Disusun oleh :
Kelompok 2
Piranti Handayani (14020088)
PENDAHULUAN
Saat ini, serangkaian detektor molekul, yang disebut dengan hidung elektronik, telah
diaplikasikan untuk menjadikan pola respon alat tersebut sebagai fingerprint dari suatu
senyawa.
Berbagai jenis hewan telah digunakan sebagai biosensor dan diidentifikasi melalui
perilakunya terhadap rangsangan yang diterimanya, seperti serangga dari ordo
Hymenoptera untuk mendeteksi narkoba dan bahan peledak, dan burung kenariuntuk
mendeteksi keberadaan gas berbahaya di dalam tambang.
Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor biologi),
transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya
digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel, jaringan,
antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada dalam
bentuk terimmobilisasi pada suatu transduser. Immobilisasi sendiri dapat dilakukan
dengan berbagai cara baik dengan (1) adsorpsi fisik, (2) dengan menggunakan
membran atau perangkap matriks atau (3) dengan membuat ikatan kovalen antara
biomolekul dengan transduser.
Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor adalah transduser
elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, field effect transistor dan temistor.
Proses yang terjadi dalam transduser dapat berupa calorimetric biosensor,
potentiometric biosensor, amperometric biosensor, optical biosensor maupun piezo-
electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian di proses dalam
suatu sistem elektronik misalnya recorder atau komputer.
Ada juga peneliti lain2 yang membuat benang konduktif dengan sistem
pemintalan spun-core yarn di mana logam dari tembaga dan stainless diperlakukan
sebagai bahan inti (core material), sedangkan benang rayon dan TR (poliester/rayon)
berfungsi sebagai bahan pembungkus (cover material). Dia juga memvariasikan
beberapa parameter; bahan inti, roving, twist dan nomor benang serta pengaruhnya
terhadap kekuatan (tenacity) dan bulu (hairiness). Sementara Vorbach4 membuat
benang konduktif dengan menggunakan campuran serat yang bersifat konduktif. Dia
memodifikasi proses pembuatan serat selulosa dan filamen dengan metoda Lyocell
bebas-CS2 (CS2-freien Lyocell-Verfahren) sehingga dapat menghasilkan benang
yang dapat menghantarkan arus listrik. Serat yang dihasilkan memiliki kehalusan 0,3
tex dengan bagian konduktif terbuat dari partikel karbon arang sebesar 35% pada
serat selulosa. Sedangkan dengan kehalusan sekitar 1 tex dapat dihasilkan bagian
karbon konduktif sampai 100%. Sementara itu, banyak ahli juga yang telah
mengembangkan benang konduktif dengan menggunakan metoda ketiga, yaitu
proses pelapisan (coating). Salah satunya adalah seperti yang telah diteliti oleh
Koncar dkk7. Mereka menggunakan polianilin (PANI) sebagai zat pelapis pada serat
polietilena tereftalat (PET). Hasilnya adalah serat yang memiliki sifat ketahanan arus
listrik. Sebenarnya masih banyak lagi metoda yang telah dikembangkan untuk
menghasilkan benang konduktif dan telah dikomersialkan. Beberapa makalah hasil
penelitian lainnya bisa menjadi rujukan yang menarik, misalnya penelitian oleh Kim
dan Koncar1 dengan judul Polyaniline-Coated PET Conductive Yarns: Study of
Electrical, Mechanical, and Electro-Mechanical Properties. Ada juga Fugetsu
dkk2 dengan judul The Production of Soft, Durable, and Electrically Conductive
Polyester Multifilament Yarns by Dye-Printing Them with Carbon Nanotubes.
Sementara untuk tingkat komersialisasi bisa kita lihat misalnya pada produk benang
konduktif Silver Plated Nylon 66 Yarn + SS 595/1 dari sebuah perusahaan yang
bermarkas di AS, Shieldex Trading GmbH6.
Penemuan dan aplikasi benang konduktif pada berbagai produk inilah yang menjadi
salah satu dasar bagi berkembangnya cabang advanced textiles lainnya terutama
pada wilayah smart textiles dan medical textiles misalnya. Dan lagi-lagi kita seperti
diingatkan betapa jauh dan dalamnya wilayah pengembangan tekstil. Tekstil tidak
hanya sekedar untuk keperluan sandang, tetapi ia jauh lebih dari itu semua.
BAB III
MEKANISME KERJA
3.1 Mekanisme
Mekanisme kerjanya adalah membuat kain yang berasal dari benang konduktif
dengan sistem pemintalan spun-core yarn . Setelah itu di lakukan pelapisan (coating)
biosensor didaerah kelenjar yag paling banyak menghasilkan keringat pada tubuh
yaitu bagian ketiak dan lengan manusia. Lalu diselipak lampu LED yang berfungsi
sebagai penghantar sinyal pertanda banyaknya kadar NaCl pada tubuh. Keringat
sendiri mengandung beberapa zat salah satunya adalah garam (NaCL). Keringat yang
keluar dari dalam tubuh terserap pada bahan yang konduktif dan tertangkap oleh
biosensor amperometrik lalu akan menghantarkan elektrolit atau menghantarkan
aliran yang dapat membuat nyala LED tersebut. Baju ini berfungsi untuk
mengidentifikasi kadar garam pada manusia melalui keringat. Kadar keringat manusia
dewasa normalnya adalah 256 gram. contoh penyakit yang dapat dideteksi akibat
kelebihan kadar garam adalah Hipoglikemia yaitu biasanya penderita penyakit ini
mengalami keringat yang berlebih tanpa melakukan aktifitas berat dibandingkan
manusia pada umumnya.
Pemintalan benang konduktif -> pengcoatingan biosensor pada bagian lengan baju -
> penjahitan baju -> pemberian LED pada bagian lengan
- Benang konduktif
- Biosensor
- LED
DAFTAR PUSTAKA
Bohwon Kim, Vladan Koncar, dkk (1), Polyaniline-Coated PET Conductive Yarns:
Study of Electrical, Mechanical, and Electro-Mechanical Properties, Journal of Applied
Polymer Science, Vol. 101, 12521256 (2006).
Bunshi Fugetsu, dkk, The production of soft, durable, and electrically conductive
polyester multifilament yarns by dye-printing them with carbon nanotubes, Journal
Carbon 47 (2009) 527544.
Ching-Wen Lou, Process of Complex Core Spun Yarn Containing a Metal Wire, Textile
Res. J. 75(6), 466473 (2005) DOI: 10.177/0040517505053871.
https://arumsekartaji.wordpress.com/2016/04/19/deteksi-gula-darah-bisa-lewat
keringat/
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Carbon_fiber_reinforced_polymer
http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_%28fiber%29
https://evanputra.wordpress.com/2013/01/04/biosensor-dan-aplikasinya/
http://health.detik.com/read/2017/03/10/121607/3443438/763/peneliti-korea-
kembangkan-tes-gula-darah-pakai-keringat
https://id.wikipedia.org/wiki/Biosensor
http://www.suratkabar.id/38032/internasional/sekarang-ada-gelang-cerdas-yang-
dapat-deteksi-penyakit-melalui-keringat