan oleh kejahatan yang terdapat tindakan kekerasan maupun
adanya pertukaran cairan tubuh antara pelaku dan korban, seperti
kasus perkosaan, sodomi, pembunuhan. Dari bahan yang dapat
digunakan antara lain: darah, semen, rambut, kulit. Eksklusi yang
dilakukan oleh DNA adalah mutlak dan banyak narapidana yang
sebelumnya bersalah dibebaskan karena barang bukti yang lama di tes
kembali dengan teknik DNA.
Teknologi analisis DNA yang sedemikian maju memungkinkan
untuk memeriksa sampel biologis (darah, air mani, air liur, urine, dll)
dalam jumlah yang sangat kecil. Prasyarat yang harus dipenuhi
diantaranya jumlah DNA yang cukup untuk dianalisis. Kondisi barang
bukti di TKP akan semakin rumit apabila ada dugaan kontaminasi
silang.

b. Paternitas
Paternitas merupakan hubungan kekerabatan dalam garis
keturunan ayah. Uji paternitas menggunakan analisis DNA
memperlihatkan informasi genetik yang sangat spesiflk sehingga
mampu membedakan individu satu dengan lainnya sebagai ayah
biologis atau bukan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hukum
segregasi dari Mendel mengatakan bahwa molekul DNA yang
diwariskan dari salah satu orang tua berupa l salinan dari gen. Alel
yang kita dapatkan dapat identik dan kita sebut dengan homozigot
maupun berbeda dan disebut heterozigot.
Paternitas ditentukan dari ada atau tidaknya alel yang sama
antara anak dan ayah yang diduga. Jadl, hasil dari tes paternitas adalah
eksklusi maupun inklusi. Tes paternitas memanfaatkan short tandem
repeat (STR). Bila tidak ada mutasl, seorang anak akan menerima l
alel dari masing-masing orang tua pada setip lokus genetik yang
diperiksa.
IBU AYAH

A, B C, D

B, C

ANAK
Gambar 2: Pola penurunan Mendelian menunjukkan bahwa ibu yang
memiliki alel A dan B, mewariskan salah satu alelnya kepada
anaknya, begitu juga dengan dari ayah.

Analisa DNA untuk kasus paternitas dapat menggunakan


sampel dari bagian biologis tubuh, namun pada umumnya diperoleh
dari sel tubuh yang mengandung inti. Hal ini dikarenakan, DNA yang
diturunkan dari ayah hanya terdapat pada sel berinti atau disebut juga
core DNA (cDNA). Bila ada satu DNA yang tidak tersedia, contoh:
ayah atau ibu, dibutuhkan pemeriksaan lokus genetik tambahan,
contoh: DNA mitokondria, kromosom - Y, atau kromosom - X.

c. Investigasi orang hilang


Tes DNA dapat digunakan untuk mengetahui identitas orang
hilang dengan cara membandingkan DNA dari orang hilang dengan
saudara yang masih hidup.
Ada 3 kategori sampel yang digunakan pada kasus orang
hilang, yaitu sampel referensi langsung, sampel referensi keluarga,
dan sisa tubuh manusia yang tidak teridentiflkasi. Contoh dari tubuh
manusia yang ndak teridentiflkasi antara lain tulang, gigi, atau
jaringan yang lain. Untuk sampel yang terdegradasi dapat digunakan
sekuens DNA mitokondrial. Sedangkan untuk sampel langsung dapat
digunakan sikat gigi, sisir, dan lain~lain. Referensi dari keluarga dapat
berupa buccaI swab dari keluarga dekat, sepeni: orang tua, anak-anak,
maupun adik atau kakak dari orang hilang tersebut. Sedangkan untuk
keluarga derajat 2, seperti paman, bibi maupun sepupu, biasa
digunakan bila tes DNA mitokondria ataupun tes kromosom Y
digunakan.

d. Identifikasi korban bercana


Sistem DNA (ypingjuga digunakan pada bencana yang besar
untuk identifikasi dari tubuh dan bagian tubuh (Interpol, 2009)
Bencana, baik karena manusia maupun karena dapat menyebabkan
hilangnya nyawa banyak orang. Adanya usaha untuk mengidentifikasi
korban-korban ini disebut disaster victim indentifiction (DVI).
Tes DNA mempunyai keunggulan dibanding tes forensik yang
lain (odontologi dan sidik jari) karena dapat mengidentifikasi setiap
bagian tubuh yang didapat dari suatu tempat bencana, dengan syarat:
1. Ada sampel DNA yang cukup
2. Harus ada sampel DNA dari anggota keluarga yang dapat
dibandingkan.

Barang-barang pribadi dari orang yang meninggal seperti sikat


gigi, sisir, atau baju kotor yang dapat digunakan sebagai sampel DNA
referensi. DVI selalu membandingkan antara data post-mortem dan
ante-mortem. Data post-mortem didaptkan dari sisa tubuh manusia
yang sudah meninggal. Sedangkan data ante-mortem didaptkan dari
sampel referensi, contoh: sikat gigi korban atau saudara sedarah.

F. Mini STR
Metode DNA profiling dalam bidang kedokteran forensik saaat ini
berdasarkan aplikasi polymerase chain reaction (PCR) dan STR (Short
Tandem Repeat). Marker STR merupakan marker yang sangat polimorfik dan
mampu menghasilkan profil DNA dari sampel yang sangat kecil (Senge T,
2011). Pola alel yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
seorang individu dengan sangat akurat.
Dalam bidang forensik, kondisi sampel sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya bahan kimia, paparan bakteri dan faktor
lingkungan. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas DNA yang diekstraksi, sehingga profil yang terbentuk
tidak sempurna. Hal ini sebagai akibat dari adanya inhibitor reaksi ataupun
kondisi DNA yang terdegradasi. Masalah ini akan semakin terlihat apabila
marker multiplek yang digunakan dalam reaksi PCR mengkopi produk
dengan ukuran yang besar. Marker STR komersial yang digunakan secara
luas oleh barbagai laboratorium DNA mampu menghasilkan amplikon dalam
rentang ukuran 100 hingga 450 bp. Untuk mengatasi hal ini, beberapa
pendekatan dikembangkan oleh para ahli diantaranya dengan mereduksi
ukuran produk PCR dengan menggeser primer sedekat mungkin mendekati
area pengulangan STR dengan tujuan menghasilkan informasi profil yang
utuh dari sampel DNA yang mengalami degradasi (Ohtaki H, 2002). Ukuran
produk PCR yang kecil inilah dikenal dengan istilah mini STR, dan
diharapkan mampu memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi terutama
pada sampel DNA yang mengalami degradasi.

Anda mungkin juga menyukai