Anda di halaman 1dari 17

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

1. Lazuardi Asrurullah Al-latif 131711123071


2. Hasanudin 131711123072
3. Munali 131711123074

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2017
BAB I

LATAR BELAKANG

Kehidupan rumah tangga yang damai, sejahtera, dan bahagia adalah


dambaan setiap keluarga. Tidak ada satupun wanita di dunia ini yang menginginkan
kehidupan rumah tangga yang kandas di tengah jalan, karena harus mengalami
perceraian dalam rumah tangganya. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
telah menjadi agenda bersama dalam beberapa decade terakhir. Fakta menunjukkan
bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup besar bagi wanita sebagai
korban. Jumlah kasus KDRT yang dicatat oleh komisi nasional anti kekerasan
terhadap perempuan di tahun 2006 yang dilayani oleh lembaga ini, 74% diantaranya
adalah kass KDRT (Kalibonso, 2010).
Data tahunan Indonesia dari Komnas Perlindungan Perempuan mencatat
bahwa tindak kekerasan pada perempuan terutama kekerasan di ranah domestik me
ngalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2010 tercatat kekerasan dalam rumah
tangga berjumlah 101.128 kasus, tahun 2011 sebanyak 113.878, jumlah ini
mengalami peningkatan sebanyak 5,9 %. Sedangkan untuk tahun 2012 dengan
jumlah 142.662 kasus juga mengalami pe ningkatan sebesar 11,61 % jika
dibandingkan dengan kasus tahun sebelumnya. Data Polda Sumatera Barat
mencatat bahwa dari tahun 2011hingga tahun 2013 jumlah kekerasan di wiIayah
Sumatera Barat adalah 299 kasus tahun 2011, 336 kasus tahun 2012, dan 350 kasus
di tahun 2013.
Dengan tingginya kejadian KDRT dapat memberi dampak buruk bagi
kesehatan istri selaku korban. Dampak tersebut meliputi rasa takut, cemas, letih,
kelainan, stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur yang merupakan
reaksi panjang dari tindak kekerasan. Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan
terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis
yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya secara sosiologis. Pada
perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan
terganggunya kesehatan reproduksi, diantaranya gangguan menstruasi seperti
menorhagia, hipomenorhagia atau metrorhagia, bahkan wanita tersebut dapat
mengalami menopause lebih awal, mengalami penurunan libido, dan
ketidakmampuan mendapatkan orgasme sebagai akibat tindak kekerasan yang
dialaminya

Secara umum faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga


dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang datang dari luar diri pelaku kekerasan.
Seorang pelaku yang awalnya bersifat normal atau tidak memiliki perilaku dan
sikap agresif bisa saja mampu melakukan tindak kekerasan jika dihadapkan dengan
situasi dibawah tekanan (stress), misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan
atau perselingkuhan atau ditinggalkan pasangan atau kejadian-kejadian lainnya.

Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber pada kepribadian


dari dalam diri pelaku itu sendiri yang menyebabkan ia mudah sekali terprovokasi
melakukan tindak kekerasan, meskipun masalah yang dihadapinya tersebut relatif
kecil. Kedua faktor di atas dapat berpengaruh negatif tidak hanya pada pelaku dan
korban yang mengalami tindak kekerasan berupa fisik ataupun secara verbal.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian KDRT

Dalam Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun


2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga menyatakan
bahwa:Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Menurut Arif Gositabahwa (1993, dalam Pradipta, 2013:34) yang dimaksud


dengan KDRT adalah berbagai macam tindakan yang menimbulkan penderitaan
mental, fisik, dan sosial para anggota keluarga oleh sesama anggota keluarga (anak/
menantu, ibu/ istri, dan ayah/ suami). Berdasarkan beberapa pengertian diatas,
maka penulis mendefinisikan KDRT adalah perilaku menyimpang yang
menyebabkan penderitaan dan cedera baik dalam bentuk fisik, psikologis,
penelantaran rumah tangga atau ancaman yang dilakukan oleh anggota keluarga
terhadap anggota keluarga yang lain.

1.2 Bentuk-Bentuk KDRT

Dilihat dari segi subyek dan obyeknya, KDRT dapat terjadi dengan
beberapa konteks antara lain (Pradipta, 2013:36):

a. Kekerasan pada suami terhadap istri


Suami merasa berhak untuk memaksakan kehendak kepada istri sebab ia
adalah pemimpin dalam rumah tangga. Implikasi yang mucul adalah perilaku
tirani dan kesewenang-wenangan suami atas istri dan anak-anaknya. Tak jarang
dijumpai seorang kepala rumah tangga memukul istri, hanya gara-gara alasan
yang amat sederhana.
b. Kekerasan istri terhadap suami
Kekerasan dalam rumah tangga tidak mengenal jenis kelamin. Kekerasan
bisa terjadi dari istri terhadap suami. Kekerasan psikologis terjadi misalnya
tatkala istri melontarkan kata-kata kasar dan kotor kepada suami. Istri menteror
suami dengan ancaman-ancaman dan ungkapan yang menyakitkan hati.
Mungkin juga istri melakukan tindakan-tindakan paksa terhadap harta benda
suaminya yang ia tidak memiliki hak atasnya. Termasuk melakukan tindakan
penyelewengan seksual atau perselingkuhan yang dengan sengaja ditampakkan
di depan mata
c. Kekerasan orang tua kepada anak-anak
Kekerasan fisik terjadi tak kala orang tua sering main pukul terhadap anak-
anak. Hanya karena kesalahan-kesalahan kecil yang tidak prinsip, orang tua
menjadi emosi dan menghukum anak dengan tindakan keras. Tak jarang
dijumpai ada anak menjadi cacat seumur hidup karena penyiksaan orang tua,
atau bahkan menjadi mati teraniaya.
d. Kekerasan anak kepada orang tua
Banyak pula dijumpai, anak-anak menjadi pelaku kekerasan baik secara
fisik, seksual maupun psikologis terhadap orang tuanya. Berawal dari
perbedaan pendapat, atau dari keinginan yang tidak dituruti, atau dari
pembagian serta perlakuan yang tak adil dari orang tuanya, anak menjadi
berang dan menganiaya orang tuanya sendiri. Bahkan ada yang sampai
menyebabkan kematian orang tua. Contohnya adalah anak menghujat,
mencela, berkata kasar dan kotor kepada orang tuanya, anak mengancam akan
melarikan diri dari rumah, mencederai orang tua, dan berbagai ancaman
lainnya karena ingin memaksakan kehendaknya sendiri terhadap orang tua. e.
Kekerasan terhadap pembantu rumah tangga Karena posisi pembantu rumah
tangga yang sering dipandang sebelah mata, dalam kehidupan masyarakat kita
banyak ditemukan bentuk-bentuk kekerasan terhadap pembantu rumah tangga,
khususnya pembantu perempuan. Seperti penyiksaan fisik, pemukulan,
pelecehan seksual, perkosaan, serta kekerasan psikologis seperti kata-kata
hinaan, dan ancaman-ancaman lain.
1.3 Jenis-Jenis KDRT

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan


kekerasan dalam rumah tangga, dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan definisi
kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut:Setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis KDRT terdiri atas:

1. Kekerasan fisik;
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan yang
mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada istri hingga menyebabkan
kematian. Selanjutnya yang termasuk dalam bentuk kekerasan fisik adalah:
a. Menampar;
b. Memukul;
c. Menarik rambut;
d. Menyulut dengan rokok;
e. Melukai dengan senjata; dan
f. Mengabaikan kesehatan istri
2. Kekerasan psikologis;
Kekerasan psikologis/emosional adalah suatu tindakan penyiksaan
secara verbal (seperti menghina, berkata kasar dan kotor) yang
mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut,
hilangnya kemampuan untuk bertidak dan tidak berdaya.
3. Kekerasan seksual;
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual
terhadap perempuan, baik terjadi persetubuan atau tidak, dan tanpa
memperdulikan hubungan antara pelaku dan korban. Menurut Budi
Sampurna (2003, dalam Pradipta, 2013:46), kekerasan seksual meliputi :
a. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya;
b. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau
tidak disetujui istri;
c. Pemaksaan hubungan ketika istri sedang tidak menghendaki, istri
sedang sakit, atau menstruasi; dan
d. Memaksa istri berhubugn seks dengan orang lain, memaksa istri
menjadi pelacur, dan sebagainya.
4. Kekerasan ekonomi / penelantaran rumah tangga;
Kekerasan ekonomi / penelantaran rumah tangga dapat
diindikasikan sebagai kekerasan ekonomi yaitu tidak memberi nakfah
kepada istri, memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomi untuk
mengontrol kehidupan istri, atau membiarkan istri bekerja kemudian
penghasilannya dikuasai oleh suami.
5. Ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

Menurut Rochmat Wahab (2006:7), tindakan KDRT di Indonesia


ternyata bukan sekedar masalah ketimpangan gender. Hal tersebut acapkali
terjadi karena kurang komunikasi, ketidakharmonisan, alasan ekonomi,
ketidakmampuan mengendalikan emosi, ketidakmampuan mencari solusi
masalah rumah tangga apapun, dan juga kondisi mabuk karena minuman
keras dan narkoba.

Menurut Yusuf A.H, Hanik E.N, Rizki F (2015) Bentuk - bentuk


kekerasan dalam rumah tangga antara lain :
a. Secara fisik, yaitu menampar, memukul, menjambak rambut, menendang,
menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan sebagainya.
b. Secara psikologis, yaitu penghinaan, komentar-komentar yang
merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya,
mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan sebagainya.
c. Secara seksual (marital rape), yaitu kekerasan dalam bentuk pemaksaan dan
penuntutan hubungan seksual.
d. Secara ekonomi, yaitu tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja,
atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi
.
1.4 Faktor penyebab kekerasan dalam keluarga

a. Biologi
Perubahan sistem limbik otak dan neurotransmitter menyebabkan
individu tidak mampu mengendalikan perilaku agresifnya.
b. Psikologi
Kegagalan, frustasi, ketidakpuasan, pernah jadi korban, saksi, atau
pelaku kekerasan.
c. Sosial budaya
Adanya perilaku agresif yang dapat memenuhi kebutuhan akan
cenderung diulang dalam cara penyelesaian masalah. Adanya penerimaan
masyarakat atas perilaku kekerasan yang terjadi, tidak adanya pencegahan,
dan kurang berperannya aspek hukum akan menyuburkan perilaku
kekerasan di dalam keluarga dan masyarakat.

1.5 Strategi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga


a. Pendidik
Institusi pendidikan dari jenjang sd sampai dengan sma memiliki
andil yang penting dalam usaha pencegahan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga.
b. Penegak hukum dan keamanan
Pemerintah bersama penegak hukum juga memiliki peran yang lebih
kuat melalui uu no. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, bab ii pasal 2
yang menyatakan, anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan secara wajar. Selain itu, uu no. 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karenanya, tidak ada
alasan bagi siapapun untuk boleh melakukan kekerasan dalam rumah
tangga.
c. Media massa
Media massa sebaiknya menampilkan berita kekerasan yang
diimbangi dengan artikel pencegahan dan penanggulangan dampak
kekerasan yang diterima korban jangka panjang atau pendek, sehingga
masyarakat tidak menjadikan berita kekerasan sebagai inspirasi untuk
melakukan kekerasan.
d. Pelayanan kesehatan
Prevensi primer, yaitu promosi orang tua dan keluarga sejahtera.
Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan bagi keluarga yang
stres.
Prevensi tertier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi keluarga.
BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

Dalam tugas ini, kami menggunakan metode wawancara untuk mengambil


data kepada responden, yaitu dengan cara melakukan wawancara dan memberikan
pertanyaan secara langsung seputar Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dimana
responden kami adalah istri korban KDRT.

Nama Responden : Ny. E

Usia : 28 Tahun

Lulusan : D3 Keperawatan

Pekerjaan : Perawat

1. Apa yang ibu ketahui tentang kekerasan dalam rumah tangga ?


Jawab : Kekerasan rumah tangga merupakan tidakan kekerasan yang
dilakukan oleh salah satu anggota keluarga seperti memukul, menampar
yang menimbulkan cedera fisik.

2. Menurut ibu apakah KDRT termasuk perilaku yang boleh dilakukan oleh
suami ?
Jawab : tidak boleh, karena perilaku tersebut dapat menimbulkan cedera
fisik dan psikologi korban

3. Jika istri melakukan kesalahan apakah perlu dilakukan tindakan kekerasan


agar istri tersebut tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua
kalinya? Berikan penjelasan !
Jawab : tidak perlu begitu, jika ada masalah lebih baik dimusyawarahkan,
dan diberikan penjelasan dengan baik baik, dengan begitu tidak ada yang
tersakiti nanti.
4. Jika suami ibu marah selain melampiaskan kemarahan kepada ibu, adakah
tindakan yang dia lakukan lainya ?
Jawab : biasaya mengolok- olok saya dulu, setelah itu memukul saya,
menendang, menampar saya

5. Jika ibu adalah korban KDRT pernahkan ibu berpikir untuk melaporkan
suami ibu ke kantor kepolisian ?
Jawab : pernah mas, sudah saya laporkan dan saya meminta cerai, karena
apa hal itu sangat merugikan saya dan anak- anak saya mas

6. Apakah ibu membalas perlakuan suami ibu jika dilakukan tindakan


kekerasan? Berikan alasannya !
Jawab : tidak, jika saya membalas nanti malah lebih parah lagi tindakan
yang dilakukan oleh suami saya kepada saya.

7. Adakah orang lain mengetahui jika dalam keluarga ibu pernah terjadi
KDRT?
Jawab : tau mas, bagaimana tidak tau mas, anak saya menangis, saya
bertengkar dengan suami, keeseokan harinya wajah saya memar-memar,
pasti tau tentangga saya mas.

8. Bagaimana tanggapan orang lain mengenai kondisi rumah tangga ibu saat
ini?
Jawab : mereka menganggap ya tidak harmonis mas, karena hampir setiap
hari bertengkar

9. Bagaimana cara ibu menghindar jika suami hendak melakukan KDRT


kepada ibu ?
Jawab : saya lari ke kamar dan menutup pintu mas, selain itu saya biasanya
pulang kerumah orang tua saya.
10. Bagaimana kondisi psikologis ibu setelah mendapatkan perilaku kekerasan
oleh suami ibu ?
Jawab : saya merasa takut dan tertekan mas, begitupun dengan anak saya,
mereka semua juga takut dengan perilaku ayahnya yang seperti itu.
Nama Responden : Ny. F

Usia : 30 Tahun

Lulusan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

1. Apa yang ibu ketahui tentang kekerasan dalam rumah tangga ?


Jawab : Kekerasan rumah tangga itu merupakan tindakan penganiayaan
dalam rumah tangga yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga baik
suami, ataupun istri.

2. Menurut ibu apakah KDRT termasuk perilaku yang boleh dilakukan oleh
suami ?
Jawab : jelas sebenanya tidak boleh mas, lawong itu sama- sama saling
melukai kok mas, ngga ada manfaatnya sama sekali perbuatan itu.

3. Jika istri melakukan kesalahan apakah perlu dilakukan tindakan kekerasan


agar istri tersebut tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua
kalinya? Berikan penjelasan !
Jawab : tidak mas, semua masalah kan bisa dibicarakan baik-baik tanpa
harus dengan kekerasan seperti itu kan.

4. Jika suami ibu marah selain melampiaskan kemarahan kepada ibu, adakah
tindakan yang dia lakukan lainya ?
Jawab : kalau suami saya marah jarang mas memukul saya, biasanya
menendang pintu, memukul meja, mebanting piring seperti itu sih mas.

5. Jika ibu adalah korban KDRT pernahkan ibu berpikir untuk melaporkan
suami ibu ke kantor kepolisian ?
Jawab : kalau ada niatan pernah mas, namun selalu saya urungkan, karena
ngga tega saya kalau sampai dia masuk penjara.
6. Apakah ibu membalas perlakuan suami ibu jika dilakukan tindakan
kekerasan? Berikan alasannya !
Jawab : tidak mas, jika suami saya marah gara- gara kerjaan atau capek saya
diam saja, biasanya saya menengakan dia juga.

7. Adakah orang lain mengetahui jika dalam keluarga ibu pernah terjadi
KDRT?
Jawab : dulu pernah ada yang tau juga mas, pas pipi saya ditampar, tapi
sekarang suami saya sudah jarang mas marah-marah seperti dulu lagi.

8. Bagaimana tanggapan orang lain mengenai kondisi rumah tangga ibu saat
ini?
Jawab : dulu ada yang mengusulkan saya untuk bercerai mas, namun saya
menolaknya, saya memilih untuk menjalaninya dulu dan Alhamdulillah
sekarang sudah mendingan.

9. Bagaimana cara ibu menghindar jika suami hendak melakukan KDRT


kepada ibu ?
Jawab : saya pergi ke kamar biasanya mas, kalau ngga gitu keluar rumah
pergi ke rumah kakak perempuan saya, kebetulan dekat dengan rumah saya
mas.

10. Bagaimana kondisi psikologis ibu setelah mendapatkan perilaku kekerasan


oleh suami ibu ?
Jawab : dulu awal-awalnya saya merasa trauma juga mas, namun dengan
perjalanan hidup ini trauma saya sedikit berkurang karena saya tau suami
saya sudah tidak seperti dulu lagi. Lebih bisa mengontrol emosi lah mas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari dua kasus yang kita dapat dapat kita ketahui bahwa KDRT adalah
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggata keluarga kepada suami, istri atau
anak baik secara fisik seperti memukul, menampar, menendang dan psikologis
seperti mencaci maki sehingga menimbulkan trauma fisik dan psikologis korban
nya.

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang tidak perlu


dilakukan dikarenakan akan hanya menimbulkandampak yang buruk bagi keluarga,
jika ada masalah sebaiknya didiskusikan atau dimusyawarahkan serta dibicarakan
baik-baik dengan pasangan, hal itu malah akan dapat meyeseikan permasalahan
daripada mengedepankan emosi sehingga akibatnya saling melukai sesama anggata
kelurga itu sendiri.

Menurut Edi S, Wiyarsi A. dan Salirawati D. (2013) Pada usia perkawinan


10,1 15 tahun, KDRT terbanyak yang dialami adalah jenis kekerasan psikis, yaitu
sebesar 22,373%. Hal ini karena di tahun perkawinan yang menginjak tahap lima
tahun ketiga banyak ketegangan keluarga terjadi akibat penuh dengan masalah-
masalah yang berkaitan dengan mendidik dan membesarkan anak yang kadang-
kadang tidak sejalan, terutama banyak ucapan keras dan kasar kedua belah pihak
(suami istri) dalam penyelesaian masalah. Apalagi jika suami istri tidak mampu
menyiasati hidup, maka pada usia perkawainan ini sangat rawan terjadi percecokan
dalam rumah tangga.

Hasil penelitian menemukan 55,9% suami melakukan tindakan KDRT


terhadap istri mereka. Hal ini menunjukkan tingginya kejadian kekerasan pada
perempuan di ranah domestik. Komnas perlindungan perempuan juga mencatat
kejadian KDRT cenderung tinggi dan meningkat setiap tahun, dengan rata-rata
peningkatan sebesar 5-10% tiap tahunnya (Mery Ramadani, Fitri yuliani, 2015)
Dengan tingginya kejadian KDRT dapat memberi dampak buruk bagi
kesehatan istri selaku korban. Dampak tersebut meliputi rasa takut, cemas, letih,
kelainan, stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur yang merupakan
reaksi panjang dari tindak kekerasan. Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan
terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis
yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya secara sosiologis. Pada
perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan
terganggunya kesehatan reproduksi, diantaranya gangguan menstruasi seperti
menorhagia, hipomenorhagia atau metrorhagia, bahkan wanita tersebut dapat
mengalami menopause lebih awal, mengalami penurunan libido, dan
ketidakmampuan mendapatkan orgasme sebagai akibat tindak kekerasan yang
dialaminya
Beberapa faktor penyebab terjadi Kekerasan Dalam RumahTangga, yaitu
faktor individu (seperti korban penelantaran anak, penyimpangan psikologis,
penyalahgunaan alkohol, dan riwayat kekerasan di masa lalu), faktor keluarga
(seperti pola pengasuhan yang buruk, konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh
pasangan, rendahnya status social ekonomi, keterlibatan orang lain dalam masalah
Kekerasan), faktor Komunitas (seperti kemiskinan, angka kriminalitas tinggi,
mobilitas penduduk tinggi, banyaknya pengangguran, perdagangan obat terlarang
lemahnya kebijakan institusi, kurang nya sarana pelayanan korban, faktor
situasional), dan faktor Lingkungan Sosial (seperti perubahan lingkungan social
yang cepat, kesenjangan ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya
jejaring ekonomi,lemahnya penegakan hukum, budaya yang mendukung
kekerasan, tingginya penggunaan senjata api ilegal, masa konflik/pasca konflik.
DAFTAR RUJUKAN

Fransiska Y.2012. GAMBARAN Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa


Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan
Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos Kota Depok. Fakultas Keperawatan
Program Sarjana. Jurnal
Mardiyati I. 2015. Dampak trauma kekerasan dalam rumah tangga terhadap
perkembangan psikis anak. Dosen ftik iain Pontianak : Jurnal
Mery Ramadani, Fitri yuliani, 2015. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
sebagai salah satu isu kesehatan masyarakat secara global. Fakultas
kesehatan masyarakat, universitas andalas, padang, sumatra barat,
25148: Jurnal.
Pradipta K.G. 2013. Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Yang Dilakukan Oleh Istri. Fakultas Hukum Universitas
Hasanudin Makasar: Jurnal
Yusuf A.H, Hanik E.N, Rizki F. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai