Anda di halaman 1dari 10

Tulisan ini terbit di FIHRIS dan penulisan sitasi:

Priyanto, I. & Sedyaningsih, S. (2013). Buku digital: Kajian literature perkembangan dan
pengaruhnya pada perpustakaan. Fihris, 8(2), 1-12.

Buku digital:
Kajian literatur perkembangan dan pengaruhnya pada
perpustakaan

Ida F Priyanto dan Sri P. Sedyaningsih

Abstrak
Buku digital adalalah bentuk digital dari buku dalam berbagai format. Gagasan awal berasal dari Vanevar Bush
yang menggagas mesin Memex pada tahun 1945 dan kemudian disebut ebook oleh Van Damm pada tahun 1975.
Saat ini sudah banyak digunakan baik untuk keperluan pendidikan maupun umum. E-reader juga berkembang
dengan berbagai format. Ebook memiliki implikasi besar bagi para pembaca maupun perpustakaan saat ini dan di
waktu yang akan datang.

Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi terasa begitu pesat, terutama dalam 25 tahun terakhir.
Produk-produk tersebut telah merambah berbagai sektor kehidupan dan bahkan produk teknologi
tersebut akhirnya juga mampu merubah pola hidup masyarakat. Sebagai contoh adalah
penggunaan telepon genggam yang benar-benar begitu terasa dalam kehidupan kita dan
kemudian merubah banyak tatanan dan perilaku hidup dalam masyarakatada yang mengarah
pada kebaikan dan kemudahan, tetapi tidak sedikit pula yang menimbulkan keresahan. Selain
produk teknologi, produk perangkat lunak atau aplikasi juga telah menjadikan adanya perubahan
dalam tatanan kehidupan sosial. Sebagai contoh adalah penggunaan media sosial yang saat ini
telah menjadikan orang selalu berada dalam dunia ketergantungan dan jaringan.
Tidak semua produk teknologi berbeda atau berubah total dari produk yang pernah ada
sebelumnya. Sebagai contoh adalah produk keyboard yang hampir tidak berbeda jauh dengan
bentuk mesin ketik pada era sebelum adanya komputer. Walaupun ada beberapa versi keyboard
yang diproduksi, namun produk yang menyerupai pola mesin ketik ternyata yang paling diterima
oleh masyarakat umum. Demikian pula produk yang terkait dengan perpustakaan, yaitu ebook
atau buku digital. Buku digital merupakan bentuk digital dari buku cetak dan banyak produk
buku digital yang memiliki kemiripan disain dengan buku cetak. Produk buku digital tersebut
berkembang dengan dibarengi adanya produk alat baca yang sering disebut sebagai ebook reader
atau e-reader. E-reader merupakan alat baca buku digital dalam berbagai versi. Buku digital dan
ereader sebetulnya telah berkembang sejak tahun 1971 dan saat ini telah mulai banyak
dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Perpustakaan-perpustakaan juga telah mulai
menyediakan koleksi buku digital. Bahkan sebagian perpustakaan juga meminjamkan ereader.
Di Perpustakaan tanpa buku (Bookless library) yang baru di Texas, bahkan tersedia banyak
ereader yang dapat dipinjam pulang ke rumah apabila pemustaka ingin memanfaatkan koleksi
yang sepenuhnya digital.
Artikel ini merupakan kajian literatur mengenai sejarah dan perkembanganbuku digital dan
ereader serta apa kelebihan dan kelemahannya serta pengaruhnya terhadap pembaca dan
perpustakaan.

Perkembangan buku digital dan e-reader


Ebook atau buku digital diyakini bermula pada tahun 1971 pada waktu Michael Hart memulai
digitalisasi buku-buku dalam proyek yang bernama Project Guttenberg. Namun demikian
gagasan adanya buku digital bermula pada waktu Vanevar Bush menulis artikel tentang Memex
dalam As we may think (Press, 2000). Memex adalah a device in which an individual stores
all his books, records, and communications, and in which is mechanized so that it may be
consulted with exceeding speed and flexibility. It is an enlarged intimate supplement to his
memory (Bush, 1945, hal. 7).
Sementara itu menurut Reynolds dan Derose (1992) Andries Van Damm-lah yang
mendefinisikan buku digital untuk pertama kalinya pada tahun 1976. Pada waktu itu Van Damm
mengembangkan sistem pengeditan hypertext (HES) untuk membaca teks dari layar komputer.
Pada saat yang sama, Allan Kay mengembangkan hal serupa dan disebutnya sebagai Dynabook
untuk sebuah media yang menyerupai laptop saat ini. Namun nampaknya istilah ebook lebih
diminati sebagai istilah untuk buku digital, sehingga istilah dari Van Damm inilah yang akhirnya
digunakan sampai saat ini dalam bahasa Inggris (Dalam artikel ini digunakan istilah buku
digital).

