PENDAHULUAN
1
sangat menentukan derajat penyakit, akan tetapi dilaporkan bahwa frekuensi terjadinya di
mulut 18 %, vagina 15 %, dan mungkin dalam feses 19 %. Tapi kejadian tersebut dipengaruhi
beberapa faktor seperti rumah sakit dan kemoterapi.
Jamur ragi termasuk spesies kandida yang merupakan flora komensal normal pada
manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus).Pada vagina
sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi spesies kandida
komensal oral berkisar pada 30 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat.
Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46
laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan
kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis.
Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat setelah 8 minggu setelah terapi.
Di Argentina, dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa
oral didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mikrobiologi dari laboratorium sentral
Dr. J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel
tersebut diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6
% adalah positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki.
Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 (1 %) dari
72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo (347 kasus) merupakan manifestasi
klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper kandidiasis
tercatat 102 kasus.
Mortalitas jangka pendek Candidiasis pada pasien immunocompetentsebanding
dengan fungemia yang berhubungan dengan kematian pada pasien immunosuppressed.
infeksi yang tersering oleh candida albicans 37%, candida glabrata 31%, candida parapsilosis
17%, candida tropicalis 7%, candida krusei 6%, candida lusitaniae 1%. Kematian sering
disebabkan oleh candida glabrata 60%, candida tropicalis 75%, candida albicans 44%.
2
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Jamur Candida spp, terutama C. albicans pada manusia bersifar komensal dan
berubah menjadi patogen pada kondisi daya tahan tubuh pejamu terhadap infeksi menurun,
lokal maupun sistemik. Infeksi kandida dapat bersigat superfisial, lokal invasif maupun
diseminata.
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp misalnya
spesies C. albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus
gastrointestinal, juga dapat menyebabkan kelainan sistemik.
Sinonim
Kandidiasis, moniliasis.
2.2. Epidemiolgi
Penyakit ini terdapat diseluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah pasien, namun tranmisi dapat
terjadi melalui kontak langsung dan fomites.
2.3. Etiologi
Jamur kandida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di traktus gastrointestinal,
selain itu di vagina, uretra, kulit dan dibawah kuku. Dapat juga ditemukan di atmosfir, air dan
tanah.
Agen penyebab tersering untuk kelainan di kulit, genital dan mukosa oral adalah C.
albicans, sedangkan spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan adalah C.
dubliniensis, C. glabrata, C. guillermondii, C. Kr usei, C. lusitaniae, C. pseudotropicalis dan
C. tropicalis.
3
2.4. Klasifikasi
Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
I. Kandidiosis oral
a. Kandidosis oral (oral thrush)
b. Parleche (keilitis angular atau kandidal keilosis)
II. Kandidiosis kutis dan selaput lendir genital
a. Lokalisata
1. Daerah intertriginosa
2. Daerah perianal dan skrotal
b. Vulvovaginitis
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Diaper candidiosis
e. Kandidiosis kutis granulomatosa
III. Paronikia kandida dan Onikomikosis kandida
IV. Kandidiosis kongenital
V. Kandidiosis mukokutan kronik
VI. Reaksi Id
Selain itu, Rex dkk. (2000) menguraikan kandidemia atau kandidiosis sistemik
dalam 4 sindrom sebagai berikut: kandidiosis berhubungan dengan kateter, kandidosis
diseminasi akut, kandidiosis diseminasi kronik, dan kandidiosis organ dalam.
4
2.5. Patogenesis
Bila terjadi perubahan fisiologis atau penurunan kekebalan selular maupun sistem
fagositosis maka candida yang saprofit akan mampu menyebabkan penyakit. Infeksi kandida
dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen :
a. Perubahan fisiologik : usia, kehamilan, dan haid.
b. Faktor mekanik : trauma (luka bakar, aberasi), oklusi likal, kelembaban, maserasi,
kegemukan
c. Faktor nutrisi : avitaminosis, defesiensi zat besi, malnutrisi
d. Penyakit sistemik : penyakit endokrin (misalnya diabetes melitus, sindroma Cushing),
Down Syndrom, acrodermatitis enteropatika, uremia, keganasan, dan
imunodefisiensi
e. Iatrogenik : penggunaan kateter, radiasi sinar X, penggunan obat-obatan (misal:
glukokortikoid, agen imunosupresi, antibiotika, dll
5
merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Terdapat 2 bentuk
utama kandida :
- Bentuk ragi (spora)
- Bentuk pseudohifa (hifa, miselium, filamen).
