Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi
tetapi berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan
manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat
dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya
memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi,
tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat
jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi
sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan
hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana
kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali
dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang
dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan
penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang
dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini
krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak
dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ
lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan
diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada
gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang penting
diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid,
terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa penertian dari krisis tiroid?
2. Apa sajakah etiologi dari krisis tiroid?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis dari krisis tiroid?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari krisis tiroid?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan dari krisis tiroid?
6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
7. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada krisis tiroid?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan dari krisis tiroid?
9. Bagaimanakah contoh kasus pada krisis tiroid?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari krisis tiroid?
2. Mengetahui etiologi dari krisis tiroid?
3. Mengetahui manifestasi klinis dari krisis tiroid?
4. Mengerti patofisiologi dari krisis tiroid?
5. Memahamipenatalaksanaan dari krisis tiroid?
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
7. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada krisis tiroid?
8. Mengerti asuhan keperawatan dari krisis tiroid?
9. Mengerti contoh kasus pada krisis tiroid?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan atau mencetuskan krisis tiroid adalah:
a. Penyakit-penyakit khusus yang dapat menyebabkan hipertiroidisme
meliputi penyakit graves, hipertiroidisme eksogen, tiroititis, goiter
nodular toksik, dan kanker tiroid
b. Obat-obatan dalam prosedur radiografi atau amiodaron (obat
antidisritmia) dapat mencetuskan terjadinya status tirotoksik.
2) Beta bloker
3) Narkotik anastetik
4) Alcohol, antidepresn trisiklik
5) Terapi glukortikoid
6) Terapi insulin
7) Diuretic tiasin
8) Fenitoin
9) Agen-agen kemoterapi
10) Agen-agen antiinflamasi nonsteroid
b. Hiperaktivitas adrenergik
Meski hormone tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi,
Penelitian menunjukan bahwa kadar kaekolamin selama krisis tiroid
berada dalam batas normal. Masih belum diketahui pasi apakah efek
hipersekresi hormone tiroid dan atau peningkatan katekolamin
menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Interaksi
tiroid-katekolamin meningkatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia,
konsumsi nutrient, dan oksigen, meningkatkan produksi panas,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolic.
c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan
Dengan lipolysis yang berlebihan peningkatan jumlah asam lemak
mengoksidasi dan menghasilkan energy panas yang berlimpah yang sulit
untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energy panas ini bukan
berbentuk adenosine trifosfat pada tingkat molecular dan juga tidak dapat
digunkan oleh sel (Hudak & Gallo, 1996).
3. Manifestasi klinis
Menutur Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis dari krisis tiroid, yaitu:
a. Takikardia
b. Hipertermia
c. Takipnea
d. Hiperkalsemia
e. Metabolic Asidosis
f. Kolaps kardiovaskular karena syok kardiogenik, hipovolemia, aritmia
jantung
g. TK tertekan
h. Labilitas emosional
i. Psikosis
j. Hiporefleksia
gejala ini trutama disertai deman lebih dari 100 derajat F, takikardi yang tidak
sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP),
merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf pusat termasuk
agitasi, kejang, atau koma.
4. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat
dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding
globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi
dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon
tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid
dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin
(Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang
diperantarai oleh 3,5-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain
itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
7
5. Pathway
Produksi hormone
tiroid meningkat
penurunan curah
jantung
9
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek
perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
1) Koreksi hipertiroidisme
a) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau
metimazol. PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang
NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250
mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4
jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
b) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan
dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan
dosis terbagi 4.
c) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
d) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila
dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.
e) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total).
2) Menormalkan dekompensasi homeostasis
a) Terapi suportif
(1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati
10
7. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri coroner, jika tidak diobati dapat
menyebabkan angina pectoris dan infark miokardium, gagal jantung konestif,
kolaps kardiovaskular, koma dan kematian (Hudak & Gallo, 1996).