Perkembangan ebook dan e-reader dapat dilihat dalam bagan (gambar 1) di bawah ini.
Gambar 1. Timeline perkembangan ebooks dan ebook readers (hal. 304)
Evolusi buku digital untuk umum dimulai pada tahun 1981. Pada waktu itu Random House
menerbitkan apa yang disebut dengan Electronic Thesaurus untuk pertama kalinya. Ini adalah
buku digital untuk bidang referensi yang pertama kalinya. Walaupun demikian, pada waktu itu
Electronic Thesaurus kurang mendapatkan respons positif dari dunia perpustakaan oleh karena
keterbatasan fasilitas teknologi informasi di dalam perpustakaan dan pemanfaatannya juga belum
begitu besar.
Meskipun tidak sangat terkait dengan perjalanan buku digital, namun sangat baik untuk
disampaikan juga bahwa pada tahun 1991 Perusahaan elektronik Jepang, Sony meluncurkan
Data Discman untuk pertama kalinya. Produk media digital yang digunakan untuk membaca CD
(Compact Disk). Sejak saat itu, banyak orang juga membawa discman portabel untuk
mendengarkan lagu-lagu. Tidak kalah penting tonggak sejarah perkembangan buku digital dan e-
reader adalah peluncuran PDA (Personal Digital Assistant) pertama pada tahun 1997 oleh Palm
yang kemudian disusul pada tahun 1998 dengan perkembangan yang lebih mantap dengan
munculnya Rocket eBook yang beredar di pasaran. Perkembangan ini juga disusul oleh Franklin
yang meluncurkan eBookman.
Era buku digital sebelum tahun 2000 tidak banyak dikenal oleh para pustakawan di Indonesia,
karena pada waktu itu pustakawan Indonesia masih banyak disibukkan dengan berbagai
peningkatan dalam otomasi perpustakaan. Pengadaan bahan perpustakaan digital juga masih
sangat terbatas dan langka. Pengadaan koleksi dalam bentuk disket ataupun CD hanya dilakukan
oleh sebagian kecil perpustakaan di Indonesia sebelum tahun 2000. Bahkan pasar ejournal dan
buku digital-pun juga baru mulai diminati oleh perpustakaan di Indonesia setelah tahun 2004.
Enche Sdn, sebuah perusahaan database ebook dan ejournal dari Malaysia yang berusaha
memasarkan produknya di Indonesia namun pada tahun 2002 kurang berhasil karena belum
banyaknya pustakawan Indonesia yang mengenal produk informasi digital. Bahkan setelah tahun
2002 pun masih banyak perpustakaan di Indonesia yang sibuk dengan program otomasi katalog
mereka.
Buku digital tampil dalam berbagai wujud. Ada buku digital yang dipasarkan dalam bentuk
koleksi database sehingga kita harus membeli dalam jumlah tertentu. Ada juga yang dipasarkan
secara satuan dengan harga tertentu untuk mengunduhnya (download). Ada buku digital yang
pembelinya hanya satu kali membayar (perpetual) dan dapat diakses seumur hidup; namun juga
ada yang dijual dengan sistem langganan dan buku digital yang ditambahkan (update) tidak perlu
harus dibayar lagi. Sementara itu buku digital juga dapat dibaca dengan menggunakan berbagai
media. Ada buku digital yang dapat dibaca dengan laptop atau komputer meja, namun ada juga
buku digital yang hanya dibaca dengan media tertentu seperti Kindle. Zipke (2012) mengatakan
bahwa most of the teachers were in awe of the access to books provided by an e-reader. They
commented in surprise about the number of titles available (p. 435).

Kelebihan dan kelemahan buku digital dan e-reader


Qian (2011) menyebutkan bahwa e-book readers sebetulnya telah mulai muncul di pasaran pada
akhir tahun 1990an. Namun produk itu lebih banyak diminati oleh mereka yang benar benar
telah berjiwa digital. Selain itu, ada beberapa hal yang membuat produk buku digital dan e-
reader menjadi agak terhambat. Walaupun demikian, buku digital maupun e-reader memiliki
kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh buku cetak. Sementara itu Zambarbieri D &
Carniglia E. (2012) menyebutkan bahwa buku digital and eReaders menunjukkan adanya
revolusi teknologi karena buku digital can bring great benefits to many aspects of reading,
particularly for textbooks and in learning environments where the addition of multimedia can be
a major advantage (p. 395).
Adapun kelebihan-kelebihan tersebut terutama adalah dalam hal kegunaan (usability),
kemudahan baca (readability), dan kemudahan penggunaan (ease of use) dalam kesehariannya.
A. kelebihan
kegunaan (Usability)
kegunaan buku digital tidak berbeda dengan buku konvensional, yaitu memberikan informasi
atau pengetahuan kepada pembacanya. Hanya saja, buku digital tidak membutuhkan ruang
yang luas untuk meletakkannya. Buku digital juga dapat dibaca dimanapun seperti halnya
buku biasa. Tidak kalah penting adalah bahwa dengan menggunakan e-reader, buku digital
juga dapat diberikan penanda seperti layaknya buku biasa yang ditandai dengan stabilo.
Zambarbieri D & Carniglia E. (2012) juga menyebutkan bahwa dibandingkan dengan buku
konvensional, buku digital dapat diperbarui dengan mudah, koreksi kesalahan dan
penambahan informasi juga dapat terjadi dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
buku konvensional.
Kemudahan baca (Readability)
Dalam hal kemudahan baca, buku digital memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh buku
konvensional. Misalnya, buku digital dapat dibaca meskipun kita berada dalam kegelapan
malam karena dengan ebook reader, tulisan terbaca oleh adanya cahaya yang dikeluarkan
oleh alat bacanya. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Siegenthaler, Wurtz, Bergamin, Groner
(2011) yang menyebutkan bahwa in some situations, e-readers have a better legibility than
printed books (p. 272).
Dengan demikian membaca buku digital tidak dibatasi oleh suasana di lingkungan pembaca
berada. Juga, berbeda dengan buku konvensional, besaran huruf (dan untuk sebagian alat
baca juga jenis huruf) dapat diubah sesuai dengan keinginan pembacanya. Siegenthaler,
Wurtz, Bergamin, & Groner (2011) menyebutkan bahwa pada saat membaca buku digital
dengan menggunakan e-reader, pembaca memiliki possibility to choose the font size that
was most comfortable for them. However, when reading on the printed paper, this setting
was not available (p. 272).
Sementara itu Grzeschik, K., Kruppa, Y., Marti, D., & Donner, P. (2011) pernah melakukan
penelitian terkait dengan kemudahan baca buku digital dan kajian tersebut membuktikan
bahwa buku digital yang dibaca dengan e-reader tidak menimbulkan kelelahan atau sakit
mata. Untuk memilih buku mana di antara ratusan buku, juga tidak terlalu sulit karena ada
fasilitas katalog dalam setiap e-reader. Untuk menemukan kata-kata atau istilah tertentu
dalam sebuah buku digital juga mudah. Membuat anotasi untuk buku yang dibaca juga tidak
merusak buku digital aslinya.
Hal lain yang tidak ada dalam buku cetak adalah kemampuan sebuah e-reader untuk
membacakan buku digital kepada para pembaca dengan cacat penglihatan. Hal tersebut
ditegaskan oleh Zambarbieri D & Carniglia E. (2012) yang menyebutkan bahwa hyperlinks
and hierarchical organization of the contents can improve learning performance and the
possibilities offered by eReader tools to change the font size and offer audio represent a
great advantage for visually impaired people and for the older population (p. 395).
