Landasan Teori
Sansekerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
mengenai kebudayaan adalah mencakup semua yang didapat atau dipelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat yang meliputi segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perikelakuan normatif yang mencakup segala cara atau pola pikir, merasakan, dan
bertindak.
benda- benda fisik. Sebagai contoh bangunan- bangunan megah seperti Candi
Borobudur, benda- benda bergerak seperti kapal tangki, komputer, piring, gelas,
dan lain- lain. Sebutan khusus bagi kebudayaan dalam wujud konkret ini adalah
kebudayaan fisik.
tindakan yang berpola. Sebagai contoh menari, berbicara, tingkah laku dalam
memperlakukan suatau pekerjaan, dan lain- lain. Hal ini merupakan pola-pola
gagasan. Wujud gagasan dari kebudayaan ini berada dalam kepala tiap individu
Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola dan berdasarkan sistim tertentu
4. Lingkaran yang letaknya paling dalam dan merupakan inti dari keseluruhan
gagasan- gagasan yang telah dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak
usia dini, dan karena itu sangat sukar diubah. Istilah untuk menyebut unsur- unsur
kebudayaan yang merupakan pusat dari semua unsur yang lain itu adalah nilai-
nilai budaya.
atau Culture Contact). Ini semua menyangkut konsep mengenai proses sosial yang timbul
apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-
unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur- unsur asing itu lambat laun diterima
kebudayaan itu.
Proses akulturasi memang sudah ada sejak dulu kala, tetapi proses akulturasi
dengan sifat yang khusus baru ada ketika kebudayaan- kebudayaan bangsa- bangsa Eropa
Barat mulai menyebar ke daerah- daerah lain di muka bumi pada awal abad ke-15 dan
14
Amerika Utara dan Amerika Latin. Mereka membangun pusat- pusat kekuatan di
berbagai tempat di sana yang menjadi pangkal dari pemerintah- pemerintah jajahan, dan
yang berakhir pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 mencapai puncak kejayaan.
Arti dari kata asimilasi menurut Koentjaraningrat (2005: 160) adalah suatu proses
sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan
yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif , sehingga sifat khas dari unsur-
unsur kebudayaan golongan- golongan itu masing- masing berubah menjadi unsur- unsur
kebudayaan campuran.
2. Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga
khasnya, dan juga unsur- unsurnya masing- masing berubah wujudnya menjadi
Biasanya suatu proses asimilasi terjadi antara suatu golongan mayoritas dan
golongan minoritas. Dalam peristiwa seperti itu biasanya golongan minoritas yang
berubah dan menyesuaikan diri dengan golongan mayoritas, sehingga sifat- sifat khas
dari kebudayaan lambat- laun berubah dan menyatu dengan kebudayaan golongan
mayoritas.
15
2.1.3 Teori Politik Kebudayaan.
Menurut S. Hall dalam Storey (2003) adanya kaitan- kaitan Cultural Studies
kebutuhan akan perubahan dan representasi dari kelompok- kelompok sosial yang
terpinggirkan, terutama representasi yang menyangkut klan, gender, dan ras. Yang
2. Seluruh praktik, institusi dan sistim klasifikasi yang tertanam dalam nilai- nilai
3. Pelbagai kaitan antara bentuk- bentuk kekuasaan, gender, ras, klan dan
kekuasaan yang bisa digunakan oleh agen- agen dalam mengejar perubahan.
4. Pelbagai kaitan wacana di luar dunia dan akademis dengan gerakan- gerakan
sosial dan politik, para pekerja di lembaga- lembaga kebudayaan dan manajemen.
3. Pergantian barang buatan tangan dan sistem pabrik pra modern menjadi produksi
4. Pendidikan massa.
16
6. Kebebasan (Liberation).
Modernisasi pada kenyataannya menjadi sinonim dengan westernisasi. Bagi orang Jepang
berbicara mengenai Eropa dan Jepang adalah hal yang mengenai negara mereka sendiri
dalam hubungannya dengan beberapa negara Barat yang menjadikan negara Barat
Dari enam elemen konsep modernisasi menurut Kuwabara (1983) yang akan
penulis pakai dalam menganalisis bab 3 adalah elemen nomer 3. Elemen tersebut adalah
pergantian barang buatan tangan dan sistem pabrik pra modern menjadi produksi pabrik
sebuah proses perubahan dari suatu masyarakat yang sebelumnya telah memiliki
dalam bidang industri, teknologi, hukum, politik, ekonomi, gaya hidup, bahasa, agama,
bahwa westernisasi juga dapat diartikan sebagai proses akulturasi. Akulturasi adalah
perubahan yang terjadi di dalam suatu masyarakat dimana terdapat dua grup berbeda
yang membaur menjadi satu kebudayaan baru. Secara khusus, westernisasi lebih
17
2.3 Teori Persamaan Derajat Manusia
manusia bukan buatan manusia, jadi manusia juga tidak membuat dibawah manusia.
Selain itu mengenai persamaan derajat manusia Fukuzawa (1985: 60) juga
mengatakan bahwa:
Heaven never created a man above another nor a man below another, it is said.
Therefore, when people are born, heavens idea is that all should be equal to all
others without distinction of high and low or noble and mean, and that they
should all work with their bodies and minds with a dignity deserving of the lords
of creation, which they are, and make use of all things in the world to satisfy their
needs in clothing, food, and dwelling, freely but without interfering with others.
Langit tidak menciptakan manusia dengan derajat/ kedudukan yang satu diatas
yang lain, ataupun yang satu dibawah yang lain. Oleh karena itu ketika manusia
lahir, pemikiran langit adalah semua kedudukannya harus sama dengan yang lain
tanpa adanya perbedaan antara yang tinggi dan rendah atau orang bangsawan
dengan orang biasa, dan mereka harus bekerja dengan tubuh dan pikiran mereka
dengan rasa bangga sebagai makhluk ciptaan tuhan dan mendayagunakan seluruh
potensi yang terdapat di bumi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan sandang,
pangan dan papan secara bebas tanpa mengganggu pihak lain.
Konsep masyarakat Jepang pada era Taisho merupakan peristiwa sejarah yang
terjadi pada masa itu yang mempengaruhi perubahan Kimono. Berbagai macam peristiwa
sejarah yang terjadi pada era Taisho penulis kutip dari berbagai macam sumber, kutipan
1. Konsep mengenai terlibatnya Jepang dalam Perang Dunia I menurut Rosidi (1981:
20):
18
kepulauan Pasifik di sebelah selatan yang di sewa Jerman. Sementara itu situasi
dalam negri mengalami ketegangan, yaitu ketegangan antara pemerintah dengan
Diet yang kian memuncak. Selain itu juga pada tahun 1923 terjadi gempa bumi
yang menghancurkan seluruh kota Yokohama dan setengah kota Tokyo
2. Konsep mengenai penerapan pemikiran Barat di era Taisho menurut Surajaya (2001):
3. Konsep mengenai adanya Boxy Style Obi di era Taisho menurut Stevens, dan
The ideal body of the Western woman in the early 20th century was S- curve.
How ever, a very subtle penetration of this idealized form did occur in the shape
of ladies Wafuku even as Japanese women determined not to wear Western style
dress. During this time period, a Boxy style of Obi came into style, which is worn
higher, and the shape is larger. Thus the Kimono silhouette was very similar to the
idealized Western silhouette.
Bentuk ideal tubuh bagi wanita Barat pada awal abad 20 adalah yang menyerupai
lekuk huruf S. Bagaimanapun juga masuknya budaya Barat yang secara perlahan
mempengaruhi bentuk pakaian wanita Jepang, meskipun sebagai wanita Jepang
tidak menetapkan untuk memakai pakaian ala Barat. Selama periode ini Obi
dengan gaya Boxy menjadi tren, dimana pemakaian Obi menjadi lebih tinggi, dan
bentuk yang lebih lebar. Bayangan bentuk Kimono seperti ini sangat menyerupai
dengan bayangan idealnya pakaian Barat.
4. Konsep mengenai pakaian seragam sekolah pria di era Taisho menurut The Free
Model seragam sekolah anak laki- laki ditiru dari model seragam tentara
Angkatan Darat. Seragam anak sekolah juga menggunakan model kerah berdiri
yang mengelilingi leher dan tidak jatuh kepundak. (Stand up Collar) persis model
kerah seragam tentara Angkatan Darat Inggris.
19
5. Konsep mengenai pakaian seragam sekolah wanita di era Taisho menurut The Free
Selain itu juga mengenai pakaian seragam sekolah wanita, penulis mengutip dari
The reason for these militaristic uniforms (apart from the fact that they look
Kawaii, an important factor in Japan) goes back to the 19th century, when Japan
was opening up to Western ideas, and had decided that modernising the country to
western standards was first priorty. Japan had close ties to European countries like
Germany, Holland and Britain, and the first sailor suits atau (Sailor Fuku) were
modelled after the British Royal Navy uniform.
Yang menjadi alasan seragam bergaya militer (bagian dari kenyataan bahwa
mereka terlihat cantik, yang merupakan faktor penting di Jepang) kembali ke awal
abad ke-19 ketika Jepang membuka diri dari pemikiran Barat sebagai standar
prioritas. Jepang memiliki ikatan yang kuat dengan negara Eropa seperti Jerman,
Belanda dan Inggris. Pakaian Sailor pertama (Sailor Fuku) merupakan model dari
seragam Angkatan Laut Inggris.
20