8. Pemeriksaan penunjang
Tes lab spesifik dilakukan untuk mendiagnosis dan memonitor
perkembangan penyakit tiroid. Sebagai perawat, penting untuk mengingat
bahwa pengobatan tertentu dapat mengganggu hasil tes tiroid, seperti
heparin, dopamine, dan kortikosteroid. Tes tiroksin bebas (free T4) dan TSH
(yang dilepaskan oleh kelenjar pituitary anterior) adalah dua tes lab utama
yang direkomendasikan oleh American Thyroid Association. (Cynthia Lea
Tery & Aurora Weaver, 2013)
Alarm Keperawatan
Tiga poin berikut ini harus ditekankan: (1) Dosis tinggi kortikosteroid dan
infuse dopamine dapat menekan level TSH. (2) Hormon tiroid meningkatkan
metabolism kolesterol. Dengan demikian, orang dengan hipertiroidisme
cenderung memiliki level serum kolesterol yang rendah, sementara orang
dengan hipotiroidisme cenderung memiliki level serum kolesterol yang
tinggi. (3) Hasil tes tidak bias dijadikan kesimpulan pada pasien yang kritis
karena stress akibat penyakit mengganggu produksi dan regulasi hormone
normal.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive yang menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi untuk menghasilkan citraan kelenjar tiroid. Kista, massa, dan
pembesaran kelenjar tiroid dapat dideteksi.
Biopsy jarum halus (free-needle-biopsy) Alat diagnostic yang dipilih
untuk mengevaluasi massa tiroid atau mendeteksi keganasan nodul tiroid.
Sitologi materi yang dibiopsi akan menunjukkan hasil positif kanker bahkan
jika tes tiroid sebelumnya menunjukkan hasil normal. (Cynthia Lea Tery &
Aurora Weaver.2013)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan status metabolik berkaitan dengan hipertermia dan kehilangan
pengatuturan suhu tubh
b. Penurunan Curah Jatung yang berhubungan dengan peningkatan kerja
jantung sekunder akibat peningkatan aktivitas adrenergik; Kekurangan
Volume Cairan sekunder akibat peningkatan metabolism dan diaforesis.
c. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
interkosta
d. ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan peningkatan metabolism.
(Susan B. Stillwell. 2011)
Intervensi:
1) Pemantauan pasien
a) Pantau EKG secara kontinu untuk mengetahui adanya disritmia
atau FJ 140 kali/menit yang dapat berpengaruh buruk pada
20
Intervensi:
1) Pemantauan Pasien
a) Pantau saturasi oksigen secara kontinu dengan oksimetri nadi
(SpO2). Pantau aktivitas pasien dan intervensi yang dapat
berpengaruh buruk pada saturasi oksigen.
b) Pantau EKG secara kontim]nu untuk mengetahui adanya
disritmia yang mungkin berhubungan dengan hipoksemia atau
ketidakseimbangan asam-basa.
2) Pengkajian Pasien
a) Kaji status pernafasan: catat frekuensi, irama, dan kedalaman
pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Observasi adanya
pola nafas paradoksikal dan peningkatan kegelisahan,
peningkatan keluhan dispnea dan perubahan tingkat kesadaran,
sianosis merupakan tanda akhir gawat nafas.
b) Kaji pasien untuk mengitahui perkembangan sekuele klinis.
3) Pengkajian diagnostik
a) Tinjau GDA serial untuk mengevaluasi oksigenasi dan
keseimbangan asam-basa.
b) Tinjau radiograf dada serial untuk mengetahui adanya kongesti
paru.
4) Penatalaksanaan Pasien
a) Berikan oksigen tambahan sesuai instruksi.
b) Ubah posisi pasien untuk memperbaiki oksigenasi dan
memobilisasi sekresi. Evaluasi respon pasien terhadap
perubahan posisi dengan menggunakan SpO2 atau GDA guna
menentukan posisi terbaik untuk oksigenasi.
c) Jika kondisi hemodinamik pasien stabil, berikan higiene paru
untuk mencegah komplikasi.
23
Intervensi:
1) Pemantauan pasien
Pantau perubahan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5-1
kg/hari) mengindikasikan ketidakseimbanagn cairan dan bukan
ketidakseimbanagn atara kebutuhan nutrisi dan asupan.
2) Pengkajian pasien
a) Kaji status GI: tidak adanya bising usus atau bising usus
hiperaktif, muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat
mengganggu absorbs nutrisi.
b) Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.
3) Pengkajian diagnostic
a) Tinjau kadar glukosa serum serial untuk mengetahui adanya
hiperglikemia karena hormone tiroid sirkulasi yang berlebihan
meningkatkan glikogenolisis dan menurunkan kadar insulin
b) Tinjau kadar albumin serum; hipoalbuminemia dapat
menunjukkan kerusakan otot.
c) Tinjau nitrogen urea urin (UUN) sesuai indikassi untuk
memperkirakan keseimbangan nitrogen.
