Anda di halaman 1dari 10

Limfoma Maligna pada Laki-laki 60 Tahun

Pendahuluan
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik
dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang.
Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara
lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain.1

Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan


keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian
penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit
ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.1

Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan
limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua
penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu
adanya sel Reed-Sternberg. Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang
merupakan penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih
merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi
dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh
berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).1 Anamnesa
selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara lengkap kemudian diikuti
dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang, kemudian
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam keluarga.2
Anamnesis yang berkaitan dengan kasus di atas, antara lain keluhan utama yaitu benjolan
pada leher sejak 2 bulan SMRS, keluhan penyerta berupa demam, keringat dingin pada
malam hari, cepat kenyang, begah, benjol pada leher kanan, tidak nyeri, tidak batuk, sakit
ringan, benjolan kenyal. Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah
bening di leher, aksila, ataupun lipat paha, berat badan semakin menurun, dan terkadang
disertai dengan demam, sering berkeringat. Riwayat penyakit sekarang juga ditanyakan
apakah merasa lemas, nyeri kepala, pusing, demam, keringat dingin, cepat kenyang, dan
begah. Riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami atau
menderita penyakit kronis tertentu sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga ditanyakan
apakah dikeluarga ada yang mengalami sakit seperti ini atau mengalami penyakit
kronis/turunan lain. Selain itu juga ditanyakan riwayat pribadi dan juga sosial pasien.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kesadaran, keadaan umum, pemeriksaan


tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan). KGB dan daerah sekitarnya
harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya.
Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat padaperabaan, dapat bebas
digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensiapakah keras atau
kenyal.1,3

Ukuran normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal). Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karetmengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan. Penempelan/bergerombol beberapa KGB
yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,
sarkoidosis, keganasan.1,3

Pemeriksaan hepar, palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang


pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien
untuk rileks, tangan kanan mendoronghepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan
pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhanhepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan
jari & raba permukaan anterior hepar. Normalhepar : lunak tegas, tidak berbenjol-
benjol.Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar
dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang
menghubungkan pusardengan processus kifoideus.Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua
garis ini dinyatakan dengan beberapa bagiandari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat:
konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan.1,3
Pemeriksaan limpa, pada neonates, normal masih teraba sampai 12 cm. Dibedakan
dengan hati yaitu dengan : Limpa seperti lidah menggantung ke bawah, ikut bergerak pada
pernapasan, mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas.
Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada
arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan
yangmerupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis
iniditeruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun
dibagi 4bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV
sampai lipatpaha S.VIII.1,3

Pemeriksaan Penunjang

Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial,
dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak
perlu biopsi intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa: a. Rutin,
histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO. b. Khusus, imunohistokimia.3

Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya dengan
sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy
FNAB bersama-sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin
mencukupi untuk diagnosis. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi.3

Hematologi rutin yaitu pemeriksaan: Darah Perifer Lengkap (DPL) berupa Hb, Ht,
leukosit, trombosit, LED, hitung jenis dan Gambaran Darah Tepi (GDT) berupa morfologi sel
darah. Analisis urin : urin lengkap.3

Kimia klinik yaitu pemeriksaan SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH,


protein total, albumin-globulin. Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin. Gula Darah
Sewaktu (GDS). Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P. HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg).3

Pemeriksaan khusus yaitu Gamma GT, Serum Protein Elektroforesis (SPE),


Imunoelektroforesa (IEP), Tes Coomb, B2 mikroglobulin. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP)
dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm. Radiologi,
untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan thorak/abdomen. Bila hal
ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto
PA dan Lateral dan USG seluruh abdomen. Konsultasi THT bila Cincin Waldeyer terkena
dilakukan laringoskopi.3
Pemeriksaan cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor
serebrospinal). Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya. Imunofenotyping, minimal dilakukan pemeriksaan
imunohitstokimia (IHK) untuk CD 20 dan akan lebih ideal bila ditambahkan dengan
pemeriksaan CD45, CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai dengan kriteria WHO
(kuantitatif). Konsultasi jantung, menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi
jantung.3

Diagnosis Kerja

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam


kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau
akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).4

Diagnosis Banding

Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi,
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfa dari daerah yang terinfeksi ke
kelenjar limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain menyebutkan bahwa
peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening/ peradangan tersebut akan
menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga terasa membesar secara klinik.
Kemunculan penyakit ini ditandai dengan munculnya benjolan pada saluran getah bening
misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar
dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah dan
teraba hangat.5

Limfadenitis tuberkulosa merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar limfe yang
paling sering ditemukan. Biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan
tenggorok (tonsil). Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronkus disebabkan oleh tuberkulosis
paru-paru, sedangkan pembesaran kelenjar limfe mesenterium disebabkan oleh tuberkulosis
usus. Apabila kelenjar ileocecal terkena pada anak-anak sering timbul gejala-gejala
appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut kanan bawah, ketegangan otot-otot perut,
demam, muntah-muntah dan lekositosis ringan. Mula-mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak
saling melekat, tetapi kemudian karena terdapat periadenitis, terjadi perlekatan-perlekatan.5

Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada
limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin
pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus
HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh
virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder
(seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang
dan jaringan lain.6

Limfoma Non Hodgkin dapat bersifat indolen (low grade), hingga progresif (high
grade). Pada LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB, tidak nyeri, dapat
terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat
pembesaran KGB baik intra maupun ekstranodal, menimbulkan gejala "konstitusional"
berupa: penurunan berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat
menyebabkan rasa penuh di perut.4,6

Epidemiologi

Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang
ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan
terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit. Pada Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 didapatkan prevalensi penderita limfoma berdasarkan hasil wawancara mengenai
diagnosis limfoma oleh dokter. Diketahui bahwa prevalensi limfoma di Indonesia pada tahun
2013 adalah sebesar 0,06%, atau diperkirakan sebanyak 14.905 orang. Provinsi DI
Yogyakarta memiliki presentase prevalensi limfoma tertinggi, yaitu sebesar 0,25% atau
diperkirakan sebanyak 890 orang. Sedangkan provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah
penderita terbanyak, yaitu sebesar 2.728 orang. Jumlah penderita limfoma ini dirasa cukup
fantastis sehingga patut diwaspadai.7

Klasifikasi Limfoma

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin
(PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya
dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.1,4

Stadium Limfoma Maligna


Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut (gambar 1).4

Gambar 1. Stadium limfoma maligna

1.Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah
bening.
2.Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
3.Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, serta pada dada dan perut.

4.Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu
organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak. Stadium ini dapat di bagi A
atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional berupa penurunan berat badan, febris,
dan keringat malam. A = tanpa gejala konstitusional, B = dengan gejala konstitsional

Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun IIa,
diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga stadium IV, diberikan kemoterapi.
Pada low grade NHL,biasanya bisa bertahan hingga 6-8 thn, tetapi pada high grade, sangat
tergantung dari reaksinya terhadap kemoterapi.1,4

Limfoma Hodgkin lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal,
hanya di mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal,
ekspansi jauh, cenderung ekstranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum
tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL.1,4

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting
dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir
ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor
yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada
penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi
splenektomi bila ada indikasi.1,4

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari limfoma maligna antara lain pembengkakan kelanjar getah
bening. Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini
tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin,
dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus
atau pada organ-organ parenkim, demam tipe pel Ebstein dimana suhu tubuh meninggi
selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama
beberapa hari atau beberapa minggu, gatal-gatal, keringat malam, berat badan menurun lebih
dari 10% tanpa diketahui penyebabnya, nafsu makan menurun, daya kerja menurun,
terkadang disertai sesak nafas, nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%). Pola
perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat, sedangkan
pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat
bermetastasis ke tempat yang jauh.4

Penatalaksanaan

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting
dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir
ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor
yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada
penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi
splenektomi bila ada indikasi.8

Radiasi , dilakukan untuk stadium I dan II secara mantel radikal, stadium III A/B
secara total nodal radioterapi, stadium III B secara subtotal body irradiation.8

Staging sangat penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun
IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga stadium IV, diberikan
kemoterapi. Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:8

1. Untuk Low grade NHL

- regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)

- Fludarabin

-Rituximab

2. Untuk High grade NHL

- Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan prednison)

- Regimen CHOP + Rituximab

- transplantasi sum-sum tulang.

Pada low grade NHL, biasanya bisa bertahan hingga 6-8 thn, tetapi pada high grade,
sangat tergantung dari reaksinya terhadap kemoterapi.

Komplikasi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan


penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi: alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan
gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang
mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi
kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan
dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka
akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok,
dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek
yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.1,8

Prognosis

Prognosis buruk dapat terjadi pada usia > 60 tahun, stadium III/IV, kadar LDH
(laktat dehidrognease) meningkat, performance statusnya buruk (karnoffsky). Pencegahan
dapat dilakukan dengan deteksi dini sehingga penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan
tepat dan dapat memberihkan prognosis yang lebih baik.1,8

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang sesuai


maka pasien didiagnosis menderita Limfoma maligna. Umumnya keganasan ini baru
terdiagnosis setelah berkembang ke stadium yang lebih tinggi. Dengan deteksi dini dan
penanganan yang cepat dan tepat maka akan memberihkan prognosis yang lebih baik.
Penanganan dapat dilakukan dengan radiasi ataupun kemoterapi sesuai dengan indikasi.
Diagnosis yang lebih lambat serta penanganan yang tidak adekuat dapat memberihkan
prognosis yang buruk terutama jika memenuhi kriteria seperti yang telah dijelaskan.

Daftar Pustaka

1. Soelarto Reksoprodjo. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h.264-6

2. Sudoyono dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2010.

3. Kumar, Abbas, dan Fausto. Phatologic basic of Diseases. 7th edition. Philadelphia:
Elsevier & Saunders; 2005.

4. Dessain, S.K. Hodgkin Disease. 2009. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. Diunduh pada 1 Mei 2017.

5. Partridge Elizabeth. Lymphadenitis. 2011. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/960858-overview#a5 . Diunduh pada 24 April 2017.

6. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. 2011 (Cited April 24th,2017). Available at


(http://www.medicinenet.com/Hodgkins disease/article.htm).
7. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Wisconsin:
Elsevier. 2007.h. 1701-6.

8. Sudoyono dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC; 2006.

Anda mungkin juga menyukai