Dalam keadaan patogen, kandida albican lebih banyak ditemukan dalam
bentuk pseudohifa dibandingkan bentuk spora.
Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora
karena:
o Ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel
makrofag, sehingga mekanisme diluar sel untuk mengeliminasi
pseudohifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting.
o Terdapatnya titik- titik blastokonidia multiple pada satu filamen
sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
6
2) Adhesi sel jamur pada hospes
Aspek interaksi yang kedua adalah adhesi yang merupakan syarat terjadinya
kolonisasi. Dengan adhesi kandida melekat pada sel epitel, sel endotel, faktor
terlarut, dan matriks ekstrasluler. Interaksi antara kandida dengan pejamu
melibatkan sel fagosit, sel organ pejamu yang terinfeksi, matriks ekstraseluler
dan protein yang terlarut dalam serum.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies candida ditentukan oleh interaksi yang
kompleks antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang
kompleks antara patogen fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Faktor penentu
patogenitas kandida adalah :
1. Spesies
Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan
proses patogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi
patogenitasnya.
2. Daya lekat
Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedangkan germtube
melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu
glikoprotein permukaan mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.
3. Dismorfisme
C. albicans merupakan jamur dismorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai
blastopora dan sebagai pseudohifa. Dismorfisme terlibat dalam patogenitas kandida.
Bentuk blastopora doperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan
mengeluarkan enzim hidrolotik yang merusak jaringan. setelah terjadi lesi baru
bentuk hifa melakukan invasi.
4. Toksin
Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksis. Glikoprotein
khususnya mennoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur.
7
Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albican dirusak secara
mekanik.
5. Enzim
Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C. Albicans
ada 2 macam yaitu proteinase dan fosfolipid.
8
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada
sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan
sel epitel. Setelah menempel kandida mengeluarkan zat keratolitik (fosfolipase), yang
menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa juga mempermudah
invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik
neutrofit yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida
mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifkan
komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan
membentuk kompleks antigen-antibodi dipermukaan sel kandida, yang dapat
melindungi kandida dari fungi imunitas pejamu. Selain itu juga akan mengeluarkan
zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
Ragi hanya menginfeksi lapisan luar dari epitel membrane mukosa dan kult
(stratum korneum). Lesi pertama berupa pustule yang didalamnya memotong secara
horizontal dibawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis dapat
ditemukan lesi merah halus, permukaan mengkilap, cigarette paper-like, dan bercak
yang berbatas tegas. Membrane mukosa mulut dan traktus vagina yang terinfeksi
terkumpul menjadi sisik dan sel inflamasi dan berkembang menjadi curdy material.
Dalam menghadapi invasi dari candida, tubuh mengerahkan sel fagosit untuk
mengeliminasinya. Interferon (IFN)-gamma akan memblok proses transformasi dari
bentuk spora menjadi hifa. Maka bisa disimpulkan, pada seorang wanita dengan
9
defek imunitas humoral, candida lebih mudah membentuk diri menjadi hifa yang
lebih virulen.
Koloni candida akan meningkatkan beban antigenik yang selanjutnya
menimbulkan peralihan dari tipe TH1 menjadi Th2. Tranformasi yang dominan ke
Th2 justru menghambat proteksi dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas segera
(tipe 1). Reaksi hipersensitivitas tipe 1 ini juga menyebabkan gejala utama dri
kandidiasis ini yaitu gatal-gatal atau pruritus yang hebat.
Interleukin (IL)-1 memicu untuk memproduksi Il-2. IL-2 akan merangsang
pembentukan Th1 lebih banyak.Th1 memproduksi IFN-gamma yang berfungsi
menghambat pembentukan germ tube . reaksi hipersensitivitas tipe 1 berhubungan
dengan reaktivitas Th2, yang menghasilkan IL-4 dan meningkatkan produksi IgE
melalui sel B serta lepasnya PGE2. PGE2 selanjutnya menghambat proliferasi dan
produksi dari IL-2. Maka dari itu, adanya PGE2 akan menghambat kamampuan
proteksi terhadap candida. Selain itu PGE2 juga menghambat aktifitas makrofag.
Interaksi candida dengan flora normal kulit lainnya yaitu menjadi competitor
untuk mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Mekanisme non imun: interaksi antara kandida dengan flora normal kulit
lainnya akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi isyarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara
mikroorganisme dan sel pejamu diperantai oleh komponen spesifik dari dinding sel
mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-
molekul candida albican yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil
yang terdapat pada dinding sel Candida albican juga berperan dalam aktifitas
adhesif. Pada umumnya candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai
saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan candida
albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena
adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastopora berkembang menjadi
hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke
dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut
merusak jaringan, sehingga invasi kedalam jaringan. enzim-enzim yang berperan
sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan
fosfolipase.
10
Pada manusia kandida albicans sering ditemukan dalam mulut, feses, kulit dan
di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastopora dan hifa,
baik dalam biakan maupun dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat
jamur, yaitu sebagai sapobra tanpa menyebabkan kelainan dalam jaringan.
pemyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat petogenitas tidak berhubungan
dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastopora atau hifa didalam
jaringan. terjadinya kedua bentuk itu dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat
di tunjukkan pada suatu percobaan diluar tubuh. Pada keadaan yang menghambat
pembentukantunasdengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh,
maka dibentuk hifa.
Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastopora diperlukan untuk
memulai suatu lesi pada jaringan. sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan
invasi. Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidiosis akut
biasanya hanya terdapat blastopora, sedang pada yang menahun didapatkan
miselium. Kandidosis dipermukaan alat dalam biasanya hanya mengandung
blastopora yang berjumlah besar. Pada stadium lanjut tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik,
misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang
disebabkan oleh candidiasis albicans dapat berupa peradangan , abses kecil-kecil
berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati, paru-
paru, limfa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi kandidiasis
jantung berupa prolifeasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh
darahkoroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus
yang kadang-kadang sangat kecil sehingga sering terlihat pada pemeriksaan.
Maifestasi klinik infeksi candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang
diinfeksinya.
11
Mekanisme imun ini melibatkan sitokin dari Th1, dimana yang rentan infeksi candida adalah
respon dari Th2. Selain itu sekresi sistem imun terutama IgA juga memainkan peranan.
Fungsi dari IgA ini telah dipublikasikan karena kemampuannya dalam menghambat
perlekatan dari C.albicans pada sell epitel buccal (Longitudinal Study of Anti-Candida
albicans Mucosal Immunity Against Aspartic Proteinases in HIV-Infected Patients).
Imunitas protektif terhadap candida melibatkan baik sel-sel alami atau adaptif dan
respon imun humoral. Data saat ini memperlihatkan proteksi terhadap penyakit sistemik di
mediasi secara primer oleh imunitas alami melalui mekanisme mula-mula (neutrofil)
danimunitas humoral yang biasanya tidak sesuai pada pasien yang menerima obat-obatan
imunosupresif dan atau terapi sititoksik. Kesebalikan proteksi terhadap penyakit
candidiasismucocutan dipercayakan terhadap CMI dan sel T yang biasanya terganggu pada
pasien dengan defisiensi imunitas berat. Data saat ini menunjukkan bahwa pasien
CMCmemiliki susunan produksi sitokin yang berubah sebagai respon terhadap antigen
candida yaitu dengan turunya/ rendahnya produksi IL-2, peningkatan produksi IL-6 yang
tinggi dai IgG dan IgA spesifik candida jumlahnya tetap dengan jumlah produksi sitokin
dariTh1 yang rendah dan Th2 yang tinggi.s
12
b. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah,
dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya anatara lain adalah defisiensi
riboflavin dan kelainan gigi.
