Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI KASUS

FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK


GAGAL GINJAL KRONIK

SEMESTER I
KELOMPOK B3/4

Oleh :
Novita Ratna Sari (1720343799)
Nunung Mutoharoh (1720343800)
Nur Aminatus Sholihah (1720343801)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah
kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Progresi penyakit ini untuk
berkembang menjadi penyakit ginjal terminal (End Stage Renal Disease / ESRD) sulit
dihindarkan (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009). Penyakit ginjal kronis merupakan salah
satu komplikasi gagal ginjal akut (Acute Renal Failure (ARF) / Acute Kidney Injury
(AKI)). Cedera iskemia/reperfusi (Cedera I/R) pada ginjal diketahui merupakan penyebab
AKI yang paling sering dijumpai. Lebih dari 70% kasus AKI dapat berkembang menjadi
gagal ginjal kronis (Bonventre & Yang, 2011).
Penurunan perfusi ginjal yang diakibatkan karena ketidakseimbangan antara
mediator vasokonstriksi dan vasodilatasi berperan dalam proses cedera I/R dan komplikasi
kronisnya (Molitoris & Sutton, 2004). Proses fibrogenesis pada ginjal ditunjukkan oleh
ekspansi area interstitial. Fibrosis interstitial ginjal dianggap merupakan karakteristik
penyakit ginjal progresif dengan fibroblast dan myofibroblast merupakan sel efektor kunci
pada fibrogenesis ginjal yang bertanggungjawab dalam sintesis dan deposisi komponen
matriks ektraseluler (Strutz & Zeisberg, 2006). Fibroblast merupakan sel utama di area
interstitial yang berfungsi untuk menghubungkan tubulus, pembuluh darah, dan struktur -
struktur lainnya (Gilbert & Cooper, 1999). Fibroblast yang memiliki sifat kontraktil
disebut sebagai myofibroblast (Tomasek et al., 2002). Deposisi matriks ekstraseluler pada
kejadian fibrosis interstitial diketahui merupakan tanggungjawab myofibroblast (Qi et al.,
2006). Pembentukan myofibroblast merupakan faktor kunci terjadinya gagal ginjal kronis
yang akan menyebabkan stadium terminal dari gagal ginjal berupa fibrosis ginjal. Pada
penyakit ginjal kronis, selain menyebabkan fibrosis ginjal, disfungsi fibroblast juga dapat
menyebabkan anemia (Asada et al., 2011).
B. Patofisiologi
Pada dasarnya semua penyakit yang mengakibatkan hilangnya jumlah nefron
secara progresif dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Patofisiologi penyakit ginjal
kronik pada awalnya berbeda dan tergantung pada penyakit yang mendasarinya, namun
pada perkembangan selanjutnya prosesnya menjadi kurang lebih sama. Sebagai
kompensasi dari penurunan jumlah nefron maka ginjal akan melakukan suatu mekanisme
untuk mempertahankan LFG yaitu dengan cara meningkatkan daya filtrasi dan reabsorbsi
zat terlarut dari nefron yang tersisa.
Pada mekanisme kompensasi tersebut maka akan terjadi hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang tersisa atau dikenal dengan istilah surviving nephrons yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Namun proses adaptasi ini hanya akan berlangsung
singkat karena selanjutnya akan terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
tersisa dan akan berakhir dengan penurunan progresif fungsi nefron walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif. Selain itu adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal, yang sebagian diperantarai oleh transforming growth factor (TGF-
), juga dapat menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut
Beberapa hal lain yang juga dianggap berperan dalam progresifitas penyakit ginjal kronik
diantaranya adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dyslipidemia.
Hal yang diduga ikut andil dalam progresifitas penyakit ginjal kronik menjadi
gagal ginjal diantaranya adalah peningkatan tekanan glomerulus (akibat dari peningkatan
tekanan darah sistemik maupun vasokonstriksi arteriol eferen akibat dari peningkatan
kadar angiotensin II) dan kebocoran protein glomerulus.

Gambar 1. Mekanisme Kerusakan Pada CKD (Dipiro, 2009)


C. Farmakoterapi
1. Tujuan Terapi
Tujuan yang diharapkan adalah memperlambat perkembangan CKD,
meminimalisasi perkembangan dan keparahan pada penyakit komplikasi.
2. Algoritma Terapi
(Farmakologi)

Gambar 2. Algoritma Terapi Pasien CKD tanpa Diabetes


(Non Farmakologi)
- Membatasi konsumsi protein 0.8gram/kg/day jika GFR kurang dari
30ml/min/1.73m2.
- Menganjurkan menghentikan merokok untuk memperlambat keparahan CKD dan
mengurangi resiko CVD (Cardiovaskular Disease).
- Menganjurkan melakukan olahraga kurang lebih 30 menit, selama lima kali dalam
seminggu dan mengatur BMI menjadi 20 sampai 25 kg/m2.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus
Seorang pria 61 tahun mengalami CKD stabil, hipetensi dan obesitas. Ia tidak
merokok, tidak menderita DM dan tidak ada proteinuria bermakna.
- Tekanan darah: 145/95mmHg (6 bulan yll 165/102mmHg)
- Serum potassium = 4.4mmol/L
- Serum creatinine = 260 micromol/L
- eGFR = 23mL/minute/1.73m2
- Total cholesterol puasa = 3.4mmol/L \
- Fungssi hati normal
- TB = 175cm, BB = 98kg
1. Pengobatan
- Lisinopril 20mg/hari
- Bendroflumethiazid 2,5mg/hari
- Simvastatin 40mg/hari
2. Kondisi Pasien 18 bulan kemudian
- BB 80kg, BMI 26kg/m2
- Tekanan Darah 125.75mmHg
- Serum potassium = 4.8mmol/L
- Serum creatinine = 215micromol/L
- eGFR = 29mL/minute/1.73m2
3. Pengobatan
- Lisinopril 40mg/hari
- Amplodipin 10mg/hari
- Aspirin 75mg/hari
- Simvastatin 40mg/hari
Pasien kemudian mengalami pyelonephritis akut dan hasil pengujian lab nya
menunjukkan hiperposfatemia.
B. Database Pasien
1. Identitas Pasien
Nama : Tn X No Rek Medik :-
Tempt/tgl lahir : - Dokter yg merawat :-
Usia : 61 tahun
BB/TB : 98kg/175cm
Alamat :-
Ras :-
Pekerjaan :-
Sosial :-
Riwayat masuk RS : MRS (20-01-2001) Mengalami CKD stabil, hipertensi,
dan obesitas. Setelah 18 bulan pengobatan pasien kemudian mengalami pyelonephritis
akut dan hasil laboratorium menunjukkan hiperposfatemia
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada DM, Tidak ada proteinurea bermakna
Riwayat Sosial :-
Kegiatan :-
Pola makan/diet :-
- Vegetarian Ya / Tidak
- Merokok Ya / Tidak
- Meminum Alkohol Ya / Tidak
- Meminum Obat herbal Ya / Tidak
Riwayat Alergi :-
Keluhan / Tanda Umum
Tanggal Subyektif Objektif
20-01-2001 CKD stabil Serum potassium = 4.4mmol/L
Serum creatinine = 260 micromol/L
eGFR = 23mL/minute/1.73m2
Hipertensi Tekanan darah: 145/95mmHg (6 bulan yll
165/102mmHg)
Obesitas TB = 175cm, BB = 98kg
Total cholesterol puasa = 3.4mmol/L
Fungssi hati normal
20-06-2002 Pyelonephritis akut Serum potassium = 4.8mmol/L
Serum creatinine = 215micromol/L
eGFR = 29mL/minute/1.73m2
Hiperposfatemia BB 80kg, BMI 26kg/m2
Tekanan Darah 125.75mmHg
2. Riwayat Penyakit dan Pengobatan
Nama Penyakit Tanggal/Tahun Nama Obat
CKD stabil 20-01-2001 Lisinopril 20mg/hari
Hipertensi Bendroflumethiazid 2,5mg/hari
Hiperlipidemia Simvastatin 40mg/hari

3. Obat yang Digunakan Saat Ini


Rute Outcome
No. Nama Obat Indikasi Dosis Interaksi ESO
Pemberian Terapi
Awal:
2,5mg/hari Pusing, Sakit Kepala,
Terapi hipertensi esensial Pemeliharaan: Lithium Efek Ortostatik, HT
1. Lisinopril Oral
dan renovaskuler 10-20mg/hari Diuretik Hemat Kalium Batuk, Gangguan menurun
Maksimal: Fungi Ginjal
40mg/hari
Hipotensi Postural,
Impotensi,
2,5 mg pada Litium HT
2. Bendroflumethiazid Edema, Hipertensi Oral Hipokalemia,
pagi hari Diuretik Hemat Kalium menurun
Hipomagnesemia,
Hiponatremia
Menurunkan LDL dan Hiper
5-10mg/hari Nyeri perut,
3. Simvastatin Total pada hiper Oral Antikoagulan lipidemia
pada sore hari Kembung, Konstipasi
kolesterol primer berkurang
Terapi hipertensi, terapi Hiper
Barbiturat Hipotensi
4. Amplodipin simptomatik pada angina 5-10mg/hari Oral tensi
Fenitoin Takikardi
stabil berkurang
Antipratelet:
Terapi untuk nyeri
80-100mg/hari Meningkatkan kadar
5. Aspirin sedang sampai parah, Oral Hipersensitif salisilat -
Nyeri: BUN
preventif angina dan MI
300mg/hari
C. Assesment
Problem Subjektif Objektif Terapi DRP
Medik
CKD - 20-01-2001 - Indikasi tanpa obat
Serum potassium = 4.4mmol/L
Serum creatinine = 260 micromol/L
eGFR = 23mL/minute/1.73m2
20-06-2002
Serum potassium = 4.8mmol/L
Serum creatinine = 215micromol/L
eGFR = 29mL/minute/1.73m2
Hiperlipidemia Obesitas 20-01-2001 20-01-2001 Dosis terlalu tinggi
TB = 175cm, BB = 98kg, BMI = 32kg/m2 Simvastatin 40mg/hari
Total cholesterol puasa = 3.4mmol/L 20-06-2002
20-06-2002 Simvastatin 40mg/hari
BB 80kg, BMI 26kg/m2
Hipertensi - 20-01-2001 20-01-2001 Dosis terlalu tinggi
Tekanan darah: 145/95mmHg (6 bulan Lisinopril 20mg/hari
yll 165/102mmHg)
Bendroflumetiazid 2,5mg/hari
20-06-2002
Tekanan Darah 125.75mmHg 20-06-2002
Lisinopril 40mg/hari
Amplodipin 10mg/hari
Aspirin 75mg/hari
Pieloneferitis - - - Indikasi tanpa obat
Hiperkalemia - - - Indikasi tanpa obat
D. Care Plan
(Farmakologi)
1. Pasien Tn X mengalami CKD stabil stage 4 yang di tandai dengan nilai eGFR antara
15 29 ml/menit/1.73m2 dengan komorbid hipertensi dan hyperlipidemia di terapi
menggunkana lisinopril 20mg/hari, bendroflumetiazid 2,5mg/hari dan simvastatin
40mg/hari, menunjukkan adanya perbaikan setelah pengobatan dijalani 18 bulan.
Terapi dilanjutkan dengan lisinopril 40mg/hari, amlodipin 10mg/hari, aspirin
75mg/hari dan simvastatin 40mg/hari, dari pengobatan tersebut kurang rasional dengan
kondisi pasien. Ketidakrasionalan meliputi:
- Lisinopril 40mg/hari dosis terlalu tinggi mengingat TD pasien sudah normal
(125/75mmHg) dosis diturunkan setengahnya menjadi 20mg/hari serta dilakukan
pemantauan TD.
- Amlodipin 10mg/hari sebaiknya tidak diberikan karena ada interaksi serius
dengan simvastatin yaitu meningkatkan serum level dari simvastatin juga tekanan
darah sudah normal, bila memang diperlukan penggunaan amlodipin maka dosis
simvastatin diturunkan setengahnya.
- Aspirin 75mg/hari perlu dimonitoring penggunaannya karena aspirin diekskresi
80-100% diurine.
2. Pada pasien CKD, terjadi penurunan nilai eGFR sehingga ekskresi urine menurun dan
terjadi penurunan eliminasi bakteri di saluran kemih hal ini dapat menimbulkan
peradangan (ISK bagian bawah), bila kandung kemih penuh akan menyebabkan adanya
refluk urine ke ureter lalu ke ginjal, infeksi pada ginjal ini yang menyebabkan terjadi
pielonefritis akut. Terapi yang diberikan sesuai dengan bakteri penginfeksi (perlu
dilakukan kultur urine). Bila gram (-) diberikan trimethoprim, sulfametoksazol, atau
floroquinolon selama 10 14 hari, bila gram (+) diberikan amoksisilin atau
coamoksicalv selama 14 hari atau quinolone 14 hari.
3. Hiperfosfatemia diduga karena penggunaan obat lisinopril dengan dosis 40mg/hari.
Terapi diberikan calcium carbonat 0,5 1 gram tiga kali sehari selama makan (bersama
makanan).
(Non Farmakologi)
1. Diet rendah protein 0,6 0,8 g/kg/hari untuk membantu memperlambat perkembangan
CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes menuju ESRD.
2. Modifikasi gaya hidup dan olahraga teratur 30 menit per hari.
E. Monitoring
1. Monitoring tekanan darah, kadar kalium, eGFR, kadar lipid, dan berat badan.

DAFTAR PUSTAKA
Arfian, N., Emoto, N., Vignon-Zellweger, N., Nakayama, K., Yagi, K. & Hirata, K. 2012. ET-
1 Deletion From Endothelial Cells Protects The Kidney During The Extension Phase
Of Ischemia/Reperfusion Injury. Biochem. Biophys. Res. Commun. 425: 443-449
Asada, N., Takase, M., Nakamura, J., Oguchi, A., Asada, M., Suzuki, N., et al. 2011.
Dysfunction Of Fibroblasts Of Extrarenal Origin Underlies Renal Fibrosis And Renal
Anemia In Mice. J. Clin. Invest. 121(10): 39813990.
Bonventre, J.V. & Yang, L. 2011. Cellular Pathophysiology Of Ischemic Acute Kidney Injury.
J. Clin. Invest. 121: 4210-4221.
Dipiro J.T. Talbert R.L. Yee G.C. Matzkee G.R. Wells B.G. Posey L.M. 2009.
Pharmacotherapy Handbook Seven Edition. 156 160. The McGraw Hill Companies.
United States of America.
Dipiro J.T. Talbert R.L. Yee G.C. Matzkee G.R. Wells B.G. Posey L.M. 2009.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. 156 160. The McGraw Hill Companies.
United States of America.
Gilbert, R.E. & Cooper, M.E. 1999. The Tubulointerstitium In Progressive Kidney Disease:
More Than An Aftermath After Glomerular Injury. Kidney Int. 56:1627-1637.
Kim, J., Jung, K.J., Park, K.M. 2010. Reactive Oxygen Species Differently Regulate Renal
Tubular Epithelial And Interstitial Cell Proliferation After Ischemia And Reperfusion
Injury. Am. J. Physiol. Renal. Physiol. 298(5) : F1118-F1129.
Molitoris, B.A. & Sutton, T.A. 2004. Endothelial Injury And Dysfunction: Role In The
Extension Phase Of Acute Renal Failure. Kidney Int. 66:496499.
Prodjosudjadi, W. & Suhardjono, A. 2009. End-Stage Renal Disease In Indonesia: Treatment
Development. Ethn. Dis. 19[Suppl 1]:S133-36.
Qi, W., Chen, X., Poronnik, P. & Pollock, C.A. 2006. The Renal Cortical Fibroblast In Renal
Tubulointerstitial Fibrosis. Int. J. Biochem. Cell. Biol. 38:15.
Strutz, F. & Zeisberg, M. 2006. Renal Fibroblasts And Myofibroblasts In Chronic Kidney
Disease. J. Am. Soc. Nephrol. 17:2992-2998.
Tomasek, J.J., Gabbiani, G., Hinz, B., Chaponnier, C. & Brown, R.A. 2002. Myofibroblasts
And Mechano-Regulation Of Connective Tissue Remodelling. Nat. Rev. Mol. Cell.
Biol. 3:349363.

Anda mungkin juga menyukai