Anda di halaman 1dari 9

Nama : I Gede Peri Arista

NIM : P07120215037

Tingkat : III.A

RESTRAIN

1. Pengertian

Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk


tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas
individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu.(Stuart,2001)

Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan


intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan
bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan
tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan
dan kenyamanan klien.

Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein


seringkali dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan
orang tua atau staf terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan
seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status
mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.

a. Indikasi Penggunaan Restrain

Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam


keadaan: Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa
menjadi kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah
umur, pasien agresif atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental.
Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapat
terancam tanpa pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu
perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat sedasi.
b. Kontraindikasi Pengunaan Restrain

Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan


dalam keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua
pasien untuk melakspasienan prosedur kegiatan. Pasien pasien kooperatif.
Pasien pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental Penggunaan
teknik pengendalian fisik (restraint) pada pasien dalam penatalaksanaanya
harus memenuhi syarat-syarat yaitu sebagai berikut: Penjelasan kepada
pasien pasien mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkandalam
perawatan, dengan harapan memberikan kesempatan kepada pasien
untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai prosedur dan
aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin verbal
maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien pasien dan
pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat digunakan terhadap pasien
berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya dokumen yang
menjelaskan kepada orang tua pasien pasien maupun pihak keluarga pasien
yang bersangkutan mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam
perawatan. Adanya penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien
yang pernahmenjalankan pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan
bahwa pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar, serta
memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap dalam
keadaan baik.

Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena


tenaga kesehatan harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik
pengendalian tersebut dapat dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan
pasien ataupun keluarga yang bersangkutan, mengontrol tingkat agitasi dan
agresi pasien, mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan dukungan fisik
bagi pasien.
2. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint

Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order


dokter. Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat
melaporkan pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal
maupun tertulis.

Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18
tahun, 2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi
dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-17
tahun. Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun
dan 4 jam untuk usia <17 tahun. Selama restrain klien di observasi tiap 10-15
menit, dengan fokus observasi: Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan
restrain : Nutrisi dan hidrasi sirkulasi dan rentang gerak eksstremitas tanda
penting kebersihan dan eliminasi status fisik dan psikologis kesiapan klien untuk
dibebaskan dari restrain.

Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di


dokumentasikan setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai
tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang dengan benar dan bahwa alat
tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.

Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang


tepat untuk pasien yang direstrain adalah:

1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic.


2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan
terapeutik bukan restrain mekanik.
3. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan,
minuman dan bantuan untuk eliminasi, beri pasien dot.
4. Diskusikan kriteria pelepasan restrain .
5. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari
kemarahan psikologik kepada pasien lain.
6. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri
pasien lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan
penggunaan restrain

3. Jenis-jenis Restrain

Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian


fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan
menggunakan bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
maupu nmenahan gerakan rahang dan mulut pasien.

a. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien


1. Sheet and ties

Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak


bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan
menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.

2. Restraint Jaket

Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat
tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke
bagian bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur.
Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi
horizontal yang diinginkan.

3. Papoose board

Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak
pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian
atas tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali
kain yang besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak
perawatan. Tujuan utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga
supaya pasien pasien tidak terluka saat mendapatkan perawatan.

4. Restraint Mumi atau Bedong

Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu
ujungnya dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut tersebut
dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan.

Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut
ditarik ke tengah melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan
dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri pasien diletakkan lurus rapat
dengan tubuh pasien, dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang bahu
dan dada dikunci dibawah tubuh pasien bagian kanan. Sudut bagian bawah
dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan
pinpengaman.

5. Restraint Lengan dan Kaki

Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk


mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau
prosedur, atau untuk memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat restraint
yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint pergelangan
tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin,
atau tali stockinette tipis. Jika restraint jenis ini di gunakan, ukurannya
harus sesuai dengan tubuh pasien. Harus dilapisi bantalan untuk mencegah
tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan.
Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya
tanda-tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh
diikat ke penghalang tempat tidur, karena jika penghalang tersebut
diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan
tiba-tiba yang dapat menciderai pasien.
6. Restraint siku

Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau
wajah. Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir
atau agar pasien tidak menggaruk pada kulit yang terganggu. Bentuk
restraint siku paling banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin
yang cukup panjang untuk mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke
pergelangan tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat
dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan di seputar lengan
dan direkatkan dengan plester atau pin.

7. Pedi-wrap

Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher


sampai pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien
serta menahan gerakan tubuh pasien. Pedi-wrap mempunyai berbagai
variasi ukuran sesuai dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan
gerakan mulut dan rahang pasien

8. Molt Mouth Prop

Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi
umum untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan
dilakukan. Alat ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak
bisa membuka mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.
Penggunaan molt mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien
saat pasien membuka mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi
temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus memindahkan
molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga lima belas menit
agar rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.
9. Molt Mouth Gags

Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat
digunakan untuk menahan mulut pasien.

10. Tongue Blades

Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan


lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan

b. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat

Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian


fisik tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan
bentuk pengendalian yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan
orang tua atau pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan
tenaga kesehatan pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga
kesehatan merupakan bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga
kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien pasien dengan
cara memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien pasien.

Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien pengendalian fisik


dengan bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik
dengan bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat
digantikan oleh orang tua pasien pasien. Cara pengendalian dengan
menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila dibandingkan
dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman
apabila dekat dengan orang tuanya.

4. Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien

Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang


disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan
restraint adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien
pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya
suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis
yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.

5. Peranan Pemerintah Dalam Menangani ODGJ


a. Mencapai masyarakat Indonesia yang bebas dari tindakan pemasungan
terhadap orang dengan gangguan jiwa, melalui:
1. Terselenggaranya perlindungan HAM bagi orang dengan gangguan jiwa.
Tercapainya.
2. Peningkatan pengetahuan dari seluruh pemangku kepentingan di bidang
kesehatan jiwa.
3. Terselenggaranya pelayanan kesehatan jiwa yang bekualitas di setiap
tingkat layananmasyarakat.
4. Tersedianya skema pembiayaan yang memadai untuk semua bentuk
upaya kesehatan jiwa di tingkat pusat maupun daerah.
5. Tercapainya kerjasama dan koordinasi lintas sektor di bidang upaya
kesehatan jiwa.
6. Terselenggaranya sistem monitoring dan evaluasi di bidang upaya
kesehatan jiwa
b. Penangulangan Pemasungan
1. menyediakan fasilitas rehabilitasi ODGJ serta
2. menyediakan anggaran dalam penanganan ODGJ
3. menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam pencegahan kekambuha
bagi ODGJ.
4. meningkatkan upaya promotif bagi masyarakat dalam hal kesehatan jiwa
agar masyarakat mengetahui masalah kesehatan jiwa, dilakukannya
berbagai upaya untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan jiwa,
menghargai dan melindungi ODGJ, serta memberdayakan ODGJ.
REFERENSI

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2000). Synopsis of


Psychiatry. New York : Williams and Wilkins

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of


Psychiatric Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.

Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen (1998). Keperawatan Jiwa :


buku saku. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai