Disusun oleh :
Anisa Nuraisa Djausal, S.Ked
Rifka Humaida, S.Ked
Wayan Ferli, S.Ked
Yusi Farida, S.Ked
Pembimbing :
dr. E. Marudut S., Sp.OT
Menurut Crenshaw, dalam Vitriana(2002), amputasi pada alat gerak bawah mencapai 85%-
90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut (transtibial amputation)
merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka kejadian amputasi
yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tapi menurut Vitriana (2002) di Amerika
Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari jumlah penduduk 280.562.489 jiwa atau sekitar
0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi
sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat,
baik secara jumlah, maupun secara persentase dari jumlah penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Amputasi berasal dari kata amputare yang berarti pancung. Amputasi adalah
penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari malapetaka
atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti kecelakaan, gempa
dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan medis
dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain.
bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau neoplasma,
B. Etiologi
C. Patofisiologi
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
c. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan
atau infeksi) terjadi hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
1
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih
kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering
dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi
lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak
berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
2
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi
dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis
dan tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi
serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air
besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat
menyebabkan :
3
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
D. Jenis-jenis amputasi
Berdasarkan tujuannya amputasi dibagi atas
a. Amputasi sementara. Amputasi ini mungkin diperlukan jika
penyembuhan primer tidak mungkin terjadi. Alat gerak diamputasi
sedistal mungkin, kemudian dibuat flap kulit yang dijahit secara
longgar diatas gumpalan kasa. Re-amputasi kemudian dilakukan saat
kondisi stump memungkinkan.
b. Defenitive end bearing amputation. Amputasi ini dilakukan jika
kemudian akan diberikan beban berat badan pada ujung stump. Pada
keadaan ini parut amputasi tidak boleh terletak diujung stump dan
tulang harus padat tidak berongga. Untuk itu tulang harus dipotong
melewati sendi atau mendekati sendi. Contohnya adalah amputasi
melewati sendi lutut dan Symes amputation.
c. Defenitive non-end bearing amputation. Ini merupakan amputasi
yang paling sering dilakukan. Seluruh amputasi anggota gerak atas dan
kebanyakan amputasi anggota gerak bawah termasuk dalam jenis ini.
Karena beban berat badan tidak akan ditumpukan pada ujung stump,
maka parut luka dapat terletak terminal.
4
Berdasarkan teknik yang dipakai secara garis besar amputasi dibagi atas :
ujung stump tidak ditutup dengan flap kulit dan amputasi ini dilakukan
sebagai tindakan sementara yang akan diikuti dengan penjahitan sekunder,
re-amputasi, revisi, dan rekonstruksi plastik. Open amputation bertujuan
untuk mencegah atau menghilangkan infeksi sehingga penutupan stump
dapat dilakukan tanpa resiko terbukanya kembali jahitan. Indikasinya
adalah bagi luka yang terinfeksi dan kerusakan jaringan lunak luas atau
kontaminasi tinggi.
Open amputation terbagi dua jenis, yaitu open amputation with inverted
skin flaps dan circular open amputation. Pada jenis yang pertama
penutupan luka dilakukan kemudian setelah 10-14 hari tanpa memerlukan
pemendekan stump. Pada jenis kedua penyembuhan luka sering lama dan
dipengaruhi oleh tarikan kulit terus menerus diujung stump yang
cenderung menarik seluruh jaringan ke ujung stump. Circular open
amputation juga diikuti oleh pembentukan parut diujung stump yang akan
menyulitkan pemasangan prosthesis. Untuk menghindari penyembuhan
yang lama dan letak parut yang tidak baik, circuler open amputation sering
diikuti dengan re-amptation yang lebih proksimal.
5
2. Amputasi tertutup (closed amputation)
6
pemakaian prostesis kemudian. Amputasi seperti ini dilakukan pada
keadaan yang tidak disertai infeksi berat dengan kerusakan jaringan lunak
atau kontaminasi yang minimal.
E. Indikasi Amputasi
Indikasi amputasi adalah 3D
a. dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab
terhadap hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah
trauma parah, luka bakar, dan frost bite.
b. dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis
yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury pelepasan
torniquet atau penekanan lain akan berakibat pada kegagalan ginjal (crush
syndrome).
c. damn nuisance, ada keadaan dimana mempertahankan anggota gerak
dapat lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali.
Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh nyeri, malformasi berat, sepsis
berulang atau kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara deformitaas
dan kehilangan sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan
pada alat gerak bawah cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena
tekanan.
7
poin kurang dari 7 menandakan bahwa ekstremitas dapat dipertahankan dan
skor 7 atau lebih mengindikasikan amputasi ekstremitas.
F. Lokasi
8
terasa nyeri atau mengalami ulserasi, disamping itu juga akan menyulitkan
pemasangan prosthesis. Namun dengan semakin meningkatnya ketrampilan
para ahli prosthesis, amputasi dapat dilakukan pada lokasi dimanapun.
9
G. Prinsip Tehnik Amputasi
Otot dipotong distal dari tempat pemotongan tulang, kelompok otot yang
saling berhadapan kemudian dijahit diatas ujung tulang dan juga keperiosteum
(myoplasty) sehingga memberikan kontrol otot yang lebih baik dan juga
sirkulasi yang lebih baik. Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan
tulang. Harus benar-benar diperhatikan agar ujung saraf yang terpotong tidak
mendapatkan tekanan karena tumpuan berat badan.
Tulang dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial
bagian depan tibia biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang
halus dan membulat. Fibula dipotong 3 cm lebih pendek. Pembuluh darah
utama diikat, dan setiap sumber perdarahan diikat dengan baik. Pada closed
amputation kulit dijahit tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump
dibalut erat. Jika terbentuk hematoma,harus segera dievakuasi. Pembalutan
berulang dengan pembalut elastis dilakukan untuk membantu pengerutan
stump dan menciptakan bentuk ujung yang konikal. Otot-otot harus tetap
dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien diajarkan untuk
menggunakan prosthesisnya.
10
H. Level Amputasi
Penentuan level yang optimum untuk amputasi secara akurat sulit dilakukan
hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (tidak adanya denyut nadi) dan
viabilitas (vaskularisasi) jaringan saja selama operasi. Saat ini, penilaian
selain dilakukan secara klinis dan pada saat operasi juga diperkuat dengan
sejumlah metode-metode uji pra operasi seperti; arteriografi pra amputasi,
pengukuran tekanan darah segmental dengan mempergunakan ultrasound
Doppler dan teknik lainnya, penentuan aliran darah ke kulit yang diukur oleh
xenon radioactive clearance, dan pengukuran tekanan oksigen secara
transcutaneous. Seluruh hal tersebut bila dilakukan akan memberikan hasil
yang baik untuk menilai keberhasilan penyembuhan luka(3,5,9).
11
Level Amputasi Ekstremitas Atas
12
13
I. Jenis Amputasi
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada traumadengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas. Jenis amputasi yang dikenal adalah :
a. Amputasi terbuka
b. Amputasi tertutup
14
maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah
terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
(mungkin).
J. Tingkatan Amputasi
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau
kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan,
minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan
tangan.
b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian
dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
kemampuannya.Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas
ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada
nonischemic limb dan inschemic limb.
2) Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada
pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
15
a. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
b. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi
karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
c. Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengketdengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam
otot.
d. Phantom sensation.
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
obat-obatan,stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
16
sama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi
posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah dengan benang serap.
17
Amputasi Bawah Lutut
18
tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus
puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap posterior mungkin perlu
dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang serap di antara
otot di bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan
meninggalkan suction drain di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan
jahitan putus benang non-serap 2/0. Pangkas sudut-sudut flap posterior
jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung dengan katun dan balut
ketat dengan crepe bandage.
K. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
a. Rigid dressing
19
melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-
tanda infeksi local atau sistemik.
b. Soft dressing
a. Perawatan luka pada umumnya dan penggunaan balutan yang halus akan
mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat
mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya
b. Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai
20
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
c. Sistem respirasi
1) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi otot intercostarelatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal danekspirasi paksa.
2) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan
atau infeksi) terjadi hipoksia.
3) Mekanisme batuk tidak efektif
4) Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih
kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
21
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering
dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
2) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.
3) Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior danvenula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi
lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak
berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan
e. Sistem Muskuloskeletal
1) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
2) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi
dan paralisis otot.
22
3) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
4) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis
dan tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
1) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi
serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan.
2) Konstipasi
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
1. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal.
2. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
23
h. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
N. Komplikasi
- Komplikasi Dini
24
- Komplikasi Lanjut
Komplikasi lanjut dapat terjadi pada kulit, otot, arteri, saraf, sendi, dan
tulang.
Pada kulit komplikasi yang sering terjadi adalah eksim yang disertai
pembengkakan purulen yang nyeri di inguinal. Pada keadaan ini
diindikasikan untuk tidak memakai prothesis untuk sementara.
Ulserasi biasanya terjadi karena sirkulasi yang tidak baik, dan untuk itu
diperlukan amputasi pada level yang lebih tinggi. jika sirkulasi baik dan
kulit disekitar ulkus sehat, maka eksisi 2.5 cm tulang yang dilanjutkan
dengan penjahitan kembali sudah memadai. Jika terlalu banyak otot
yang disisakan diujung stump, efek bantalan yang tidak stabil akan
menyebabkan pemakaian prothesis terganggu. Pada keadaan ini jaringan
lunak yang berlebihan harus dibuang.
Sirkulasi yang tidak baik akan menyebabkan stump yang dingin dan
kebiruan yang mudah membentuk ulkus. Masalah seperti ini sering
terjadi pada amputasi below knee dan karenanya diperlukan amputasi
ulang. Saraf yang terpotong selalu membentuk gumpalan (neuroma) dan
kadangkala ini terasa nyeri. Dengan mengeksisi 3 cm saraf diatas
neuroma kadangkala akan menghilangkan keluhan. Cara lain adalah
dengan mengelupas seluruh epidural dan fasikulus saraf sepanjang 5 cm.
Dan kemudian ditutup dengan perekat jaringan sintesis atau ditanam
kedalam otot atau tulang jauh daari titik yang mendapat tekanan.
25
sebenarnya dan pada akhirnya sensasi tersebut akan berkurang dan
menghilang.Phantom limb yang teraas nyeri akan sulit ditanagani.
Menekuk-nekuk ujung limb secara intermiten dapat dilakukan untuk
mengatasi gangguan phantom limb dan nyeri karena neuroma.
Spur sering terbentuk diujung tulang, tetapi biasanya tidak nyeri. Jika
terdapat infeksi spur mungkin akan berukuran besar dan nyeri sehingga
mungkin diperlukan eksisi ujung tulang bersamaan spur. Jika tulang
akan menyebabkan sedikit pembebanan maka akan terjadi osteoporosis
yang dapat menimbulkaan fraktur. Fraktur seperti ini paling baik
ditangani dengan fiksasi interna.
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Apley A G, Solomon L. 1993. Apleys System of Orthopaedics and Fractures 7th ed.
Butterworth Heinmann; London.
Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. 2008: Jakarta; EGC.
28