Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa di RSUD Salatiga

Disusun Oleh :

Rizky Rahmat Tri Cahyo

20090310116

Dokter pembimbing : dr. Yunie Wulandari Sp.THT, M.kes

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD SALATIGA

2014

1
TRAUMA MAKSILOFACIAL
PENDAHULUAN

Trauma maksilofacial berhubungan dengan cedera apapun pada wajah atau rahang
yang disebabkan oleh kekuatan fisik, benda asing atau luka bakar. Trauma maksilofasial
termasuk cedera pada salah satu struktur tulang ataupun kulit dan jaringan lunak pada wajah.
Setiap bagian dari wajah mungkin dapat terpengaruh. Gigi dapat lepas atau goyang. Mata
dengan otot-ototnya, saraf dan pembuluh darahnya mungkin mengalami cedera sehingga
dapat menyebabkan gangguan penglihatan, diplopia, pergeseran posisi dari bola mata dan
juga seperti halnya rongga mata yang dapat retak oleh pukulan yang kuat. Kerusakan jaringan
lunak seperti edema, kontusio, abrasi, laserasi dan avulsi. Rahang bawah (mandibula) dapat
mengalami dislokasi. Meskipun dilengkapi oleh otot-otot yang kuat untuk mengunyah,
rahang termasuk tidak stabil bila dibandingkan dengan tulang-tulang lainnya sehingga dengan
mudah mengalami dislokasi dari sendi temporomandibular yang menempel ke tengkorak.1,2
Kelainan-kelainan seperti disebut di atas, mengharuskan kita untuk melakukan
pemeriksaan yang lebih lengkap, konsultasi kepada bagian lain yang terkait karena trauma
maksilofacial dapat menjadi kasus yang kompleks dan mungkin diperlukan keterlibatan
multispesialis dalam manajemennya.2,3
Trauma maksilofacial ini dibagi atas fraktur pada organ yang terjadi yaitu2 :
1. Fraktur tulang hidung
2. Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma
3. Fraktur tulang maksila (mid facial)
4. Fraktur tulang orbita
5. Fraktur tulang mandibula
Trauma maksilofacial merupakan salah satu tantangan terbesar untuk pelayanan
kesehatan masyarakat di seluruh dunia karena insidennya yang tinggi. Dari penelitian
dilaporkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama dari trauma
maksilofacial. Selain itu penyebab lainnya yang tersering ialah kekerasan fisik, konsumsi
alkohol yang dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan kecelakaan, serta trauma
maksilofacial akibat olahraga.4

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur Tulang Hidung


Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.2,5 Diagnosis fraktur hidung
dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam
dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai oleh adanya pembengkakan
mukosa hidung, terdapatnya bekuan dan kemungkinan adanya robekan pada mukosa
septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.
Arah gaya cedera pada hidung menentukan pola fraktur. Bila arahnya dari depan
akan menyebabkan fraktur sederhana pada tulang hidung yang kemudian dapat
menyebabkan tulang hidung menjadi datar secara keseluruhan. Bila arahnya dari lateral
dapat menekan hanya salah satu tulang hidung namun dengan kekuatan yang cukup,
kedua tulang dapat berpindah tempat. Gaya lateral dapat menyebabkan perpindahan
septum yang parah. Sedangkan gaya dari bawah yang diarahkan ke atas dapat
menyebabkan fraktur septum parah dan dislokasi tulang rawan berbentuk segi empat.5
Gambaran klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan riwayat trauma pada
hidung atau wajah, antara lain5 :
- Epiktasis
- Perubahan bentuk hidung
- Obstruksi jalan nafas
- Ekimosis infraorbital
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan
juga bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan CT scan untuk melihat fraktur hidung atau
kemungkinan fraktur penyerta lainnya.2
Fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi2 :
1. Fraktur hidung sederhana, merupakan fraktur pada tulang hidung saja sehingga dapat
dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam analgesi lokal. Akan tetapi pada anak-anak
atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan penanggulangan memerlukan
anestesi umum.

3
2. Fraktur tulang hidung terbuka, menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung
tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.
Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau
direkonstruksi pada saat tindakan.
3. Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks
Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan
menimbulkan fraktur yang hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan
frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prosesus frontalis os maksila dan
prosesua nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola
mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila
dan fraktur nasoorbita.