13
2. Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menimbulkan pruritus ani.
b. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes melitus ksrena kadar gula
darah dan urin yang tinggi dan pada perubahan hormonal (kehamilan dan siklus
haid). Rekurensi dapat terjadi juga karena penggunaan cairan pemebersih genital,
antibiotik, imunosupresi.
Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa
panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia.
Pada pemeriksan yang ringan dapak hipermia pada labia minora, introitus
vagina, dan vagina terutama bagian 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat
kelainan khas ialah bercak-bercak putih kekuningan.
Pada kelainan yang berta juga terdapat edema pada labia minora dan ulkus-ulkus
yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina.
Fluor albus pada kandidosis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang khas ialah
disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan.
14
c. Balanitis atau balanopostitis
Faktor predisposisi adalah kontak seksual dengan pasangan yang menderita
vulvovaginitis, diabetes melitus dan kondisi nonsirkumsisi. Lesi berupa erosi,
pustula dengan dinding yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius
glandis.
15
e. Kandidosis kutis granulomatosa
Penyakit ini sering diderita menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan
tertutup krusta tebal berwarna kuning kecokelatan dan melekat erat pada dasarnya.
Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm., lokalisasinya sering
terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan larings.
4. Kandidosis kongenital
Ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lendir bayi baru lahir, lesi khas berupa
vesikel atau pustul dengan dasar eritematosa pada wajah, dada yang meluas
generalisata.
6. Reaksi Id (kandidid)
Reaksi terjadi karena reaksi alergi terhadap jamur atau antigen lain yang
terbentuk selama proses inflamasi, klinisnya berupa vesikel eritematosa yang
bergerombol, terdapat pada lateral jari dan telapak tangan. Bila infeksi diobati,
kelainan akan menyembuh.
Selain penggolongan di atas, terdapat bentuk yang tidak biasa, ditandai oleh
erupsi difus, berawal dari vesikel yang meluas dan konfluen di daerah badan dan
16
ekstremitas. Keluhan subyektif berupa pruritus terutama di daerah inguinal, anal,
aksila, sela jari tangan, dan kaki.
7. Kandidosis sistemik
Aspek klinis kandidosis sistemik sangat bervariasi, dapat berupa demam tanpa
manifestasi kelainan organ hingga sekumpulan gejala dan tanda termasuk sepsis berat.
8. Kandidosis diseminata
Kelainan dapat timbul antara lain akibat penyebaran hematogen Candida spp. dari
orofaring atau traktus gastrointestinal dengan barier mukosa kompromis. Lesi berupa
papul eritem dengan pustul hemoragis di bagian tengah di badan dan ekstremitas.
17
Untuk mempermudah menemukan jamur, dapat ditambahkan satu tetes larutan
KOH 10%.
Macam-macam pewarnaan
1. Pewarnaan KOH
KOH 10% dan Tinta Parker berwarna blue-black
2. Pewarnaan Lacto Phenol Cotton Blue
Phenol berfungsi untuk mematikan jamur. Glycerol mengawetkan preparat
dan mencegah presipitasi dari cat dan Cotton blue untuk mewarnai jamur
menjadi biru.
3. Pewarnaan Haematoxylin & Eosin (H&E)
Adalah penecatan yang dilakukan pertama kali karena berguna untuk
diagnosis histologis penyakit jamur. Sayangnya tidak semua jamur tampak
oleh pengecatan ini.
4. Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS)
Jamur yang tidak terwarnai oleh pengecatan Haematoxylin & Eosin, biasanya
dapat diwarnai dengan pengecatan PAS. Tetapi tidak semua jamur dapat
diwarnai dengan PAS, terkadang juga diperlukan pengecatan Gomori
Methenamine Silver.
18
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dektrosa glukosa Saboraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotic (kloramfenikol) untuk mencegah
petumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu
37oC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony (koloni berwarna
putih sampai kecoklatan, basah, atau mukoid dengan permukaan halus dan dapat
berkerut). Identifikasi candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan
tersebut pada corn meal agar.
Pemeriksaan tinja hanya dilakukan dengan metode biakan. Pada biakan
dapat diisolasi jamur Candida. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10% jarang
dilakukan.
19
lain. Diagnosis kandidosis sistemik possible ditegakkan bila hanya ditemukan gejala
klinis infeksi sistemik, factor resiko termasuk pemberian antibiotic yang lama.
1. Biopsi Jaringan
Bahan biopsi dibuat sediaan histopatologi dan dibiak pada medium Sabouraud lalu
dilakukan pemeriksaan langsung dengan KOH 10%. Pada pemeriksaan sediaan histopatologi
dan pemeriksaan langsung ditemukan elemen jamur, sementara dengan biakan dapat diisolasi
jamur penyebab hingga spesies Candida dapat ditemukan.
2. Darah
Darah ditanam dalam medium Saboraud dekstrosa atau medium cair (Bactec). Bila
ada pertumbuhan dilakukan identifikasi spesies untuk menentukan obat yang sesuai.
Pemilihan obat yang sesuai juga dapat dilakukan dengan uji resistensi.
3. Sputum
Diperiksa langsung dengan meletakkan satu tetes sputum di atas kaca benda dan
ditambahkan satu tetes KOH 10% , kemudian ditutup dengan kaca tutup. Pemanasan di atas
api diperlukan untuk melisiskan jaringan yang akan mengganggu pemeriksaan. Selanjutnya,
sediaan siap diperiksa di bawah mikroskop. Jamur terlihat sebagai sel ragi atau pseudohifa.
4. Urin
Sebanyak 3-5 ml urin disentrifugasi, dan satu tetes endapan diletakkan di atas kaca
benda ditutup dengan kaca tutup. Sediaan dapat langsung diperiksa. Candida juga terlihat
sebagai sel ragi atau pseudohifa. Urin dibiak pada agar Sabouraud dekstrosa untuk
menghitung bebas jamur.
5. Pemeriksaan PH wanita
Pada kandidiasis vulvovaginalis PH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanha
bakterial vaginosis, thrikomonasis, atau adanya infeksi campuran.
20
2.8. Diagnosa Banding
1. Kandiasis kutis lokalisata dengan :
a. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan lampu Wood positif.
b. Dermstitis intertrigonosa
c. Dermatofitosis (tinea) dll
2. Kandidosis kuku dengan tinea ungium
3. Kandidiosis vulvovaginitis antara lain dengan :
a. Trikomonas vaginalis
b. Gonore akut
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi kandida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas
terhadap obat antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun pasien.
1. Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan faktor pencetus dan predisposisi
2. Pengobatan topikal untuk :
a. Selaput lendir
- Larutan ungu gentian - 1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
- Nistatin : berupa krim, suspensi (untuk kelainan kulit dan mukokutan)
- Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimoksazol
- 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan
ketokonazol 2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis
tunggal.
b. Kelainan kulit
Grup azol antara lain :
- Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
- Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan, dan krim
- Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
- Siklopiroksalamin 1% larutan, krim
- Antimikotik lain yang bersprektum luas
21
3. Pengobatan Sistemik :
Pengobatan ini diberikan untuk berbagai kelainan, antara lain kasus refrakter, kandida
diseminata, dan kandidiosis mukokotan kronik. Flukonazol adalah lini pertama untuk
pasien non-neutropenik, dengan kandidemia atau kandidosis invasif (dosis 100-400
mg/hari). Pilihan lain adalah itrakomazol dengan dosis harian 200mg/hari atau dosis
denyut.
- Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini
tidak diserap oleh usus.
- Amfoterisin B deoksikholat intravena dengan dosis 0.6 0.7 mg/kgBB selama 1-
2 minggu atau sampai dosis total 2500 mg untuk orang dewasa dan diteruskan
dengan flukonazol. Karena amfoterisin bersifat nefrotoksik maka terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, selain itu juga diberikan premedikasi
antipiretik dan antihistamin. Amfoterisin deoksiholat dapat diganti dengan
amfoterisin formula lipid atau amfoterisin liposom dengan dosis yang lebih
tinggi.
- Flukonazol 400 mg/ hari adalag druf of choice dapat diberikan terutama pada
penderita non neutropenia dengan kondisi hemodinamik stabil dan spesies yang
diisolasi sensitif terhadap flukonazol. Flukonazol tersedia dalam bentuk sediaan
untuk infus dan oral.
- Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg pervaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200 mg selama 5 hari atau
dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg
dosis tunggal.
- Itrakonazol : bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.
- Pada paronikia, yang terpenting adalah drainase dari anses, dan dilanjutkan
dengan pemberian antifungal oral bisa dengan flukonazol atau itrakonazol.
Lama pemberian obat antifungan sangat bervariasi, umumnya peling sedikit 2
minggu setelah biakan darah yang terakhir negatif. Efek samping pemberian obat
antimikotik golongan azol umumnya adalah rasa tidak nyaman pada daerah
gantrointestinal, dapat terjadi gejala hepatotoksik pada pemberian ketokonazol (jarang)
sedangkan reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi. Flukonazol secara umum dapat
ditoleransi dengan baik walaupun memounyai efek gastrointestinal (mual, muntah).
22
2.10. Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.
2.11. Komplikasi
adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1. Rekuren atau infeksi berulang kandida pada kulit
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan mungkin
menginfeksi daerah dosekitar kuku
3. Kandidiasis tersebar pada tubuh yang kekebalan tubuhnya kurang
4. Kandida albicans yang bermetastase dapat menjalar ke esofagus, usus halus, usus
besar dan anus. Infeksi sistemik lainnya berupa abses hati dan otak
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kandidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur jenis Candida.
Jamur Candida yang sering menyerang manusia adalah Candida albicans.Jamur ini
merupakan flora normal kulit, dapat menjadi patogen tergantung pada kondisi tertentu sesuai
factor resiko terjadinya kandidiasis. Infeksi jamur ini dapat mengenai pasien yang
immunocompromise dan immunocompetent dengan perbandingan 50 : 50, infeksi banyak
terdapat pada Negara kita yakni Indonesia, hal ini dikarenakan daerah Indonesia yang
beriklim tropis, sehingga memungkinkan jamur untuk bertumbuh dan berkembang biak.
Candida dapat menyerang manusia pada daerah selaput lender atau mukosa, pada daerah
kulit, dan juga sistemik.
Kandidosis kutis adalah suatu infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh jamur
genus Candida.Kandidosis kutis dibagi menjadi kadidosis intertriginosa, kandidosis perianal,
kandidosis kutis generalisata, paronikia dan onikomikosis dan kandidosis granulomatosa.
Untuk pengobatannya dapat diberikan pengobatan topical menggunakan nistatin dan
krim imidazole. Dan juga diberikan bedak mikonazol sebagai untuk pencegahan.
Prognosis dapat membaik apabila faktor predisposisi dapat dihilangkan atau
dikurangi.Dan pasien menggunakan obat sesuai dengan anjuran yang semestinya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi keenam. Jakarta :
FKUI.
2. Menaldi, Sri Linuwih, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh.
Jakarta : FKUI.
3. Harahap, Marwali. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : EGC.
4. Landow, Kenneth. 1997. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakrta : EGC.
5. Maibecach, Howard dan John R.T. Reeves. 1998. Atlas Deratologi Klinik. Jakrta : EGC.
6. Polano, M.K. 1995. Terapi Kulit Topikal. Jakarta : EGC.
7. Rassner, Gernot dan Guinter Kahn. 1995. Atlas Drmatologi dengan Diagnosis Banding.
Jakarta : EGC.
25