4) Penatalaksanaan pasien
a) Lakukan hitung kalori untuk memberikan informasi tentang
keadekuatan asupan yang diperlukan untuk memenuhi
24
4. Implementasi
Dilaksanakan bersadarkan intervensi.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria hasil.
BAB III
TIJAUAN KASUS
1. Ny. A (47 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 maret 2015 dengan keluhan
lemas, panas dan dada berdebar. Ny. A juga mengeluh sering berkeringat,
sebelumnya pasien pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa hipertiroid.
Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat pembesaran di leher depan dan
dengan hasil TTV yaitu TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8C, RR:
24x/menit, BB 55 Kg
25
BAB IV
ASKEP PADA KASUS KRISIS TIROID
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. A No. Reg : 297468
Umur : 47 tahun Tgl. MRS : 20 maret 2015 (15.00 WIB)
Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : Krisis Tiroid
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Tgl Pengkajian : 22 maret 2015 (Jam 08.00 WIB)
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Sendang Rejo, Banjardowo, Jombang
2. Keluhan Utama
Ny. A mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat dan
dadanya berdebar
26
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A datang ke IGD dua hari yang lalu dengan keluhan lemas,
badannya panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada
pemeriksaan di dapatkan pembesaran pada leher depan, TD :
160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8C, RR: 24x/menit, BB 55
Kg
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. A pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis Hipertiroid
c. Riwayat penyakit keluarga
Ny. A mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita Hipertiroid
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Ny. A terlihat lemas dan berkeringat
5. Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Pernapasan
1) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan darah/cairan
keluar dari hidung
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung
2) Mulut
Inspeksi : Pucat
3) Leher
Inspeksi : Pembesaran kelenjar thyroid (+)
4) Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, sesak napas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), weezing (-)
b. Sistem Cardiovaskuler
1) Wajah
Inspeksi : Pucat
2) Mata
27
c. Sistem Pencernaan-Eliminasi
1) Mulut
Inspeksi : Pucat
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2) Lidah
Inspeksi : Warna putih, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3) Abdomen
Inspeksi : tidak ada Pembesaran
Auskultasi : Suara peristaltik usus 10x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
e. Sistem Neurologi
Inspeksi : pasien meringis karena pusing
f. Ekstremitas
1) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat,
28
2) Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat
6. Pemeriksaan Penunjang
-
7. Terapi Medis
-
B. Diagnosa Keperawatan
Tabel Analisa Data I
Symptoms Etiologi Problem
S: Hipertiroid Gangguan status
-Pasien mengeluh lemas, panas metabolik berkaitan
dan dada berdebar. dengan hipertermia
-Pasien juga mengeluh sering Aktivitas metablik dan kehilangan
berkeringat, meningkat pengaturan suhu tubh
Pasien mengatakan sebelumnya
pasien pernah masuk rumah sakit
dengan diagnosa hipertiroid. Kalor meningkat
O:
-terdapat pembesaran di leher Suhu tubuh meningkat
depan
-TTV yaitu TD : 160/90, Nadi :
140x/menit, Suhu : 38,8C, RR:
24x/menit,
29
-BB 55 Kg
S Kekurangan volume
