http://0069gadaebak.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-dan-jenis-knowledge.html
Well-defined problems adalah masalah yang dimulai dengan awalan yang jelas dan
memiliki tujuan yang jelas (Yeong, 2012). Well-defined problems juga merupakan situasi
masalah yang pertanyaan asli atau asal, tujuan dan aturan-aturannya terspesifikasi (Osa,
2011).
Contoh: Ketika kita sednag mengerjakan tugas kuliah, setelah kita mengetahui apa
perintah yang diberikan oleh pertanyaan (soal) dari tugas yang kita dapatkan tentu saja
kita sudah tahu jelas dengan metode apa kita harus menyelesaikan tugas kita.
http://andreasanthony.blogspot.co.id/2013/02/well-defined-problems.html
3. Teori Gestalt; Problem Solving
Meskipun psikologi gestalt terkenal dengan teorinya mengenai organisasi
perseptual, gestalt juga terkenal dengan pemahaman (insight) dalam memecahkan
masalah. Gestalt kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai konfigurasi atau
keseluruhan yang terorganisir. Perspektif dalam psikologi gestalt konsisten dengan
memandang perilaku sebagai sistem yang terorganisir.
Psikologi gestalt awal seperti (Max, Wertheimer, Kurt Koffka, Wolfgang Kohler)
mendemonstrasikan sudut pandang persepsi reorganisasi dalam aktivitas pemecahan
masalah. Dari sudut pandang tersebut, kemudian muncul konsep functional fixedness
yang dikemukakan oleh Karl Duncker (1945). Konsep ini memiliki pengaruh dalam
penelitian pemecahan masalah, yaitu adanya kecenderungan untuk mempersepsikan suatu
barang sesuai dengan fungsi pada umumnya.
http://venyasa.blogspot.co.id/2015/09/psikologi-kognitif.html
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Problem Solving
Menurut Rahmat (2001) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem solving
yaitu motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi.
1. Motivasi
Motivasi yang rendah akan mengalihkan perhatian, sedangkan motivasi yang tinggi akan
membatasi fleksibilitas.
Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan dapat
diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika memecahkan
penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektifitas pemecahan
masalah.
3. Kebiasaan
Kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu atau melihat masalah hanya dari satu
sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas menghambat
pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan pemikiran yang kaku ( rigid mental set ),
lawan dari pemikiran yang fleksibel ( flexible mental set ).
4. Emosi
Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar terlibat secara emosional. Emosi ini
mewarnai cara berpikir kita sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan
emosi. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi
stress, barulah kita menjadi silit untuk berpikir efisien.