Anda di halaman 1dari 27

OPTIMALISASI SISTEM PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP TERPADU OLEH INDUSTRI TEKSTIL

Posted on 10 Juni 2016 by fauzanbarus

Pengelolaan lingkungan hidup dalam perspektif historis, diawali dengan kesadaran


akan masalah lingkungan hidup pada tahun 1960. strategi pengelolaan lingkungan
hidup yang diterapkan didasarkan pada pendekatan daya dukung
(carryingcapacityapproach). pendekatan yang berbasiskan kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya ini
ternyata sulit untuk diterapkan, karena terbukti terus menurunnya kondisi
lingkungan hidup.
Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah
dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi
dan beban pencemaran yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan
hidup melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan
limbah (recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud
nyata mencegah gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih
besar dan mengancam kehidupan masyarakat.
Prinsip-prinsip pokok dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu
digambarkan oleh Elina Hasyim, sebagai berikut:
Reduksi pada sumber dan pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau
meminimumkan penggunaan bahan bakar, air, dan energi serta menghindari
pemakaian bahan baku yang beracun dan berbahaya, disertai dengan pengolahan
bahan baku dan housekeeping yang baik agar tidak menambah beban pencemaran.
Pengolahan limbah dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi
dimanfaatkan, selanjutnya pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan
dengan persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah.
Sistem manajemen lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir,
sikap dan tingkah laku dari semua pihak di lingkungan industri.
Industri yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat
dikategorikan sebagai industri yang telah menerapkan prinsip eco-eficiency yang
merupakan bagian dari konsep ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah.
Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu
Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan
masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara
berkesinambungan. Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah
industri tekstil ini secara terpadu diharapkan lebih membantu efektivitas
pengendaliannya. Konsep pencemaran pengendalian limbah industri secara
terpadu adalah merefleksikan keterpaduan beberapa hal fundamental yang
dipandang dapat mencegah pencemaran limbah industri.
Pendekatan terhadap perlindungan lingkungan hidup selama ini menurut Otto
Soemarwoto adalah apa yang disebut dengan metode ujung pipa (end of pipe).
Pendekatan ujung pipa ini menguntungkan , tetapi perusahaan mengeluarkan
biaya lebih untuknya sampai mendapatkan keuntungan yang lebih sebagai
hasilnya. Surutnya keinginan kalangan industri untuk membangun
fasilita pengolahan limbah dipabriknya disebabkan karena besarnya biaya
penyediaan fasilitas tersebut dan tentunya akan mengurangi profit marginnya.
Teknologi dan produksi bersih merupakan sebuah paradigma baru dalam
melakukan pembangunan ekonomi melalui industri. Dalam paradigma baru ini
bukan hanya masalah pengolahan dan pencegahan pencemaran limbah yang
dipertimbangkan, tetapi sedini mungkin langkah-langkah produksi, penerapan dan
pengembangan teknologi didasarkan atas upaya dalam meminimalisir limbah
Salah satu upaya dalam mengendalikan pencemaran limbah industri tekstil yaitu
dengan membuat instalasi pengolahan air limbah sebagai langkah nyata industri
untuk memperhatikan keberadaan lingkungan hidup dari pemcemaran limbah.
Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia harus kurangi.
Keterpaduan aspek dalam pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan
teknologi dan produk bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi
(pengurangan) limbah secara terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil.
Menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini
dapat dilakukan terhadap beberapa kegiatan kunci, antara lain:
Pengurangan limbah (sourcereduction) melalui beberapa perubahan produk,
pencegahan dan perencanaan yang cermat.
Kontrol bahan (sourcecontrol) terhadap perubahan input bahan, perubahan
teknologi dan pelaksanaan operasi yang baik.
Kontrol terhadap kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar
lokasi industri, seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali (useandreuse), dan
reklamasi (recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu dari limbah.
Benar bahwa kegiatan sektor industri tekstil tersebut pada satu sisi akan
menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahtraan hidup masyarakat, trtapi
pada sisi lain kegiatan sektor industri tekstil ini juga akan berdampak negatif pada
lingkungan hidup.
Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Persoalan lingkungan hidup dalam beberapa decade terakhir ini menurut
kajian kalangan teoretisi semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju
pada masalah-masalah seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah,
penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Fakta telah menunjukan bahwa
tidak ada tempat di dunia yang tidak tercemar dan tidak ada industry manapun
yang dapat terbebas dari tanggung jawab atas berbagai kerusakan lingkungan
hidup yang terjadi.
Pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam perspektif global,
secara factual hamper terjadi pada Negara di berbagai belahan dunia. Deskirpsi
terhadap kondisi realitas lingkungan hidup tersebut tidak berlebihan, karena kasus
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup akibat berbagai kegiatan industri
termasuk yang terjadi di Indonesia. Indikasinya masih banyak industri yang
membuang limbah cairnya secara sembarangan sehingga menimbulkan
pencemaran lingkungan hidup yang mengganggu kehidupan masyarakat.
Komitmen perusahaan-perusahaan industri tekstil untuk memanfaatkan
konsep ekologi industri dalam pengelolaan lingkungan hidupnya, merupakan upaya
antisipatif menghadapi kemungkinan negatif yang mencuat ke permukaan dan
mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemanfaatan konsep ekologi
industri itu pada dasarnya adalah upaya mengurangi dampak- dampak lingkungan
suatu ekologi karena kegiatan industri. Bahkan konsep ini beratribut sebagai suatu
pendekatan yang mengintegrasikan aktivitas industry dalam system ekologi.
Menurut pandangan Allenby, sebagaimana dikuti oleh Suma T. Djajaningrat
dan Mella Famiola:
Ekologi indisutri berarti manusia dapat dengan bebas dan secara rasional
mendekati dan memelihara apa yang diinginkannya sesuai kemampuannya,
member keberlanjutan secara ekonomi budaya dan perubahan teknologi.
Konsep ekologi industri tersebut mengandung makna bahwa suatu system
industri jangan dipandang secara terpisahdari system yang ada di sekitarnya, tetapi
sebaliknya haruslah menyatukan dengan system disekitarnya tersubut, dengan
tujuan untuk menemukan cara untuk mengoptimalkan daur material dari material
murni, produk akhir, komponen produk sampah hingga penjualan akhir. Faktor-
faktor yang dioptimalkan tersebut terdiri dari sumber daya energy dan modal.
Ekologi industri dalam konteks yang lebih dalam tidak lain adalah bagaimana
mengatur atau mengelola aktivitas-aktivitas manusia berkelanjutan dengan cara
mengintegrasikan system-sistem yang penting dalam system alam. Meminimalisasi
penggunakaan energy dan material dan dampak-dampak aktivitas manusia
terhadap kerussakan lingkungan hidup.
Pemanfaatan konsep ekologi industry dalam pengelolaan lingkungan hidup
sebagai upaya pencegahan pencemaran limbah industry, pada prinsipnya berkaitan
erat dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup yang dilaksanakan di Indonesia, karna tujuan ekologi industry adalah untuk
memajukan dan melaksanakan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan,
dengan menemukan antar kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan
datang.
Ada 3 prinsip kunci pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan
ekologi industry sebagai berikut.
Penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Ekologi industry
mengembangkan prinsip untuk lebih mengutamakan penggunaan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.
Menjamin mutu atau kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kualitas hidup manusia
tergantung kepada kualitas komponen lain dalam ekosistem, sehingga hal ini
menjadi focus dalam konsep ekologi industry.
Memelihara kelangsungan hidup ekologi system alam. Tantangan utama
pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk mencapai keadilan antar generasi
antar masyarakat.
Berdasarkan ketiga prinsip kunci pembangunan yang menjadi tujuan ekologi
industry tersebut, semestinya mendorong perusahaan-perusahaan industry tekstil
memperbaiki kualitas pengelolaan lingkungan hidup dan memperlihatkan
komitemen yang serius untuk menjaga kualitas hidup masyarakat.
Karakteristik konsep ekologi industry adalah mengintegrasikan sistem-sistem
penting dengan masalah alam, meminimalisasi penggunaan energi dan material
dan meminimasi dampak-dampak aktivitas manusia terhadap kerusakan
lingkungan hidup, selayaknya perusahaan-perusahaan menempatkan konsep
fundamental terutama antisipasi terhadap kemungkinan pencemaran limbah
industrinya.
Konsep ekologi industry secara teoritis lebih memperkuat beragam upaya
perusahaan tekstil untuk mengurangi dampak yang ditimbulakn terhadap
masyakarat. Hal tersebut dapat ditelaah dengan pendekatan yang digunakan dalam
konsep ekologi industry yang mengintegrasikan aktivitas industri dalam sistem
ekolgi sehingga tidak menimbulkan gangguan yang dapat berakibat buruk terhadap
konsidi lingkungan hidup.
Beberapa perspektif konsep ekologi industri yang dikemukakan oleh Robert
Scoolow dapat memperjelas ruang lingkup ekologi. Beberapa perspektif dalam
ekologi industri, antara lain
Ekologi industri berfokus pada tujuan kelanggengan hidup untuk jangka panjang
daripada jangka pendek.
Ekologi industri berfokus pada masalah-masalah yang bersifat local, nasional,
regional dan global.
Ekologi industri berfokus pada kasus-kasus yang berhubungan dengan aktivitas
manusia yang berhubungan dengan sistem alam.
Ekologi industri muncul dengan tujuan untuk memahami dan memproteksi sistem
alam dengan manusia.
Ekologi industri menggunakan teknik sistem Mass-flow analysis.
Ekologi industri memandang pelaku ekonomi sebagai pelaku sentral.
Salah satu perspektif ekologi industri yang memandang pelaku ekonomi, khususnya
perusahaan swasta sebagai pelaku sentral dalam mengurangi dampak lingkungan
hidup. Proteksi industri tekstil terhadap aktivitas pada tahapan proses atau
pembuangan limbah sisa pengolahan merupakan salah satu persoalan esensial
yang semestinya tetap menjadi konsentrasi yang berkelanjutan dalam menjalankan
usahanya.
Proteksi industri tekstil terhadap pembuangan limbah sisa pengolahan, termasuk
pula upaya yang berimplikasi positif karena komitmen industri untuk menjaga
eksistensi masa depan lingkungan hidup secara tekniks dilakukan dengan cermat
untuk mencegah dampak negative yang ditimbulakn akibat kecerobohan.
Pencemaran limbah industri menjadi salah satu problematika serius yang tetap
dihadapi oleh industri tekstil. Oleh karena itu, pemanfaatan konsep ekologi industri
dalam pengendalian pencemran limbah sekurang-kurangnya dapat membantu
mencegahnya.
Menurut Suma T. Djajadiningrat dan Melia F, ekologi industri terbentuk karena
direncanakan sehingga ekolgi industri ini dapat melibatkan kolaborasi atau
merupakan habitat aktivitas industri limbah dan surplus energy yang dihasilkan dari
suatu proses industri dapat dimanfaatkan juga oleh industri lain.
Hambatan dalam Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Salah satu kebijakan pembangunan lingkungan hidup dalam rencana
pembangunan jangka menengah nasional 2004-2009, adalah meningkatkan upaya
pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
Kebijakan pembangunan lingkungan hidup itu cukup beralasan, karena berdampak
pula pada eksistensi kelangsungan lingkungan hidup dalam jangka panjang. Oleh
karena itu, upaya pengendalian dampak lingkungan semestinya menjadi perhatian
serius pemerintah dan pelaku ekonomi khususnya perusahaan-perusahaan industri
tekstil nasional, sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil
mungkin dan upaya pengendaliannya untuk mencegah kondisi lingkungan hidup
agar tidak mengkhawatirkan merupakan persoalan yang tetap diantisipasi dalam
gerak maju pembangunan, khususnya pembangunan bidang industri.
Pembangunan bidang industri pada satu sisi dibutuhkan untuk menyediakan
barang dan jasa bagi kehidupan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan
dapat meningkatkan devisa negara melalui kegiatan ekspor, akan tetapi sisi lain
pembangunan bidang indsutri juga melahirkan atau membawa konsekuensi serius
berupa dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup. Khusus mengenai dampak
pencemaran limbah industri tekstil yang pernah mencuat ke permukaan, antara
lain kasus pencemaran sungai simalungun (Medan), sungai ciliwung (Tangerang),
areal persawahan dan sungai cikijing (Kabupaten Bandung) dan kasus pencemaran
lingkungan hidup lainnya.
Pencemaran lingkungan hidup akibat buang limbah industri tersebut menurut
Wisnu Arya Wardhana, sangat merugikan manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerugian secara langsung adalah dirasakan akibatnya secara cepat,
sedangkan kerugian secara tidak langsung adalah lingkungan menjadi rusak.
Sehingga daya dukung alam terhadap kelangsungan hidup manusia menjadi
berkurang.
Upaya pencegahan pencemaran limbah industri dapat dilihat dari sisi bisnis
menurut Suma T. Djajadiningrat, manfaat utama adalah perbaikan mutu
lingkungan hidup sebagai akibat berkurangnya limbah dan bahan berbahaya dan
beracun yang dibuang oleh perusahaan-perusahaan industri tersebut. Manfaat
lainnya dapat meningkatkan daya saing dalam kegiatan usaha, menumbuhkan citra
positif dimasyarakat, mengurangi tanggung jawab risiko terhadap pelanggaran
hukum dan manfaat ekonomi karena pengurangan biaya pengolahan limbah.
Beberapa manfaat yang dideskripsikan tersebut semestinya diterapkan oleh
perusahaan-perusahaan industri tekstil, karena adanya nilai-nilai positif yang
terkandung dalam manfaat pencegahan pencemaran limbah itu, namun bukan
tanpa hambatan dalam implementasinya.
Hambatan-hambatan dalam mencegah pencemaran limbah industri tersebut,
khususnya perusahaan-perusahaan swasta dalam aktivitasnya. Hambatan teknis
pengusaha dalam merespons tuntutan untuk mencegah pencemaran limbah
industri, misalnya bukan masalah yang mengagetkan pula dalam lingkup teknis
pencemaran limbah industri ditanah air. Kasus-kasus pencemaran lingkungan
akibat buang-an limbah industri, masalah kesadaran pengusaha ini dapat
menghambat lemahnya upaya pencegahan pencemaran limbah industri secara
internal dan eksternal, konsisten dan berkesinambungan untuk melindungi
lingkungan hidup.
Faktor-faktor teknis lain yang menghambat pencegahan pencemaran limbah
industri, belum tersedianya teknologi pencegahan dan sikap konversatif pengusaha
untuk tidak mengubah pandangannya mengurangi limbah dalam proses produksi,
melengkapi gambaran negatif pula upaya pencegahan pencemaran limbah
industri. Faktor-faktor teknis ini dalam praktik tidak menutup kemungkinan
dihadapi dan menghambat perusahaan-perusahaan industri tekstil mencegah
pencemaran limbah industrinya.
Beberapa pimpinan perusahaan industri tekstil yang menjadi fokus penelitian,
secara teknis operasional menghambat kinerja perusahaan industri secara rutin
melakukan upaya pencegahan pencemaran limbah industrinya. Pimpinan
perusahaan industri tekstil lainnya memandang, adanya terknologi berwujud
teknologi bersih akan membantu mengurangi hambatan dalam pencegahan
pencemaran limbah atau kekurangan yang sering dihadapi adalah minimnya
tenaga-tenaga (SDM) yang terampil dalam aktivitas pengoperasian peralatan,
menjadi hambatan yang tidak terelakkan dalam upaya pencegahan pencemaran
limbah industri tekstil. Selain hambatan-hambatan teknis pencegahan
peencemaran limbah tersebut, faktor terbatasnya kemampaun keuangan diduga
dapat berimplikasi pada upaya mendukung operasionalisasi kegiatan, sehingga
cepat atau lambat akan mengurangi biaya yang cukup untuk implementasi
program-program yang telah disusun secara sistematis untuk mencegah
pencemaran limbah industri dalam rutinitas kegiatannya.
Aspek teknis dan teknologis menurut Hanafi Pratomo, tidak ada buangan yang bisa
di olah. Dengan kemampuan teknologi, semua limbah industri sudah tersedia
konsep proses dan peralatannya. Namun, kesulitan yang timbul adalah
pertimbangan aspek ekonomi yang menjadi hambatan, seperti masalah biaya dan
teknis lainnya.
Masalah alokasi biaya untuk kepentingan mencegah pencemaran limah yang d
lakukan oleh perusahaan industri tekstil, adalah salah satu hambatan yang
mengganggu upaya melindungi ancaman pencemaran industri.
Masalah tersedianya biaya oprasional dalam rutinitas kegiatan pencegahan
pencemaran limbah bagi perusahaan industri tekstil yang bersekala besar, yang
menjadi hambatan serius dan mencemaskan, karna secara teknis dapat teratasi
bergantung kepada komitmen dan kesadaran para pengambil keputusan di
perusahaan industri tekstil bersangkutan.
Sebaiknya, perusahaan industri kecil dan menengah, tetap dihadapkan pada
kemungkinan tebatasnya biaya pendukung operasionalisali kegiatan pencegahan
pencemaran limbah di lapangan.
Deskripsi pada hambatan di bidang keuangan untuk mencegah pencemaran limbah
industri tersebut, hampir dialami oleh perusahaan industri tekstil yang menjadi
fokus penelitian. Seperti ungkapan salah satu pemimpin perusahaan industri
tekstil, bahwa makin banyak tumbuh dan berkembangnya industri tekstil makin
tinggi beban dan pencemaran. Faktor biaya rutin menjadi hambatan perusahaan
dalam melakukan pencegahanpencemaran limbah industri.
