Anda di halaman 1dari 25

PERBUATAN ORANG TUA BAIK MENCERMINKAN PERBUATAN ANAK

Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Kekeluargaan dan Perkawinan

KELOMPOK V

Cindy Fransisca 205110031

Elizabeth Silvyana 205120110

Prisella 205120114

Regina Pratiwi 205120115

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

FAKULTAS HUKUM

2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
a. Apa saja hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya?
b. Apa saja hak dan kewajiban anak terhadap orang tuanya?
c. Apa saja kebisaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak?
d. Bagaimana perbuatan orang tua yang layak bagi pendidikan anaknya?

C. Tujuan
a. Mengetahui hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya
b. Mengetahui hak dan kewajiban anak terhadap orang tuanya
c. Mengetahui kebisaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak.
d. Mengetahui bagaimana perbuatan orang tua yang layak bagi pendidikan anaknya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hak dan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak


Sejak lahir, setiap insan memiliki hak dan kewajibannya masing masing yang dianugrahkan
Tuhan sejak masih di dalam perut kandungan. Agama Islam telah menyediakan berbagai
tuntunan kehidupan, seperti halnya berkehidupan rumah tangga. Agar kehidupan rumah tangga
berjalan dengan baik, anak dan orang tua harus menjalankan kewajibannya masing-masing dan
menyesuaikan haknya. Islam telah menata itu semua dengan baik dan sesuai. Berikut ini adalah
hak dan kewajiban yang dimiliki oleh orang tua terhadap anaknya:

Hak orang tua:


1) Memberi perintah kepada anaknya
2) Mengontrol hidup anaknya
3) Melarang sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh si anak
4) Meninggikan suaranya, bahkan memarahi anaknya jika melakukan sesuatu yang buruk
5) Mendapat kasih sayang dari anaknya
6) Dipatuhi perintahnya oleh si anak
7) Berhak menolak keinginan si anak jika keinginan itu buruk dan tidak bisa dipenuhi
8) Mendapat perlakuan yang layak dari si anak
9) Mengingatkan dan menasihati si anak jika berbuat salah
10) Memberikan konsekuensi jika si anak berbuat salah
11) Mendapat kewenangan penuh di rumah (kamar anak hanya mengontrol saja)
12) Mencarikan pendamping hidup untuk si anak, atau teman

Kewajiban Orang tua:


1) Berdoa sebelum bercampur dengan istri, sehingga jika Allah takdirkan dari pencampuran
tadi, si istri hamil, maka anaknya menjadi anak yang soleh.
2) Mengikuti rosulullah dalam menyambut kelahiran anak
3) Tinggal di lingkungan yang islami
4) Memberi nama yang baik
5) Ibu hendaknya Menyusui anaknya
6) Mengasuh dan membimbing anak (bukan diasuh oleh pembantu)
7) Mengkhitan si anak
8) Mengajari alquran, sholat,puasa, adab dan etika
9) Mengajari anak naik kuda, berenang dan memanah (Hadis rasulullah)
10) Memberi nafkah dari rezeki yang halal sampai si anak mandiri atau menikah (Ibu tidak
diwajibkan)
11) Memilihkan teman yang baik
12) Berbuat adil kepada semua anak anaknya
13) Menjadi contoh yang baik bagi anaknya
14) Mencarikan pendamping hidup yang sholeh bagi anaknya
B. Hak dan Kewajiban Anak terhadap Orang Tua

Berikut ini adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh anak terhadap orang tuanya:
Hak anak:
1) Mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya
2) Mendapat penghargaan atas perbuatan baik yang dia lakukan
3) Berhak mengatur hidupnya sendiri saat dewasa
4) Mengatur barang yang dibelinya sendiri
5) Mendapat pendidikan yang baik dari orangtaunya
6) Meniru perbuatan orang tuanya
7) Menengahi pertengkaran antara kedua orangtuanya
8) Menegur jika orangtuanya berbuat salah
9) Dipenuhi kebutuhannya
10) Membantah perintah orang tua jika perintah itu buruk
11) Mencari nafkah untuk orangtuanya maupun yang lain

Kewajiban anak:
1) Mentaati orang tua dalam kebaikan.
2) Menjaga dan memelihara orang tua dengan sabar terutama di masa tua
3) Jangan bekata kasar atau membentak orang tua
4) Dilarang mengangkat suara kepada orang tua.
5) Menghargai dan menghormatinya dalam setiap keadaan
6) Anak seharusnya bermusyawarahdengan orangtuanya ketika ingin mengambil keputusan.
7) Meninggikan orang tua di hadapan orang lain
8) Berdoa dan memintakan ampun kepada Allah
9) Tidak bepergian kecuali minta izin kepada orangtuanya, termasuk pergi jihad
10) Berbuat hal- hal yang membuat senang orang tua
11) Tidak menganggu orang tua saat orang tua istirahat /tidur
12) Tidak boleh mengutamakan istri dibanding orangtua
13) Mengalah kepada orang tua pada hal yang kita senangi (harta,pakaian, makanan)
14) Cepat memenuhi panggilan orang tua

Didalam ayat Al-Quran dan Hadis, ada hal yang berkaitan mengenai hak dan kewajiban anak
terhadap orang tua, yaitu:









DanTuhanmutelahmemerintahkansupayakamujanganmenyembahselainDiadanhendaklah
kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlahmengatakankepadakeduanyaperkataanah,danjanganlahkamumembentakmereka
danucapkankepadamerekaperkataanyangmulia. (QS. al-Isra:23).


DariAbdullahbinAmrberkata,AdaseseorangyangdatangkepadaRasulullahserayaberkata,
Sayadatangdemiberbaiatkepadamuuntukberhijrah,namunsayameninggalkankeduaorang
tuaku menangis. Maka, Rasulullah bersabda, Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan
buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau membuat keduanya menangis. (HR. Abu
Dawud dengan sanad shahih, lihat Shahih Targhib, 2481).