Buku digital juga ada yang dilengkapi dengan gambar gerakhal yang tentu tidak terjadi
pada buku konvensional. Hal demikian dapat membantu pemahaman yang lebih baik pada
seorang pembaca. Misalnya saja, pada saat orang membaca tentang proses gerhana matahari
melalui sebuah buku digital. Pembaca tidak hanya dapat membaca teks-nya melalui e-reader,
namun juga dapat melihat proses gerhana tersebut secara visual. Dengan demikian, pembaca
dapat dengan lebih baik memahami apa yang dijelaskan oleh sebuah buku digital.
Kemudahan penggunaan (Ease of use)
Sisi yang paling menarik dari buku digital menurut Richardson & Mahmood (2012) adalah
kemudahan untuk mendapatkan buku digital, karena untuk membeli buku digital, kita tidak
perlu harus datang ke toko buku atau mengunjungi perpustakaan secara langsung serta tidak
ada tambahan biaya untuk mendapatkan membelinya. Dengan begitu, kita dapat menghemat
waktu dan biaya untuk memperoleh buku yang kita maksud. Richardson & Mahmood juga
menambahkan bahwa buku digital sangat mudah digunakan karena buku digital sangat
ringan dapat dibaca dimanapun. Satu e-reader juga dapat membawa buku dalam jumlah
banyak, sehingga kita tidak lagi perlu memikirkan beban fisik apabila kita membawa ratusan
buku sekalipun. Zambarbieri D & Carniglia E. (2012) menyebutkan bahwa the storage
capabilities of eReaders and tablets add further benefit to the use of these technologies (p.
395).
Apabila diperlukan pun, kita juga dapat membeli tambahan buku digital langsung dengan e-
reader dan tidak perlu harus secara fisik mendatangi tempat penjualan buku. Juga, buku
digital dengan e-readernya memiliki kamus sekaligus, hal yang tentunya dapat
mempermudah cara kita membacaterutama pada waktu kita membaca buku berbahasa
asing dan kita tidak mengetahui arti dari kata atau istilah tertentu.
A. kekurangan
Selain memiliki kelebihan, buku digital beserta e-reader-nya juga memiliki kekurangan yang
menjadikan produk tersebut tidak dapat memperoleh pasar yang baik terutama di Indonesia.
Kelemahan tersebut adalah pada (1) jumlah buku digital yang beredar di pasaran yang sesuai
dengan alat baca yang kita miliki; (2) ketergantungan pada batere.
Jumlah buku digital yang beredar di pasaran
Menurut Shin (2011) kelemahan utama dari buku digital adalah kurangnya judul buku yang
dapat disimpan oleh sebuah alat baca atau e-reader. Beliau mengatakan bahwa the most
significant weakness of e-books [reader] is the lack of content. (p. 271). Mengapa hal ini
terjadi? Karena buku digital dari sebuah penerbit memiliki format yang tidak selalu sama
dengan format yang dapat diterima oleh e-reader-nya. Qian (2011) menyebutkan bahwa
teknologi alat baca digital masih baru sehingga different e-book readers tend to use different
e-book file formats. It is possible that an e-book bought from one online store, like
www.ebooks. com/ online store, will not work on popular reading devices like Amazons
Kindle or Sonys Reader. (hal. 97). Dan dipertegas kembali oleh Richardson & Mahmood
(2012) yang mengatakan bahwa pembelian buku digital sering terhambat dengan kadang
buku digital tersebut hanya dapat dibaca dengan produk e-reader tertentu. Dengan kata lain
kita being tied to a particular vendor (hal. 183).
Ketergantungan pada batere
Membaca buku digital tidak terlepas dari ketergantungan kita pada batere alat baca, termasuk
tentunya pada waktu kita membaca buku digital dengan menggunakan laptop sekalipun.
Semua tergantung pada ketersediaan batere atau listrik. Begitu listrik mati dan tidak ada
batere cadangan maka kegiatan membaca terhenti. Hal yang tentu tidak pernah terjadi pada
buku konvensional. Ketergantungan pada batere ini juga lebih parah manakala kita
menggunakan e-reader karena batere tidak dapat diganti (the battery in most eBook readers
cannot be replaced) (Richardson & Mahmood, 2012, hal. 184).

