Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Angka Kematian Ibu


1. Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian
wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia
kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun
tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian
langsung dan tidak langsung.Kematian yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa
kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi
kematian ibu bertujuan:
Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu
yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian
Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas
Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.

Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk
setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu.Penyebab
kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan,
dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari.Dalam upaya memudahkan identifikasi
kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan
adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan
pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai
resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan
penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan
pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus
menerus.
Grafik 2.1.Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke
tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per
100.000 Kelahiran Hidup.

2. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal.Penyebab mayor
dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

Grafik 2.2 Angka Kematian Ibu berdasarkan Kausa


Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu
angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini.Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul.Yakni
pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata
masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan
politik, kebijakan juga berpengaruh.Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam
segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah
medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya,
perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh
karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah
secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.Sangat diperlukan
upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat terutama suami.

B. Angka Kematian Bayi


IMR (Infant Mortality Rate) atau Angka Kematian Bayi (AKB) di suatu wilayah
sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Dan
kebijakan pemerintah untuk menekan tingkat kematian bayi di Indonesia sangat berperan
untuk meningkatkan angka harapan hidup bayi.

Secara matematis Angka Kematian Bayi dirumuskan :


< 1
IMR = x 1.000

Beberapa faktor penyebab kematian bayi adalah:


Faktor ibu (umur, paritas, dan interval kelahiran)
Lingkungan (kondisi udara, air, makanan, serangga yang menyebabkan penyakit)
Adanya faktor politik (perang, bom)
Sistem kekebalan tubuh yang lemah

Pada dasarnya penyebab utama kematian ibu dan neonatal adalah sama, yaitu akses
perawatan yang krang baik serta status sosial ibu yang rendah. Rancangan penelitian adalah
cross-sectional dari data mortalitas SKRT 2001 yang berintegrasi dengan Susenas 2001.
Rancangan sampel dari Susenas 2001 dipakai sebagai rancangan sampel studi mortalitas
SKRT 2001. Sampling Susenas 2001 berdasarkan prosedur PPS (Probability Proportional to
Size) selection dari blok sensus terpilih. Untuk setiap blok sensus terpilih diambil secara
systematic random sampling sebesar 16 rumah tangga. Jumlah rumah tangga terpilih adalah
sebesar 211.168 rumah tangga dengan 3677 kasus kematian.
Variabel-variabel yang dilakukan untuk penelitian adalah penyebab kematian bayi
baru lahir, kesehatan ibu ketika hamil, akses perawatan ibu selama hamil, persalinan, dan
bayi baru lahir. Pembatasan penelitian ini adalah terbatas hanya pada kasus bayi yang
meninggal (survey mortalitas) dan tidak memiliki kasus bayi yang hidup (survive).

Grafik 2.3 Kematian Neonatal Menurut Wilayah Di Indonesia, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


WILAYAH DI INDONESIA

14% Jawa Bali

19% KTI (Kawasan Timur


Indonesia)
67% Sumatera

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes


Grafik 2.4 Kematian Neonatal Menurut Wilayah Perkotaan/Pedesaan, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


WILAYAH
PERKOTAAN/PEDESAAN

41% Pedesa
an
59%

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes


Grafik 2.5Kematian Neonatal Menurut Umur Kematian, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


UMUR KEMATIAN

20%
40%
0-23 jam
1-7 hari
40%
8-28 hari

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes

Grafik 2.6 Kematian Neonatal Menurut Jenis Kelamin, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


JENIS KELAMIN

40%
Laki-laki
60%
Perempuan

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes

Grafik 2.7Kematian Neonatal Menurut Penolong Persalinan Pertama, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


PENOLONG PERSALINAN
PERTAMA
3%
20% Dokter
40%
Bidan
37% Dukun
Lain-lain

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes


Grafik 2.8 Kematian Neonatal Menurut Tempat Bersalin, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


TEMPAT BERSALIN

5%

Rumah
37%
54% PKM/Polindes
Rumah sakit
Lain-lain

4%

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes

Grafik 2.9 Kematian Neonatal Menurut Jenis Kelamin, 2001

KEMATIAN NEONATAL MENURUT


PROSES PERSALINAN
3%
8% Partus normal

Partus dengan
tindakan
89%
Operasi Caesar

Sumber: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes


Bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya dapat di sebabkan karena ibunya
meninggal. Kematian maternal mempunyai implikasi yang luas kepada seluruh keluarga dan
dampaknya melambung melampui generasi. Yang paling terasa dan cepat dari komplikasi
yang menyebabakn kematian dan disabilitas pada ibu adalah bayi yang mereka lahirkan. Dari
kerangka kopnsep menurut Lawn, penyebab yang mendasari kematian (underlying cause)
neonatal yang berhubungan dengan masyarakat dan system pemeliharan kesehatan adalah
kesehatan ibu selama kehamilan dan perawatan ketika hamil, besalin, dan postpartum yang
tidak adekuat.
Selain peran kesehatan ibuketika hamil, perawatan yang tidak adekuat dan tidak tepat
selama hamil, bersalin, dan beberapa jam setelah melahirkan juga mempunyai konsekuensi
terhadap terjadinya kematian bayi barun lahir. Untuk menurunkan angka kematian neonatal,
kunci utama terletak pada kualitas perawatan neonatal emergensi.
Masih ada factor lain yang berkontribusi terhadap kematian neonatal, seperti status
social-ekonomi ibu yang rendah, status gizi ibu dan fertilitas yang tinggi. Data menunjukan
bahwa ada korelasi antara tingkat tingkat pendidikan ibu dan angka kematian bayi. Agama,
budaya, pengalaman yang lalu dan pendidikan mempengaruhi persepsi ibu. Factor tersebut
mewarnai dengan kuat kepercayaan masyarakat, pengertian dan penerimaan terhadap
pengobatan tradisional dan modern.
Kontribusi faktor keterlambatan untuk mendapatkan perawatan yang berkualitas bagi
bayi yang sakit merupakan salah satu dari penyebab kematian neonatal. keterlambatan
tersebut adalah ssb;
1. Keterlambatan dalam mengenal masalah ketika di rumah.
2. Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari pengobatan.
3. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan akibat hambatan transportasi dan
sumber daya.
4. Keterlambatan dalam menerima perawatan yang berkualitas pada fasilitas kesehatan.

Data Kematian Bayi dan Balita Puskesmas Kapuan


Sampai Bulan September Tahun 2015
No. Penyebab Kematian Jumlah Persen
1. Diare 2 50%
2. Cerebral Palsy 1 25%
3. Kecelakaan 1 25%

Penyebab kematian bayi dan balita di puskesmas Kapuan paling banyak adalah diare sebesar
50%
Kecenderungan Penyakit Penyebab Kematian Bayi danAnak Balita di Indonesia
Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN.
Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya terus
berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk menanggulangi
berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan
tentan kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan
memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. dan dari
data kematian bayi dan balita di Puskesmas Kapuan sampai Bulan September tahun 2015,
Paling besar disebabkan oleh diare mencapai 50%
C. Diare

1.1 Definisi Diare

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dari

konsistensi tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang

air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari, dari uraian diatas dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa diare merupakan suatu keadaan dimana volume cairan dalam tinja

melebihi batas normal sehingga tinja menjadi lebih encer dengan frekuensi lebih dari 3

kali Depkes RI (2002).

1.2 Etiologi Diare

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu (Hassan, 2007):

1. Faktor Infeksi

a. Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi:

1) Infeksi bakteri: Vibrio sp., E. Coli, Salmonella sp., Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

2) Inveksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie), Adenovirus,

Rotavirus, Astrovirus.

3) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),

Protozoa(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichoirionas

hominis).

4) Infeksi jamur: Candida albicans.

b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti:

Otitis Media Akut (OMA).

2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: intoleransi laktosa, maltose, glukosa.

b. Malabsorbsi lemak.

c. Malabsorbsi protein.

3. Faktor makanan

Contohnya adalah makanan basi, alergi terhadap makanan, dan

sebagainya.

2. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas, Namun jarang ditemukan

pada balita.

1.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare

1. Faktor Sosiodemografi

Faktor sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, dan

umur ibu.

a. Tingkat pendidikan

Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan

masyarakat. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat Pendidikan, semakin

rendah Angka kematian bayi dan kematian ibu (Widyastuti, 2005).

b. Jenis pekerjaan

Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, pendidikan,

status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu

kelompok populasi. (Widyastuti, 2005).

c. Umur ibu

Sifat manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil suatu penelitian atau

yang dapat membantu memastikan hubungan sebab akibat dalam hal hubungan

penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat

menyengsarakan manusia. (Widyastuti, 2005).


2. Faktor Lingkungan

a. Sumber air minum

Menurut Depkes RI (2002), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan

air bersih adalah :

1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih

dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,

anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum

dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan

sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.

4. Mengunakan air yang direbus.

5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan

cukup.

3. Faktor perilaku

Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai

berikut :

a. Pemberian ASI Eksklusif

Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari

pada bayi yang diberi ASI penuh. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI

secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dari pada

pemberian ASI yang disertai dengan susu formula.

b. Penggunaan botol susu


Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu

susah dibersihkan. penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan

risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

c. Kebiasaan cuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare.

d. Kebiasaan membuang tinja

Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar.

f. Menggunakan jamban

Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko

terhadap penyakit diare. Bila tidak mempunyai jamban, jangan biarkan anak-

anak pergi ke tempat buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak

tempat anak-anak bermain dan harus berjarak kurang lebih 10 meter darisumber

air, serta hindari buang air besar tanpa alas kaki.

1.4 Gejala klinis

Mula-mula balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian diare. Tinja lendir dan atau darah. warna tinja

makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur oleh empedu. Anus dan

daerah sekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam

sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat

diabsorbsi usus selama diare/mencret.


Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan

oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak berat badan turun, turgor kulit

berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut

serta kulit tampak kering (FKUI,2007).

Anda mungkin juga menyukai