Ny. A mengatakan badannya cairan
lemas, panas serta berkeringat
O:
Membran mukosa kering
Turgor kulit menurun
Wajah pucat
Nadi : 140x/menit
RR : 24x/ menit
Suhu : 38,5C
BB : 55 Kg
Intake : air putih, cairan IV
Output: BAB 2X, BAK
Masalah Keperawatan :
a. Gangguan status metabolik berkaitan dengan hipertermia dan kehilangan
pengatuturan suhu tubh dtandai dengan Pasien mengeluh lemas, panas dan
dada berdebar, Pasien juga mengeluh sering berkeringat, Pasien
mengatakan sebelumnya pasien pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa
hipertiroid, terdapat pembesaran di leher depan , TTV yaitu TD : 160/90,
Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg
b. Kekurangan volume cairan b/d diaphoresis d/d Membran mukosa kering
Turgor kulit menurun, Wajah pucat, Nadi : 140x/menit, RR : 24x/ menit,
Suhu : 38,5C , BB : 55 Kg, Intake : air putih, cairan IV, Output: BAB 2X,
BAK
30
C. Intervensi Keperawatan
Tgl Dx Tujuan Tindakan Rasional
I Setelah dilakukan Penentuan pasien
tindakan 1. Pantau suhu inti 1. (jika memungkinkan)
keperawatan selama secara kontinu untuk mengevaluasi
1x24 jam gangguan respon pasien terhadap
status metabolic terapi
2. Pantau TD secara
dapat teratasi dengan 2. karenan demam
kontinu
kriteria hasil : meningkatkan
TTV normal vasodilatasi perifer
yang dapaat
menyebabkan
Pengkajian pasien
hipotensi
3. Kaji pasien untuk
mengetahui adanya 3. menggigil dapat
diaforesis dan meningkatkan
mengigil kebutuhan metabolic
Penatalaksanaan pasien
4. Berikan asetaminofen
sesuai intruksi dan 4. Untuk membantu
31
4. Kaji status
kardiovaskular: bunyi
jantung tambahan (S3
merupakan tanda 4. Peningkatan JVP,
utama gagal jantung), bunyi krekels, dan
keluhan ortopnea atau pengisian kapiler yang
dispnea akibat lama menunjukkan
aktivitas fisik (DOE). terjadinya gagal
jantung, yang dapat
berlanjut menjadi
edema paru
5. Kaji status hidrasi peningkatan dispnea,
(mis; rasa haus, sputum yang berbusa).
membrane mukosa, Kaji adanya nyeri
turgor kulit) Kaji iskemia miokardium
pasien untuk pada pasien
mengetahui 5. Karena dehidrasi
perkembangan sekuele dapat menurunkan
klinis. volume sirkulasi lebih
Pengkajian deiagnostik lanjut dan
6. Tinjau pemeriksaan menyebabkan
tyroid jika dapat gangguan curah
dilakukan. jantung.
7. Tinjau kadar elektrolit
serum, glukosa serum,
dan kalsium serum 6. Menegakan diagosa
serial
Penatalaksanaan Pasien
8. Berikan cairan 7. Untuk mengevaluasi
intravena yang respons pasien
mengandung terhadap terapi.
dekstrosa sesuai
instruksi
8. Untuk mengoreksi
kekurangan cairan dan
9. Kurangi kebutuhan
33
D. Implementasi
Tgl
Dx Implementasi Respon Hasil Paraf
jam
I Penentuan pasien
1. Pantau suhu inti secara 1. Suhu : 38,2 derajat
kontinu
2. Pantau TD secara kontinu 2. TD : 160/90 mmHg
Pengkajian pasien
3. Kaji pasien untuk 3. Pasien tampak
mengetahui adanya diaforesis menggigil dan
dan mengigil berkeringat
Penatalaksanaan pasien
4. Berikan asetaminofen sesuai 4. Pasien kooperatif,
intruksi dan evaluasi respon suhu tubuh menurun
pasien dari 38,2 menjadi 37,5
5. Berikan agens farmakologi C
antitiroid sesua dengan yang
diresepkan : 5. Pasien kooperatif
6. Berikan tindakan dalam pemberian obat
kenyamanan, dengan 6. Pasien selalu
memeriksa adanya diaphoresis mengganti pakaian jika
pada pasien dan mengganti telah basah dengan
pakaian pasien dan seprai berkeringan dan seprai
sesuai kebutuhan. selalu diganti jika sudah
34
basah
II Pemantauan pasien
1. Pantau EKG secara kontinu. 1. EKG normal
2. Pantau saturasi oksigen 2. Saturasi oksigen 98 %
secara kontinu dengan
oksimetri nadi (Sp02).
3. Pantau status volume cairan: 3. Pasien baru kencing 4
ukur haluaran urine setiap x selama dirawat di
jam, dan tentukan rumah sakit. BB pasien
keseimbangan cairan setiap 8 tetap 55 kg
jam. Bandingkan berat badan
serial;
Pengkajian Pasien
4. Kaji status hidrasi (mis; rasa 4. Turgor kulit baik,
haus, membrane mukosa, membrane mukosa bibir
turgor kulit) lembab, pasien tidak
Pengkajian deiagnostik mengeluh haus
5. Tinjau pemeriksaan tyroid 5. Terdapat pembesaran
jika dapat dilakukan. kelenjar tiroid
6. Tinjau kadar elektrolit serum, 6. Kadar elektrolit tidak
glukosa serum, dan kalsium dalam rentang normal
serum serial
Penatalaksanaan Pasien
7. Berikan cairan intravena 7. Telah diberikan
yang mengandung dekstrosa
sesuai instruksi
8. Tinjau ulang kadar elektrolit 8. Kadar elektrolit
serum, glukosa serum, dan membaik normal setelah
kalsium serum serial terapi cairan
9. Kurangi kebutuhan oksigen: 9. Pasien tampak
kurangi ansietas, turunkan beristirahat tanpa
demam, kurangi nyeri, dan gangguan
batasi pengunjung bila perlu.
Jadwalkan waktu istirahat
tanpa gangguan.
35
E. Evaluasi
Tgl Dx Waktu Catatan Perkembangan Paraf
I S : Pasien mengatakan panas badanya sudah
berkurang
O:
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,7.0C
A : Gangguan metabolic teratasi sebagian
P : Intervensi pemantauan suhu tubuh di
pertahankan
II S : Ny. A mengatakan badannya sudah tidak lemas
O:
KU: cukup,
turgor kulit cukup baik
membran mukosa cukup bail
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,5.0C
BB : 55 Kg
A : Kekurangan volume cairan teratasi intervensi
dihentikan
P : Pertahankan balance cairan
36
BAB V
PEMBERIAN OBAT MELALUI SYIRING PUMP DAN INFUS PUMP
a. Concentrate
b. Dosis
Dosis obat pada tiap individu dapat berbeda bergantung pada
berbagai faktor misalnya segi penyebab (syok kardio, syok septik
dsb).
c. Speed
41
dan roda pengatur aliran maka semakin kecil laju aliran air dan
semakin lemah tekanan antara slang dan roda pengatur maka
semakin cepat laju aliran.
b. Konstruksi dari infusion secara otomatis terdiri dari:
1) Botol penampung cairan
2) Slang penghubung ke pasien
3) Infusion Pump
4) Jarum penusuk ke kulit pasien
Infus secara otomatis pada intinya adalah pengaturan laju alirannya.
Bagian penting pada rangkaian infusion pump adalah :
Kontroller adalah semua bagian elektronik yang mengatur semua
setting dari flow rate, volume. Sensor flow berfungsi untuk
mendeteksi laju aliran yang diberikan ke pasien. Rangkaian
kontroller merupakan pusat dari seluruh kerja dari infusion pump.
Setting infusion pump terdiri dari flow rate, volume diberikan ke
kontroller melalui rangkaian input key, setting ini berupa nilai logic
biner. Input sensor flow dan output sinyal ke motor drive adalah
berupa pulsa. Motor secara otomatis akan menekan slang pada
dinding sehingga laju aliran akan cepat atau lambat tergantung
settingan yang diberikan. Setelah seluruh setting telah diberikan,
infusion pump siap untuk distart.Setelah menerima sinyal, kontroller
akan mengirim pulsa ke motor drive sehingga motor bekerja. Sensor
akan mendeteksi tetesan dari botol infus dan mengirim sinyal
kembali ke motor drive. Kondisi tersebut akan berulang terus
sehingga cairan infus akan menetes sesuai dengan setting flow rate.
Apabila sensor flow tidak mendeteksi adanya cairan maka kontroller
akan mengirim sinyal alarm occlusion yang berarti cairan infus telah
habis atau slang tersumbat sehingga tidak ada aliran.
3. Fungsi
Untuk mengontrol pemberian cairan infus secara elektronik. Cairan
infus berupa zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh, cairan tersebut
diberikan karena tubuh kekurangan zat-zat tersebut.Dengan kondisi
pasien yang sangat lemah, maka cairan infus tersebut diberikan melalui
kulit. Jarum penyalur cairan infus ditusuk pada kulit, kemudian botol
penampung cairan akan mengalirkan cairan tersebut sesuai kebutuhan.
4. Pengoperasian
45
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf,
dan sistem saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis
tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat
terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang
menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus
menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan
suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis
dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.
48
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.
Cynthia Lea Tery & Aurora Weaver.2013. Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Editor: Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: EGC.
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC