Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kesempatan kepada kami untuk dapat menyusun laporan hasil tutorial
skenario 5 yang berjudul Kista Rongga Mulut. Pembuatan makalah ini
didasarkan pada hasil pelaksanaan tutorial yang menggunakan metode seven
jump. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok VII
pada skenario kelima.

Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. drg. Dwi Merry Christmarini Robin, M.Kes selaku tutor yang telah
membimbing jalannya diskusi tutorial kelompok VII Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Jember dan memberi masukan yang membantu bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih mengandung banyak


kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan sehingga dapat digunakan untuk menyempurnakan laporan berikutnya.
Yang terakhir semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 15 Oktober 2016

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
SKENARIO..........................................................................................................iii
STEP 1: Identifying Unfamiliar Words......................................................1
STEP 2: Rumusan Masalah.........................................................................2
STEP 3: Brainstorming................................................................................3
STEP 4: Mapping.........................................................................................7
STEP 5: Learning Objective........................................................................8
STEP 6: Self Study.......................................................................................9
STEP 7: Generalisation................................................................................10
LAMPIRAN.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................iv

ii
iii
STEP 1
IDENTIFYING UNFAMILIAR WORD

1. Ping Pong Phenomena


Apabila dilakukan palpasi, benjolan tersebut ikut bergerak.
Apabila dilakukan palpasi atau ditekan terdapat lapisan seperti bola
ping pong.

Disepakati:

Abses apabila ditekan akan menyebar (fluktuasi yaitu kalau ditekan


akan menyebar disebelah kiri dan kanan jari)
Kista (Ping pong phenomena) apabila ditekan, benjolan akan pindah
karena kista diselimuti kantung sehingga tidak ada fluktuasi.
2. Scalloped Border
Tepi yang tidak rata.
Tepi yang membentuk sekop atau membentuk oval.

1
STEP 2
RUMUSAN MASALAH

1. Adakah hubungan gigi 48 dengan kista?


2. Mengapa pada saat kecil belum merasa sakit, tetapi ketika sudah besar
mulai terasa sakit?
3. Apakah ada hubungan dengan proses tumbuh kembang gigi?
4. Apakah ada keterkaitan pembengkakan yang dialami pasien dengan rasa
sakit pada saat mengunyah dan menutup mulut?
5. Faktor apa yang mempengaruhi kista pada skenario?
6. Mengapa bisa terdapat keratin pada epitel kista dan ada epitel yang tidak
berkeratin?
7. Apakah ada hubungan antara kista dengan kelenjar limfe submandibula
normal?
8. Apakah terdapat kista yang dapat menjadi neoplastik?

2
STEP 3
BRAINSTORMING

1. Adakah hubungan gigi 48 dengan kista?


Ada, Pada saat gigi impaksi terdapat stellate retikulum. Dimana stellate
retikulum nanti nya akan berproliferasi untuk membentuk kista dan
tumbuh pada mahkota gigi. Kista berhubungan dengan gigi yang
impaksi yaitu gigi 48. Kista tumbuh/timbul di sekeliling gigi yang
unerupted yang menyebabkan kegagalan erupsi gigi 48 nantinya.
Sebaliknya, gigi yang tidak dapat tumbuh juga dapat menyebabkan
pembentukan kista.
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan terbentuknya kista adalah
karena inflamasi dan infeksi yang berkelanjutan pada gigi unerupted
pada skenario adalah gigi 48, sisa-sisa sel epitel pembentuk gigi yang
seharusnya mengalami reduksi dan hilang akan membentuk jaringan
baru yang mengganggu pertumbuhan gigi 48 dan berkembang menjadi
kista. Sisa-sisa sel epitel ini biasa disebut dengan epitel malassez.
Dengan terbentuknya kista tersebut gigi 48 tidak dapat tumbuh.
Kista terbentuk di daerah Cemento Enamel Junction, kista membesar
dan gigi 48 tertekan yang mengakibatkan gigi 48 turun kebawah
sehingga gigi 48 tidak dapat erupsi.
Proses pembentukan dan perkembangan kista berasal dari reduced
enamel epitelium yang menyelubungi gigi yang unerupted misal gigi
48. Adanya akumulasi cairan diantara reduced enamel epitelium dan
mahkota gigi, kemuadian cairan tersebut akan memicu proliferasi
reduced enamel epitelium sehingga akan menyebabkan terbentuk kista.

2. Mengapa pada saat kecil belum merasa sakit, tetapi ketika sudah
besar mulai terasa sakit?
Sebagian besar kasus kista biasanya tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik). Tanda dan gejala kista bergantung pada besar dan
perluasan kistanya. Kista yang kecil pada umumnya belum
menunjukkan tanda dan gejala (asimptomatik) dan semakin kista

3
membesar kista tersebut akan terasa sakit karena terdapat destruksi
tulang.
Karena pada saat kista berukuran kecil belum mencapai lamina propia,
ketika kista semakin membesar akan mencapai lamina propia.
Karena biasanya gelaja baru tampak saat terjadi perluasan kista dalam
tulang atau terjadi peradangan. Dan kadang-kadang tidak terasa sakit
sampai terjadi perkembangan kista secara sempurna.
Pada saat kista masih kecil belum terjadi invasi kista pada jaringan
sekitar kista sehingga belum terasa sakit. Dan ketika kista sudah
membesar gigi M2 akan terdesak dan akar bagian distal akan dirusak
oleh kista sehingga mengenai persyarafan di akar distal gigi M2.
Kista saat besar terasa sakit karena terdapat inflamasi yang akan
memproduksi prostaglandin yang dapat mengaktifkan RANKL dan
RANK sehingga akan mengaktifasi osteoklas yang dapat meresorbsi
tulang.

3. Apakah ada hubungan antara kista dengan proses tumbuh kembang


gigi?
Ada, karena kista berkembang dalam folikel dental yang dan
mengelilingi gigi yang tidak erupsi, sering ditemukan dalam daerah
dimana terdapat gigi yang tidak erupsi (gangguan erupsi gigi), yaitu
gigi molar ketiga rahang bawah, molar ketiga rahang atas dan kaninus
rahang atas.
Terdapat banyak kista yang penyebabnya berasal dari gigi, kista ini
terbentuk bersamaan dangan perkembangan dari gigi tersebut, dan
kadang bersamaan dengan pertumbuhan mahkota gigi yang tumbuh
tidak sempurna.

4. Apakah ada keterkaitan pembengkakan yang dialami pasien dengan


rasa sakit pada saat mengunyah dan menutup mulut?
Karena kista yang ekspansif ke ramus mandibula dapat menghimpit otot
otot masseter pada saat mengunyah sehingga akan menghasilkan rasa
sakit pada saat membuka mulut atau mengunyah.
Karena pada saat menutup mulut akan terjadi oklusi gigi atau
bertemunya oklusal gigi antara rahang atas dan rahang bawah. Hal

4
tersebut dapat menyebabkan rahang bawah yang terdapat kista tertekan
sehingga akan menimbulkan rasa sakit pada saat menutup mulut.

5. Faktor apa yang mempengaruhi kista pada skenario?


Faktor Gigi 48 yang unerupted yang dikelilingi oleh sisa-sisa sel epitel
odontogenik yang dapat menyebabkan terjadinya proliferasi apabila
terdapat rangsangan. Apabila sisa sel epitel mengalami proliferasi akan
terbentuklah massa epitel. Sel yang berada dibagian tengah massa akan
mengalamu kerusakan dan mati sehingga akan terbentuklah lumen yang
disebut kista.
Faktor usia yaitu pada saat usia semakin menua maka akan terjadi
penurunan daya tahan tubuh dan kebersihan mulut sudah mulai
menurun. Sehingga akan mudah terserang infeksi pada rongga mulut
sehingga menyebabkan peradangan dan merangsang sisa sel epitel yang
akan berkembang menjadi kista.
Adanya faktor periodontitis yang yaitu terjadinya radang pada jaringan
periodontal yang akan menghasilkan Growth Factor dan mediator
proinflamasi. GF ini nantinya akan merangsang proliferasi sel epitel
malasez sehingga terbentuk kista.
Faktor adanya endotoksin bakteri yang diperoleh dari radang pada
pulpa. Radang pada pulpa akan meluas hingga ke daerah periapeks
sehingga terbentuk granuloma periapikal. Apabila terjadi inflamasi
terus-menerus (kronis) granuloma periapikal dapat membentuk kista.

6. Mengapa bisa terdapat keratin pada epitel kista dan ada epitel yang
tidak berkeratin?
karena tergantung pada asal dari sisa sel epitel yaitu apabila sisa sel
asal nya menghasilkan epitel berlapis pipih maka akan terbentuk
keratin sedangkan apabila sisa sel epitel asalnya menghasilkan epitel
selapis pipih maka tidak akan terbentuk keratin.

7. Mengapa kelenjar limfe submandibula tidak mengalami


pembengkakan?
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar yang dekat dengan rongga
mulut. Tetapi kista tidak mengalami metastasis ke kelenjar

5
submandibula sehingga tidak terjadi pembangkakan pada kelenjar
limfe submandibula.
Bukan karena tidak bermetastasis, tetapi karena tidak terjadi infeksi
pada kista pada skenario. Kista terbentuk dikarenakan suatu
perkembangan yang mengalami gangguan. Sehingga tidak terjadi
pembengkakan pada kelenjar submandibula.

8. Apakah terdapat kista yang dapat menjadi neoplastik?


Kista dentigerous yang mengalami mutasi oleh gen supresor tumor di
dalam lumen dapat menyebabkan neoplastik. Kista dentigerous dapat
mengarah ke ameloblastoma. Terdapat tiga jenis ameloblastoma yaitu
luminal ameloblastoma, muralameloblastoma dan intra luminal
ameloblastoma

6
STEP 4
MAPPING

7
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi Dan Faktor


Predisposi Kista Rongga Mulut.
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Kista Secara
Umum.
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Macam-Macam Kista
Rongga Mulut
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Masing-
Masing Kista Rongga Mulut
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Klinis,
HPA Dan Radiografi.

8
STEP 6
SELF STUDY

9
STEP 7
GENERALISATION

LO 1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor


Predisposisi Kista Rongga Mulut

1. Proses radang/infeksi.
2. Trauma.
3. Gangguan Pertumbuhan.
4. Obstruksi/retensi kelenjar liur

LO 2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Kista


Rongga Mulut Secara Umum

Stimulasi terhadap sel-sel residual developmental epithelial menyebabkan


adanya suatu proliferasi sel menjadi jaringan. Sisa-sisa epithelial tersebut
berproliferasi menjadi massa solid yang semakin lama semakin membesar.
Semakin membesar massa, bagian tengah dari massa tersebut semakin jauh dari
pembuluh darah sehingga akan kehilangan supply nutrisi yang menyebabkan sel
rupture dan membentuk lumen. Produk intraseluler dari sel yang rupture tersebut
menyebabkan lumen hipertonik. Disamping itu, massa yang semakin membesar
akan mendesak pembuluh vena dan menyebabkan aliran darah vena terganggu
yang memicu timbulnya transudasi dari serum darah sehingga tekanan hidrostatis
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan cairan dari luar lumen masuk ke dalam
lumen yang akan memicu ekspansi, resorpsi tulang, rasa nyeri, dan paresthesia
(Marx dan Stern, 2012)

1. Inisiasi kista
Inisiasi kista mengakibatkan proliferasi batas epithelial dan
pembentukan suatu kavitas kecil. Inisiasi pembentukan kista umumnya
berasal dari epithelium odontogenic. Bagaimanapun rangsangan yang
mengawali proses ini tidak diketahui. Faktor-faktor yang terlibat dalam
pembentukan suatu kista adalah proliferasi epithelial, akumulasi cairan
dalam kavitas kista dan resorpsi tulang.

10
2. Developmental Kista
Proses ini umumnya sama pada setiap jenis kista yang memiliki
batas epithelium. Tahap pembesaran kista meliputi peningkatan volume
kandungan kista, peningkatan area permukaan kantung kista, pergeseran
jaringan lunak disekitar kista dan resorpsi tulang.
a. Peningkatan volume kandungan kista
Infeksi pada pulpa non-vital merangsang sisa sel malasez
pada membran periodontal periapikal untuk berproliferasi dan
membentuk suatu jalur menutup melengkung pada tepi granuloma
periapikal, yang pada akhirnya membentuk suatu lapisan yang
menutupi foramen apikal dan diisi oleh jaringan granulasi dan sel
infiltrasi melebur.
Sel-sel berproliferasi dalam lapisan dari permukaan
vaskular jaringan penghubung sehingga membentuk suatu kapsul
kista. Setiap sel menyebar dari membran dasar dengan percabangan
lapisan basal sehingga kista dapat membesar di dalam lingkungan
tulang yang padat dengan mengeluarkan faktor-faktor untuk
meresorpsi tulang dari kapsul yang menstimulasi pembentukan
osteoclast.
b. Proliferasi epitel
Pembentukan dinding dalam membentuk proliferasi epitel
adalah salah satu dari proses penting peningkatan permukaan area
kapsul dengan akumulasi kandungan seluler. Pola mulrisentrik
pertumbuhan kista membawa proliferasi sel-sel epitel sebagai
keratosis mengakibatkan ekspansi kista. Aktifitas kolagenase
meningkatkan kolagenalisis. Pertumbuhan tidak mengurangi batas
epitel akibat meningkatnya mitosis. Adanya infeksi merangsang
sel-sel seperti sisa sel malasez untuk berploriferasi dan membentuk
jalur penutup. Jumlah lapisan epitel ditentukan oleh periode
viabilitas tiap sel dan tingkat maturasi serta deskuamasinya.
c. Resorpsi tulang
Seperti percabangan sel-sel epitel, kista mampu untuk
membesar di dalam kavitas tulang yang padat dengan
mengeluarkan fakor resorpsi tulang dari kapsul yang merangsang
fungsi osteoklas (PGE2). Perbedaan ukuran kista dihasilkan dari

11
kuantitas pengeluaran prostaglandin dan faktor-faktor lain yang
meresorpsi tulang.

LO 3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kista


Rongga Mulut

A. Kista Rahang
1. Epithelial
a. Developmental
i. Odontogenik
1. Odontogenic keratocyst
2. Kista dentigerous
3. Kista erupsi
4. Kista lateral periodontal
5. Kista gingiva orang dewasa
6. Kista gingiva bayi
7. Kista Botryoid
8. Kista glandular odontogenic
9. Kista calcifying odontogenic
ii. Non-Odontogen
1. Kista midpalatal raph pada bayi
2. Kista ductus nasopalatine
3. Kista Nasolabial
b. Inflamatory
1. Kista radicular, apical, dan lateral
2. Kista residual
3. Kista paradental
4. Kista inflammatory collateral
2. Non-Epithelial
1. Kista solitary bone
2. Kista Aneurysmal bone
B. Kista Antrum Maksila
1. Mucocele
2. Kista retention
3. Pseudocyst
4. Kista postoperative maxillary
C. Kista Jaringan Lunak Mulut, Wajah, Leher, dan Kelenjar Saliva
1. Kista dermoid and epidermoid
2. Kista ymphoepithelial (branchial)
3. Kista ductus thyroglossal
4. Kista anterior median lingual
5. Kista rongga mulut dengan epithelial gastric atau intestinal
6. Cystic hygroma
7. Kista nasopharyngeal

12
8. Kista thymic
9. Kista kelenjar saliva: kista mucous extravasation; kista mucous
retentio; ranula; polycystic (dysgenetic) parotid
10. Kista parasitic: Kista hydatid; Cysticercus cellulosae; trichinosis

(Shear, 2007)

LO 4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Macam-


Macam Kista Rongga Mulut

LO 5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Gambaran Klinis,


Gambaran HPA, dan Gambaran Radiografi

Pembahasan LO 4 dan LO 5

A. Kista Perkembangan
Odontogenik
1. Odontogenic Keratocyst
Odontogenic keratocyst (OKC) adalah kista developmental yang
tumbuh dari sel sisa-sisa dental lamina, lapisan epitel rongga mulut
saat pertumbuhan folikel gigi. OKC berhubungan dengan tingkat
rekurensinya yang tinggi, Pertumbuhannya yang agresif, dan basal cell
nevus syndrome.
OKC berasal dari primordial gigi sebelum proses mineralisasi,
sehingga OKC disebut juga sebagai kista primordial. Kista ini sering
muncul pada ramus mandibula karena bagian dari dental lamina yang
menyebabkan pertumbuhan OKC berada pada regio ini.
OKC berasal dari dental lamina yang masih berperan pada proses
pertumbuhan atau berasal dari proliferasi sel basal yang merupakan
sisa-sisa epitel rongga mulut. Epitel OKC bersifat lebih aktif
dibandingkan kista odontogen lainnya yang ditandai dengan aktivitas
mitosis yang tinggi dan adanya peningkatan uptake timidin pada
lapisan pembatas kista yang mengindikasikan adanya peningkatan
sintesis DNA. Lapisan epitel yang aktifinilah yang berperan penting
pada sifat OKC yang agresif dan tingkatrekurensinya yang tinggi.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab terjadinya OKC. Namun
para ahli patologi sepakat bahwa OKC merupakan kelainan
perkembangan yang berasal dari epitel odontogen. OKC dapat terjadi

13
selama proses pembentukan gigi belum sempurna, yaitu pada akhir
tahap bell stage. Walaupun banyak pendapat menyatakan bahwa OKC
berasal dari dental lamina sebelum pembentukan gigi sempurna,
pendapat ini masih sulit diterima apabila terjadi pada usia dewasa.
Sampai akhirnya ditemukan bahwa OKC dapat berasal dari proliferasi
sel basal dari epitel mulut. Terdapat akumulasi pulau-pulau epitel di
dalam mukosa superfisial OKC yang telah di eksisi, terutama pada
ramus asendens. Kadang-kadang pulau epitel itu terlihat sebagai
lapisan basal epitel mukosa mulut dan OKC melekat ke mukosa mulut
melalui fenestrasi tulang. Fenomena ini terutama mencolok pada OKC
yang diangkat dari pasien dengan sindrom karsinoma sel basal nevoid.
Nevoid karsinoma sel basal atau dikenal dengan Gorlin-Goltz
syndromeadalah suatu kondisi turun temurun yang diteruskan sebagai
sifat autosomal dominan, terwujud akibat adanya perubahan genetik
yang dihasilkan oleh mutasi dalam patched atau PTCH, sebuah gen
supresor tumor yang telah dipetakan ke kromosom 9q22.3-q31. Nevoid
karsinoma sel basal merupakan sebuah proses multisistemik yang
ditandai dengan adanya pigmen karsinoma sel basal, kista pada rahang,
lubang pada palmaris dan atau plantar dan kalsifikasi dari falxcerebri,
disertai dengan adanya anomali skeletal, kelainan kulit dan anomali
neurologis. Karena penyakit ini merupakan proses multisistemik, maka
terapinya memerlukan pendekatan multidisiplin antara dokter gigi,
dokter kulit, ahli bedah dan ahli syaraf di dalam pengelolan klinis dan
dalam menindaklanjuti sindrom ini. Odontogenik keratosis adalah
anomali yang paling sering muncul, merupakan tanda-tanda pertama
nevoid karsinoma sel basal dan dapat dideteksi pada pasien muda
berusia dibawah 20 tahun. Ini adalah lesi yang menarik bagi dokter
gigi karena sering kali dokter gigi adalah orang pertama yang terlibat
dalam mendiagnosa penyakit ini.
Basal cell Nevus syndrome (BCNS) atau Gorlins syndrome
menunjukkan gambaran karakteristik antara lain KSB multipel yang
cenderung bertranfosmasi menjadi KSB agresif, terdapat riwayat
dalam keluarga, kista keratinous pada mandibula, kista epidermal

14
termasuk milia, hamartoma viseral, seperti kista mesenterik, kista
renal, fibroma ovarium, fibroma uteri dan polip gaster, viseral
malignansi seperti adeno karsinoma, fibrosarkoma
ovarium,fibrosarkoma pada mandibula dan ameloblastoma, pits pada
palmoplantaris, skletal yang abnormal termasuk brachymetacarpalism,
hipertelerism dan penonjolan pada frontal.
Kerusakan gen yang berhubungan dengan BCNS pertama kali di
identifikasi pada kromosom 9p22.3 dan di temukan menjadi
homologous menjadi Drosophilia (fruit fly) patched (PTCH) gen.
Protein hasil dari PTCH gen (gen tumor supresor) merupakan
komponen tanda hedgehog pathway dan berhubungan dengan
perkembangan selama masa embriogenesis dan tanda sel pada orang
dewasa. Produksi PTCH gen normalnya meningkatkan aktivitas dari
sonic hedgehog protein dan juga sinyal protein, seperti smoothened
protein. PTCH bekerja sebagai regulator negatif pada signaling
pathways SHH, yang mempunyai hubungan yang kuat pada
perkembangan KSB. Jika gen PTCH tidak berfungsi, sehingga terjadi
overekspresi dari sonic hedgehog dan/atau moothened protein, yang
kemudian akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel. Mutasi dari
gen PTCH mempengaruhi dalam perkembangan carsinoma sindroma
sel basal dan juga membentuk carsinoma aporadic sel basal (sama
seperti moduloblastoma), menyediakn kesempatan untuk PTCH
sebagai tumor supresor pada keratinosis manusia.Mutasi PTCH juga
ditemukan pada OKCs pada pasien BCNS dan juga beberapa OKCs
yang terjadi secara sporadikal.
Penelitian terkini terbukti mutasi gen PTCH melalui signaling
pathways hedgehog (HH) berperan sentral pada proses karsinogenesis
kutis pada manusia dengan dibuktikan nyamutasi gen PTCH pada
manusia ditemukan pada BCNS dan KSB sporadik.Menurut teori, pada
masa embriogenesis kulit human, jalur signaling pathways
SHHmempengaruhi maintaining populasi sel punca dan sebagai
kontrol embriogenesis kulit, folikel rambut dan glandula sebasea.
Sebaliknya pada masa dewasa SHH mengalami turn- off. Aktivasi

15
yang menyimpang dihubungkan dengan berbagai tipe neoplasma
seperti KSB,meduloblastoma. Jalur sinyal SHH beraktivasi sejak awal
perkembanganembriogenesis dan terlibat dalam perkembangan neural
tube, sistem muskuloskletal, sel Haemapoetik, gigi, dan kulit. Pada
perkembangan kulit, SHH berperan sebagai maintaining populasi sel
punca dan mengontrol perkembangan folikel rambut dan glandula
sebasea. Masa dewasa di jaringan, SHH mengalami inaktivasi.
Laporan sebelumnya menunjukkan adanya
abnormalitas/penyimpangan aktivasi SHH pada sel membran
dihubungkan dengan smoothened homolog, juga hubungan SHH
sebagai faktor transkripsi GLI1 dan GLI2 meningkatkanpertumbuhan
dan perkembangan KSB. Menurut hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan mendeteksi adanya ekspresi target gen melalui SHH
signaling pathway dapat membantu menegakkan diagnosis KSB,
dimasa depan bermanfaat sebagai target dalam menentukan
pengobatan. Sonic hedgehog (SHH) mempunyai efek mitogenik pada
beberapa jaringan termasuk pada presomatik mesoderm, retina dan
serebelum. Pada penelitian dengan tikus transgenik, overekspresi SHH
pada kulit tikus transgenik akan berkembang berbagai gambaran klinis
BCNS. Penelitian ini menunujukkan SHH berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan KSB.
Pada OKCs sendiri terjadi over ekspresi dari antiapoptosis gen bcl
- 2, dimana gen bcl - 2 sendiri merupakan gen yang memiliki lebih dari
230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga exons yang mana exon 2 dan
sebagian kecil dari exon 3 mengkode protein. Bcl-2 mengkode 2
mRNA, yaitu Bcl-2 dan Bcl-2, yang mana hanya Bcl-2 yang
sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan
membran protein yang memiliki berat molekul 26 kDa terletak pada
bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan
bagian luar membran mitokondria dan sitoplasma. Berdasarkan dari
struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu regulator utama pada
proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Dimana
ketika terjadi over ekspresi dari antiapoptosis gen bcl - 2 maka akan

16
terjadi ketidakseimbangan antara apoptosis dan proliperasi sel. Dimana
ketika antiapoptosis ini terlalu banyak terekspresi maka terjadi
ketidakseimbangan pada kehidupan sel itu sendiri. Yang telah kita tahu
bahwa apoptosis sendiri berfungsi untuk mempertahankan
homeostasis, artinya jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus
berada dalam keadaan yang relative konstan, hal ini dapat dicapai jika
kecepatan mitosis seimbang dengan kematian sel.
Gambaran HPA
Dilapisi oleh squamous stratified ephitelium berkeratin 5-8
lapisan sel.
Lebih sering dijumpai tipe parakeratotik
Sel-sel basal terdiri dari sel-sel kolumnar dan kuboidal atau
campuran keduanya.
Sel-sel inflamasi jarang ditemukan, tapi terkadang terdapat
infiltrasi limfosit dan monosit.
Kapsul fibrous biasanya tipis yang kaya akan
mukopolisakarida
Cairan keratocyst berisi sejumlah kecil protein yang dapat
larut dalam albumin dan sedikit mengandung
Imunoglobulin

Gambar 1. Gambaran HPA OKC

Gambaran radiograf
Berbatas jelas yang merupakan gambaran tepi yang mengalami
dekortikasi yang membatasi gambaran radiolusen

17
Dapat unilokuer dengan batas radiopak yang tipis dan dapat
multilokuler dengan tepi yang berlekuk (scalloped)
Scalloped border , yang menunjukan adanya aktivitas
pertumbuhan yang tidak sama.

Gambar 2. Gambaran radiografi OKC

2. Kista Odontogenik Kalsifikasi


Kista Odontogenik Kalsifikasi adalah lesi yang jarang dan pada
gambaran histopatologi menampakkan berbagai macam keragaman
perilaku sel. Meskipun secara umum diketahui ebagai sebuah kista,
beberapa penelitian lebih menggolongkan kista kalsifikasi ini sebagai
sesuatu keganasan. Kista odontogenik kalsifkasi muncul sebagai wujud
dari kista non-neoplasma, sedangkan jenis yang lain , seperti tumor
odontogenik kalsifikasi dengan sel ghost tidak menunjukkan adanya
gambaran kistk, mungkin infiltrative atau malignant dan dapat
digolongkan sebagai suatu neoplasma.
Kalsifikasi sel ghost odontogenik kista (CGCOC) adalah lesi
odontogenik yang relatif jarang ditandai dengan bervariasi klinis,
gambaran radiographical dan perilaku biologis. CGCOC dapat
menunjukkan baik sebagai kistik atau lesi padat. Sejak deskripsi
pertama oleh Gorlin et al, pada tahun 1962, telah dikenal dengan nama

18
yang berbeda dan diklasifikasikan dan sub-diklasifikasikan ke dalam
berbagai jenis. Dalam varian kista, tiga jenis yang berbeda dapat
ditemukan: tipe sederhana unicystic, unicystic jenis odontoma terkait,
dan unicystic ameloblastomatous jenis berkembang biak. COC
biasanya tanpa gejala dan mungkin temuan radiografi incidental.
Secara klinis, CGCOC dapat hadir baik sebagai pusat (85%) atau
lesi perifer (15%). Ini menunjukkan usia bimodal kejadian yang biasa
menyajikan dalam dekade kedua dan ketujuh kehidupan. Tidak
menunjukkan kecenderungan terhadap setiap jenis kelamin dan terjadi
pada frekuensi yang sama dengan salah satu tulang rahang, anterior ke
molar pertama di gigi seri yang wilayah -canine. Ekspansi asimtomatik
tulang adalah presentasi yang paling umum dari lesi sentral, sementara
sessile atau bertangkai halus muncul massa adalah fitur dari lesi
perifer.
Gambaran klinis

Gambar 3. Gambaran klinis kista odontogenic kalsifikasi

Secara radiografi, pusat lesi muncul radiolusen sebagai unilocular


atau kadang multilocular dengan atau tanpa struktur kalsifikasi.
Ukuran dan opacity dari struktur kalsifikasi bervariasi, kadang-kadang
menempati seluruh daerah lesi. CGCOC mungkin berhubungan dengan
odontoma (24-35%).

19
Gambar 4. Gambaran radiologi kista odontogen kalsifikasi

Secara histopatologi, terdiri dari rongga kistik dilapisi oleh


4-10 ketebalan sel epitel odontogenik dan dinding berserat.
Lapisan basal lapisan epitel terdiri dari kuboid atau kolumnar
berbentuk sel ameloblast-seperti, yang melapisi lapisan basal,
ada longgar diatur sel muncul mirip dengan stellata retikulum
dari organ enamel. Anucleated sel epitel dengan retensi garis
selular yang baik dalam lapisan epitel atau jaringan ikat
merupakan temuan karakteristik dan disebut 'sel hantu'. sel
hantu individu mungkin sekering bersama untuk membentuk
lembaran besar struktur eosinophilic amorf yang kalsifikasi
mungkin terjadi. massa tidak teratur struktur kalsifikasi sugestif
dari dentin displastik yang hadir dalam hubungan dengan
lapisan basal yang menunjukkan sifat induktif epitel
odontogeni

Gambar 5. Gambaran HPA kista odontogenic kalsifikasi

3. Kista Dentigerous
Kista Dentigerous biasa disebut juga dengan kista folikuler karena
berasal dari organ enamel atau folikel gigi. Kista Dentigerous melekat
pada daerah servikal gigi yaitu disekitar cemento enamel junction
(CEJ),keadaan ini membedakan antara Kista Dentigerous dengan kista
primodial. Kista Dentigerous biasanya tumbuh pada gigi yang impaksi
dan gigi supernumerari permanen, kemungkinan terjadi pada gigi susu
sangat kecil dan biasanya terjadi pada gigi yang sedang erupsi.
Ada dua teori tentang pembentukan kista dentigerous. Teori yang
pertama yaitu adanya akumulasi cairan antara Reduced Enamel

20
Epithelium dan mahkota gigi. Tekanan cairan tersebut menyebabkan
proriferasi dari reduced enamel epithelium. Teori kedua yaitu
menyatakan bahwa proses terjadinya kista dentigerous adalah karena
kerusakan stellate retikulum yang menyebabkan terbentuknya cairan
diantara outer dan inner epithelium. Tekanan cairan tersebut memicu
proliferasi dari outer enamel epithelium sehingga meyisakan
perlekatan pada daerah cemento enamel junction, sehingga inner
enamel epithelium akan terdorong keatas mahkota. Kista dentigerous
akan terbentuk dan mengelilingi mahkota dan melekat pada Cemento
Enamel Junction dari gigi. Saat terbentuk sempurna mahkota akan
berprotusi ke dalam lumen, dan akar-akarnya memanjang ke sisi luar
kista. Kedua teori menjelaskan bahwa tekanan dari cairan
menyebabkan proliferasi kistik karena mengandung hiperosmolar yang
dihasilkan oleh kerusakan sel sehingga menyebabkan adanya tekanan
osmotik yang akan memompa cairan ke dalam lumen. Proses
terjadinya kista dentigerous juga berhubungan dengan gigi yang tidak
erupsi atau impaksi. Gigi impaksi yang mempunyai potensi untuk
erupsi akan menyebabkan penyumbatan aliran vena (venous outflow)
dan mengakibatkan transudasi serum dinding kapiler. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik yang akan
memisahkan folikel dari mahkota gigi.

Gambar 6. Gross specimen dari kista dentigerous

Kista Dentigerous ditemukan pada usia bersifat asimtomatik,tetapi


ukuran dari kista ini bisa menjadi sangat besar (10-15cm) sehingga
bisa menyebabkan adanya asimetris pada wajah penderita.
Gambaran radiografis menunjukan bahwa kista dentigerous
memiliki korteks yang berbatas jelas dengan outline berbentuk kurva

21
atau sirkuler dan melekat pada cemento-enamel junction. Kista
Dentigerous dapat diidentifikasi dengan gambaran berupa unilokular,
simetris, berbatas jelas dan mengelilingi gigi yang sedang erupsi.
Perlu diingat bahwa gambaran radiologis bukan merupakan alat
diagnosis utama karena kista odontogenik lain seperti odontogenic
keratocys dan ameloblastoma memiliki gambaran radiologis yang
hampir sama.

Gambar 7. Gambaran radiologis kista dentigerous

Gambaran Histopatologi
Pada kista dentigerous non-inflamasi ditemukan jaringan ikat
fibrous yang tidak teratur dan mengandung substansi
glikosaminoglikans. Terdapat bentukan pulau atau cord dari sisa-sisa
epitel odontogenik yang ditemukan didinding jaringan ikat fibrous.
Terdapat 2 sampai 4 lapis epitel yang datar dan tidak terkeratinisasi.

Gambar 8. Gambaran HPA kista dentigerous non-inflamasi

Pada kista dentigerous dengan inflamasi ditemukan jaringan ikat


yang terkolagenisasi dengan infiltrasi sel radang kronis. Lapisan epitel

22
menunjukan hiperplasia dengan retepegs dan banyak ditemukan
bentukan sel pipih. Kadan ditemukan lapisan keratin akan tetapi harus
bisa dibedakan dengan odontogenic keratocyst.

Gambar 9. Gambaran HPA kista dentigerous dengan inflamasi

4. Kista Erupsi
Kista erupsi pada dasarnya merupakan kista dentigerous yang
terjadi di jaringan lunak. Sedangkan kista dentigerous berkembang di
sekitar mahkota gigi erupsi yang terletak di tulang. Perbedaannya
terletak pada waktu erupsi, pada kista erupsi terjadi setelah gigi
tersebut sedang erupsi dan terpendam didalam jaringan lunak yang
melapisi tulang (Shear, 2012).
Etiologi pasti dari terjadinya kista erupsi tidak jelas. Etiologi kista
erupsi ini terkait dengan suatu hal yang dapat menghambat dari erupsi
gigi. Kekurangan ruang sebagai tempat untuk gigi erupsi mungkin
merupakan faktor penyebab. Menurut neville (2010) kista erups juga
terjadi karena akumulasi cairan jaringan atau darah di dalam suatu
ruang folikular yang membesar di sekitar mahkota gigi, adanya
jaringan fibrous yang tebal, kemudian juga dapat disebabkan oleh
pemakaian obat imunosupresan, yaitu siklosporin. Pemberian dari
siklosporin dapat menyebabkan perkembangan kista erupsi. Obat
siklosporin dapat digunakan pada pasien transplantasi organ sebagai
obat untuk menekan respon sel untuk mencegah reaksi penolakan
terhadap transplantasi organ tersebut dan sebagai obat untuk psoriasis,

23
lichen planus dan pemfigus vulgaris. Dalam pemberian siklosporin ini
dikombinasikan dengan calcium blocked channel, kedua obat ini dapat
menimbulkan efek berupa meningkatkan pertumbuhan gingiva yang
menyebabkan terhambatnya erupsi gigi.
Patogenesis kista erupsi sama dengan kista dentigerous.
Perbedaannya adalah gigi pada kasus kista erupsi dalam keadaan
tertanam dalam jaringan lunak dari gingiva bukan pada tulang. Dapat
bersumber dari akumulasi cairan antara reduced enamel epitelium dan
email.
Gambaran klinis

Gambar 10. gambaran klinis kista erupsi

Dijumpai pada anak-anak dengan usia yang berbeda-beda, dapat


ditemukan pula pada dewasa jika terdapat erupsi yang tertunda. Sering
ditemukan pada gigi anterior. Dapat terbentuk lebih dari 1 kista, berupa
pembengkakan yang rata diatas gigi yang sedang erupsi yang
warnanya seperti gingiva normal atau biru. Warna biru disebabkan
apabila terdapat akumulasi darah. Bersifat asimptomatik kecuali
mengalami infeksi. Apabila dipalpasi menghasilkan struktur kista yang
lunak dan fluktuan. Besar kista 1-1,5 cm (Shear, 2012).

24
Gambar 11. gambaran HPA kista erupsi

Pada bagian superfisial terdapat gambaran gingiva dengan epitel


squamous stratified epithelium berkeratin, terlihat bahwaa kista
tersebut menekan jaringan diatasnya. Terdapat Infiltrasi sel radang
kronis pada jaringan ikat, jaringan ikat gingiva relatif aselular dan
berkolagen, warna eosinofilik, Jaringan ikat folikel lebih seluler,
sedikit kolagen dan memiliki warna yang lebih basofilik, mungkin
karena kandungan yang lebih tinggi dari glikosaminoglikan sulfat
dalam substansi dasar. Terdapat sel-sel nest epitelial odontogenik
dalam jaringan ikat. Serta beberapa ghost cell hasil eksfoliasi dari
lining epitel (Shear, 2012).

5. Kista Lateral Periodontal


Merupakan sebuah kista developmental odontogenic yang
terasosiasi dengan permukaan lateral akar gigi erupsi yang vital.
Secara umum dikeathui bahwa kista ini berasal dari reduced enamel
epithelium atau cell rest of Malassez atau cell rest of Serre. Disebut
juga sebagai infraboni dari kista gingiva pada orang dewasa. Kista ini
mempresentasikan sekitar 0,7% dari keseluruhan kista rahang dan
biasanya terjadi pada pria dewasa. Bagian anterior maxilla dan
mandibula adalah bagian yang sering terkena. Secara klinis, lesinya

25
sebagian besar asymptomatic dan terdeteksi pada pemeriksaan rutin
radiografi. Pada beberapa kasus, ukuran kistanya kecil, tidak sakit, dan
disertai pembengkakan pada jaringan lunak. Gigi yang ada disekitar
kista merupakan gigi vital (Purkait, 2011).
Secara radiografi, kista lateral periodontal ini berbentuk kecil,
unilokuler, berbentuk seperti tetesan air, area radiolucent, dan terletak
pada aspek lateral akar gigi (Purkait, 2011).

Gambar 12. Gambaran Radiologi kista lateral odontogenik

Secara histopatology, kista ini dikelilingi oleh sepitel berlapis pipih


tanpa keratin 1 hingga 3 lapis. Terdapat pula penebalan epitel yang
disebut plak (Purkait, 2011).

Gambar 13. Gambaran HPA kista lateral periodontal

26
6. Kista Glandular Odontogenik
Penamaan kista odontogenik glandular digunakan untuk
menggambarkan kista odontogenik perkembangan dengan dinding
epitel tampak seperti kelenjar. Gambaran Klinis pada kista
odontogenik glandular adalah ditemukan pada rentang usia yang luas.
Tetapi paling sering ditemukan pada pasien dengan usia pertengahan
atau lebih tua. Sebagian besar kasus ditemukan pada anterior
mandibula dan anterior maksila.
Gambaran Radiologi
Radiolusen unilokular atau multilokular
Batas jelas
Meluas ke antara akar-akar gigi insisif
Kadang-kadang berkembang di area gigi impaksi

Gambar 14. A dan B, kista glandular odontogenic dengan gambaran


radiolusen unilokuler pada anterior mandibula
Histopatologi
Dilapisi oleh epitel yang menunjukkan bentukan seperti ductus
Stratified epitel kuboid

27
Sel lapisan permukaan bersilia
Epitel tidak berkeratin

Gambar 15. Gambar HPA glandular odontogenic

7. Kista Gingiva pada Dewasa dan Bayi

DEWASA BAYI (Bohns Nodule)


Asal : sisa-siasa dental lamina pada Asal : sisa-siasa dental lamina
jaringan ikat diantara oral epitelium yang berproliferasi membentuk
dan periosteum kista kecil
Bentuk : pembengkakan pada Bentuk : nodul berwarna putih
gingiva dan biasanya multiple
Ukuran : kecil (beberapa cm) Ukuran : sangat kecil (beberapa
Lokasi : free gingiva, attached
mm)
gingiva, dan papila interdental Lokasi : alveolar ridge dari bayi
Radiografi : -
yang baru lahir
(jaringan ikat dan gigi yang masih Radiografi :-
vital) (jaringan ikat)
HPA : kapsul kista terdiri atas epitel HPA : kapsul kista terdiri atas
squamous stratified yang tidak epitel squamous stratified yang
berkeratin berkeratin
Gambar 18

Gambar 16

28
Gambar 19
Gambar 17

Non Odontogen
1. Kista Duktus Naso Palatina
Terbentuk dari sisa-epitel pembentukan dukts nasopalatina yang
tertinggal pada canalis insisivus. Terjadi saat fetus usia 7 minggu pada
saat pertumbuahn palatum. Ekspansi akibat kista ini terjadi dibagian
palatum anterior dan mukosa labial. Tumbuh di lokasi gigi insisiv yang
tidak mengalami penulangan sengga berisi jaringan ikat.
Gambaran Histo Patologi Anatomi (HPA) berupa epitel squamous
stratified, pseudostratified collumnar, simple collumnar epitel, dan
simple kuboid epitel. Pada lining yang collumnar ditemukan sel goblet
dan cillia. Gambaran radiografinya berupa radiolusen di dekat midline
dari maksila anterior di antara insisiv sentral. Biasanya disertai denagn

29
resopsi akar gigi. Bentuk khasnya berupa gambar hati di antara gigi-
gigi insisiv central.
2. Kista Median Palatal
Oleh karean sisa-sisa epitel yang terjebak pada masa
perkembangan embrionik dari fusi palatum ke arah lateral dari
maksila. Sifatnya asimtomatis, sering terjadi pada remaja. Rasa sakit
akan muncul bila kista ini mengekspansi tulang sekitar. Untuk
membedakan kista ini dengan yang lain, Gingell membuat kriteria
sebagai berikut :
1) Terlihat jelas simetri pada midline palatum keras
2) Terletak di posterior papila palatina
3) Terlihat ovoid (seperti telur) dalam radiograf
4) Tidak ada hubungannya dengan gigi yang non vital
5) Tidak ada hubungannya dengan canalis insisiv
6) Menunjukkan adanya neurovaskular bundels, tulang rawan
hyalin, dan kelenjar saliva minor.
Pada gambaran HPAnya epitel berupa squamous stratified dengan
adanya inflamasi korus pada dinding kista.
3. Kista Median Mandibula
Oleh karena sisa-siasa epitel pembentuk mandibula.
4. Kista Palatum pada Bayi
Kista palatum timbul oleh karena palatum primer dan palatum
sekunder yang bertemu dan berfusi di midline selama proses
perkembangan embrio membentuk pulau-pulau epitel yang masuk ke
permukaan sepanjang raphe media palatal membentuk kista. Kista ini
juga dapat timbul oleh karena sisa-sisa epitel yang tertinggal dari
pertumbuhan kelenjar saliva minor.
Dalam kista ini terdapat bentukan Epstein pearl dan Bohn nodules.
Epstein pearl terbentuk disepanjang raphe palatum media dan
biasanya bersal dari sisa-sisa epitel yang gagal berfusi. Bohn nodules
terbentuk dari sisa-sisa (serpihan) epitel pada palatum keras yang
berada di dekat perbatasan palatum lunak. Sisa epitel ini berasal dari
kelenjar saliva minor.
Gejala klinis berupa pembengkakan dengan diameter 1-3 mm,
berwarna putih atau putih kekuningan seperti papula yang terlihat di
sepanjang midlinepana junctional palatum lunak dan keras. Lokasinya

30
bisa lebih anterior maupun lebih posterior. Gambaran HPA berupa
epitel squamous stratified berkeratin.
Prognosisnya tidak membahayakan, dalam beberaa minggu
sesudah kelahiran akan hilang atau sembuh dengan sendirinya melalui
tiga cara yaitu :
1) Degenerasi epitel kista
2) Rupturnya kista pada permukaan mukosa
3) Eliminasi kandungan keratin pada kista
5. Kista Nasolabial
Kista ini jarang ditemui. Berkembang dari lateral bibir keraha
midline. Kista terbentuk dari sisa-sisa epitel yang masuk ke dalam
maksila, media nasal, processus nasal lateral. Kista ini juga dapat
tumbuh dari epitel ductus nasolacrimalis yang salah tempat untuk
tumbu akibat histologi jaringannya cocok untuk dihuni. Kista ini sering
terjadi pada remaja dan wanita dengan perbandingan 1: 3 dengan laki-
laki. Kista ini dapat menyebabkan gangguan nafas dan gangguan saat
menggunakan gigi tiruan.
Gejala klinis berupa pembengkakan dari lateral bibir atas ke arah
mindline membentuk sayap dari hidung. Secara radiografi tidak
terlihat jika mengenai jaringan lunakseperti mukosa sehingga akan
tampak pada radiograf bila telah mencapai tulang. Pada gambaran
HPAnya ditemukan pseudostratified collumnar epitelium, sel-sel
goblet dan cillia, dinding kista terdiri atas jaringan ikat fibrous dengan
batas otot-otot rangka. Infeksi yang muncul dapat diakibatkan oleh
infeksi sekunder.
6. Kista Globulomaksilaris
Kista ini terbentuk dari kista-kista fisura oleh karena sisa-sisa
epitel yang tertinggal selama fusi processus globularis media nasalis
dengan processus maksilaris. Kista dini sering terjadi di regio gigi
caninus dan gigi insisiv. Lesi ini dapat timbul dari inflamasi reduce
enamel epitelium saat gigi akan erupsi. HPA terdiri atas epitel
squamous stratified, pseudosratified bercilia.
7. Kista Ductus Tyroglosus
Terbentuk akibat sisa-sisa epitel yang membentuk duktus
tyroglosus. Stimulusnya daat oleh kareana infeksi atau unflamasi pada
area kepala dan leher. Lokasinya ada di mokasa bibir dan dasar mulut.

31
Gamabaran HPA berupa epitel squamous stratified dan dinding kapsul
terdiri atas jaringan limfoid meskipun lainnya juga ada yang dilapisi
jaringan ikat.
8. Kista Dermoid
Biasanya kista ini sudah ada sejak lahir, berkembang dari lapisan
ketiga pembentuk tubuh. Sering terjadi di dasar mulut sehingga
menyebabkan sulit makan dan berbicara akibat lidah yang sedikit
terangkat. Gambaran HPA berupa orthokeratinized stratifed squamous
epitelial, dapat dijumpai keratin dalam lumen, dinding kista terdiri atas
jaringan ikat yang mengandung struktur adenaksal seperti folikel
rambut, kelenjar sebasea atau kelenjar keringat.
9. Kista Oral Limfoepitelial
Timbul apada saat pembentukan kelenjar limfoid. Jaringan limfoid
rongga mulut punya hubungan dekat dengan mukosa epitel.
Ditunjukkan dengan adanya invaginasi ke jaringan tonsil sehingga
menyebabkan terbentuknya kantung atau tonsil crypts yang dipenuhi
dengan debris keratin. Tonsil crypts memproduksi keratin di
permukaan mukosa bersama dengan jaringan limfoid.
Kista ini mirip dengan kista cleft brancial, hanya saja ukurannya
lebih kecil. Lumen biasanya berwarna kuning oleh karena ada keratin
yang konsistensinya menjadi mirip keju. Bila warnanya merah berarti
sudah dalam lesinya. Lokasinya ada di lingual, permukaan viseral dan
lateral posterior lidah, serta tonsila palatina. Gejala klinis berupa
palpasi lunak, ukuran kista dapat lebih dari 1,5 cm. Gambaran HPA
terlihat epitel squamous stratified, pseudocollumnar, dikelilingi
jaringan ikat fibrous yang mengandung agregat limfoid.

B. Kista Inflamasi
1. Kista Radikuler
Kista radikular adalah kista yang berhubungan dengan peradangan
(inlamatory cyst). Kista tersebut berasal dari sisa-sisa epitel malassez
di ligamen periodontal sebagai hasil periodontitis apikalis yang
mengikuti kematian pulpa. Kista radikular yang tertinggal di rahang
setelah pengangkatan gigi penyebabnya disebut sebagai kista residual.
Pada satu individu dapat ditemukan lebih dari satu kista radikular
hal ini menyebabkan menimbulkan keyakinan akan adanya individu

32
yang rentan terhadap pembentukan kista radikular (cyst-porne
individual). Pandangan itu didukung oleh fakta bahwa pada individu
lain dengan banyak gigi non vital dapat sama sekali tidak terbentuk
kista radikuler.

Gambaran Radiologi

2. Kista Residual
Kista residual bersifat asimtomatis dengan proses pembesaran secara
secara perlahan-lahan yang tidak disadari oleh penderita. Seing
ditemukan tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan radiologis
rutin. Ditemukan pada regio yang tidak bergigi dengan riwayat
ekstraksi akibat tidak terambilnya granuloma atau kista radikular
secara sempurna.

GAMBARAN HPA

33
3. Kista Paradental

Kista Paradental dapat juga disebut sebagai Inflammatory Paradental


Cyst, Mandibular Infected Buccal Cyst, Buccal Bifurcation Cyst.Kista
paradental merupakan kista odontogenik yang mengalami peradangan
yang timbulnya disebabkan gigi molar tiga mandibula impaksi yang
mengalami perikoronitis.
Etiologi kista paradental sampai saat ini belum diketahui dengan pasti,
tapi terdapat tiga kemungkinan untuk pembentukannya yakni dari
epitel krevikular, dari sisa-sisa epitel Malassez dan dari epitel enamel
yang berkurang.
Kista ini jarang terjadi, tetapi memiliki karakteristik klinis yakni:
terjadi pada gigi molar tiga mandibula yang impaksi, mempunyai
riwayat perikoronitis, paling banyak terletak di daerah distal dan
distobukal gigi, terjadi pada usia dekade ketiga, dan dari penelitian
yang dilakukan, kista ini banyak dijumpai pada orang kulit putih dan
pada pria dibanding dengan wanita.
Gambaran histopatologi dan radiologi kista paradental ini tidak
patognomonik sehingga sering terkacau dengan kista yang lain.
Perawatan yang tepat dari kista paradental ini adalah teknik bedah

34
metode enukleasi dengan odontektomi gigi molar tiga mandibula yang
terkena. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi rekurensi

LAMPIRAN

Perbedaan antara Abses, Granuloma dan Kista

a. Abses
Abses biasanya muncul diakibatkan oleh gigi non vital. Berisi
neutrofil, makrofag, dan debris nekrotik. Konsistensi lunak fluktuatif
ditandai hilangnya stipling pada gingiva, dan mukosa rongga mulut yang
terinfeksi menjadi menegang. Bila gigi masih vital biasanya diserta dengan
rasa nyeri. Pada gambaran radiografi berkabut pada apeks gigidengan
batas yang tidak jelas, tidak rapi, da tidak membentuk scallop.

Figure 13.1 Radiograph Abscess priapical

Figure 13.2 Abscess priapical show many necrotic tissue.


b. Granuloma

35
Granuloma merupakan infeksi yang berisi jaringan granulasi yang
mudah berdarah oleh karena mengandung pembuluh darah dalam
konsenterasi tinggi. Betuknya sesil pada apeks gigi. Sifat agresif, sehingga
gambaran radiografi tulung yang ada dibawahnya radiolusensi resoptif
seperti mangkung di superfisial. Radiografinya tampak radiolusen dengan
epi tidak berbatas jelas serta berkabut. Bedanya dengan abses pada
gambaran radiolusen yang lebih hitam karena berisi jaringan-jaringan
granulasi yang tidak tampak pada radiograf.
Pada granuloma sel raksasa sentral, gambaran radiolusen dengan
resopsi pada apeks akar menunjukkan perforasi korteks yang meluas.
Dapat berbentuk multilokular dengan trabekula tipis dan terjadi krenasi
(melekuk) dibagian tepi.

36
37
c. Kista
Berupa kantong yang dilapisi epitel dan jaringan ikat sehingga
gambaran histopatologi tampak berkapsul. Dapat ditemukan di tulang,
dermis, dan subkutan. Terbentuk akibat terjebaknya sisa-sisa epitel yang
tumbuh dan membentuk rongga (lumen). Kista dapat atau tidak terisi olek
keratin yang membuat warnanya akan menjadi lebih putih atau
kekuningan dengan konsistensi seperti krim atau keju karena berisi pus.
Kista dapat menimbulkan resopsi tulang bila ekspansinya meluas, selain
itu karena bentukannya yang berkapsul membuat pola ekspansi dari kista
menjadi teratur dengan fluktuatif negatif dalam waktu yang lama. Hal ini
yang menyebabkan terbentuknya pola seperti scallop border pada
radiograf kista dengan batas jelas (lebih radioopak).

38
39
DAFTAR PUSTAKA

Bernardes, Vanessa de Ftima ,1 Jlio Csar Tanos de Lacerda,2 Maria Cssia


Ferreira de Aguiar,3 and Ricardo Santiago Gomez. 2008. Calcifying
Odontogenic Cyst Associated with an Orthokeratinized Odontogenic
Cyst. Head Neck Pathol. 2008 Dec; 2(4): 324327.
De Zwaan SE, Nikolas K, Haass.NK. Genetics of basal cell carcinoma. Aust J
Dermatol,2010; 51, 8194

El-hajj G, Anneroth G. Odontogenic keratocysts a retrospective clinical and


histologic study. Journal Oral maxillofacial Surgery. 1996: 124-129

Langlais RP, Miller CS, Gehrig-JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering
ditemukan. Edisi4. Jakarta: EGC; 2013.

Mitchell, dkk. Dasar patologi penyakit. Edisi 11. Jakarta: EGC;2008.

Marx, Robert E dan Stern, Diane. 2012. Oral and Maxillofacial Pathology 2 nd
Edition: A Rationate for Diagnose and Treatment. China: Quintessevise
Publiching Co, Inc

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2004. Oral and Maxillofacial
Pathology 3rd ed. Philadelphia: Saunders.

Purkait, Swapan Kumar. 2011. Essential of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) LTD

Pogrel MA. The History of The Odontogenic Keratocyst. WB Saunders 2003 :


311-315

Rivera V, Ghanee N, Kenny EA, Dawson KH. Odontogenic Keratocyst :


Northwestern USA Experience. The Journal Contemporary Dental
Practice. 2000

Rubin AI., Elbert H. Chen EH, Ratne D. Basal-Cell Carcinoma. N Engl J Med
2005;353:226-9

iv
Sapp, J Philip et al, 2004. Contamporary Oral and Maxillofacial Pathology 2 nd
Edition. Missouri: Mosby

Shear M. Kista rongga mulut. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2012. H. 1-3,179-202, 214-5.

Sudiono, Janti. 2010. Kista Odontogenik: Pertumbuhan, Perkembangan dan


Komplikasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Thinakaran Meera , Palanivelu Sivakumar,1 Sudhakar Ramalingam,1 Nadeem


Jeddy,2 and S. Balaguhan. 2012. Calcifying ghost cell odontogenic cyst:
A review on terminologies and classifications. J Oral Maxillofac Pathol.
2012 Sep-Dec; 16(3): 450453.
Tilli C.M. L. J., Van Steensel M.A.M., Krekels G. A. M, Neumann H. A. M.,
Ramaekers F.C.S. Molecular aetiology and pathogenesis of basal cell
carcinoma. Br JDermatol 2005; 152:11081124

Walling HW, Fosko SW, Geraminejad PA. Aggressive basal cell


carcinoma:Presentation, pathogenesis, and management, Cancer
Metastasis Rev 2004;23:389-402

Yahya YF. Pohan SS, Soetjipto, Sudiana IK. Ekspresi catenin dan 4 integrin
padakarsinoma sel basal agresif dan non agresif. Disertasi Program
Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia, 2010

Anda mungkin juga menyukai