Aspek penting untuk pencegahan pemcemaran limbah industri tekstil ialah,
kebutuhan dana yang digunakan untuk melengkapi fasilitas pendukungnya , seperti
pengadaan peralatan alat pengelola limbah, meningkatkan kualitas SDM untuk
melakukan kegiatan proses pencegahan dll. Meskipun adanya hambatan keuangan
masalah pencegahan pencemaran limbah industri tetap terlaksana sesuai
kemampuan teknis perusahaan.
Hambatan teknis dan keuangan tidak berarti melumpuhkan aktifitas perusahaan
industri melakukan upaya pencegahan pencemaran limbah. idelaisme untuk
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam jangka panjang pada tataran
implementasinya tetap menuntut keterlibatan dan peran aktif pelaku ekonomi,
khususnya perusahaan industri tekstil.
Sikap proggresif dan impresif dapat di abstraksikan sebagai upaya strategis
preventif dan tindakan proatif di lapangan untuk berbuat maksimal melindungi
lingkungan hidup dari limbah industri yang sulit di prediksi akan berakhir itu,
dengan upaya nyata dan berdampak positif bagi keberlangsungan lingkungan hidup
dan kehidupan masyarakat .
Kemampuan perusahaan industri tekstil mengaktualisasi beragam upaya seperti
penerapan teknologi dan produk bersih, meminimalisasi limbah, meningkatkan
kualitas pengolahan limbahnya, menyiapkan SDM, terampil, dan dana operasional
dalam rutinitas kegiatannya, akan membantu kinerja pencegahan pencemaran
limbah sehingga cepat atau lambat menumbuhkan respon positif terhadap
komitmen dan kesadaran pelaku ekonomi tersebut dalam menciptakan lingkungan
yang sehat.
CONTOH KASUS:
PT Galuh Cempaka bergerak dalam bidang pertambangan intan, PT tersebut
membuang limbah industri ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi
kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar. Menurut data yang didapatkan
dari siaran pers WALHI Kalimantan selatan, pencemarn yang dilakukan oleh PT.
Galuh Cempaka tersebut mengakibatkan tingkat keasaaman air sungai mencapai
ph 2,97. Hal ini sangat bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, yaitu tingkat ph normal air sungai sebesar
6 hingga 9 ph. Selain itu efek dari penambangan tersebut mengancam ketahanan
pangan dikota Banjarbaru. Lumbung padi kota banjarbaru terancam dengan
aktivitas penambangan PT Galuh Cempaka. Dampak lingkungan ini juga menuruni
fungsi sungai sebagai pengatur tata air, minimal pada tiga sungai di kelurahan
palam. Penyebabnya tak lain pengelolaan tambang yang carut marut dimana
perencanaan pertambangan tidak mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar
dan terkesantambangarogan.
Setelah ditelusuri ternyata dokumen AMDAL yang dibuat PT Galuh Cempaka cacat
hukum dan pada implementasinya juga tidak dijalankan. Dengan kata lain dokumen
amdal hanya sebagai persyaratan administrasi belaka. Dampak langsung yang
terjadi adalah penurunan kualitas air yang menyebabkan rusaknya fungsi biologis.
Hal ini terlihat dari ikan-ikan yang mati, tidak mengalirnya air secara normal bahkan
dua sungai tidak berfungsi. Belum lagi genangan air banjir yang mengakibatkan
terendamnya ribuan hektare sawah masyarakat yang berakibat pada
keterlambatan panen untuk musim tanam. Jika hal ini terus dibiarkan dapat
mengakibatkan penurunan kualitas air yang akan mengancam kepunahan biota air.
Sungai yang tidak berfungsi sebagai pengatur tata air akan mengakibatkan krisis
yang lebih jauh dan berdampak besar berupa krisis ketahanan pangan yang dapat
mengakibatkan krisis ekonomi. Masalah ini dianggap sebagai kejahatan korporasi
lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditatapkan, yaitu UU No
23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI Pasal 20 ayat 1
Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah
ke media lingkungan hidup.
Kejahatan lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok
atau Badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam
kacamata krimonologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan
kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan PT Galuh Cempaka
seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaigus
memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan yang akhirnya akan memberikan
kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Analisa dan Solusinya
Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat
dibutuhkan karena dalam karakteristik kejahatan korporasi, pembuktian apakah
suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak, hanya bisa dilakukan oleh
pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang
kejahatan korporasi akan lebih baik apabila ada inisiatif dari pemerintah untuk
mengadakan peningkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa
saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang
lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan
oleh sebuah korporasi bernama Galuh cempaka. Dampak yang diakibatkan adanya
perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun
juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat. Hal seperti ini dapat dikatakan
sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus ini ditemukan beberapa
pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang
antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum pidana (KUHP) dan hukum
perdata (KUHPer).
Terkait dengan PT Galuh Cempaka, menurut organisasi non pemerintah yang fokus
pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan
korporasi yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai
yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan orang byk. Perbaikan
sistem pengolahan air limbah (sispal) yang dilakukan PT Galuh Cempaka adalah
suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi
perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat
juga dijadikan tersangka sesuai dalam pasal 45 dan pasal 46
UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam RUU KUHP
paragraph 7 tentang korporasi yang dimulai dari pasal 44-49.
Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu
peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung
lama menjadi salah satu faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut
termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang
berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya oknum
aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek atau modus bagaimana
kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
Di Indonesia adalah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi
adalah undang-undang nomor 23 thun 1997 tentang lingkungan hidup. Hal ini
dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun
tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem
hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban
pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu :
dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Psaal 65 ayat 1 dan 2
UU No.38/2004 tentang jalan. Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus
korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai
pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 UU
No,31/1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.31/2004 tentang perikanan
kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada
pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan
kepada korporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999 tentang
tindak pidana korupsi.
Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi.
Sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, sosial dan
lingkungan hidupnya. Eksploitasi dan eksplorasi telah menyebabkan terjadinya
kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No.23 tahun
1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga pasal 45 undang-undang tersebut.
Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasannya bumi. Air, dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk
menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki
kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada
baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat
pencemaran lingkungan. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini
harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan
kejahatan korporasi tersangka sangat sulit ditangkap ataupun dikenali. Sesuai
dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab social. Nantinya, jika sebuah perusahaan
memiliki etika dan tanggung jawab social yang baik, bukan hanya lingkungan makro
dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mementingkan yang namanya
etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun,
dan sebuah perusahaan harus mempunyai tempat pembuangan limbah sendiri.
Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan
keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Untuk penanganan masalah
lingkungan tersebut sebaiknya Bapedal segera turun tangan, jangan sampai
berlarut-larut yang bisa berdampak pada sosial masyarakat. Pembangunan
disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih baik juga mengandung
resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu
diupayakan adanya keseimbangan antara pembagunan dengan kelestarian
lingkungan hidup, peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi
tidak boleh merusak sektor lain. tidak berfungsi. Belum lagi genangan air banjir
yang mengakibatkan terendamnya ribuan hektare sawah masyarakat yang
berakibat pada keterlambatan panen untuk musim tanam. Jika hal ini terus
dibiarkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air yang akan mengancam
kepunahan biota air. Sungai yang tidak berfungsi sebagai pengatur tata air akan
mengakibatkan krisis yang lebih jauh dan berdampak besar berupa krisis ketahanan
pangan yang dapat mengakibatkan krisis ekonomi. Masalah ini dianggap sebagai
kejahatan korporasi lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah
ditatapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup,
Bab VI Pasal 20 ayat 1 Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang
melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
Kejahatan lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok
atau Badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam
kacamata krimonologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan
kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan PT Galuh Cempaka
seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaigus
memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan yang akhirnya akan memberikan
kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Solusinya
Menurut saya kenapa kasus tersebut bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari
pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mengadakan eksploitasi di
bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku
terhadap pelaku kejahatan lingkungan terasa masih setengah-setengah. Pelaku
kejahatan lingkungan tidak mendapatkan stigma masyarakat yang berat dan
melekat. Karena apa yang dilakukan oeh pelaku kejahatan tidak memberikan
dampak secara langsung melainkan secara lamban namun sangat fatal. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kejahatan
lingkungan itu sendiri. Meskipun sudah jelas dicantumkan dalam UU tentang
pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan, tetapi masih banyak dari
masyarakat yang tidak mengetahui tolak ukur untuk menentukan apakah suatu
kejahatan masuk ke dalam kategori kejahatan lingkungan atau tidak. Masyarakat
baru akan sadar ketika telah jatuh korban dan muncunya berbagai masalah yang
diakibatkan oleh pencemaran lingkungan tersebut, seperti masalah penyakit kulit
yang terjadi pada kasus PT Galuh Cempaka.
Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat
dibutuhkan karena dalam karakteristik kejahatan korporasi, pembuktian apakah
suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak, hanya bisa dilakukan oleh
pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang
kejahatan korporasi akan lebih baik apabila ada inisiatif dari pemerintah untuk
mengadakan peningkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa
saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang
lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan
oleh sebuah korporasi bernama Galuh cempaka. Dampak yang diakibatkan adanya
perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun
juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat. Hal seperti ini dapat dikatakan
sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus ini ditemukan beberapa
pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang
antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum pidana (KUHP) dan hukum
perdata (KUHPer).
Terkait dengan PT Galuh Cempaka, menurut organisasi non pemerintah yang fokus
pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan
korporasi yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai
yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan orang byk. Perbaikan
sistem pengolahan air limbah (sispal) yang dilakukan PT Galuh Cempaka adalah
suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi
perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat
juga dijadikan tersangka sesuai dalam pasal 45 dan pasal 46
UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam RUU KUHP
paragraph 7 tentang korporasi yang dimulai dari pasal 44-49.
Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu
peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung
lama menjadi salah satu faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut
termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang
berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya oknum
aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek atau modus bagaimana
kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
Di Indonesia adalah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi
adalah undang-undang nomor 23 thun 1997 tentang lingkungan hidup. Hal ini
dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun
tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem
hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban
pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu :
dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Psaal 65 ayat 1 dan 2
UU No.38/2004 tentang jalan. Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus
korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai
pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 UU
No,31/1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.31/2004 tentang perikanan
kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada
pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan
kepada korporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999 tentang
tindak pidana korupsi.
Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi.
Sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, sosial dan
lingkungan hidupnya. Eksploitasi dan eksplorasi telah menyebabkan terjadinya
kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No.23 tahun
1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga pasal 45 undang-undang tersebut.
Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasannya bumi. Air, dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk
menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki
kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada
baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat
pencemaran lingkungan. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini
harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan
kejahatan korporasi tersangka sangat sulit ditangkap ataupun dikenali. Sesuai
dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab social. Nantinya, jika sebuah perusahaan
memiliki etika dan tanggung jawab social yang baik, bukan hanya lingkungan makro
dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mementingkan yang namanya
etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun,
dan sebuah perusahaan harus mempunyai tempat pembuangan limbah sendiri.
Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan
keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Untuk penanganan masalah
lingkungan tersebut sebaiknya Bapedal segera turun tangan, jangan sampai
berlarut-larut yang bisa berdampak pada sosial masyarakat. Pembangunan
disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih baik juga mengandung
resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu
diupayakan adanya keseimbangan antara pembagunan dengan kelestarian
lingkungan hidup, peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi
tidak boleh merusak sektor lain.
LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997)
Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah
dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan
beban pencemaran yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup
melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan limbah
(recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud nyata mencegah
gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan mengancam
kehidupan masyarakat.
Prinsip-prinsip pokok dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu
digambarkan oleh Elina Hasyim, sebagai berikut:
1) Reduksi pada sumber dan pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau
meminimumkan penggunaan bahan bakar, air, dan energi serta menghindari pemakaian
bahan baku yang beracun dan berbahaya, disertai dengan pengolahan bahan baku dan
house keeping yang baik agar tidak menambah beban pencemaran.
2) Pengolahan limbah dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan,
selanjutnya pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan dengan persyaratan yang
ditentukan oleh pemerintah.
3) Sistem manajemen lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir, sikap
dan tingkah laku dari semua pihak di lingkungan industri.
4) Industri yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat
dikategorikan sebagai industri yang telah menerapkan prnsip eco-eficiency yang
merupakan bagian dari konsep ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah.

Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu


Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan
masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan.
Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah industri tekstil ini secara terpadu
diharapkan lebih membantu efektivitas pengendaliannya.
Keterpaduan aspek dalam pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan
teknologi dan produk bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi
(pengurangan) limbah secara terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil.
Menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini dapat
dilakukan terhadap beberapa kegiatan kunci, antara lain:
1. Pengurangan limbah (source reduction) melalui beberapa perubahan produk,
pencegahan dan perencanaan yang cermat.
2. Kontrol bahan (source control) terhadap perubahan input bahan, perubahan teknologi
dan pelaksanaan operasi yang baik.
3. Kontrol terhadap kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar lokasi
industri, seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali (use and reuse), dan reklamasi
(recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu dari limbah.

Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup


Persoalan lingkungan hidup dalam beberapa dekade terakhir ini menurut kajian
kalangan teoritis semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju pada masalah-
masalah seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah, penipisan lapisan ozon
dan pemanasan global. Fakta telah menunjukkan bahwa tidak ada tempat di dunia ini
yang tidak tercemar dan tidak ada industri manapun yang dapat terbebas dari tanggung
jawab atas berbagai kerusakan lngkungan hidup yang terjadi.
Terdapat tiga prinsip kunci pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan ekologi
industri, antara lain:
1) Pencegahan sumber daya alam yang berkelanjutan. Ekologi industri mengembangkan
prinsip untuk lebih mengutamakan penggunaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.
2) Menjamin mutu atau kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kualitas hidup manusia
bergantung pada kualitas komponen-komponen lain dalam ekosistem, sehingga hal ini
menjadi fokus dalam konsep ekologi industri.
3) Memelihara kelangsungan hidup ekologi sistem alam (environmental equity). Tantangan
utama pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk mencapai keadilan antar generasi
dan antar masyarakat.
Terdapat beberapa perspektif dalam konsep ekologi industri yang dikemukakan oleh
Robert coolow yang dikutip oleh Suma T. Djajadiningrat dan Melia Famiola, kiranya
dapat memperjelas ruang lingkup konsep ini dalam kaitannya dengan upaya-upaya
industri tekstil melindungi lingkungan hidup dari dampak-dampak negatif akibat aktivitas
usahanya. Bberapa perspektif dalam ekologi industri itu, antara lain:
1. Ekologi industri berfokus kepada tujuan kelanggengan hidup untuk jangka panjang
(longterm habitability) daripada jangka pendek.
2. Ekologi industri berfokus pada masalah-masalah yang bersifat lokal, nasional, regional,
dan global.
3. Ekologi industri berfokus pada kasus-kasus yang berubungan dengan aktivitas-aktivitas
manusia yang berhubungan dengan sistem alam.
4. Ekologi industri muncul dengan tujuan untuk memahami dan memproteksi
keseimbangan antara sistem alam dengan sistem manusia ketika mengidentifikasi dan
mencoba meminimalisasi dampak-dampak terhadap sistem-sistem yang sangat sensitif.
5. Ekologi industri menggunakan teknik-teknik sistem sebgai Mss-flow analysis untuk
memahami sistem eknomi dan lingkungan hidup.
6. Ekologi industri memandang pelaku-pelkau ekonomi (perusahaan-perusahaan swasta)
sebagai pelau sentral guna mengurangi dampak-dampak lingkungan hidup dan
mencari cara untuk memahami bagaimana perilaku-perilakunya lebih berwawasan
lingkungan daripada memandang perusahaan-perusahaan swasta itu sebagai penyebab
masalah.

Aktualisasi prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup


Prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup ini dimaknai sebagai upaya mewujudkan
lingkungan hidup terhindar dari resiko pencemaran atau perusakan akibat kecerobohan
atau kelalaian pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang dilakukannya, seperti
kegiatan perusahaan-perusahaan industri di tanah air.
Prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup, secara teoritis-idealistis adalah
sebuah prinsip yang menghendaki upaya-upaya konkret dilapangan untuk mewujudkan
eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup secara terus-menerus dari ancaman
pencemaran atau kerusakan dari ancaman pencemaran atau kerusakan akibat kelalaian
yang dilakukan oleh pelaku usaha atau kegiatan. Idealisme yang melandasi prinsip ini pada
intinya adalah proses atau cara yang tepat untuk melakuan beragam upaya untuk
mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
a. Amdal sebagai piranti pengendalian dampak lingkungan
Konsep amdal sebagai salah satu piranti penting dalam upaya mewujudkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup dari ancaman dan pencemaran limbah industri. Amdal sebagai
nilai esensial karena diterima sebagai instrumen nasional, sehingga menjadi komitmen
perusahaan-perusahaan nasional untuk mengaktualisasikan dalam aktivitas ekonominya.
Pengaturan Amdal dalam perundang-undangan nasional melalui Undang Undang Nomor
32 Tahun 1997 (UUPLH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dinyatakan :
Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 5 ayat (1) UUPLH menghendaki pula bahwa: setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dapat penimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki Amdal.
b. Pengelolaan limbah oleh industri
Upaya lain dalam pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan oleh pelaku usaha atau
perusahaan-perusahaan industri nasional adalah pengelolaan limbah industrinya. Selain
Amdal yang disyaratkan oleh UUPLH, upaya pengelolaan limbah industri ini menjadi
kewajiban pula pelaku usaha untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup akibat
limbah yang dihasilkan.
Karakteristik limbah industri sebagaimana dipahami mengandung bahan-bahan organik
dan non organik yang berpotensi merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup secara
permanen, karena bahan-bahan ini mengandung zat-zat kimia yang jika dibuang
sembarangan dapat membahayakan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah industri secara teknis operasional adalah secara teknis operasional
adalah proses industri dapat mencegah atau mengeliminasi sisa-sisa bahan produksi
berwujud limbah itu, tidak mencemari lingkungan hidup. Proses indsustri dalam
pengelolaan limbahnya dapat berwujud modifikasi proses industri, daur ulang limbah
industri, pemilihan jenis teknologi pengolah limbah industri dan relokasi industri
(syamsuharya, 2008: 290).
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1. UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2. UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3. UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5. PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
6. dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
7. Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
8. Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
9. Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal
20 UUPLH disebutkan:
1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke
media lingkungan hidup.
2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke
media lingkungan hidup Indonesia.
3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berada pada Menteri.
4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan.

Studi Kasus
Masalah pencemaran industri ataupun segala bentuk pencemaran merupakan tanggung
jawab kita semua, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menghindari
pencemaran maka dalam pengendaliannya dilakukan sistem pembagian tugas dan
wewenang antara instansi-instansi yang terlibat untuk menangani pencemaran akibat
kegiatan industri.
Pengendalian pencemaran industri bermakna suatu kegiatan yang mencakup upaya
pencegahan dan/atau penanggulangan terjadinya pencemaran industri. Departemen
Perindustrian yang ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran industri dari
perusahaan industri dan lokasi industrim, dengan sasaran semua limbah industri yang
dibuang dari sumber pencemaran industri ke lingkungan bebas/umum, untuk
mengupayakan agar selalu memenuhi Standar Kualitas Limbah seperti yang telah
ditetapkan.
Di Semarang tepatnya di dekat pasar Mrican banyak berdiri pabrik tahu. Ironisnya pabrik-
pabrik tersebut mendapat izin walaupun keberadaannya ditengah-tengah pemukiman
penduduk. Keberadaan pabrik tahu tersebut tentu menimbulkan dampak positif dan
negatif. Jika dilihat dari segi ekonomi memunyai dampak positif, yaitu menambah
lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar dan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi
ternyata keberadaan pabrik tahu tersebut lebih banyak menimbulkan dampak negatif,
yaitu banyak keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar mengenai polusi udara yang
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari yang disebabkan asap pabrik tahu tersebut.
Selain itu limbah yang dihasilkan dapat mencemari sungai didekatnya.
Departemen Perindustrian dalam tugasnya untuk pengendalian pencemaran industri
mencakup pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Secara rinci tugas-tugas tersebut
dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986, sebagai
berikut:
Membuat peraturan-peratuaran tentang pengendalian pencemaran industri yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dalam kaitannya dengan izin usaha industri,
serta menunjang instansi-instansi pemerintah lainnya dalam menyusun peraturan
peraturan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada
umumnya.
Membuat peraturan-peraturan tentang pemilIhan lokasi untuk industri dalam rangka
pengembangan wilayah, dalam hal ini wilayah Pusat Pertumbuhan Induatri, yang
dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang di sana terdapat penentuan tentang letak
geografis dan zona-zona industri, kawasan-kawasan industri dan Lingkungan Industri
Kecil.
Kemudian dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982, pasal
7, ayat 1 disebutkan bahwa: Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib
memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan. Dan ayat 2 disebutkan: Kewajiban
sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam setiap izin yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Jadi jika melihat kasus dari pabrik tahu di Mrican, maka yang menjadi pertanyaan
disini adalah mengapa UULH yang telah ditetapkan seolah-olah diabaikan oleh
pemerintah setempat demi mengejar kepentingan pribadi dan mengorbankan kenyamanan
masyarakatn serta mencemari lingkungan.