DariAbdullahbinUmarberkata,Sayamempunyaiseorang istri yang saya cintai, namun Umar
membencinya, dan dia mengatakan kepadaku, Ceraikan dia. Sayapun enggan untuk
menceraikannya. Maka, Umar datang kepada Rasulullah lalu menyebutkan kejadian itu, maka
Rasulullah berkata kepadaku, Ceraikanlah dia. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu
Majah dan Ibnu Hibban dan beliau menshahikannya. Berkata Tirmidzi, Hadits ini hasan
shahih.).
Danmasihbanyaklagi.

Alkisah:
Kisah Alqamah Durhaka Kepada Ibundanya
Konon dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama
Alqamah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin shalat, banyak puasa dan suka
bersedekah. Suatu ketika dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah untuk
memberitahukan kepada beliau akan keadaan Alqamah. Maka, Rasulullahpun mengutus Ammar
bin Yasir, Shuhaib ar-Rumi dan Bilal bin Rabah untuk melihat keadaannnya. Beliau bersabda,
Pergilah ke rumah Alqamah dantalqin-lah untuk mengucapkan La Ilaha Illallah Akhirnya
mereka berangkat kerumahnya, ternyata saat itu Alqamah sudah dalam keadaan naza, maka
segeralah mereka men-talqin-nya, namun ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La
ilaha illallah.
Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah.
Maka Rasulullah pun bertanya, Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?
Ada yang menjawab, Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah
sangat tua renta. Maka Rasulullah mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau berkata
kepada utusan tersebut, Katakan kepada ibunya Alqamah, Jika dia masih mampu untuk
berjalan menemui Rasulullah maka datanglah, namun kalau tidak, maka biarlah Rasulullah yang
datangmenemuimu.TatkalautusanitutelahsampaipadaibunyaAlqamahdanpesanbeliauitu
disampaikan, maka dia berkata, Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah.
Maka, dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah.
Sesampainya di rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam dan Rasulullah pun menjawab
salamnya.
Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, Wahai ibu Alqamah, jawablah pertanyaanku
dengan jujur, sebab jika engkau berbohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan
memberitahukan kepadaku, bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqamah?
Sangibumenjawab,WahaiRasulullah,diarajinmengerjakanshalat,banyakpuasadansenang
bersedekah. Lalu Rasulullah bertanya lagi, Lalu apa perasaanmu padanya?
Dia menjawab, Saya marah kepadanya Wahai Rasulullah.
Rasulullah bertanya lagi, Kenapa? Dia menjawab, Wahai Rasulullah, dia lebih
mengutamakan istrinya dibandingkan saya dan diapun durhakakepadaku.
Maka,Rasulullahbersabda,Sesungguhnyakemarahansangibutelahmenghalangilisan
Alqamah,sehinggatidakbisamengucapkansyahadat.Kemudianbeliaubersabda,WahaiBilal,
pergilahdankumpulkankayubakaryangbanyak.Siibuberkata,Wahai Rasulullah, apa yang
akan engkau perbuat? Beliau menjawab, Saya akan membakarnya dihadapanmu. Dia
menjawab, Wahai Rasulullah , saya tidak tahan Akalau engkau membakar anakku
dihadapanku. Maka, Rasulullah menjawab, Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya adzab Allah
lebih pedih dan lebih langgeng, kalau engkau ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah
anakmu Alqamah, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, shalat, puasa dan sedekahnya
tidakakanmemberinyamanfaatsedikitpunselagiengkaumasihmarahkepadanya,
Makadiaberkata,WahaiRasulullah,Allahsebagaisaksi,jugaparamalaikatdansemua
kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridha pada anakku Alqamah.Rasulullah
punberkatakepadaBilal,WahaiBilal,pergilahkepadanyadanlihatlahapakahAlqamahsudah
bisa mengucapkan syahadat ataukah belum, barangkali ibu
Alqamah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari dalam hatinya, barangkali dia hanya
malukepadaku.Maka,Bilalpunberangkat,ternyatadiamendengarAlqamahdaridalamrumah
mengucapkan La Ilaha Illallah.Maka,Bilal punmasukdanberkata, Wahai sekalianmanusia,
sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa
mengucapkan syahadat, dan ridhanya telah menjadikanya mampu mengucapkan syahadat.
Kemudian, Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga. Maka, Rasulullah melihatnya dan
memerintahkan untuk dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau menshalatkannya dan
menguburkannya,
Lalu,didekatkuburanitubeliaubersabda,WahaisekaliankaumMuhajirindanAnshar,
barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada ibunya, dia akan mendapatkan laknat dari Allah,
para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali
kalau dia mau bertobat dan berbuat baik pada ibunya serta meminta ridhanya, karena ridha Allah
tergantung pada ridhanya dan kemarahan Allaoh tergantung pada kemarahannya.

Efek dan ciri ciri:


Jika hak dan kewajiban keduanya terpenuhi, maka kehidupan rumah tangga insyaallah menjadi
Sakinah Mawaddah Warahmah. Seperti yang kita ketahui, kehidupan seperti itu adalah
kehidupan rumah tangga ideal yang sangat diimpikan oleh semua keluarga, namun sebagian
besar keluarga, terutama di Indonesia, kurang tahu hak dan kewajibannya masing-masing. Jika
hak dan kewajiban keduanya terpenuhi, maka insyaallah akan terbentuk keluarga yang makmur
dan menjadi keluarga yang saling mendekatkan diri pada Allah. Jika ada suatu keluarga yang
bermasalah, mungkin ada suatu hak atau kewajibannyayang dilalaikan, namun, setiap keluarga
pasti pernah bermasalah (mungkin tidak bagi Rasulullah).
C. Kebisaan Orang tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak
Terdapat 37 kebiasaan orang tua yang dapat mengahasilkan kebiasaan buruk pada anaknya,
yaitu:

1. Raja yang Tak Pernah Salah


Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka
menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua
supaya tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja
mereka tabrak. Sambil mengatakan, Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul
kursi/mejanyasudah cup.cupdiem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.Ketika proses
pemukulan terhadap benda benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah
mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.Yang salah orang atau benda
lain.
Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami
suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain,
dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau
hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.Kita
sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita.
Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk
tidak pernah merasa bersalah.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang
terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit):
Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu
supayatidakmembenturlagi.
2. Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya,
Mengapa? KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak
beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi?
Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk
menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di
pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita
lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih
berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru
pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke
depan saja ya, sebentaaar saja ya, Sayang. Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah lain
yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak kita, Kalo maemnya
susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalanloh.Padahalsecaralogikaantarajalan-jalan
dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contoh di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan
bohong kecil, dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai
orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak.
akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu
bohong, anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.

Sebaiknya orang tua berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh
kasih dan pengertian: Sayang,Papa/Mamamaupergikekantor.Kamutidakbisaikut.Tapi
kaloPapa/Mamakekebunbinatang,kamubisaikut.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya
membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka
menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus
selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara
terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di
pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain
kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu.
Anak akan mampu memahami dan menuruti apa yang kita katakan.
3. Banyak Mengancam
Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!
Jangan ganggu adik, nanti Mama/Papa marah! Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya
melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat
duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman.
Terlebihadakalimattambahan.nantiMama/Papamarah!
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang
tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat
membelokkan pola atau malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita
sering menggunakan ancaman dengan kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut
atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan
perhatian kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak
senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata,
Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu.
Papa/Mama akan makin sayang sama kamu. Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-
teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu
konsekuensi, misal Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke
adikmu,Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain.
Mainan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati
pernyataan kita dengan tindakan.
4. Bicara Tidak Tepat Sasaran
Pernahkah kita menghardik anakdengankalimatseperti,Papa/Mamatidaksukabila
kamu begini/begitu! atau Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi! Namun
kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita
inginkan. Anak tidak pernah tahu apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya
dalam hal berperilaku. Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru.
Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh
orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2
yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya kesal sebagia
bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur
mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal
atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah
megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan ,
ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk
berubah.
5. Menekankan pada Hal-hal yang salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering
mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar,
perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah
kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita
seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur.
Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa
menarik perhatian orang tuanya,
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka
berbagidiantaramerekadengankalimatsederhanadanmudahdipahami,misal:Nah,gitu
donk kalau main. Yangrukun.Peluklahmerekasebagaiungkapansenangdansayang.
6. Merendahkan Diri Sendiri
Apa yang anda lakukan kalau melihat anak anda bermain Playstation lebih dari belajar?
Mungkinyangseringkitaucapkanpadamereka,WoymatiintuhPSnya,ntardimarahin
lohsamapapakalopulangkerja!Ataukitaungkapkandenganpernyataanlain,namuntetap
dengan figur yang mungkin ditakuti oleh anak pada saat itu. Contoh pernyataan ancaman
diatas adalah ketika yang ditakuti adalah figur Papa.
Perhatikanlah kalimat ancaman tersebut. Kita tidak sadar bahwa kita telah mengajarkan
pada anak bahwa yang mampu untuk menghentikan mereka maen ps adalah bapaknya,
artinya figure yang hanya ditakuti adalah sang bapak. Maka jangan heran kalau jika anak
tidak mengindahkan perkataan kita karena kita tidak mampu menghentikan mereka maen ps.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkanlah aturan main sebelum kita bicara; setelah siap, dekati anak, tatap matanya,
dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti main sekarang atau berikan
pilihan,misalSayang,Papa/Mamainginkamumandi.Kamumaumandisekarangataulima
menit lagi? bila jawabannya lima menit lagi Pa/Ma. Kita jawab kembali, Baik, kita
sepakat setelah lima menit kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit,
denganterpaksapapa/mamaakansimpanPSnyadilemarisampailusa.Nah,persissetelah
lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa tawar
menawar atau kompromi lagi. Jika sang anak tidak nurut, segera laksanakan konsekuensinya.
7. Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya.
Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah
menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang
Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada
saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus
agar anak tidak stress.
Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap
kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan
bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak
dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang
berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang
mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik
anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,Kakak juga sih
yang mulai duluan buat gara2. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, Betul kata
Mama,Dik.Kakakjugaperlukamusayangdanhormati.
8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama
lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung
membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain
di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap
negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada
saat keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang yang
membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki
kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang
dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan
bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
9. Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan
berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan
perhatiannya, Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu! Hasilnya memang anak
sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah
menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan. Sebaiknya,
berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada
orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap
memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, Kamu boleh
menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen. Biarkan anak kita yang
memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.

10. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai


Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan
keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap
suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri
hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan
tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu
belajar, tidak menonton televisi.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji
tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang
jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk
mengganti janji itu.

