Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu aksilar lebih dari 37,5C, suhu rektal lebih dari 38C) akibat suatu

proses ekstrakranium, tanpa adanya infeksi pada sistem saraf pusat, gangguan

elektrolit, atau metabolik lain.1,17 Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada

anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada

anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan

kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.6

Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam

sederhana dan kejang demam kompleks.3,17 Setelah kejang demam pertama, 33%

anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan 9% anak mengalami

rekurensi 3 kali atau lebih.4 Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila

anaknya mengalami kejang demam, karena setiap kejang demam kemungkinan

dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak.Hampir 62,2% kemungkinan

kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum

usia 12 tahun dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12

tahun.Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan

prediksi untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka

kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 5 %. 2Prognosis kejang demam baik,

namun bangkitan kejang demam masih membawa kekhawatiran yang sangat bagi

orang tua.5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu aksilar lebih dari 37,5C, suhu rektal lebih dari 38C) akibat suatu

proses ekstrakranium, tanpa adanya infeksi pada sistem saraf pusat, gangguan

elektrolit, atau metabolik lain.Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6

bulan 5 tahun.Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian

kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.Kejang disertai

demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami

kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau

epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1,17

2.2 Etiologi

Penyebab kejang demam adalah demam yang terjadi secara mendadak.

Demam dapat disebabkan infeksi bakteri, virus, maupun parasit, misalnya infeksi

saluran napas atas. Tidak diketahui secara pasti mengapa demam dapat

menyebabkan kejang pada satu anak dan tidak pada anak lainnya, namun diduga

ada faktor genetik yang berperan. Setiap anak juga memiliki suhu ambang kejang

yang berbeda, ada yang kejang pada suhu 38C, ada pula yang baru mengalami

kejang pada suhu 40C.7

2.3 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. 1Anak

laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,21,6:1. Lebih

dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun.
Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan

sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada

usia 18 bulan.6 Hampir 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90

anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100

anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.Kejang demam kompleks dan

khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya

epilepsi.Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian

hari sekitar 2 5 %.2 Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam

berkisar 2%-5%.Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila

dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam

berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.6

Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko

yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam. Keluarga dengan riwayat

pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam

pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative).

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang

demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal

dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.Bila kedua orang tuanya tidak

mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam, maka risiko terjadi kejang

demam hanya 9%.Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah

menderita kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang

demam 20%-22%.Apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai

riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan
kejang demam meningkat menjadi 59%-64%. Kejang demam diwariskan lebih

banyak oleh ibu dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.6,16

2.4 Patofisiologi

Tujuan dari pengaturan suhu adalah mempertahankan suhu inti tubuh

sebenarnya pada set level sekitar 36,5 37,5C. Berbeda dengan hipertermia

pasif, set level meningkat ketika demam. Demam terutama terjadi pada infeksi

sebagai reaksi fase akut dan terdapat hubungannya untuk mengatasi infeksi

tersebut.9 Demam dapat disebabkan infeksi bakteri, virus, maupun parasit,

misalnya infeksi saluran napas atas. Tidak diketahui secara pasti mengapa demam

dapat menyebabkan kejang pada satu anak dan tidak pada anak lainnya, namun

diduga ada faktor genetik yang berperan. Setiap anak juga memiliki suhu ambang

kejang yang berbeda, ada yang kejang pada suhu 38C, ada pula yang baru

mengalami kejang pada suhu 40C.7

Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang

kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada

kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh

satu derajat Celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10%-15%,

sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan

kebutuhan glukosa dan oksigen.Demam tinggi dapat mengakibatkan hipoksia

jaringan termasuk jaringan otak.9

Pada keadaan metabolisme di siklus kreb normal, satu molekul glukosa

akan menghasilkan 38 ATP. Sedangkan pada keadaan hipoksia jaringan

metabolisme berjalan anaerob, satu molekul glukosa hanya akan menghasilkan 2

ATP. Pada keadaan hipoksia akan terjadi kekurangan energi dan mengganggu
fungsi normal pompa Na+ serta reuptake asam glutamat oleh sel g1ia. Kedua hal

tersebut mengakibatkan masuknya Na+ ke dalam sel meningkat dan timbunan

asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan

peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ sehingga semakin

meningkatkan ion Na+ masuk ke dalam sel. Ion Na+ ke dalam sel dipermudah pada

keadaan demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion

terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel

tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga

membran sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak

neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. Berdasarkan uraian

tersebut dapat disimpulkan bahwa demam tinggi dapat mempengaruhi perubahan

konsentrasi ion natrium intraselular akibat Na+ influx sehingga menimbulkan

keadaan depolarisasi, disamping itu demam tinggi dapat menurunkan kemampuan

inhibisi akibat kerusakan neuron GABA-nergik. 10,13

Pada keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat

merupakan reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai

inhibitor kurang aktif, sehingga pada otak yang belum matang eksitasi lebih

dominan dibanding inhibisi.14 Corticotropin releasing hormon (CRH) yang

merupakan salah satu eksitator neuropeptid, berpotensi sebagai prokonvulsan.

Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi, sehingga berpotensi

untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.13 Mekanisme

homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan berubah sejalan dengan

perkembangan otak dan pertambahan umur, oleh karena pada otak belum matang

neural Na+/K+ATP ase masih kurang. Pada otak yang belum matang regulasi ion
Na+, K+, dan Ca++ belum sempurna,sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi

pasca depolarisasi dan meningkatkan eksitabilitas neuron. Eksitator lebih dominan

dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara eksitator dan

inhibitor.Oleh karena itu, pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas

neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut

sebagai developmental window sehingga rentan terhadap bangkitan kejang.6,13

Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko

yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam.Keluarga dengan riwayat

pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam

pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative).

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang

demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal

dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.Bila kedua orangnya tidak mempunyai

riwayat pernah menderita kejang demam, maka risiko terjadi kejang demam hanya

9%.Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita

kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam 20%-

22%.Apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah

menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam

meningkat menjadi 59%-64%. Kejang demam diwariskan lebih banyak oleh ibu

dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.6,16

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 interaksi faktor sebagai

penyebab kejang demam, yaitu: 1) imaturitas otak dan termoregulator, 2) demam,

dimana kebutuhan oksigen dan metabolisme meningkat, 3) predisposisi genetik.17

2.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Secara klinis, klasifikasi kejang demam ada dua yaitu: kejang demam

sederhana (Simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (Complex febrile

seizure) keduanya memiliki prognosis dan kemungkinan rekurensi.


Kejang demam sederhana :

kejang demam yang lama kejangnya yang berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit,

tidak berulang dalam 24 jam

Kejang berbentuk umum, tonik, dan atau klonik, tanpa gerakan

fokal, anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang.



Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang

demam.1,2
(UI,2014)
Kejang demam kompleks adalah

kejang demam yang lama,

lebih dari15 menit,

dapat bersifat fokal, multipel, atau parsial satu sisi, atau kejang

umum didahului kejang parsial,



serta berulang, atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang

Kejang ini terjadi pada 16% kejang demam.2,6
(UI, 2014)
Umumnya kejang demam pada anak berlangsungpada permulaan demam

akut, berupa serangan kejangumum atau tonik klonik, singkat dan tidak adatanda-

tanda neurologi post iktal.Bentuk kejang umum yang sering dijumpai adalah mata

mendelik atau terkadang berkedip-kedip, kedua tangan dan kaki kaku, terkadang

diikuti kelojotan, dan saat kejang anak tidak sadar tidak memberi respons apabila

dipanggil atau diperintah. Setelah kejang anak sadar kembali.7


2.6 Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik diperlukan untuk menunjang

diagnosis dalam kejang demam serta memilih pemeriksaan penunjang yang

terarah dan tatalaksana berikutnya. Anamnesis dimulai dari menanyakan identitas

pasien, riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang (riwayat penyakit


sekarang), riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, ekonomi,

psikososial, prenatal, dan perinatal.6,8 Kejang demam terjadi pada anak kurang dari

5 tahun, kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak

termasuk dalam kejang demam, bangkitan kejang yang terjadi berlangsung akibat

kenaikan suhu tubuh (suhu aksilar lebih dari 37,5C, suhu rektal lebih dari 38C)

pada suatu proses ekstrakranium. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa

demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 1

Selain itu pada anamnesis, frekuensi dan lamanya kejang sangat penting

untuk diagnosis serta tata laksana kejang.Ditanyakan kapan kejang pertama kali

terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah sebelumnya, bila

sudah pernah, berapa kali dan waktu anak berumur berapa.Sifat kejang juga perlu

ditanyakan, apakah kejang bersifat tonik, klonik, umum, atau fokal.Ditanyakan

pula lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran saat kejang dan pasca

kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh,

penurunan kesadaran, kemunduran kepandaian, penyebab demam di luar sistem

saraf pusat (gejala infeksi saluran pernafasan akut, infeksi saluran kemih, otitis

media akut, dan sebagainya).15

Faktor-faktor lain yang berperan dalam risiko terjadinya kejang demam

selain faktor demam dan usia, adalah riwayat tumbuh kembang, riwayat apakah

pernah terjadi kejang demam dan epilepsi pada keluarga terdekat (first degree

relative) yaitu kedua orang tua ataupun saudara kandung, riwayat prenatal (usia

saat ibu hamil), serta riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat

lahir rendah).6
Pemeriksaan fisik dimulai dari keadaan umum dan tingkat kesadaran

apakah terdapat penurunan kesadaran.Kemudian dilanjutkan dengan tanda-tanda

vital seperti suhu tubuh, tekanan darah (bila dapat dilakukan), frekuensi nadi dan

pernafasan dalam satu menit. Lihat pula apakah ada tanda-tanda rangsang

meningeal, pemeriksaan nervus kranial, tanda peningkatan tekanan intra kranial

(ubun-ubun besar menonjol, papil edema), tanda-tanda infeksi di luar sistem saraf

pusat (ISPA, ISK, OMA, dan sebagainya), serta pemeriksaan neurologis.15

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab

kejang demam.Pemeriksaan dapat meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap,

gula darah, elektrolit, urinalisis, dan biakan darah, urin, atau feses. Pemeriksaan

serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan

meningitis.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.Jika yakin bukan

meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.Pemeriksaan

electroenchepalography (EEG) tidak direkomendasikan, namun EEG masih dapat

dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.Misalnya kejang demam kompleks

pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Pencitraan (CT

Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi, misalnya kelainan

neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi

struktural di otak (mikroensefali).17

2.7 Diagnosis Banding

2.7.1 Meningitis

Meningitis merupakan peradangan dari meningen (selaput otak). Radang

dapat disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus, atau juga mikroorganisme lain.
Peradangan ini dapat meluas melalui ruang sub arakhnoid, otak, medulla spinalis,

dan ventrikel. Penyakit ini seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas

atau saluran cerna seperti demam, batuk, diare, pilek, dan muntah.21Gejala umum

dari meningitis adalah sakit kepala yang hebat disertai demam, meningismus

dengan atau tanpa penurunan kesadaran, iritabilitas, letargi, malaise, kejang, dan

muntah merupakan hal yang sangat sugestif dari meningitis tetapi tidak ada

satupun gejala yang khas. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia,

misalnya anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh sakit kepala. Pada bayi gejala

hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, dan high pitched cry.Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan ubun-ubun besar yang menonjol, kaku kuduk

positif, atau tanda rangsang meningeal yang lain (Brudzinki dan Kernig), kejang,

defisit neurologis yang lain. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan

pada anak kurang dari satu tahun.20

2.7.2 Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan otak setempat

(lokal) atau seluruhnya (difus) yang dapat disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, dan protozoa).Namun penyebab tersering

dan terpenting adalah virus.Ensefalitis berbeda dengan meningitis (radang selaput

otak) dalam hal penyebab dan proses terjadinya penyakit. Namun, ensefalitis

sering disertai oleh peradangan selaput otak sehingga disebut sebagai

meningoensefalitis.20Gejala ensefalitis akut bervariasi. Gejalanya mulai demam

tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia, dapat terjadi penurunan

kesadaran dengan cepat, kejang yang bersifat umum atau fokal, dapat berupa

status konvulsivius, dapat ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial


(muntah proyektil, rewel, ubun ubun menonjol, menangis terus menerus dan

lebih buruk jika digendong, dan sakit kepala hebat yang dapat dirasakan pada

anak yang lebih besar), perubahan perilaku atau kepribadian, nyeri atau kaku

leher, nyeri kepala, silau (fotofobia), penurunan kesadaran, dan kejang.22

2.8 Penatalaksanaan

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar

jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk

mencegah aspirasi.Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga

berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus

dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.Keadaan dan kebutuhan cairan,

kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan

kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik.2

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Indikasi rawat inap apabila ada salah satu kriteria

sebagai berikut: 1) saat kejang demam terjadi pada usia dibawah 6 bulan, 2)

terjadi hiperpireksia, 3) merupakan kejang demam yang pertama kali, 4)

merupakan kejang demam kompleks, dam 5) terdapat kelainan neurologis. 17 Saat

ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermitten pada saat demam berupa:

1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko

terjadinya kejang demam , namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa

antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah


10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali, atau

Ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun

jarang, asam asetil salisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada

anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak

dianjurkan.1

2. Antikonvulsan

Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis

diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgbb perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang

praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.

Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk

anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih

dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3

tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.1

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke

rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-

0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang

dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,

dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti,

pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.1

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula

dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu tubuh > 38C.

Dosis tersebut cukup tinggi dan memiliki efek samping dapat menyebabkan

ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. 1 Saat ini

diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena

diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara

intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat.2


Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan

intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan

1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2

mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam

akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya

pada sistem syaraf pusat cukup baik. Namun efek terapinya masih kurang bila

dibandingkan dengan diazepam intravena.18

3. Obat jangka panjang atau rumatan

Indikasi pemberian obat rumatan hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): 1

Kejang lama > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumatan atau jangka panjang dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam >4 kali per tahun

Penjelasan:
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumatan.

Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumatan.

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan:17

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa

kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek

samping, maka pengobatan rumatan hanya diberikan terhadap kasus selektif

dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama

yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan

fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan

fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama

1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
2.9 Pencegahan
Disarankan edukasi kepada orang tua, jika anak menderita demam jangan

sampai menjadi demam tinggi yang dapat memicu bangkitan kejang demam, dan

dapat mengurangi kecemasan orang tua.Hal ini untuk menurunkan morbiditas,

juga untuk menghindarkan adanya dampak buruk bangkitan kejang demam pada

anak.6 Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya akan

meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya

menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik,

memberitahukan cara penanganan kejang, memberikan informasi mengenai

kemungkinan kejang kembali, pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang

efektif tetapi harus diingat adanya efek samping. Beberapa hal yang harus

dikerjakan bila kembali kejang: 1,6

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama anak selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.

2.10 Prognosis dan Komplikasi


Prognosis kejang demam umumnya baik, namun demam tinggi yang dapat

memicu bangkitan kejang demam masih dapat menimbulkan morbiditas dan

dampak buruk pada anak.6 Berbagai morbiditas dan dampaknya adalah.1


1) Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam akan berulang

kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam

adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan,
temperatur yang rendah saat kejang, dan cepatnya kejang setelah demam.

Bila seluruh faktor tersebut ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.Kemungkinan berulangnya

kejang demam paling besar adalah pada tahun pertama.


2) Faktor risiko terjadinya epilepsi. Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi

di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah: kelainan

neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama,

kejang demam kompleks, dan riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara

kandung. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan

kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%.Kemungkinan

menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada

kejang demam.
3) Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian

kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal

pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan

ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang

baik umum atau fokal.

DAFTAR PUSTAKA
Unit Kerja Koordinasi Neurologi. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan ke Dua. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI.

Melda Deliana. 2002. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri,

vol. 4, no. 2, hal: 59-62.

Lewis DW. 2011. Neurologi: Kejang (Serangan Paroksisimal). Dalam Ilmu

Kesehatan Anak Essensial Nelson. Edisi Keenam. Oleh Marcdante KJ,

Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Singapore: Elsivier. hal. 736-743

Reza M, Eftekhaari TE, Farah M. 2008. Febrile Seizures: Faktors Affecting Risk

of Recurrence. J Pediatr Neurol, vol. 6, page: 341-344.

Knudsen FU. 2000. Febrile Seizures: Treatment and Prognosis. Epilepsia, vol.

41, page: 2-9.

Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam

pada Anak. Sari Pediatri, vol. 12, no. 3, hal: 142-149.

Soebandi, A. 2014. Kejang Demam Tidak Seseram yang Dibayangkan.

Diunduh tanggal 10 Maret 2015.http://idai.or.id/public-articles/klinik/keluhan-

anak/kejang-demam-tidak-seseram-yang-dibayangkan.html

Sibernagl, S. 2007. Suhu, Energi: Demam. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 20-22.

Murray, R.K., Granner D.K 2003. Membran: Struktur, Susunan, Dan Fungsinya,

Dalam Murray R.K., Dkk. Biokimia Harper. 25th. Ed Terjemahan oleh:

Hartono, Andry. Jakarta Indonesia: EGC. Hal: 501-504.


Chen Y, Beder RA, Baram TZ. 2001. Novel And Transient Populations Of

Corticotrophin Releasing Hormone Expressing Neurons In Developing

Hippocampus Suggest Unique Functional Roles: A Quantitative

Spatiotemporal Analysis. J Neurosc In Press.

Berg AT. Recurrent Febril Seizures in Baram FZ, Sinnar S. 2002.Febril Seizures.

San Diego: Academic Pres. page.37-49.

Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. 2013. Diagnosis Fisik pada anak.

Jakarta: Penerbit Sagung Seto. Hal: 1-17.

Menkes JH, Sankar R. 2000. Paroxysmal Disorders in Child Neurology. 6th Ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins JR. page. 987-91.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Kejang Demam. Pedoman Pelayanan Medis.

hal: 150-153.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Ensefalitis. Pedoman Pelayanan Medis. hal:

67-69.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Meningitis Bakterial. Pedoman Pelayanan

Medis. hal: 189-192.

Lewis DW. 2011. Neurologi: Meningitis. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Essensial

Nelson. Edisi Keenam. Oleh Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB,

Behrman RE. Singapore: Elsivier. hal. 736-743.

Anda mungkin juga menyukai