Analisis Studi Kasus


Sistem Perizinan
Pasal 7 UULH tahun 1982 merupakan landasan hukum umum perizinan lingkungan,
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 1993 dalam pasal 5 menetapkan
syarat-syarat untuk memperoleh izin suatu rencana kegiatan dengan
ketentuan: Pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat diberikan setelah adanya
pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
oleh instansi yang bertanggung jawab.
Pemberian izin terhadap pabrik-pabrik tahu di Mrican patut kita pertanyakan. Instansi
yang terkait dalam memberikan izin terkesan tidak melakukan Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Kebetulan penulis telah melakukan
kunjungan langsung ke pabrik tahu di Mrican pada saat mengikuti mata kuliah
Manajemen Lingkungan. Disana penulis melihat secara langsung keadaan yang
sebenarnya dan melakukan sedikit lontaran pertanyaan kepada penduduk tentang
keberadaan pabrik tahu tersebut.
Pemerintah tidak melihat bahwa pabrik tahu tersebut didirikan ditengah-tengah
pemukiman penduduk dan berdekatan dengan sungai. Pada akhirnya asap yang
ditimbulkan oleh pabrik tahu tersebut sangat mengganggu kesehatan penduduk sekitar.
Penduduk sekitar telah melaporkan kepada instansi terkait tentang gangguan asap pabrik
tahu, namun instansi tersebut tutup mata dan tidak memperdulikannya.
Jika dilihat lebih mendalam tentang perizinan keberadaan pabrik tahu tersebut
dipengaruhi oleh elite-massa dan mengandung unsur politik. Orang-orang yang ingin
mendirikan pabrik tahu tersebut akan melegalkan berbagai cara agar mendapatkan izin.
Cara tersebut bisa dengan memberikan uang pelicin atau iming-iming lainnya yang sangat
menggiurkan. Dengan demikian yang menjadi korban adalah masyarakat. Melihat
kenyataan letak geografis keberadaan pabrik tahu tersebut seharusnya instansi tidak
memberikan izin, kalaupun memberikan izin instansi tersebut mengajukan syarat yaitu
pendirian pabrik di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk. Karena dalam dalam
UULH tahun 1982 pasal 11, ayat (1) disebutkan bahwa: Pejabat yang memberikan izin
itu dapat mengenakan syarat-syarat baru kepada pemegang izin itu, jika menurut
pendapatnya memang diperlukan.
Sistem Pembinaan
Dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986 pasal 3,
Departemen Perindustrian mempunyai tugas-tugas pembinaan sebagai berikut:
Memberikan pedoman dalam upaya pengendalian pencemaran, antara lain dengan
memberikan buku panduan tentang pengendalian pencemaran untuk berbagai kegiatan
industri.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai penerapan dari pedoman/buku
panduan tentang pengendalian pencemaran, serta memberikan informasi teknis tentang
hal-hal yang berhubungan dengan pencemaran industri.
Membantu instansi pemerintah dan dunia usaha industridalam penelitian terhadap
masalah-masalah pencemaran khususnya dalam mengidentifikasikan Sumber
Perencanaan Industri dan upaya pengendaliannya.
Memberikan saran dan petunjuk tentang pengambilan langkah tindak dalam upaya
menghadapi kasus-kasus pencemaran lingkungan, termasuk penggunaan dan pengolahan
limbah industri.
Melihat keberadaan pabrik tahu di Mrican, pembinaan justru dilakukan oleh LSM
BINTARI yang bergerak di bidang lingkungan. Penyuluhan juga dilakukan oleh LSM
kepada para pemilik pabrik tahu tentang pentingnya lingkungan hidup bagi manusia. LSM
BINTARI bersama Pemerintah terkait dan masyarakat mengadakan kerjasama membuat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi menyalurkan limbah yang
dihasilkan oleh pabrik ke tempat pengolahan sehingga aman untuk dibuang ke sungai.
Ditinjau dari segi sosial, pemerintah kurang memperhatikan penduduk sekitar karena
terbukti yang aktif dan mempunyai ide pembuatan IPAL adalah LSM BINTARI. Tentu
dengan pembuatan IPAL harus dilakukan pengawasan lebih lanjut. Tetapi pemerintah
seakan-akan juga tinggal diam. Hal ini terbukti banyaknya pipa saluran air limbah yang
bocor didiamkan saja. Sedangkan pemasangan pipa tersebut berada di atas sungai, maka
air limbah akan mencemari sungai.
Rekomendasi
1. Instansi yang terkait dengan lingkungan hendaknya benar-benar melaksanakan UULH
dengan sebaik-baiknya dalam memberikan izin usaha/kegiatan.
2. Pemerintah hendaknya memperhatikan penduduk sekitar pabrik tahu di Mrican karena
mereka mengeluhkan keberadaan pabrik tersebut.
3. Pemerintah dalam mengimplementasikan UULH hendaknya dilakukan dengan penuh
tanggung jawab dan konsekuen.

DAFTAR PUSTAKA
https://kinandika.wordpress.com/2013/02/05/efektivitas-undang-undang-lingkungan-
hidup-dalam-implementasinya-studi-kasus-pencemaran-oleh-pabrik-tahu-di-mrican-
semarang/

PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH INDUSTRI


Disusun Oleh
Nama : Rido Hidayat
Jurusan : Teknik Industri
NPM : 39414308

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017

Baca selengkapnya

Diposting oleh Ridho Hidayat di 21.17 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 14 Juni 2016


Aspek-Aspek Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Upaya Preventif
Terhadap Pencemaran Limbah Industri Tekstil Nasional
Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri menjadi perhatian yang tidak pernah
surut semenjak diberlakukannya UU Nomor 4 Tahun1982 yang kemudian diubah mendadi UU Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Semakin banyak kasus pencemaran
lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, hal tersebut sangat mengganggu dan meresahkan
kehidupan masyarakat serta mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan
hidup secara teoritis tersebut timbul apabila suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasinyang
sedemikian rupa sehingga dapta mengubah kondisi lingkungan.

Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah dimaksudkan untuk
mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan beban pencemaran yang minimal,
upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni
dengan cara pengurangan limbah (recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang
berwujud nyata mencegah gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan
mengancam kehidupan masyarakat.

Prinsip-prinsip pokok dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu digambarkan oleh Elina
Hasyim, sebagai berikut:

1. Reduksi pada sumber dan pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau meminimumkan
penggunaan bahan bakar, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku yang beracun dan
berbahaya, disertai dengan pengolahan bahan baku dan house keeping yang baik agar tidak
menambah beban pencemaran

2. Pengolahan limbah dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan, selanjutnya
pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan dengan persyaratan yang ditentukan oleh
pemerintah

3. Sistem manajemen lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir, sikap dan tingkah
laku dari semua pihak di lingkungan industri

4. Industri yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat dikategorikan
sebagai industri yang telah menerapkan prnsip eco-eficiency yang merupakan bagian dari konsep
ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah

Pencemaran lingkungan hidup dalam perspektif UUPLH adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Hal penting yang berkaitan dengan upaya preventif/pencegahan terhadap pencemaran limbah
industri tekstil, antara lain:

1. Karakteristik Limbah Industri Tekstil

Bentuk industri tekstil sangat bervariasi seperti permasalahan yang dihadapi oleh industri hilir yang
berkonsentrasi pada proses penyempurnaan tekstil (finishing). Aktivitas industry tekstil pada umunya
tetap menghasilkan limbah yang cukup variatif. Proses peyempurnaan tekstil mencakup beberapa
proses seperti persiapan pencelupan/pencapan yang meliputi penghilangan kanji (desizing),
pemasakan (scouring), pemerasan (merzering), penggelantangan (bleaching). Proses lainnya adalah
pencelupan (dyeing), pencapan (printing) dan penyempurnaan akhir.Selain mencemari lingkungan
hidup, limbah-limbah tersebut juga berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia, diantaranya dapat menimbulkan iritasi pada mata, membahayakan kulit maupun
pencernaan makanan, membahayakan hidung, dan lain-lain. Menyadari bahwa proses
penyempurnaan tekstil tersebut dapat mencemari lingkungan hidup dan mengganggu kesehatan
manusia, maka langkah-langkah strategis sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat mencegah
pencemaran tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Upaya-Upaya Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil

Pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri dapat mengganggu kehidupan masyakat
dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu beberapa perusahaan industry tekstil
nasional berusaha mencegah pencemaran tersebut.