Buku Digital, pembaca, dan aspek teknologi


Melihat perkembangan teknologi dan meningkatnya penggunaan media digital, dapat dipastikan
bahwa buku digital akan terus berkembang dan hal ini tentu saja akan juga diikuti dengan
perkembangan dari e-reader-nya. Herther (2008) menyebutkan bahwa dunia buku digital dan e-
reader sangat terkait dengan ukuran dan besaran media simpan dari e-reader, masa hidup batere
yang digunakan oleh e-reader, kemudahan menggunakan buku digital dan e-reader, harga e-
reader yang terjangkau, dan layar yang nyaman untuk membaca.
Sementara itu Shin (2011) pernah melakukan kajian terhadap konsumen buku digital dan e-
reader. Dalam kajiannya disebutkan bahwa pada dasarnya consumers like e-books that feel like
paper books (hal. 271). pengalaman membaca buku digital yang menyerupai membaca buku
cetak juga pernah dikaji oleh Mari Aaltonen, Petri Mannonen, Saija Nieminen and Marko
Nieminen (2011) dan menyimpulkan bahwa pembaca buku digital berharap dapat memperoleh
paper-like reading experience (hal.24).
Siegenthaler, Wurtz, Bergamin, & Groner (2011) juga pernah meneliti perbedaan antara
membaca buku cetak dan buku digital dan menyimpulkan bahwa perilaku membaca buku digital
maupun buku cetak sangat mirip. Mereka mengatakan bahwa reading behavior when reading
on an e-reader is very similar to the reading behavior when reading on printed paper (hal.
273). Namun demikian mereka juga mengakui bahwa buku digital memiliki kemampuan lebih
dan in some situations, e-readers have a better legibility than printed books (hal. 272). Kajian
lain oleh Grzeschik, K., Kruppa, Y., Marti, D., & Donner, P. (2011) pada tahun yang sama juga
menyimpulkan hal yang sama dimana electronic reading devices perform as good or better
than traditional reading material (hal. 300). Bahkan dalam hal posisi mata saat membaca buku
digital maupun buku cetak biasa juga menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh seperti apa yang
telah dikaji oleh Zambarbieri D & Carniglia E. (2012) yang menyimpulkan membaca dengan
komputer membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi membaca buku digital dengan e-reader
sama dengan membaca buku biasa. Mereka mengatakan bahwa mean fixation duration was
longer in reading from the computer display, whereas tablet and eReader did not differ from the
printed book (hal. 394).
Pada dasarnya perilaku membaca bersifat sangat individual dan tidak berubah seiring
berjalannya waktu. Demikian halnya perubahan dari membaca buku cetak dan buku digital saat
ini (Grzeschik, Kruppa, Marti, & Donner, 2011, hal 300). Sementara itu Shin (2011)
menyatakan bahwa peran penting faktor emosional dalam kaitannya dengan membaca buku
digital adalah intimacy and familiarity (hal. 273).

Buku digital dan perpustakaan


Buku digital sudah menjadi bagian dari media yang ada dalam masyarakat saat ini. Buku digital juga
menjadi media yang semakin diminati oleh para pembacaterutama generasi digital saat ini. Bagi
perpustakaan yang bermaksud mengembangkan buku digital sebagai koleksinya, perlu dipertimbangkan
faktor-faktor terkait dengan buku digital dan e-reader. Faktor-faktor tersebut mencakup antara lain:
(1). kebijakan membaca, mengunduh, dan meminjam buku digital yang dimiliki oleh perpustakaan.
Perpustakaan harus memiliki aturan atau informasi bagi para pembaca terkait dengan cara
membaca, mengunduh ataupun meminjam ebook. Perlu dipertimbangkan juga kemungkinan
perpustakaan meminjamkan e-reader bagi para penggunanya.
(2). Format buku dan ketersediaan alat baca yang sesuai dengan format tersebut.
Tidak semua format buku digital dapat dibaca oleh e-reader maupun laptop sekalipun karena
adanya format yang berbeda-beda. Perpustakaan harus mempertimbangkan format apa saja yang
digunakan untuk buku digital tersebut agar dapat dibaca. Apakah perpustakaan juga dapat
menyediakan perangkat lunak yang dapat diunduh untuk membaca buku digital yang
dipinjamkan.
(3). Katalog buku digital terintegrasi
Katalog koleksi buku digital yang terpisah dari koleksi buku cetak atau koleksi buku digital yang
ada dalam satu pangkalan data menjadikan koleksi tersebut kurang terlihat. Sudah seharusnya
keberadaan koleksi buku digital yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan dapat ditelusur melalui
katalog yang sama dengan katalog buku cetak. Dengan demikian, koleksi tersebut dapat terbaca
langsung pada saat pemustaka menelusur buku di katalog perpustakaan dan tidak perlu berganti
ganti katalog. Gambar 1 dan 2 menunjukkan contoh katalog yang menyatukan antara koleksi
cetak dan digital.
Gambar 1. Katalog buku cetak dan digital terpadu