Untuk memperbaiki patah pada tulang hidung tersebut, tindakan yang dapat
dilakukan ialah2,5 :
1. Reduksi tertutup, yang dilakukan dengan analgesia lokal atau analgesia lokal dengan
sedasi ringan.
Indikasi :
- Fraktur sederhana tulang hidung
- Fraktur sederhana septum hidung
Reduksi tertutup paling baik dilakukan 1-2 jam sesudah trauma karena pada waktu
tersebut edem yang terjadi mungkin sangat sedikit.
2. Reduksi terbuka, dilakukan dengan sedasi yang kuat atau analgesi umum.
Indikasi :
- Fraktur dislokasi ekstensif tulang dan septum hidung
- Fraktur septum terbuka
- Fraktur dislokasi septum kaudal
- Persisten deformitas setelah reduksi tertutup

B. Fraktur Tulang Zigoma dan Arkus Zigoma


1. Fraktur Zigoma
Fraktur tulang zigoma atau tulang malar selalu disebabkan oleh kekerasan
langsung. Tulang ini biasanya ke belakang atau ke medial menuju antrum maksila

4
sehingga berdampak disana. Fraktur sering berupa communited fracture dan mungkin
memiliki ekstensi sepanjang dasar dari rongga orbita atau rima orbita.6
Tulang zigoma ini dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal dari tulang temporal,
tulang frontal, tulang sfenoid dan tulang maksia. Bagian-bagian dari tulang yang
membentuk zigoma ini memberikan sebuah penonjolam pada pipi di bawah mata
sedikit ke arah lateral. Fraktur tulang zigoma ini agak berbeda dengan fraktur tripod
atau trimalar.2
Gejala dari fraktur zigoma antara lain adalah2,6,7 :
1. Pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi kontralateral atau sebelum
trauma)
2. Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata
3. Edem periorbita dan ekinosis
4. Perdarahan subkonjungtiva
5. Enoftalmus
6. Ptosis
7. Karena kerusakan saraf infra-orbita
8. Terbatasnya gerakan mandibula
9. Emfisema subkutis
10. Epistaksis karena perdarahan yang terjadi pada antrum

Penanggulangan fraktur tulang zigoma2 :


- Reduksi tidak langsung dari fraktur zigoma (oleh Keen dan Goldthwaite) :
Pada cara ini reduksi fraktur dilakukan melalui sulkus gingivobukalis. Dibuat
sayatan kecil pada mukosa bukal di belakang tuberositas maksila. Elevator
melengkung dimasukkan di belakang tuberositas tersebut dan dengan sedikit tekanan
tulang zygoma yang fraktur dikembalikan pada tempatnya. Cara reduksi fraktur ini
mudah dikerjakan dan memberi hasil yang baik.
- Reduksi terbuka dari tulang zigoma :
Tulang zigoma yang patah harus ditanggulangi dengan reduksi terbuka dengan
menggunakan kawat atau mini plate. Laserasi yang timbul di atas zigoma dapat
dipakai sebagai marka untuk melakukan inisis permulaan pada reduksi terbuka
tersebut. Adanya fraktur pada rima orbita inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi
dengan melakukan insisi di bawah palpebra inferior untuk mencapai fraktur di sekitar
5
tulang orbita tersebut. Tindakan ini harus dilakukan hati-hati karena dapat merusak
bola mata.
2. Fraktur arkus zigoma
Arkus zigoma merupakan bagian dari subunit wajah yang dikenal sebagai
zygomaticomaxillary complex (ZMC), yang memiliki 4 fusi tulang dengan
tengkorak.7 Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab pada tempat ini
timbul rasa nyeri waktu bicaraatau mengunyah. Kadang-kadang timbul trismus.
Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan letak dari arkus zigoma terhadap
prosesus koroid dan otot temporal. Fraktur arkus zigoma yang tertekan atau terdepresi
dapat dengan mudah dikenal dengan palpasi.2,8
Terdapatnya fraktur arkus zigoma yang ditandai dengan perubahan tempat dari
arkus dapat ditanggulangi dengan melakukan elevasi arkus zigoma tersebut. Pada
tindakan reduksi ini kadang-kadang diperlukan reduksi terbuka, selanjutnya dipasang
kawat baja atau mini plate pada arkus zigoma yang patah tersebut. Insisi pada reduksi
terbuka dilakukan di atas arkus zigoma, diteruskan ke bawah sampai ke bagian
zigoma preaurikuler.

C. Fraktur Tulang Maksila (Mid Facial)


Maksila (rahang atas) menggambarkan jembatan antara superior dasar tengkorak
dengan bidang oklusal gigi inferior. Hubungan intim dengan rongga mulut, rongga
hidung dan orbita serta banyak struktur yang terkandung di dalam dan bersebelahan
dengannya membuat maksila merupakan struktur yang penting secara fungsional dan
kosmetik. Fraktur dari tulang maksila ini berpotensi mengancam nyawa karena dapat
menimbulkan gangguan jalan nafas serta perdarahan hebat yang berasal dari arteri
maksilaris interna atau arteri ethmoidalis sering terjadi pada fraktur maksila.2,9
Menstabilkan pasien dengan menangani penyulit yang serius seperti pada jalan
nafas, sistem neurologis, tulang belakang leher dan perut harus dilakukan segera sebelum
pengobatan definitif pada maksila. Jika kondisi pasien cukup baik sesudah trauma
tersebut, reduksi fraktur maksila biasanya tidak sulit dikerjakan kecuali kerusakan tulang
yang sangat hebat dan disertai infeksi.2,9
Mathog menggunakan pembagian klasifikasi fraktur maksila menjadi 3 kategori2,7,9 :
1. Fraktur Maksila Le Fort I

6
Fraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara
maksila dan palatum atau arkus alveolar kompleks. Garis fraktur berjalan ke belakang
melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa unilateral atau bilateral. Kerusakan pada
fraktur Le Fort akibat arah trauma dari anteroposterior bawah dapat mengenai
nasomaksila dan zigomatikomaksila vertikal buttress, bagian bawah lamina pterigoid,
anterolateral maksila, palatum durum, dasar hidung, septum dan apertura piriformis.

Le Fort I
http://emedicine.medscape.com/article/1283568-overview#a0104

2. Fraktur Maksila Le Fort II


Garis fraktur Le Fort II (fraktur piramid) berjalan melalui tulang hidung dan
diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebarang ke
bagian atas dari sinus maksila juga ke arah lamin pterigoid samapi ke fossa
pterigopalatina. Fraktur pada lamina kirimbiformis dan atap sel etmoid dapat merusak
sistem lakrimalis.

7
Le Fort II
http://emedicine.medscape.com/article/1283568-overview#a0104

3. Fraktur Maksila Le Fort III


Fraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) adalah suatu fraktur yang
memisahkan secara lengkap antara tulang dan tulang kranial. Garis fraktur berjalan
melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang taut etmoid melalui fisura orbitalis
superior melintang ke arah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan
sutura temporo-zigomatik. Fraktur Le Fort III ini biasanya bersifat kominutif yang
disebut kelainan dishface. Fraktur maksila Le Fort III ini sering menimbulkan
komplikasi intrakranial seperti timbulnya pengeluaran cairan otak melalui atap sel
etmoid dan lamina kribriformis.

Le Fort III
http://emedicine.medscape.com/article/1283568-overview#a0104

Fiksasi dari segmen fraktur yang tidak stabil menjadi strutur yang stabil adalah
tujuan pengobatan bedah definitif pada fraktur maksila. Prinsip ini tampak sederhana
namun menjadi lebih kompleks pada pasien dengan fraktur luas.9 Fiksasi yang dipakai
pada fraktur maksila ini dapat berupa2 :
1. Fiksasi inter maksilar menggunakan kawat baja untuk mengikat gigi.
2. Fiksasi inter maksilar menggunakan kombinasi dari reduksi terbuka dan
pemasangan kawat baja atau mini plate.
3. Fiksasi dengan pin.

8
Penanggulangan fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang
bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi inter maksilar sehingga oklusi gigi menjadi
sempurna.2

D. Fraktur Tulang Orbita


Fraktur maksila sangat erat hubungannya dengan timbulnya fraktur orbita terutama
pada penderita yang menaiki kendaraan bermotor.2 Orbita dibentuk oleh 7 tulang wajah,
yaitu tulang frontal, tulang zigoma,tulang maksila, tulang lakrimal, tulang etmoid,
tualang sphenoid dan tulang palatina.10

Orbita mensch jpg.


http://en.wikipedia.org/wiki/File:Orbita_mensch.jpg

Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler, syaraf,
pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini berguna untuk
menyokong fungsi mata. Orbita merupakan pelindung bola mata terhadap pengaruh dari
dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata dilindungi oleh palpebra. Dasar
orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata, berakibat
timbulnya fraktur blow out dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi

9
dalam sinus sphenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis
kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita.10
Fraktur orbita ini menimbulkan gejala-gejala berupa2 :
1. Enoftalmus
2. Eksoftalmus
3. Diplopia
4. Asimetris pada muka
Kelainan ini tidak lazim terdapat pada blow out fracture dari dasar orbita. Kelainan ini
sangat spesifik terdapat pada fraktur yang meliputi pinggir orbita inferior atau fraktur
yang menyebabkan dislokasi zigoma.
5. Gangguan saraf sensoris
Hipestesia dan anestesia dari saraf sensoris nervus infra orbitalis berhubungan erat
dengan fraktur yang terdapat pada dasar orbita. Bila pada fraktur timbul kelainan ini,
sangat mungkin sudah mengenai kanalis infra orbitalis. Selanjutnya gangguan fungsi
nervus infra orbita sangat mungkin disebabkan oleh timbulnya kerusakan pada rima
orbita.

E. Fraktur Tulang Mandibula


ini disebabkan oleh kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Penanganan fraktur
mandibula ini sangat penting terutama untuk mendapatkan efek kosmetik yang
memuaskan, oklusi gigi yang sempurna, proses mengunyah dan menelan yang
sempurna.2
Diagnosis fraktur mandibula tidak sulit, ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
kerusakan rahang bawah dengan memperhatikan gejala sebagai berikut2,7 :
1. Pembengkakan, ekimosis ataupun laserasi pada kulit yang meliputi mandibula.
2. Rasa nyeri yang disebabkan kerusakan pada nervus alveolaris inferior.
3. Anestesia dapat terjadi pada satu bibir bawah, pada gusi atau pada gigi dimana
nervus alveolaris inferior menjadi rusak.
4. Maloklusi, adanya fraktur mandibula sangat sering menimbulkan maloklusi.
5. Gangguan morbilitas atau adanya krepitasi.
6. Rasa nyeri saat mengunyah.
7. Gangguan jalan nafas, kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan
posisi, trismus, hematoma, serta edema pada jaringan lunak.
10
Dingman mengklasifikasi fraktur mandibula secara simpel dan praktis. Mandibula
dibagi menjadi 7 regio2,7 :
1. Badan atau korpus mandibula
2. Simfisis mandibula
3. Angulus mandibula
4. Ramus mandibula
5. Prosesus koronoid
6. Prosesus kondilus
7. Prosesus alveolaris
Fraktur yang terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada regio mandibula ini. Frekuensi
tersering terjadinya fraktur ialah prosesus kondilus kemudian diikuti oleh korpus
mandibula, angulus mandibula, simfisis mandibula, prosesus alveolaris, ramus
mandibula dan prosesus koronoid.2

Gambar 46. Mandibula dan bagiannya


http://www.darplastic.com/umum/bagian-ketiga.html

Perbaikan fraktur mandibula menerapkan prinsip-prinsip umum pembidaian


mandibula dengan geligi utuh terhadap maksila. Lengkung geligi atas biasanya diikatkan
pada lengkung gigi bawah memakai batang-batang lengkung ligasi dengan kawat.
Batang-batang lengkung ini memiliki kait kecil yang dapat menerima simpai kawat atau
elastis guna mengikatkan lengkung gigi atas ke lengkung kiki bawah. Fraktur mandibula
yang lebih kompleks mungkin memerlukan reduksi terbuka dan pemasangan kawat

11
ataupun pelat secara langsung pada fragmen-fragmen guna mencapai stabilitas,
disamping melakukan fiksasi intermaksilaris dengan batang-batang lengkung. 7

DAFTAR PUSTAKA

1. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/maxillofacial+trauma.
Maxillofacial Trauma.

2. Soepardi AE., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti RD. Trauma Muka dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. 2007.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. http://www.patient.co.uk/doctor/Maxillofacial-Injuries.htm. Maxillofacial
Injuries.

4. LELES Jose Luiz Rodrigues, SANTOS Enio Jose dos, JORGE Fabrcio David,
SILVA Erica Tatiane da, LELES Cludio Rodrigues. Risk factors for
maxillofacial injuries in a Brazilian emergency hospital sample. 2009, August
11st.

5. http://emedicine.medscape.com/article/878595-overview#a05. Nasal and Septal


Fractures.

6. Nesbitt B. Elizabeth, Leeds C. R. Duncan. Fractures of The Zygoma Bone. British


Medical Journal. 1945, April 14th.

7. Higles Adams BOIES. Trauma Rahang-Wajah dalam Buku Ajar Penyakit THT.
Ed.6. 1997. Jakarta : EGC.

8. Cohen, Adam J. Facial Trauma, Zygomatic Arch Fractures. Emedicine. 2009,


January 27th.

9. http://emedicine.medscape.com/article/1283568-treatment. Maxillary and Le Fort


Fractures.

10. http://emedicine.medscape.com/article/825772-overview#a0104. Orbital Fracture


in Emergency Medicine.

12

Anda mungkin juga menyukai