Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
SELVI SULISTIANINGSIH
H1A010041
STASE ANESTESI
1.2 Manfaat
Dari riwayat klinis dan pemeriksaan fisik dapat ditentukan pasien sehat yang tepat
untuk menjalani operasi, dan memilih pemeriksaan prabedah yang diperlukan. Setiap
pemeriksaan pre anestesi harus dilakukan dengan alasan tepat sehingga membawa
keuntungan bagi pasien dan menghindari efek samping potensial. Keuntungan yang didapat
termasuk waktu pelaksanaan anestesia atau pemakaian sumber yang dapat meningkatkan
keamanan dan efektivitas proses anestesia selama dan sesudah operasi.
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya pemeriksaan pre anestesi adalah untuk menilai status kesehatan pasien
dan segala penyulit sebelum dilakukannya tindakan anestesi agar perawat / dokter anestesi
dapat mempersiapkan semua kebutuhan untuk tindakan tersebut, dapat menilai status
kesehatan fisik pasien pre anestesi menurut American Society of Anesthesiologists (ASA) dan
dapat mengetahui penyulit saat dilakukannya tindakan anestesi umum (intubasi)
dengan Skor Mallampati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat
pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang
dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu
umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-
muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,sehingga kita dapat merancang anestesia
berikutnya dengan lebih baik. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum nya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktfkan kerja silia
jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan keadaan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku
juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inpeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.
6. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
2.2 Penilaian Status Fisik Menurut ASA
Skala yang paling luas adalah digunakan untuk memperkirakan resiko yaitu klasifikasi
status fisik menurut ASA. Tujuannya adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien
sebelum operasi. Pada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA)
mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian
ditambahkan.
Sebelum dilakukannya anestesi dalam setiap tindakan operasi sebaiknya dokter dan
perawat anestesi melakukan evaluasi atau penilaian dan persiapan pra anestesi pada pasien-
pasien yang akan melakukan tindakan operasi.
Selain itu perlu diperhatikan pertimbangan-pertimbangan anestesi seperti
anamnesa pasien, mengetahui riwayat pasien sangatlah penting, yang termasuk riwayat adalah
indikasi prosedur operasi, informasi mengenai anestesi sebelumnya, dan pengobatan saat
ini.Pemeriksaan fisik pasien yang harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati tapi fokus, perhatian
ekstra ditujukan untuk evaluasi terhadap jalan napas, jantung, paru, dan pemeriksaan neurologi
dan juga dilakukan evaluasi resiko perdarahan dan thrombosis serta evaluasi jalan nafas
(mallampati). Pemeriksaan umum seperti tanda vital, kepala dan leher, precordium, paru-paru,
abdomen, ektremitas, punggung dan neurologi. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika ada
indikasi tertentu yang didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. Setelah itu baru
dilakukan pengklasifikasian status fisik pasien menggunakan ASA ( American Society of
Anaesthesiologist) yang merupakan klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai status fisik
pasien pra-anestesi.
DAFTAR PUSTAKA