Beralkunya UU Nomor 5 tahun 1984 merupakan langkah strategis-yuridis dalam mencegah berbagai
kemungkinan negative yang timbul akibat aktivitas industry pada umumnya. Berdasarkan realitas
permasalahan limbah industri termasuk intensitas pencemaran limbah industri tekstil pada berbagai
wilayah Indonesia.Upaya-upaya pencegahan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil sangat
fundamental. Berikut ini beberapa upaya pencegahan pencemaran limbah industry tekstil:

a. Penerapan Teknologi dan Produk Bersih

Program produk bersih memiliki makna penting untuk menciptakan suatu produk dengan
menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) yang memperkenakan pada tahun 1993, daalah strategi pengelolaan lingkungan hidup yang
bersifat pencegahan (preventive) dan terpadu. Penerapan teknologi bersih secara aktual dapat
diharapkan untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, tetapi
yang menjadi habatan adalah kualitas sumber daya manusia, dana pendukung operasional, kesadaran
serta disiplin dalam menjalankan rencana-rencana kegiatan dilapangan.

b. Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil

Upaya pegolahan limbah cair industri tekstil membutuhkan ketegasan terhadap konsep yang akan
digunakanya yaitu mengtamakan salah satu seperti proses kimia, biologi, dan fisika atau
menggabungkan ketiganya. Upaya tersebut disesuaikan dengan kondisi kemampuan perusahaan
industri tekstil bersangkutan menerapkan dan memanfaatkan konsep pengolahan yang tersedia
dalam rutinitas kegiatan bisnisnya.

Kebutuhan industri tekstil akan air sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar zat
pencemar (polutan) pada air limbah industri tekstil menurut Noerati Kamal, secara garis besar dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Mengurangi zat pencemar (polutan) yang dihasilkan. Upaya ini dapat dilakukan dengan
mengurangi volume air proses, berarti mengurangi volume air limbah, penggunaan sisa zat-zat kimia
dan penggunaan zat kimia yang memberikan kadar pencemaran rendah;
Mengolah air limbah sebelum dibuang ke badan air penerima. Karena beragamnya jenis dan
ukuran polutan, pengolahan limbah car industri tekstil memerlukan tahapan proses pengolahan, yaitu
pengolahan primer berupa ekualisasi dan netralisasi dan pengolahan sekunder untuk menghilangkan
padatan dengan proses kimia atau biologi.

Konsep pengolahan limbah air industri tekstil yang ditujukan untuk menghilangkan atau menurunkan
bahan pencemar dalam air limbah secara kimia, biologi, dan fisika digambarkan oleh Elina Hasyim,
antara lain:

Konsep pengolahan secara kimia, yaitu proses pengendapan partikel kecil yang
tercampur/tersuspensi, termasuk logam-logam berat yang terkandung dalam air limbah, dengan cara
penambahan bahan kimia koagulan dan flokulan yang akan mengikat bahan pencemar tersuspensi
sehingga mudah dipisahkan (diendapkan/diapungkan);

Konsep pengolahan secara biologi, yaitu proses untuk mengurangi bahan-bahan organik yang
berkembang di dalam limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif yang mengandung
mikroorganisme didalamnya. Proses lumpur aktif berlangsung dalam reaktor dengan pencampuran
sempurna dilengkapi dengan umpan balik lumpur dan cairannya;

Konsep pengolahan secara fisika, yaitu dengan cara absorpsi bahan pencemar dengan karbon
aktif. Secara umum karbon aktif akan menyerap partikel-partikel yang terlarut termasuk zat organik
yang terlarut dalam air limbah.

c. Minimalisasi Limbah Cair Industri Tekstil

Upaya minimasi limbah cair industri tekstil dalam perspektif teoritis atau praktis, dikenal daa beberapa
cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industry tekstil dalam kegiatanya. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan cara pengurangan limbah dan proses daur ulang. Upaya internal
dapat dilakukan oleh perusahana-perusahaan industri tekstil sesuai dengan kondisi kemampuannya
adalah perencanana proses produksi yang baik, akurat dan cermat mengurangi penggunaan bahan-
bahan kimia pembantu yang rendah beban pencemaran, pengontrolan pemakaian air yang hemat dan
efisien, memanfaatkan dan menggunakan kembali (reuse) bahan-bahan kimia yang terdapat dalam
limbah cair untuk keperluan produksi. Sedangkan upaya eksternal yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan industry tekstil adalah upaya memantau limbah hasil pasca proses kegiatan minimasi
limbah.

PENCEMARAN SUNGAI CITARUM AKIBAT INDUSTRI MANUFAKTUR

Sungai Citarum di Jawa Barat memiliki panjang sekitar 350 km dan luas daerah pengaliran sungai (DPS)
12,000 km 2, mempunyai populasi sekitar 10 juta penduduk yangtinggal di wilayah perkotaan maupun
perdesaan. Air dari sungai Citarum digunakan untukkebutuhan irigasi, tenaga listrik, suplai air baku
bagi 80 persen penduduk Jakarta, industry,dan pariwisata.Daerah aliran sungai Citarum didominasi
oleh sektor industri manufaktur sepertitekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi,
produk makanan dan minuman,dan lainnya. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat
(BPLHD Jabar) telahmengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal konsentrasi
danmengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang diamati, rata-rata
pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan (BPLHProvinsi Jawa
Barat, 2010).Data penyampelan di lokasi-lokasi pembuangan limbah industri menemukan berbagai
jenis logam berat dan senyawa kimia organik yang bersifat toksik dilepaskan begitu saja ke badan
sungai, yang berasal dari limbahindustri utama yang berada di Daerah Aliran SungaiCitarum antara
lain industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri makanan, danindustri elektroplating Investigasi
ini memperkuat argumen bahwa kita telah kehilangankendali atas bahan kimia beracun di
lingkungan.Dampak dari bahan pencemar yaitu , Perubahan tingkat keasaman air, Kontaminanorganic
meningkatkan BOD, COD, membunuh organisme, mengganggu proses fisiologiatau metabolisme, atau
merusak organ-organ hewan, mengancam kesehatan manusia.(itaiitai ). Upaya yang dapat
dilakukan,Pendekatan kebijakan atur dan awasi dan Pendekatan preventif

Referensi :

https://www.academia.edu/7606825/PENCEMARAN_SUNGAI_CITARUM_AKIBAT_INDUSTRI_MANU
FAKTUR

http://williamfaidin.blogspot.co.id/2016/05/aspek-aspek-pelestarian-fungsi.html

Anda mungkin juga menyukai