Gambar 2. Katalog buku cetak dan digital terpadu


(4). Promosi buku digital
Menyediakan buku digital dalam sebuah pangkalan data saja tidak cukup karena saat ini adalah
masa transisi dari bentuk konvensional atau cetak ke digital. Tidak semua pemustaka mengetahui
keberadaan buku digital di sebuah perpustakaan. Perpustakaan harus mempromosikan adanya
buku digital kepada para pemustaka.

Penutup
Di atas telah dijelaskan bahwa buku digital telah ada sejak tahun 1970an dan terus berkembang hingga
akhirnya saat ini dapat beredar di pasaran. Buku digital hadir dalam berbagai format namun e-reader
masih sangat terbatas atau memang dibatasi oleh penerbitnya agar pembaca hanya menggunakan produk
e-reader tertentu sehingga pembaca akhirnya harus membeli e-reader-nya juga.
Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada saat ini dan terus berkembangkanya buku digital
saat ini dan tentunya di waktu yang akan datang, pengelola perpustakaan perlu mempertimbangkan
berbagai aspek apabila ingin menyediakan koleksi di perpustakaan. Tidak kalah penting adalah
penyediaan alat baca dalam jumlah yang mencukupi agar nantinya pembaca buku digital dapat
membacanya secara alamiah.

Referensi:
Aaltonen, M., Mannonen, P., Nieminen, S., & Nieminen, M. (2011). Usability and compatibility of e-
book readers in an academic environment: A collaborative study. International Federation of
Library Associations and Institutions, 37(1), 1627.
Bush, V. (1945). As we may think. The Atlantic Monthly: Digital Edition, 176(1), 101-108.
http://www.theatlantic.com/magazine/archive/1945/07/as-we-may-think/303881/
Gibson, C. and Gibb, F. (2011). An evaluation of second-generation ebook readers. The Electronic
Library, 29(3), 303-319
Grzeschik, K., Kruppa, Y., Marti, D., & Donner, P. (2011). Reading in 2110 reading behavior and
reading devices: a case study. The Electronic Library, 29(3), 288-302.
Press, L. (2000). From p-books to e-book. iMP Magazine. Available at
http://www.cisp.org/imp/june_2000/06_00press.htm/
Qian, J. (2011). Evaluating the Kindle DX e-book reader: results from Amazon.com customer reviews.
Performance Measurement and Metrics, 12(2), 95-105.
Reynolds, R. & Derose, J. (1992). Electronic books. Byte, 17(6), 263-268.
Richardson Jr., J. & Mahmood, K. (2012). eBook readers: User satisfaction and usability issues Library.
Hi Tech, 30(1), 170-185.
Shin, Dong-Hee. (2011). Understanding e-book users: Uses and gratification expectancy model. New
media & society, 13(2), 260278.
Siegenthaler, E., Wurtz, P., Bergamin, P., & Groner, R. (2011). Comparing reading processes on e-ink
displays and print. Displays, 32, 268273
Zambarbieri, D. & Carniglia, E. (2012). Eye movement analysis of reading from computer displays, e-
readers and printed books. Ophthalmic Physiological Optics, 2012, 32, 390396. doi:
10.1111/j.1475-1313.2012.00930.x
Zipke, M. (2012). Teachers thoughts on e-readers in the elementary school classroom. Education &
Information Technology, (2013) 18:421441.
Penulis:
Ida Fajar Priyanto adalah mahasiswa jurusan Information Science, iSchool, University of North Texas.
Salah satu staf pengajar MIP, UGM dan di Program Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Program
Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga. Saat ini juga masih menjabat sebagai sekretaris jendral Forum
Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia dan Ketua Dewan Perpustakaan DIY. Pernah menjadi
pengelola Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.
Sri Panenggak Sedyaningsih adalah lulusan Manajemen Informasi dan Perpustakaan, FISIPOL UGM
dan saat ini adalah pengelola Perpustakaan SMK Nasional, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai