Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

PTERIGIUM

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Syarip Padilah
20110310178

Diajukan Kepada:
dr. Yunani Setyandriana, Sp.M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
2017
I. LAPORAN KASUS
Nama : Tn. Jumali
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Triwidadi, Bantul

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kiri terdapat selaput, kemerahan, nerocos dan pedas.
Riwayat Penykit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata PKU Muhammadiyah Gamping
dengan keluhan penglihatan bruwet. Mata kiri terasa mengganjal dan panas. Lalu
1 minggu ini mata kiri dirasa sering nerocos, kemerahan dan pedas. Jika malam
hari keluhan dirasa semakin meningkat. Sudah ditetesi obat mata insto hingga
habis 1 botol namun belum sembuh. Pasien menyatakan hal tersebut sudah disara
mengganggu sejak 6-1 tahun terakhir, terasa ada benjolan dan rasa seperti
kelilipan mata berpasir. Pasien rutin berobat ke Puskesmas tiap 2 bulan namun
keluhan tidak teratasi

Riwayat Penyait Dahulu :


Keluhan serupa : disangkal
Penyakit mata : disangkal
Trauma mata : disangkal

Riwayat Penykit Keluarga :


Keluhan serupa : disangkal

Riwayat Personal Sosial :


Pasien bekerja sebagai perangkat desa. Selain itu, pasien pekerja lapangan setiap
ada proyek. Pasien juga pergi ke sawah untuk bertani. Setiap hari pasien terpapar
sinar matahari dan debu. Pasien selalu menggunakan kacamata saat bekerja di
proyek.
KESAN
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
ODS : Tampak selaput putih kemerahan berbentuk segitiga pada bagian
nasal konjungtiva bulbi-melewati limbus-kornea, tidak sampai
menutupi pupil.

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS
Visus Jauh 6/60 6/9
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar (+) positif, normal (+) positif, normal
Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
1. Sekitar Mata
- Alis N N Kedudukan alis baik,
jaringan parut (-),
simetris
- Silia N N Trikiasis(-),
distrikiasis(-),
madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris, ptosis (-)
- Gerakan N N Gangguan gerak
membuka dan menutup
(-), blefarospasme (-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9 14 mm
- Kulit N N Hiperemi (-), edema
(-), massa (-)
- Tepi kelopak N N Trichiasis (-),
ektropion (-), entropion
(-)
- Margo N N Tanda radang (-)
intermarginalis
3. Apparatus Lakrimalis (Tidak diperiksa)
4. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris (orthophoria)
- Gerakan N N Tidak ada gangguan
+ + + +
gerak (syaraf dan otot
+ + + +
+ + + + penggerak bola mata
normal)
- Ukuran N N Normal, makroftalmos
(-), mikroftalmos (-)
6. Konjungtiva
- Palpebra superior N N Normal : Licin, warna
pink muda, mengkilap,
hiperemi (-), papil (-),
folikel (-)
- Forniks N N Dalam
- Palpebra inferior N N Normal : Tenang,
mengkilap, hiperemi
(-), papil (-), folikel (-)
- Bulbi N Tampak selaput Inj. konjungtiva (-),
berbentuk segitiga Inj. Siliar (-)
pada bagian nasal
dengan puncak
melewati kornea,
hiperemi.
7. Sclera Putih Putih Putih, Ikterik (-)
8. Kornea
- Ukuran N N horizontal 12 mm,
vertical 11 mm
- Kecembungan N N Lebih cembung dari
sclera
- Limbus N Tampak selaput Benjolan (-)
Benda Asing (-)
putih kemerahan,
yang menutupi pada
arah jam 9
- Permukaan N Tampak selaput Licin, mengkilap
putih kemerahan
berbentuk segitiga,
menutupi kornea
pada bagian nasal.
- Uji flurosensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Placido Terputus Terputus Reguler konsentris
9. Kamera Okuli Anterior (Tidak diperiksa)
10. Iris
- Warna Cokelat Cokelat
- Pasangan N N Simetris
- Gambaran N N Kripte baik, Sinekia (-)
11. Pupil
- Ukuran 3 mm 3 mm Normal ( 3 6 mm)
pada ruangan dengan
cahaya cukup
- Bentuk Bulat Bulat Isokor
- Tempat N N Di tengah
- Tepi N N Reguler
- Refleks direct (+) (+) Positif
- Refleks indirect (+) (+) Positif

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Normal Tampak selaput putih kemerahan berbentuk
segitiga, dengan puncak menutupi kornea
pada bagian nasal..

DIAGNOSIS BANDING
Pterigium
Pseudopterigim
Pinguekula

DIAGNOSIS
OS : Pterigium stadium III

MANAJEMEN TERAPI
Deksametason 8 mg tab 2x1
Ciprofloxacin 500 mg tab 2x1
Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1
C. polydex 6x1 mata kiri
Ekstirpasi pterigium

II. Masalah yang Dikaji


Apa saja kah klasifikasi Pterigium?
Bagaimanakah penatalaksaan Pterigium?

III. Analisis Masalah


Pterigium merupakan kelainan bola mata yang umumnya terjadi di
wilayah beriklim tropis dan dialami oleh mereka yang bekerja atau beraktifitas di
bawah terik sinar matahari dan umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun. Penyebab
paling sering adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang di
terima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan penting dalam
hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat
allergen, kimia dan pengiritasi lainnya.
Pterigium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang
tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai anak-anak. Paparan sinar
matahari dalam waktu lama, terutama sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu
dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab utama pterigium. Gejala-gejala
pterigium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan penglihatan kabur.
Kondisi pterigium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata
atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi
lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya
penglihatan si penderita. Apabila memiliki tingkat aktifitas luar ruangan yang
cukup tinggi dan harus berlama lama dibawah terik matahari, disarankan untuk
melindungi aset penting penglihatan juga dari debu dan angin yang bisa
menyebabkan iritasi mata baik ringan maupun berat.

Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,


stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera ,
yaitu:
1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
Tipe I: Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stockers
line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium.
Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien
yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
Tipe II: disebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium
rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak
kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer
atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat.
Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan
biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.

2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:


Stadium I: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
Stadium II: jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil,
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III: jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4
mm).
Stadium IV: jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:


- Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea
di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium).
- Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran, tetapi tidak pernah hilang.

Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara
kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata
buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea)
beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.

Tindakan Operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler dan Guilermo Pico, yaitu:

Menurut Ziegler:
1. Mengganggu visus
2. Mengganggu pergerakan bola mata
3. Berkembang progresif
4. Mendahului suatu operasi intraokuler
5. Kosmetik

Menurut Guilermo Pico:


1. Progresif, resiko rekurensi > luas
2. Mengganggu visus
3. Mengganggu pergerakan bola mata
4. Masalah kosmetik
5. Di depan apeks pterygium terdapat Grey Zone
6. Pada pterygium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtata
7. Terjadi kongesti (klinis) secara periodik

Pada prinsipnya, tatalaksana pterygium adalah dengan tindakan operasi.


Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan
pterygium di antaranya adalah:
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan
permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman
teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada
bekas eksisi.
5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian
dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya
Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan
pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila
diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien
biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau
salep mata antibiotika atau antiinflamasi.

Kategori Terapi Medikamentosa


a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau
air mata artifisial (air mata penyegar,
Gen Teal (OTC)air mata artifisial akan
memberikan pelumasan pada permukaan
mata pada pasien dengan permukaan
kornea yang tak teratur dan lapisan
permukaan air mata yang tak teratur.
Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan
pterygium.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk
irritasi
Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas


Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada
interaksi )
Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian Bila gejala masih ada dan terus berlanjut


pemakaiannya

b. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada
permukaan okular
Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal
(hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu
pelumas yang lebih kental untuk
permukaan mata. Sediaan ini cenderung
menyebabkan kaburnya penglihatan
sementara; oleh karena itu bahan ini
sering dipergunakan pada malam hari.
Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior pada
mata yang terserang. Hs
Dosis anak-anak Sama dengan dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya


hipersensitivitas
Interaksi Tidak ada
Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Karena menyebabkan kabur penglihatan
sementara dan harus menghindari
aktivitas yang memerlukan penglihatan
jelas sampai kaburnya hilang.

c. Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan
mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu
dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi
pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat
jejasnya.

Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%)


suatu suspensi kortikosteroid topikal
yang dipergunakan untuk mengu-rangi
inflamasi mata. Pemakaian obat ini
harus dibatasi untuk mata dengan
inflamasi yang sudah berat yang tak
bisa disembuhkan dengan pelumas
topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata yang
terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu
dengan terapi yang terus menerus.
Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk anak-
anak oleh karena kasus pterygia sangat
jarang pada anak-anak
Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes
simpleks keratitis dentritis atau
glaukoma steroid yang responsif.
Interaksi Tak ada laporan interaksi
Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman
akan tetapi kegunaannya harus di
perhitungkan dengan resiko yang di
akibatkan
Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan
tetapi efek samping sistemik biasanya
tak diketemukan pada pasien yang
mempergunakan obat tetes
mataprednisolon asetat topikal , yang
bisa diekskresi pada ASI yang sedang
menyusui.
Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan
Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di
tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati,
untuk menghindari permasalahan tekanan intraocular dan katarak.

Pencegahan Kekambuhan Pterygium


Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi
resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih
tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran,
sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata
pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting
untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang
memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet
(misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah
berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata
atau topi pelindung.
Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
Penyimpagan atau pengurangan pusat penglihatan
Kemeraha
Iritas
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan


memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot
rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang
belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat,
terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Reaksi material jahitan
Diplopia
Conjungtival graft dehiscence
Corneal scarring
Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment

IV. Kesimpulan
Pterigium merupakan suatu neoplasma konjungtiva benigna, umumnya
prognosisnya baik secara kosmetik maupun penglihatan, namun hal itu juga
tergantung dari ada tidaknya infeksi pada daerah pembedahan. Untuk mencegah
kekambuhan pterigium (sekitar 50-80 %) sebaiknya dilakukan penyinaran dengan
Strontium yang mengeluarkan sinar beta, dan apabila residif maka dapat
dilakukan pembedahan ulang. Pada beberapa kasus pterigium dapat berkembang
menjadi degenerasi ke arah keganasan jaringan epitel.

V. Referensi

Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of
Pterygium. Opthalmic Pearls.2010

Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum: edisi
17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.

Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.

Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to


Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In:
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366

Anda mungkin juga menyukai