11. Hadiah untuk Perilaku Buruk Anak


Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini
terjadi, tanpa kita sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan
sering terjadi adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta
sesuatu dan rengekennya menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari
akal agar keinginnanya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu.
Pada saat inilah kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita.
Akhirnya kitamengiyakankeinginansiAnak.Yasudah;kamuambilsatupermennya.Satu
sajaya!
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan
mempelajarinya dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara
yang lebih heboh lagi. Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu
atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum
membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu
bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya
lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah
memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
12. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik
Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua banyak menghabiskan
waktu di kantor dan di jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang
menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat dari perasaan
bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang
sering dilontarkan, Biarlah dia seperti ini mungkin karena saya juga yang jarang bertemu
dengannya
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai
perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan
semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya
(penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik.
Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain.
Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan
pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah
memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya
sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara
sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita,
anak akan terbiasa.
13. Mudah menyerah dan pasrah
Setiap manusia memiliki watak yang berbeda-beda, ada yang lembut dan ada yang
keras. Dominan flegmatis adalah ciri atak yang dimiliki oleh sebagian orang tua yang kurang
tegas, mudah menyerah, selalu takut salah dan cenderung mengalah, pasrah. Konflik ini
biasanya terjadi bila seorang yang flegmatis mempunyai anak yang berwatak keras.

Dalam kondisi kita sebagai orang tua yang tidak tegas dan mudah menyerah, si anak justru
keras dan lebih tegas. Akibatnya dalam banyak hal, si anak jauh lebih dominan dan mengatur
orang tuanya. Akibat lebih lanjut, orang tua sulit mengendalikan perilaku anaknya dan
cenderung pasrah. Saya [penulis] sering mendengar ucapan dari para orang tua yang
DominanFlegmatis,Duhanaksayaitumemang kerasbetulsayasudahnggaksanggup
lagi mengaturnya. Atau Biar sajalah apa maunya, saya sudah nggak sanggup lagi
mendidiknya..
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Belajarlah dan berusahalah dengan keras untuk menjadi lebih tegas dalam mengambil
keputusan, tingkatkan watak keteguhan hati dan pantang menyerah. Jiak perlu ambil orang
orang yang kita anggap tegas untuk jadi penasihat harian kita.
14. Marah Yang Berlebihan
Kita seringkali menyamakan antara mendidik dengan memarahi. Perlu untuk selalu
diingat, memarahi adalah salah satu cara mendidik yang paling buruk. Pada saat memarahi
anak, kita tidak sedang mendidik mereka, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan kita
karena kita tidak bisa mengatasi masalah dengan baik. Marah juga seringkali hanya berupa
upaya untuk melemparkan kesalahan pada pihak lain [dan biasanya yang lebih lemah, kalo
ama yang lebih kuat ya takut].
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah bicara pada saat marah! Jadi tahanlah dengan cara yang nyaman untuk
kita lakukan seperti masuk kamar mandi atau pergi menghindar sehingga amarah mereda.
Yangperludilakukanadalahbicarategasbukanbicarakeras.Bicarayangtegasadalah
dengan nada yang datar, dengan serius dan menatap wajah serta matanya dalam dalam.
Bicara tegas adalah bicara pada saat pikiran kita rasional, sedangkan bicara keras adalah pada
saat pikiran kita dikuasai emosi.
Satu contoh lagi yang kurang baik, pada saat marah biasanya kita emosi dan
mengucapkan/melakukan hal hal yang kelak kita sesali, setelah ini terjadi, biasanya kita akan
menyesal dan berusaha memperbaikinya dengan memberikan dispensasi atau membolehkan
hal hal yang sebelumnya kita larang. Bila hal ini berlangsung berulang kali, maka anak kita
akan selalu berusaha memancing amarah kita, yang ujung ujungnya si anak menikmati
hasilnya. Anak yang sering dimarahi cenderung tidak jadi lebih baik kok.
15. Gengsi untuk Menyapa
Kita pasti pernah mengalami bahwa kita terlanjur marah besar pada anak, biasanya
amarah terbawa lebih dari sehari, akibat dari rasa kesal yang masih tersisa dan rasa gengsi,
kita enggan menyapa anak kita. Masing masing pihak menunggu untuk memulai kembali
hubungan yang normal.
Apa yang harus kita lakukan agar komunikasi mencair kembali? Siapa yang seharusnya
memulai? Kita sebagai orangtua lah yang seharusnya memulai saat anak mulai menunjukkan
tanda tanda perdamaian dan mengikuti keinginan kita. Dengan cara ini kita dapat
menunjukkan pada anak bahwa kita tidak suka pada sikap sang anak, bukan pada pribadinya.

16. Memaklumi yang tidak pada tempatnya


Ini biasanya terjadi pada kebanyakan orang tua konservatif. Misalnya melihat anak laki
laki yang suka usil, nakal banget dan suka ngacak, orang tuanya cenderung mengatakan,
Yahanakcowoemangharusbandelatausaatmelihatkakakadiklagi jambak jambakan,
mamanya bilang maklumlah namanya juga anak anak. Atau bahkan ketika si anak
memukultemanataumbaknya,orangtuamasihjugasempatberkelitdenganmengatakanya
begitu deh, maklumlah namanya juga anak anak. Nggak sengaja

Bila kita selalu memaklumi tindakan keliru yang dilakukan anak anak, otomatis si anak
berpikir perilakunya sudah benar, dan akan jadi sangat buruk kalau terbawa sampai ke
dewasa.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu memaklumi hal yang tidak perlu dimaklumi kok, kita harus mendidik
setiap anak tanpa kecuali sesuai dengan sifat dasarnya. Setiap anak bisa dididik dengan
tegas[ingat: bukan keras] sejak usia 2 tahun. Semakin dini usianya, semakin mudah untuk
dikelola dan diajak kerja sama. Anak kita akan mau bekerja sama selama kita selalu
mengajaknya dialog dari hati ke hati, tegas, dan konsisten. Ingat, tidak perlu menunggu
hingga usianya beranjak dewasa, karena semakin bertambah usia, semakin tinggi tingkat
kesulitan untuk mengubah perilaku buruknya.
17. Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudnya
Seberapa sering kita sebagai orang tua mengungkapkan pernyataan seperti Awas ya,
kalau kamu mau diajak sama mama/papa, tidak boleh nakal! atau, awas ya, kalau nanti
diajak sama mama/papa, jangan bikin malu mama, bisa juga terungkap, kalo mau jalan
jalan ke taman bermain, jangan macam macam ya.

Nah, tanpa disadari kita seringkali menggunakan istilah istilah yang sulit dimengerti ataupun
bermakna ganda. Istilah ini akan membingungkan anak kita. dalam benak mereka bertanya
apa yang dimaksud dengan nakal, tingkah laku apa yang termasuk dalam kategori nakal,
begitu pula dengan istilah jangan macam macam, perilaku apa yang termasuk kategori
macam macam.Selainbingung,merekajuga akanmenebaknebakarti dari istilah istilah
tersebut.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bicaralah dengan jelas dan spesifik, misalnya Sayang, kalau kamu mau ikut
mama/papa, tidak boleh minta mainan, permen, dan tidak boleh berteriak teriak di kasir
seperti kemarin ya.Halinipenting agar anak mengetahui batasan batasan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, serta jangan lupa menyepakati apa konsekuensinya bila
kesepakatan ini dilanggar.
18. Mengharap perubahan instan
Kita terbiasa hidup dalam budaya yang serba instant, seperti mie instant, susu instant,
teh instant. Sehingga kita anak berbuat salah, kita sering ingin sebuah perubahan yang instant
pula, misal ketika biasa terlambat bangun, nggak beresin tempat tidur, sulit dimandikan, kita
ingin agar anak kita berubah total dalan jangka waktu sehari.

Apabila kita sering memaksakan perubahan pada anak kita dalam waku singkat tanpa
tahapan yang wajar, kemungkinan besar anak sulit memenuhinya. Dan ketika ia gagal dalam
memenuhi keinginan kita, ia akan frustasi dan tidak yakin bisa melakukanannya lagi.
Akibatnya ia memilih untuk melakukan perlawanan seperti banyak bikin alasan, acuh tak
acuh, atau marah marah pada adiknya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita mengharapkan perubahan kebiasaaan pada anak, berikanlah waktu untuk
tahapan tahapan perubahan yang rasional untuk bisa dicapainya. Hindari target perubahan
yang tidak mungkin bisa dicapainya. Bila mungkin, ajaklah ia untuk melakukan perubahan
dari hal yang paling mudah. Biarkanlah ia memilih hal yang paling mudah menurutnya untuk
diubah. Keberhasilannya untuk melakukan perubahan tersebut memotivasi anak untuk
melakukan perubahan lainnya yang lebih sulit. Puji dan jika perlu rayakan keberhasilan yang
dicapainya, sekecil dan sesederhana apapun perubahan itu. Hal ini untuk menunjukkan
betapa seriusnya perhatian kita terhadap usaha yang telah dilakukannya. Pusatkan perhatian
dan pujian kita pada usahanya, bukan pada hasilnya.
19. Pendengar yang buruk
Sebagian besar orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak anaknya. Benarkah?
Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orang tua lebih suka menyela, langsung
menasehati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal usul kejadiannya.

Sebagai contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya pulangnya siang, dia
datang di sore hari. Kita tidak mendapat keterangan apapun darinya atas keterlambatan
tersebut. Tentu saja kita kesal menunggu dan sekaligus khawatir. Lalu pada saat anak kita
sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan
omelan. Bahkan setiap kali anak hendak bicara, kita selalu memotongnya. Akibatnya ia
amalah tidak mau bicara dan marah pada kita.

Bila kita tidak berusaha mendengarkan mereka, maka mereka pun akan bersikap seperti itu
pada kita dan akan belajar mengabaikan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak menghendaki hal ini terjadi, maka mulai saat ini jadilah pendengar yang
baik. Perhatikan setiap ucapannya. Ajukan pertanyaan pertanyaan untuk menunjukkan
ketertarikan kita akan persoalan yang dihadapinya.
20. Selalu menuruti permintaan anak.
Apakah anak kita adalah anak semata wayang? Atau anak laki laki yang ditunggu
tunggu dari beberapa anak perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah
bertahun tahun ditunggu tunggu? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat
sayang pada anaknya sehingga ia menerapkan pola asuh open bar, atau mo apa aja boleh atau
dituruti.
Seperti Radja Ketjil, semakin hari tuntutannya semakin aneh dan kuat, jika ini sudah
menjadi kebiasaan akan sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini
akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, dan tidak bisa bersosialisasi.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?


Betapapun sayangnya kita pada anak, jangan lah pernah memberlakukan pola asuh
seperti ini. Rasa sayang tidak harus di tunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika
kita benar sayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang benar
dan yang salah, yang boleh dan yang nggak. Jika tidak, rasa sayang kita akan membuat
membuatnya jadianakyangegoisdansemaugue.Inilahyangdalambahasaawamsering
disebut anak manja.
21. Terlalu Banyak Larangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang
berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini
menghasilkan jenis orang tua yang Perfectionist. Orang tua jenis ini cenderung ingin
menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung
membentuk anak kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu;
dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan
perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan
perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita
tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada
anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog
agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling
mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan
meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas
yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika
kemungkinan pulang terlambat, segera beri tahu Papa/Mama.
22. Terlalu Cepat Menyimpulkan
Ini adalah gejala lanjutan jika kita sebagai orang tua yang mempunyai kebiasaan
menjadi pendengar yang buruk. Kita cenderung memotong pembicaraan pada saat anak kita
sedang memberi penjelasan, dan segera menentukan kesimpulan akhir yang biasanya
cenderung memojokkan anak kita. Padahal kesimpulan kita belum tentu benar, dan bahan
seandainya benar, cara seperti ini akan menyakitkan hati anak kita.

Seperti contoh anak yang pulang terlambat. Pada saat anak kita pulag terlambat dan hendak
menjelaskan penyebabnya, kita memotong pembicaraannya dengan ungkapan, Sudah!
Nggak pake banyak alesan.AtauAh,Papa/Mamatahu,kamupastimaenketempatitulagi
kan?!.

Jika kita melakukan kebiasaan ini terus menerus, anak akan berpikir kita adalah orang tua ST
001 [alias Sok Tau Nomor Satu], yang tidak mau memahami keadaan dan menyebalkan. Lalu
mereka tidak mau bercerita atau berbicara lagi, dan akibat selanjutnya sang anak akan benar
benar melakukan hal hal yang kita tuduhkan padanya. Ia tidak mau mendengarkan nasehat
kita lagi, dan pada tahapan terburuk, dia akan pergi pada saat kita sedang berbicara padanya.
Pernahkah anda mengalami hal ini?
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah memotong pembicaraan dan mengambil kesimpulan terlalu dini. Tak
seorang pun yang suka bila pembicaraannya dipotong, apalagi ceritanya disimpulkan oleh
orang lain. Dengarkan, dengarkan, dan dengarkan sambil memberikan tanggapan positif dan
antusias. Ada saatnya kita akan diminta bicara, tentunya setelah anak kita selesai dengan
ceritanya.Bilaanaksudahmembukapertanyaan,menurutPapa/Mamabagaimana?artinya
ia sudah siap untuk mendengarkan penuturan atau komentar kita.
23. Mengungkit kesalahan masa lalu
Kebiasan menjadi pendengar yang buruk dan terlalu cepat menyimpulkan akan
dilanjutkan dengan penutup yang tidak kalah menyakitkan hati anak kita, yakni dengan
mengungkit ungkit catatan kesalahan yang pernah dibuat anak kita. Contohnya, Tuh kan
Papa/Mama bilang apa? Kamu tidak pernah mau dengerin sih, sekarang kejadian kan.
Makanya dengerin kalau orang tua ngomong. Dasar kamu emang anak bodo sih.

Kiat berharap dengan mengungkit kejadian masa lalu, anak akan belajar dari masalah.
Namun yang terjadi adalah sebaliknya, ia akan sakit hati dan berusaha mengulangi
kesalahannya sebagai tindakan balasan dari sakit hatinya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak ingin anak berperilaku buruk lagi, jangan lah diungkit ungkit masa
lalunya. Cukup dengan tatapan mata, jika perlu rangkullah ia. Ikutlah berempati sampai dia
mengakuikesalahandankekeliruannya.Ucapkanpernyataansepertimanusiaitutempatnya
salahdanlupa,semogainimenjadipelajaranberhargabuatkamu,atauPapa/mamabangga
kamu bisa menemukan hikmah positif dari kejadian ini. Jika ini yang kita lakukan, maka
selanjutnya dia akan lebih mendengar nasehat kita. Coba dan buktikanlah!.
24. Suka Membandingkan
Hal yang paling menyebalkan adalah saat kita dibandingkan dengan orang lain. Bila
kita sedang berada di suatu acara dan bertemu dengan orang yang berpakaian hampir sama
atau berwarna sama, kita merasa tidak nyaman untuk berdekatan. Apalagi jiak disbanding
bandingkan [FTR, saya tidak merasa seperti ini lho!]

Secara psikologis, kita sangat tdiak suka bila keberadaan kita baik secara fisik atau sifat sifat
kita dibandingkan dengan orang lain. Coba ingat ingatlah pengalaman kita saat ada orang
yang membandingkan kita, bagaimana perasaan kita saat itu?

Tetapi anehnya, kebanyakan orang tua entah kenapa justru sering melakukan hal ini pada
anaknya. Misal membandingkan anak yang malas dengan yang rajin. Anak yang rapi dengan
yang gedabrus. Anak yang cekatan dengan anak yang lamban. Terutama juga anak yang
mendapat nilai tinggi di sekolah dengan anak yang nilainya rendah. Ungkapan yang sering
terdengar biasanya seperti, Coba kamu mau rajin belajar kayak adik mu, maka pasti nilai
kamu tidak seperti ini!.

Jika kita tetap melakukan kebiasaan ini, maka ada beberapa akibat yang langsung kita
rasakan; anak kita makin tidak menukai kita. anak yang dibandingkan akan iri dan dengki
dengan si pembanding. Anak pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tiap manusia terlahir dengan karakter dan sifat yang unik. Maka jangan sekali kali
membandingkan satu dengan yang lainnya. Catatlah perubahan perilaku masing masing anak.
Jika ingin membandingkan, bandingkanlah dengan perilaku mereka di masa lalu, ataupun
dengannilainilaiideal yanginginmerekacapai. Misalnya,Eh,biasanyaanakpapa/mama
suka merapikan tempat tidur,kenapahariininggakya?
25. Paling benar dan paling tahu segalanya
Egosentris adalah masa alamiah yang terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Usia tersebut
adalah masa ketika anak merasa paling benar dan memaksakan kehendaknya. Tapi entah
mengapa ternyata sifat ini terbawa dan masih banyak dimiliki oleh para orang tua. Contoh
ungkapanorangtua,ahkamuinianakbaukencur,tauapakamusoalhidup.Atau,kamu
tau nggak, kalo papa/mama ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, jadi nggak pake
kamu nasehatinpapa/mama!.
Jika kita memiliki kebiasaan semacam ini, maka kita membuat proses komunikasi
dengan anak mengalami jalan buntu. Meskipun maksud kita adalah untuk menunjukkan
superioritas kita di depan anak, tapi yang ditangkap anak adalah semacam kesombongan
yang luar biasa, dan tentu saja tak seorang pun mau mendengarkan nasehat orang yang
sombong.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Seringkali usia dijadikan acuan tentang banyaknya pengetahuan juga banyaknya
pengalaman. Pada zaman dulu hal ini bisa jadi benar, namun untuk saat ini, kondisi itu tidak
berlaku lagi. Siapa yang lebih banyak mendapatkan informasi dan mengikuti kegiatan
kegiatan, maka dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman. Jadi janganlah merasa
menjadi orang yang paling tahu, paling hebat, paling alim. Dengarkanlah setiap masukan
yang datang dari anak kita.
26. Saling melempar tanggung jawab
Mendidik anak terutama menjadi tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu. Bila
kedua belah pihak merasa kurang bertanggung jawab, maka proses pendidikan anak akan
terasa timpang dan jauh dari berhasil. Celakanya lagi, bila orang tua sudah mulai merasakan
dampak perlawanan dari anak anaknya, yang sering terjadi malah saling menyalahkan satu
sama lain.
Pernyataanyangkerapmunculadalah,kamuemangnggakbecusngedidikanak,dan
kemudiandibalasenakajalongomongbegitu,nahkamusendiri,selamainikemanaaja?!.
Jika cara ini yang dipertahankan di keluarga, akankah menyelesaikan masalah? Tunggu saja
hasilnya, pasti orang tua lah yang akan menuai hasilnya, sang anak akan merasa perilaku
buruknya adalah bukan karena kesalahannya, tapi karena ketidak becusan salah satu dari
orang tuanya. Jelas anak kita akan merasa terbela dan semakin berperilaku buruk.

Apa yang seharusnya kita lakukan?


Hentikan saling menyalahkan. Ambillah tanggung jawab kita selaku orang tua secara
berimbang.keberhasilan pendidikan ada di tangan orang tua. Pendidikan adalah kerja sama
tim, da bukan individu. Jangan pakai alasan tidak ada waktu, semua orang sama sama
memiliki waktu 24 jam sehari, jadi aturlah waktu kita dengan berbagai macam cara dan
kompaklah selalu dengan pasangan kita. Selalu lakukan introspeksi diri sebelum introspeksi
orang lain.
27. Kakak harus selalu mengalah
Di negeri ini terdapat kebiasaan bahwa anak yang lebih tua harus selalu mengalah pada
saudaranya yang lebih muda. Tampaknya hal itu sudah menjadi budaya. Tapi sebenarnya,
adakah dasar logikanya dan dimana prinsip keadilannya?

Ada satu contoh nyata seperti berikut:


Ada seorang kakak beradik, kakak bernama Dita dan adik bernama Rafiq. Neneknya
selaku pengasuh utama selalu memarahi Dita ketika Rafiq menangis. Tanpa mengetahui
duduk persoalan serta siapa yang salah dan benar, si Nenek selalu membela si adik dan
melimpahkankesalahanpadakakaknya.Kamuinigimana sih? Sudah besar kok tidak mau
mengalah ama adiknya. Begitulah ucapan yang keluar dari mulut si Nenek. Terkadang
dibumbui dengan cubitan pada kakaknya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Dita menjadi anak yang tidak memiliki rasa percaya diri.
Ia pun mulai membenci adiknya. Lama kelamaan Dita mulai banyak melawan atas ketidak
adilan ini, dan yang terjadi kemudian adalah kedua bersaudara ini makin sering bertengkar.
Sementara Rafiq yang selalu dibela bela menjadi makin egois dan makin berani menyakiti
kakaknya, selalu merasa benar dan memberaontak. Sang nenek perlahan lahan menobatkan
Radja Ketjil yang lalim di tengah keluarga ini.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Anak harus diajari untuk memahami nilai benar dan salah atas perbuatannya terlepas
dari apakah dia lebih muda atau lebih tua. Nilai benar dan salah tidak mengenal konteks usia.
Benar selalu benar dan salah selalu salah berapapun usia pelakunya. Berlakulah adil.
Ketahuilah informasi secara lengkap sebelum mengambil keputusan. Jelaskan nilai benar dan
salah pada masing masing anak, buat aturan main yang jelas yang mudah dipahami oleh anak
anak anda.
28. Menghukum secara fisik
Dalam kondisi emosi, kita cenderung sensitif oleh perilaku anak, dimulai dengan suara
keras, dan kemudian meningkat menjadi tindakan fisik yang menyakiti anak.

Jika kita terbiasa dengan keadaan ini, kita telah mendidiknya menjadi anak yang kejam dan
trengginas, suka menyakiti orang lain dan membangkang secara destruktif. Perhatikan jika
mereka bergaul dengan teman sebayanya. Percaya atau tidak, anak akan meniru tindakan kita
yang suka memukul. Anak yang suka memukul temannya pada umumnya adalah anak yang
sering dipukuli di rumahnya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah sekalipun menggunakan hukuman fisik kepada anak, mencubit,
memukul, atau menampar bahkan ada juga yang pakai alat seperti cambuk, sabuk, rotan, atau
sabetan. Gunakanlah kata kata dan dialog, dan jika cara dialog tidak berhasil maka cobalah
evaluasi diri kita. Temukanlah jenis kebiasaan yang keliru yang selama ini telah kita lakukan
dan menyebabkan anak kita berperilaku seperti ini.
29. Menunda atau membatalkan hukuman
Kita semua tahu bahaya yang luar biasa dari merokok, mulai dari kanker, impotensi,
sampai gangguan kehamilan dan janin. Tapi mengapa masih banyak yang tidak peduli dan
tetap membandel untuk terus menjadi ahli hisap? Jelas karena akibat dari rokok itu terjadi
kemudian dan bukan seketika itu juga.
Begitu juga dengan anak kita. Jika anda menjanjikan sebuah konsekuensi hukuman atau
sanksi bila anak berperilaku buruk, jangan menunggu waktu yang terlalu lama, menunda,
atau bahkan membatalkan karena alasan lupa atau kasihan.
Bila telah terjadi kesepakatan antara kita dan anak seperti tidak boleh minta minta
dibelikan permen atau mainan dan ternyata anak mencoba coba untuk merengek, kita
ingatkan kembali pada kepadanya tentang kesepakatan yang kita buat bersama. Anak
biasanya akan berhenti merengek. Namun sayangnya kietika anak berhenti merengek , kita
menganggap masalah susah selesai dan akhirnya kita menunda atau bahkan membatalkan
hukuman entah karena lupa atau kasihan. Apa akibatnya? Anak akan mempunya anggapan
bahwa kita hanya omong doang, maka mereka akan mempunya tendensi untuk melanggar
kesepakatan karena hukuman tidak dilaksanakan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jila kita sudah mempunyai kesepakatan dan anak melanggarnya, maka sanksi harus
dilaksanakan, jika kita kasihan, kita bisa mengurangi sanksinya, dan usahakan hukumanya
jangan bersifat fisik, tapi seperti pengurangan bobot kesukaan mereka seperti jam bermain,
menonton tv, ataupun bermain video game.
30. Terpancing Emosi
Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi anak sering kali rewel atau merengak,
menagis, berguling dsb, dengan tujuan memancing emosi kita yang apda kahirnya kita marah
atau malah mengalah. Jika kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang, dan
merasa bisa megendalikan orang tuanya. Anak akan terus berusaha mengulanginya pada
kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih besar lagi.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah
anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah
keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakan saja bahwa kita
akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah
pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita
yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30
menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang
memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang
sedang berulah tadi. Sekali kita berhasil membuat anak kita mengalah, maka selanjutnya ia
tidak akan mengulangi untuk kedua kalinya.
31. Menghukum Anak Saat Kita Marah
Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan
sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat
emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata2
maupun hukuman akan cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak
lebih baik. Kejadin tersebut akan membekas meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa
mendendam pada orang tuanya karena sering mendapatkan perlakuan di luar batas.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bila kita sedang sangat marah segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat
untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.
Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan
hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara
tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku
buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan
tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk
mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi
aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.
32. Mengejek
Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara tidak sadar telah membuat
anak menjadi kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita
malah semakin senang telah berhasil membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun
ketidaksukaan anak pada kita dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi.
Mengapa? Karena ia menganggap kita juga seperti teman2nya yang suka menggodanya,
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya
malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi
badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda
selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu.
Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera
menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu meminta maaflah ayas kejadian
yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji
tidak akan mengulanginya lagi.
33. Menyindir
Terkadang karena saking marahnya orang tua sering mengungkapkannya dengan kata2
singkat yang pedas dengan maksud menyindir, seperti, Tumben hari gini sudah pulang,
atauSering2ajapulangmalem!atauMemangkamupikirMama/Papainsatpamyangjaga
pintutiapmalam?.
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan perilaku buruknya tapi
malah sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita
telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak
menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, Sayang,
Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam. Dan
sejenisnya.
34. Memberi julukan yang buruk
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan rasa rendah
diri, tidak percaya diri/mimder, kebencian juga perlawanan. Adakalanya anak ingin
membuktikan kehebatan julukan atau gelar tersebut pada orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti, anak baik, anak hebat, anak
bijaksana. Jika tidak bisa menemukannya cukup dengan panggil dengan nama kesukaannya
saja.
35. Mengumpan Anak yang Rewel
Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu de ngan memaksa,
kita biasanya mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang lain. Hal ini dimaksudkan
supaya anak tidak merengek lagi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, rengekan anak
semakin menjadi-jadi. Contohnya, anak menangis karena ia minta dibelikan mainan,
Kemusian kita berusaha membuatnya diam dengan berusaha mengalihkan perhatiannya
seperi,TuhlihattuhadakakakpakebajuwarnaapatuhatauLihatinilihat,gambarapa
yalucubanget?
Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkannya, ia akan
memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya
adalah anak yang cerdas. ia tidak ingin diakihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata
sepakat penyelesaiannya. Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah lah
anak kita.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat
kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan
secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti
Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung
lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak
jadi jalan-jalandanlangsungpulang.Jikakalimatiniyangkitakatakandananakkitatetap
merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja
kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
36. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak
Perilaku anak terbentuk karena 4 hal:
Berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
Oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau ketepatan wakyu
program2 TV?
Oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya
dengan cara menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
Oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi
faktor pembentuk perilaku anak kita.
Menggantinya dengan kegiatan di rumah atau di luar rumah yang padat bagi anak2nya.
Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang
mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
37. Mengajari Anak untuk Membalas
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi
menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya.
Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak
kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab
pada saat itu emosi anak sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas.
Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan
kepadanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?:
Mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat
perlakuan buruk dari anaknya.
Ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di
radio atau media lainnya.
D. Perbuatan Orang tua yang Layak bagi Pendidikan Anaknya
BAB III

PENUTUP
BAB IV

DAFTAR PUSKATA

http://ahmadalirezha.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html (diakses pada tanggal


18 September 2014)

http://www.toktokwow.com/2014/02/37-kebiasaan-orang-tua-yang.html (diakses pada tanggal


14 September 2014)

Anda mungkin juga menyukai