Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELOMPOK I
KATA PENGANTAR
Page | 1
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan review buku
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Kebijakan Publik.
Dan akhir kata semoga hasil review buku ini dapat bermanfaat bagi segenap para
pembaca yang budiman, diharapkan dapat berguna untuk semua orang.
PERMANTAUA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
N
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang mempersalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda
(agenda setting). Perumusan masalah dapat membantu menemukan aumsi-asumsi
yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya,memetakan tujuan-tujuan
yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan
merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.
Peramalan
Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang masalah yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai akibat dari
diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.
Page | 4
Rekomendasi
Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa
mendatang telah diestimasikan melalui peramalan\ini memantu pengambilan
kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.rekomedasi membantu mengestimasi tingkat
risiko dan ketidakpastia mengenali eksternalitas dan akibat ganda. Menetukan
kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menetukan pertangungjawaban administratif
bagi implementasi kebijakan.
Pemantauan
Pemantauan(monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan,menemukan akibat-akibat yang
tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan
rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggug jawab
pada setiap tahap kebijakan.
Evaluasi
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijaka
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang
benar-benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai
seberapa jauh masalah telah terselesaikan: tetapi juga menyumbang pada klarifikasi
dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam
penyesuaian dan perumusan kembali masalah.
ASAL MULA
Dipahami dalam arti terluasnya, analisis kebijakan dapt dilacak ke satu
titik evolusi masyarakat di mana pengetahuan tentang dan dalamI proses kebijakan
secara sadar dibuat, sehingga dapat memungkinkan dilakukannya pengujian secara
eksplisit dan reflektif terhadap kaitan antara pengetahuan dan aksi. Analisis
Page | 6
kebijakan sebagai aktivitas yang terspesialisasi menyertai perubahan-perubahan di
dalam organisasi sosial yang diikuti dengan bentuk-bentu baru teknologi produksi
dan pola pemukiman menetap.
1. Kode Hammurabi
Kode Hammurabi, ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 sebelum
masehi, mengekspresikan keinginan untuk membentuk ketertiban publik yang
bersatu dan adil pada masa ketika Babilonia mengalami transisi dari negara kota
kebil menjadi negara wilayah yang luas.
2. Ahli Nujum
Ahli Nujum (atau spesialis simbol) untuk meminjam istilah seperti ini,
bertanggug jawab pada peramalan tentang akibat dari kebijakan-kebijakan, misalnya
pada musim panen atau waktu perang.
3. Pengetahuan yang terspesialiisasi pada masyarakat abad pertengahan
Ekspasi dan diferensiasi secara bertahap peradaban kota sepanjang abad
pertengahan berlangsung dengan diikuti oleh struktur okupasi yang memudahkan
pengembangan pengetahuan yang terspesialiskan.
Page | 7
Arti dari Analisi Kebijakan yaitu suatu bentuk yang mengahsilkan dan
menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan daari para
pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Analisis kebijakan diambil dari
berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat dekskripsi. Analisis
deskripsi misalnya dapat mendeskripsikan, menjelaskan, atau meramalkan
pengeluaran publik untuk kesehatan,pendidikan,atau jalan-jalan raya. Sebaliknya
pendekatan valuastif terutama ditekankan pada penetuan bobot dengan
nilai.sebagai contoh memberikan informasi deskriptif mengenai berbagai macam
kebijakan perpajakan, analis dapat mengevaluasi berbagai cara yang berbeda
dalam mendistribusikan beban pajak menurut konsekuensi etis dan moral mereka.
Dan informasi yang bersifat preskriptif sebagai contoh, kebijakan jaminan
pendapatan minimum tahunan dapat direkomendasikan sebagai cara untuk
meyelesaikan masalah kemiskinan.
PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN
Menurut Dunn (1988), dalam upayanya untuk menghasilkan informasi dan
argumen, analis kebijakan dapat menggunakan beberapa pendekatan, yakni
pendekatan empiris, valuatif, dan normatif.
Pendekatan Empiris
Pendekatan ini memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu
itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan penjelasan sebab
akibat dari kebijakan publik. Metode ini memandang pada fakta yang ada atau yang
akan datang. Sebagai hasilnya, analis akan mampu untuk menghasilkan informasi
deskriptif ataupun prediktif.
Contoh: Analisis dapat menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan negara untuk
kesehatan, pendidikan, transportasi.
Pendekatan Valuatif
Pendekatan ini memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu berkaitan
dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari beberapa
kebijakan. Metode ini memandang fakta dan masa depan, serta mengkajinya
apakah fakta tersebut berharga serta memiliki nilai. Jenis informasi yang dihasilkan
bersifat valuatif.
Contoh: Setelah menerima informasi berbagai macam kebijakan KIA - KB, analis
dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan biaya, alat, atau obat-
obatan menurut etika dan konsekuensinya.
Page | 8
Pendekatan Normatif
Pendekatan ini memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu tentang tindakan
apa yang semestinya dilakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat
memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif.
Metode ini melihat fakta masa lalu lalu memutuskan tindakan apa yang seharusnya
dilakukan. Hasilnya, analis menghasilkan informasi yang bersifat anjuran atau
rekomendasi di masa depan.
Contoh: Peningkatan pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300 menjadi
Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di
puskesmas.
Selain ketiga pendekatan yang dikemukakan oleh Dunn di atas, ada beberapa
pendekatan lainnya.
Page | 10
TIPE-TIPE MODEL KEBIJAKAN.
Model kebijakan (policy models) adalah representasi sederhana mengenai
aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-
tujuan tertentu. Model-model kebijakan dapat membantu membedakan hal-hal yang
esensial dan yang tidak esensial dari situasi masalah, mempertegas hubungan di
antara faktor-faktor atau variabel-variabel penting, dan membantu menjelaskan dan
memprediksikan konsekuensi-konsekuensinya dari pilihan-pilihan kebijakan.
Model-model kebijakan khususnya yang diekspresikan dalam bentuk
matematika kadang-kadang sulit dikomunikasikn kepada para pembuat dan pelaku
kebijakan, yang untuk merekalah model diciptakan guna membantu membuat
keputusan yang lebih baik.
1. Model Deskriptif.
Tujuan Model Deskriptif adalah menjelaskan dan atau memprediksikan
sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Sebagai
Contoh, dewan penasehat ekonomi mempersiapkan ramalan ekonomi tahunan
untuk dimasukkan dalam laporan ekonomi presiden.
2. Model Normatif
Tujuan mdel normatif bukan hanya untuk menjelaskan dan atau memprediksi
tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian
beberapa utilitas (nilai). Sedemikian rupa sehingga menunjukkan pada karakteristik
semua model normatif: model normatif itu tidak hanya memungkinkan kita
memperkirakan nilai-nilai masa lalu,masa kini, dan masa yang akan datang dari
variabel-variabel hasil melainkan juga memungkinkan kita mengoptimalkn
pencapaian suatu nilai.
3. Model Verbal
Dalam menggunakan model verbal, analisbersandar pada penilaian nalar
untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi.
4. Model Simbolis
Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan
hubungan di antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah.
Meskipun kita telah membahas model sombolis yang sederhana yang diciptakan
Page | 11
untuk tujuan-tujuan normatif(melipatgandakan bunga), ada banyak model simbolis
yang tujuan utamanya adalah deskriptif.
5. Model Prosedural
Model Prosedural(prosedural models) menampilkan hubungan yang dinamis
diantara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah
kebijakan.sebagai contoh, petumbuhan ekonomi, konsumsi energi, dan suplai
makanan dalam tahun-tahun mendatang yang tidak dapat diterangkan secara baik
karena data-data yang diperlukan tidak tersedia.
Page | 12
PERAMALAN DALAM ANALISIS KEBIJAKAN
Peramalan (forecasting) adalah suatu prosedur untuk membuat informasi factual
tentang situasi social masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang
masalah kebijakan. Ramalan mempunyai tiga bentuk utama : proyeksi, prediksi dan
perkiraan.
Tujuan peramalan
Ramalan menyediakan informasi tentang perubahan kebijakan dimasa depan
dan konsekuensinya. Tujuan dari peramalan mirip dengan tujuan dari kebanyakan
riset eksakta maupun social, sejauh riset ini berusaha baik untuk memahami
maupun untuk mengendalikan lingkungan manusia dan material. Namun usaha
untuk meramal situasi social masa depan terutama dimaksudkan untuk mengontrol
yakni berusaha merencanakan dan menetapkan kebijakan sehingga segugus
tindakan yang terbaik dapat dipilih di antara berbagai kemungkinan yang ditawarkan
oleh masa depan
Keterbatasan peramalan
Pada tahun-tahun setelah 1985 ada sejumlah perubahan politik sosial dan
ekonomi yang takterduga, mengejutkan dan tak terbayangkan misalya
diberhentikannya secara formal sosialisme di Uni soviet, menyurutnya partai
komunis di Eropa timur. Perubahan-perubahan ini segera mengarahkan perhatian ke
penting dan sulitnya meramalkan masa depan kebijakan dibawah kondisi perubahan
terus menerus yang kompleks, cepat dan bahkan kacau.
1. Akrualisasi ramalan. Ketepatan dari ramalan yang relative sederhana yang
berdasarkan kepada ekstrapolasi atas kecenderungan sebuah variable maupun
ramalan yang kompleks berdasar model-model yang memasukkan ratusan
variable masihlah terbatas.
2. Kelebihan komparatif. Ketepatan prediksi yang berdasarkan pada model teoritik
yang kompleks atas ekonomi dan system sumber daya energy tidaklah lebih
tinggi disbanding ketepatan proyeksi dan konjektur yang dibuat atas dasar
model ekstrapolasi sederhana dan penilaian informative (oleh pakar).
3. Konteks. Asumsi yang dipegang oleh model dan akibat dari model itu sensitive
terhadap tiga jenis konteks : institusional ketepatan ramalan cenderung lebih
besar pada lembaga penelitian nirlaba ketimbang pada perusahaan atau badan
pemerintah.Temporal mempengaruhi ketepatan ramalannya, semakin lama
Page | 13
kerangka waktunya, semakn kurang akurat ramalannya dan historical konteks
sejarah dari ramalan mempengaruhi akuarsi, sejarah masa kini menurunkan
akurasi ramalan terbukti meningkatnya kesalahan raman sejak 1965.
Jenis-jenis masa depan
Masa depan potensial (seringkali disebut masa depan alternative adaah
situasi masadepan yang mungkinterjadi, yang berbeda dengan situasi social yang
memang terjadi. Masa depan yang masuk akal (plausible) adalah situasi masa
depan yang, atas dasar asumsi tentang hubungan antara lingkungan dan
masyarakat, diyakini akan berlansung jika pembuat kebijakan tidak
mengintervensinya guna merubah arah suatu peristiwa. Sebaliknya masa depan
normative adalah masa depan yang potensial maupun plausible yang konsisten
dengan konsep analisis tentang kehidupan, nilai dan kesempatan di masa depan.
Pendekatan-pendekatan peramalan
Setelah tujuan, sasaran dan alternative ditetapkan, dapat dipilih suatu
pendekatan peramalan. Dengan memilih pendekatan peramalan kita maksudkan
tiga hal. Analisis harus (1) memutuskan apa yang diramal yakni menentukan objek
ramalan; (2) menetukan bagaimana membuat ramalan, yakni memilih satu atau lebih
dasar untuk meramal; dan (3) memilih tehnik yang peling sesuai dengan obyek dan
dasar yang dipakai.
Obyek
Obyek ramalan adalah titik pijakan suatu proyeksi, prediksi atau perkiraan.
Basis
Basis ramalan adalah seperangkat asumsi atau data yang digunakan untuk
menetapkan kemungkinan (plausibility) dari ramalan atas konsekuensi dari kebijakan
baru maupun kebijakan yang telah ada, isi dari kebijakan baru, atau perilaku para
penetu kebijakan. Ada tiga basis ramalan yang utama yakni Ekstrapolasi
kecenderungan, Asumsi teoritik dan Penilaian informatif.
Metode dan tehnik
Cara yang terbaik intuk mengkaji metode dan tehnik tersebut adalah dengan
mengelompokkan mereka berdasar basis peramalan seperti dibahas di atas yaitu
meringkas ketiga pendekatan peramalan, basis mereka, metode yang sesuai dan
produknya.
Page | 14
RAMALAN EKSTRAPOLATIF
Metode dan tehnik peramalan ekstrapolatif memungkinkan analisis untuk
membuat proyeksi atas dasar data masa kini dan masa lalu. Peramalan ekstrapolatif
biasanya didasarkan pada beberapa bentuk analisis antara waktu (time seris
analysis), yakni analisis data nomerik yang dihimpun pada beberapa titik waktu dan
ditampilkan secara kronologis.
Page | 16
7. Pemetaan Hambatan, prosedur untuk mengidentifikasi keterbatasan dan
hambatan yang menghadang jalan untuk mencapai sasaran kebijakan dan
program yang meliputi hambatan fisik, hukum, organisasional, politik, distributif,
dan anggaran
8. Internalisasi Biaya, prosedur untuk memasukkan semua biaya luar yang relevan
(eksternalitas) kedalam struktur elemen biaya internal.
9. Diskonting, prosedur untuk memperkirakan nilai saat ini dari biaya dan manfaat
yang akan diperoleh pada masa mendatang.
10. Analisis Sensitivitas, prosedur untuk mengetahui sensistivitas hasil dari analisis
biaya-manfaat atau biaya-efektifitas terhadap asumsi-asumsi alternatif tentang
kemungkinan tingkat biaya atau manfaat tertentu akan benar-benar terjadi.
11. Analisis Fortiori, prosedur yang digunakan untuk membandingkan dua atau lebih
alternatif dengan cara memecahkan ketidakpastian untuk menyetujui suatu
alternatif yang secara intuitif lebih disukai tetapi setelah dianalisis pendahuluan
diketahui lebih lemah dibanding alternatif lain.
12. Analisis Plausibilitas, suatu bentuk multiplisme kritis yang digunakan untuk
menguji rekomendasi yang menentang pernyataan kausalitas dan etis yang
berlawanan.
Page | 17
tinkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Untuk
menghitung secara baik keluaran dan dampak kebijakan perlu melihat kembali
tindakan yang dilakukan sebelumnya. Secara umum, tindakan kebijakan
memopunyai dua tujuan utama yaitu regulasi dan alokasi. Tindakan regulatif adalah
tindakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur
tertentu, misalnya tindakan yang diambil oleh badan pengendali lingkungan.
Sebaliknya tindakan alokatifadalah tindakan yang membutuhkan masukan yang
berupa uang, waktu, dan personil. Baik tindakan regulatif maupun alokatif dapat
memberikan akibat yang bersifat distributif maupun redistributif.
Keberhasilan kita dalam memperoleh, menganalisa dan menafsirkan data
tentang hasil kebijakan tergatung pada kapasitas kita dalam membangun ukuran-
ukuran yang reliabel dan valid. Salah satu hal yang sulit dalam analisis kebijakan
publik adalah bahwa kita kadang tidak memiliki definisi yang tepat bagi suatu
variabel. Untuk itulah sebaiknya kita membuat dua jenis definisi tentang suatu
variabel: definisi konsep dan definisi operasional. Definisi konsep memberikan
makna dari kata yang digunakan untuk menjelaskan variabel dengan menggunakan
persamaan katanya. Definisi operasional memberikan makna bagi suatu variabel
dengan merinci suatu operasi (tindakn) apa yang diisyaratkan untuk dilakukan agar
dapat mengalami atau untuk mengukurnya.
Pemantauan itu sangat penting dalam analisis kebijakan. Tapi ada banyak
untuk memantau keluaran dan dampak kebijakan, sehingga kadang-kadang sulit
bagi kita untuk membedakan pemantauan dengan riset sosial pada umumnya.
Untunglah pemantauan dapat dipilah menjadi beberapa beberapa pendekatan:
akutansi sistem sosial, eksperimentasi sosial, auditing sosial dan sintesis riset
praktek. Pendekatan-pendekatan ini dapat lebih mudah dimengerti dalam dua istilah
utama:
1. Jenis-jenis pengendalian. Pendekatan pemantauan dapat berbeda dalam
pengendaliannya (kontrol) atas tindakan kebijakan. Hanya satu pendekatan
(yakni eksperimentasi sosial) yang secara langsung mengontrol masukan dan
proses kebijakan.
2. Jenis-jenis informasi yang dibutuhkan. Pendekatan pemantauan dapat pula
berbeda menurut informasi yang mereka perlukan. Beberapa pendekatan (yakni
eksperimentasi sosial dan auditing sosial) mengharuskan dikumpulkannnya
informasi baru.
Page | 18
Namun demikian tiap-tiap pendekatan tersebut memiliki sifat yang sama.
Pertama semua berusaha memantau hasil kebijakan yang rekevan. Sehingga setiap
pendekatan mencermati variabel-variabel yang relevan bagi pembuat kebijakan
karena variabel-variabel tersebu merupakan indikator dari keluaran dan/atau
dampak kebijakan.
Sifat yang kedua dari setiap pendekatan pemantauan adalah terfokus pada
tujuan. Ini berarti bahwa hasil kebijakan dipantau karena mereka diyakini akan
meningkatkan kepuasan atas beberapa kebutuhan, nilai atau kesempatan.
Sifat yang ketiga adalah bahwa setiap pendekatan pemantauan berorientasi
pada perubahan (change-oriented).
Sifat yang keempat adalah setiap pendekatan pemantauan memungkinkan
klasifikasi silang atas keluaran dan dampak dengan variabel lain, termasuk variabel
yang dipakai untyuk memantau masukan serta proses kebijakan.
MENGEVALUASI KINERJA KEBIJAKAN
Seperti yang kita lihat dalam bab 8, pementauan digunakan untuk
menghasilkan informasi mengenai sebab dan konsekuensi kebijakan dan program.
Karena itu pemantauan terutama menekankan pada pembentukan premis premis
faktual mengenai kebijakan publik. Sebaliknya evaluasi menekankan pada
penciptaan premis premis nilai yang diperlukan untuk menghasilkan informasi
mengenai kinerja kebijakan.
Istilah evaluasi mempunyai aerti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program.
Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal),
pemberian angka (rating), dan penilaian kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-
tuntutan yang bersifat evaluatif. Disini pertanyaan utamanya bukan mengenai fakta
(Apakah sesuatu ada?) atau aksi (Apakah yang harus dilakukan?) tetapi nilai
(Berapa nilainya?) karena itu evaluasi memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya:
1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian
menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
2. Interdepensi Fakta Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta ataupun
nilai. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah
mencapai tingkat kinerja yang tertinggi atau terendah diperlukan tidak hanya
Page | 19
bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi individu, kelompok, atau seluruh
masyarakat; untuk menyatakan demikian harus didukung oleh bukti bahwa hasil-
hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang
dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Tuntutan evaluatif berbeda dengan
tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu,
ketimbang hasil di masa depan.
4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas
ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi
sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai-nilai yang ada dapat
dianggap sebagai interinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik
(diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain).
Evaluasi memainkan beberapa fungsi utama dalam analisis kebijakan.
Pertama dan yang paling penting evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
Kedua, evaluasi memberi sumbangan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan
dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan
secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah
yang dituju.
Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi
tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada
perumusan ulang masalah ebijakan.
Evaluasi seperti yang kita lihat diatas mempunyai dua aspek yang saling
berhubungan, mengingat kurang jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan,
menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi
kebijakan; evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis keputusan.
Evaluasi semu (Pseudo Evaluation) adlah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai-nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan.
Page | 20
Evaluasi Formal (Formal evaluation) merupakan pendekatan yang
menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil
tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal
oleh pembuat kebijakan atau administrator kebijakan .
Evaluasi keputusan teoritis (Decision-Theoretic Evaluation) adalah
pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil
kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.
Hampir semua tekhnik untuk mengevaluasi kinerja kebijakan dapat juga
digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode analitis kebijakan lainnya,
hal ini menegaskan ketergantungan diantara metode-metode analisis kebijakan
(perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.
Perbedaan antara aspek-aspek kognitif dan politi dari proses kebijakan
adalah untuk memahami pemanfatan dan kurang atau tidak dimanfaatkannya kinerja
informasi dan pembuat kebijakan.
Pemanfaatan informasi ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat politis
organisational, dan sosial, dan bukan hanya bersifat metodologis atau tekhnis.
Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 5 macam; karakteristik
informasi; perbedaan dalam cara-cara penyelidikan yang digunakan untuk
menghasilkan informasi; struktur masalah kebijakan; struktur birokrasi dan politik;
dan sifat interaksi di antara analisis kebijakan, pembuat kebijakan dan pelaku
kebijakan lainnya.
Penutup
Analisis kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang
memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan informasi yang
relevan dngan kebijakan. Analisis seperti ini sangat diperlukan dalam praktik
pengambilan keputusan di sektor publik, dan karenanya dibutuhkan oleh para
politisi,konsultan, dan pengambilan keputusan di pemerintahan.
Page | 21
semakin meningkat. Analisis kebijakan sebagai studi dipelajari di berbagai
pendidikan tinggi,seperti ilmu politik,administrasi publik,manajemen,dan ekonomi.
TUGAS REVIEW
PUBLIC POLICY
PENGANTAR TEORI DAN PRAKTIK ANALISIS KEBIJAKAN
OLEH : WAYNE PARSONS (2005)
Page | 22
DisusunOleh :
KELOMPOK 2
IinIsmayanti
IrnaDjasliana
RadianaIdrus
RahmayaniSyamsuddin
Jamaluddin
Sapta Tri Yuwono
Suhardin
ZulFadli
PROGRAM STUDI S2
MANAJEMEN SUMBER DAYA APARATUR
STIA LAN MAKASSAR
2015
PUBLIC POLICY
Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan
Oleh : Wayne Parsons
Bagian I
META ANALISIS
Menganalisis Analisis
1.1 Pendahuluan
Meta analisis adalah pembahasan metode dan pendekatan yang dipakaidalam studi
kebijakan publik serta diskursusdan bahasa yang dipakainya. Dengan kata lain, meta analisis
adalah analisis terhadap aktivitas analisis. Sebuah metode yang berkaitan dengan upaya
memahami gagasan yang menyatakan bahwa analisis kebijakan publik dilakukan dengan
Page | 23
menggunakan metafora: kita melakukan analisis dengan mendeskripsikan sesuatu dengan
menggunakan istilah lain.
Ide kebijakan
Makna modern dari gagasan kebijakan dalam bahasa inggris adalah seperangkat
aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna
administration (Wilson, 1887).
Page | 24
1.4 Macam-macam Analis Kebijakan dan Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan adalah sub-bidang terapan yang isinya tidak bisa ditentukan
berdasarkan batas-batas disipliner, tetapi berdasarkan hal-hal yang tampaknya sesuai dengan
situasi masa dan sifat persoalan, (Wldavsky, 1979: 15).
Page | 25
- Partai politik: partai-partai mempunyai department/unit atau kelompok yang
melakukan riset kebijakan dan pembangunan untuk mendukung aktivitas dan
kepentingan partai.
- Konsultan lepas: orang-orang yang melakukan riset berdasarkan kontrak dan
imbalan.
Page | 26
d. Sub-system approaches: yang menganalisis pembuatan kebijakan dalam
term metafora baru, seperti network, communities, dam sub-systems.
e. Policy discourse approaches: yang mengkaji proses kebijakan dari sudut
pandang bahasa dan komunikasi.
f. Institutionalism: sebagai pendekatan baru yang penting untuk proses
kebijakan, walaupun kurang berkembang dibanding pendekatan lainnya.
Page | 27
menunjukkan jalan tengah antara penggunaan regulasi dan kontrol negara di satu
pihak, dengan penggunaan kekuatan pasar murni di pihak lain.
- Habermas dan Rasionalitas Komunikatif: menyarankan perlunya perhatian
yang lebih besar kepada bahasa, diskursus dan argument. Habermas mengajak
untuk mencari metode analisis baru dan proses institusional baru yang dapat
mempromosikan pendekatan interkomunikatif untuk merumuskan dan
menyampaikan kebijakan publik.
Bagian 2
ANALISIS MESO
Analisis Definisi Problem, Penentuan Agenda, dan Perumusan Kebijakan
2.1 Pendahuluan
Analisis Meso (dari kata Yunani, mesos, yang berarti menengah, atau intermediate)
adalah level analisis menengah atau analisis perantara yang berfokus pada kaitan antara
definisi problem, penentuan agenda, dan proses pengambilan keputusan serta
implementasinya.
Page | 28
Pada dasarnya kebijakan muncul dari isu-isu yang diangkat oleh masyarakatyang
kemudian dianggap menjadi problem atau masalah. Dalam prakteknya proses penentuan
agenda dilakukan di dalam parameter dan paradigma akademik. Dasar utama analisis
pembuatan agenda dan definisi problem adalah kontroversi yang meliputi ide tentang dunia
yang objektif dan dapat diketahui.
Page | 29
(advertising) dan dunia riset opini publik saling tumpang tindih dalam teori
maupun praktik. Marketing kebijakan bukan hanya menyangkut identifikasi
kebutuhan dan keinginan para pemilih atau isu dan problem saja, tetapi juga
melibatkan pengguna teknik untuk mempengaruhi, menciptakan, dan
menstimulasi opini publik terhadap satu isu atau problem.
Page | 30
cara elite berusaha menggunakan symbol untuk manipulasi opini publik dan bawah sadar
manusia atau jarang mempelajari orang, kepribadian, kelompok, dan kultur (Lasswell, 1939).
Page | 31
2.9 Kebijakan dan Problem sebagai Simbol
Bahasa, kekuasaan, dan kebijakan merupakan studi pembuatan kebijakan, dikaitkan
dengan konstruksi irasionalitas sejauh mana kata, bahasa, symbol, tanda, mitos, citra (image)
dipakai oleh elite.Oleh karenanya, studi kebijakan publik itu adalah dalam rangka
membentuk komposisi dan distribusi nilai dan untuk mengeksploitasi perasaan
ketidaksamaan personal di kalangan produk.Akan tetapi, studi kebijakan dalam sebagian
besar perjalanan sejarahnya telah mengabaikan aspek krusian dan kebijakan publik.
Page | 32
dalam kondisi pertumbuhan rendah atau negative akan menempatkan demokrasi
dalam bahaya deficit politik karena adanya ekspektasi berlebihan.
- Tren dan agenda kebijakan: dalam hal ini, tren mungkin kurang menentukan
kebijakan publik ketimbang hasil proses politik atau kebijakan.
- Kebijakan sebagai epifenomena: kebijakan sebagaian besar ditentukan oleh
kondisi-kondisi yang mendasarinya ketimbang oleh proses politik.
- Nilai, partai, dan kebijakan: Dunleavy berpendapat ada bukti bahwa partai-
partai politik memang membentuk preferensi pemilih, tetapi kita tidak tahu
banyak tentang hubungan permintaan dan penawaran antara opini publik dan
kebijakan partai.
- Parameter institusional:
a. Ekonomi: terdiri dari teori-teori yang berasal dari teori biaya-transaksi dan
principal-agent.
b. Sosiolog: berkembang dari bidang sosiologis organisasi
c. Politik: berisi kontribusi-kontribusi yang memfokuskan pada otonomi
negara dalam pembuatan kebijakan dan relasi negara dengan masyarakat.
Bagian 3
ANALISIS KEPUTUSAN
Analisis Proses Pembuatan Keputusan dan Analisis Kebijakan untuk Pembuatan
Keputusan
Page | 33
3.1 Pendahuluan
Pembuatan keputusan (decision-making) berada di antara perumusan keijakan dan
implementasi kebijakan, akan tetapi kedua hal tersebut berkaitan satu sama lain. Keputusan
mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal akan mempengaruhi tahap
pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi implementasi
berikutnya.
3.2 Pembuatan Keputusan: Kerangka dan Konteks Disipliner
Analisis keputusan menggunakan berbagai macam disiplin akademik dan kerangka
permikiran yaitu ilmu politik, sosiologi, teori organisasi, ilmu ekonomi, psikologi, dan
manajemen.
Page | 34
klasik dan ilmiah diawali dengan postulat yang sama tentang perilaku manusia: individu
sebagai pemaksimal kepentingan diri.
Sebagai sebuah kerangka untuk menganalisis proses keputusan, Caroll dan Johnson
(1990: 21-4) menyarankan agar menggunakan kerangka kognitif untuk menganalisa apa yang
terjadi di tahap-tahap yang berbeda :
- Pengenalan: Siapa yang mengetahui problem ? Kapan problem itu dikenali ? Apa
yang harus dilakukan agar problem itu bisa dianggap sebagai problem
keputusan ?
- Formulasi: Siapa yang mendefinisikan problem ? Bagaimana problem bisa
dipisahkan atau dikombinasikan dengan problem lain ? Apakah orang yang
berbeda akan mendefinisikannya dengan cara yang berbeda pula ? Apa tujuan
yang muncul dari sini dan tujuan siapa ?
Page | 35
- Pembuatan alternative: Dari mana alternative berasal ? Bagaimana dan
mengapa diputuskan untuk menghentikan pembuatan alternative ?
- Pencarian informasi: Berapa banyak dan jenis informasi apa yang mesti
dikumpulkan ? Bagaimana cara menentukan pencarian informasi ?
- Penilaian dan pemilihan: Siapa yang membuat penilaian dan pemilihan ? Apa
basis informasional dari pilihan yang dibuat itu ? Asumsi apa yang dipakai ?
- Aksi: Bagaimana keputusan dilaksanakan ? Apa yang terjadi ?
- Umpan balik: Bagaimana informasi tentang efek keputusan dikomunikasikan
kepada para pembuat keputusan ?
Page | 36
alternative. Teknologi Informasi (TI) banyak dipakai dalam manajemen publik dan
perencanaan publik di bidang populasi, lapangan kerja, penggunaan lahan, dan transportasi.
Menurut Harold L. Wilensky, kegagalan inteligensi berakar pada :
- Atribut struktural yang memaksimalkan distorsi dan hambatan (blockage):
terlalu banyak hierarki, terlalu banyak spesialisasi dan terlalu banyak unit yang
terlibat; over-sentralisasi inteligensi.
- Doktrin yang memaksimalkan distorsi dan hambatan: fakta untuk mengisi
kesenjangan versus fakta yang dievaluasi atau diintepretasikan; konflik antara
pengumpulan intelegensi (riset) dan aktivitas gerakan klandestine; keyakinan
bahwa inteligensi rahasia adalah lebih unggul; perkiraan atau estimasi versus
analisis dan orientasi.
Page | 37
Tahap pembuatan kebijakan :
- Memotivasi pelaksana kebijakan
- Melaksanakan kebijakan
- Mengevaluasi kebijakan setelah pelaksanaan kebijakan
- Komunikasi dan saluran umpan balik akan menghubungkan semua tahapan
tersebut.
Bagian 4
ANALISIS DELIVERY
Analisis Implmentasi, Evaluasi, Perubahan, dan Dampak
4.1 Pendahuluan
Fokus pada problem dalam pendekatan kebijakan berarti bahwa. Sampai era 1970-
an, analisis kebijakan terutama membahas ujung depan (front-end) dari proses kebijakan.
Yakni, analisis proses kebijakan cenderung disibukkan dengan isu seperti seberapa rasional,
terbuka, atau adilkah sebuah pembuatan keputusan; dan, dari sudut pandang analisis dalam
dan untuk proses kebijakan, bagaimana pengetahuan dapat memperbaiki pembuatan
keputusan (Van Meter dan Van Horn, 1975: 450-1).
4.2 Implementasi
Dalam buku Limits to Administration (1976) Christoper Hood mengemukakan lima
kondisi atau syarat untuk implementasi yang sempurna :
- Bahwa implementasi indeal itu adalah produk dari organisasi yang padu seperti
militer, dengan garis otoritas yang tegas.
- Bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan.
- Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan.
- Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi.
- Bahwa tidak ada tekanan waktu.
Page | 38
teknologi penyampaian (delivery) mulai menduduki tempat utama dalam literature
manajemen sektor publik. Ini terutama terjadi dalam konteks kondisi kompleks yang dihadapi
oleh pemerintahan modern (Kooiman (ed.), 1993) dan perubahan arsitektur negara di
masyarakat modern (Dunleavy, 1989).
4.4 Evaluasi
Evaluasi mengandung dua aspek yang saling terkait :
a. Evaluasi kebijakan & kandungan programnya
b. Evaluasi terhadap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi yang
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan dan program.
Menurut Carol Weiss (1976: 6), mengatakan bahwa evaluasi dapat dibedakan dari
bentuk-bentuk analisis lainnya berdasarkan enam hal :
a. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk menganalisis
problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset.
b. Evaluasi adalah penilaian karakter. Riset bertujuan untuk mengevaluasi tujuan
program.
c. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam
setting akademik.
d. Evaluasi sering kali melibatkan konflik antara periset dan praktisi.
e. Evaluasi biayanya tidak dipublikasikan.
f. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan kepada agen
pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial.
Page | 39
b. Perubahan dalam ruang organisasional (organizational space): apa
hubungan antara perubahan nilai, keyakinan, tujuan dan sebagainya, dengan
konteks institusional atau organisasional dari kebijakan dan dapat diterima (vice
versa) ?
Brian Hogwood dan Guy Peter (1983) mengatakan bahwa kita dapat memahami
variasi perubahan dalam term tipe perubahan berikut ini:
a. Inovasi kebijakan: ketika pemerintah menjadi terlibat dalam problem atau area
yang baru. Dengan adanya fakta bahwa ruang kebijakan modern itu sangat
padat (crowded), kebijakan baru kemungkinan akan diletakkan dalam kerangka
yang ada di dalam konteks kebijakan terkait yang sudah ada.
b. Suksesi kebijakan: penggantian kebijakan yang sudah ada dengan kebijakan
lain. Perubahan ini tidak menimbulkan perubahan fundamental dalam
pendekatannya, tetapi melanjutkan kebijakan yang sudah ada.
c. Pemeliharaan kebijakan: adalah adaptasi kebijakan-kebijakan, atau penyesuaian
untuk menjaga agar kebijakan tetap berada dalam jalurnya.
d. Terminasi kebijakan: merupakan sisi lain dari inovasi. Dalam terminasi, sebuah
kebijakan atau program akan dihentikan, dikurangi, dan pengeluaran publik
pada kebijakan itu akan dipotong. Ini adalah (dengan permintaan maaf kepada
Monty Python) kebijakan mati (dead policy), sebuah kebijakan yang berhenti
mengada: sebuah bekas kebijakan.
Page | 40
d. Menggunakan model untuk memahamidan menjelaskan apa yang terjadi sebagai
akibat dari kebijakan masa lalu.
e. Pendekatan kualitatif dan judgemental untuk mengevaluasi
keberhasilan/kegagalan kebijakan dan program.
f. Membandingkan apa yang sudah terjadi dengan tujuan atau sasaran tertentu dari
sebuah program atau kebijakan
g. Menggunakan pengukuran kinerja untuk menilai apakah tujuan atau targetnya
sudah terpenuhi.
Page | 41
- Tujuan analisis kebijakan haruslah memfasilitasi suatu proses pembuatan
kebijakan yang didasari oleh pengetahuan dan emansipasi dan yang dapat
menjaga pluralism otoritas dan kontrol yang mencegah absolutisasi kekuasaan
politik (Lasswell, 1980: 533).
- Lasswell mengatakan pada akhir 1940-an: Hari ini umat manusia punya tugas
bersama, meski masih samar, yakni menemukan cara dan sarana untuk
merealisasikan martabat manusia. Ada komunitas dunia yang maju yang
membahayakan dirinya sendiri tapi tidak cukup memadai untuk berbagai dan
menghasilkan pembentukan nilai dan potensi kemakmuran demokrasi. Dalam
klarifikasi ini, inti dan tugas vital dari teori dan praktik kebijakan publik adalah
membentuk dan menyebarkan nilai-nilai seta memperluas dan memperkaya
demokratisasi.
PUBLIC POLICY
Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan
Oleh : Wayne Parsons
Bagian I
META ANALISIS
Menganalisis Analisis
1.1 Pendahuluan
Page | 42
Meta analisis adalah pembahasan metode dan pendekatan yang dipakaidalam studi
kebijakan publik serta diskursusdan bahasa yang dipakainya. Dengan kata lain, meta analisis
adalah analisis terhadap aktivitas analisis. Sebuah metode yang berkaitan dengan upaya
memahami gagasan yang menyatakan bahwa analisis kebijakan publik dilakukan dengan
menggunakan metafora: kita melakukan analisis dengan mendeskripsikan sesuatu dengan
menggunakan istilah lain.
Ide kebijakan
Makna modern dari gagasan kebijakan dalam bahasa inggris adalah seperangkat
aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna
administration (Wilson, 1887).
Page | 43
- Analisis Kebijakan: berkaitan dengan pengetahuan dalam, dan untuk, proses
politik.
- Analisis Proses Kebijakan: berkaitan dengan pengetahuan tentang formasi dan
implementasi kebijakan publik.
Page | 44
- Kelompok penekan dan lobi: kelompok kepentingan yang berusaha
memengaruhi kebijakan dengan mengadakan monitoring kebijakan dan
mengembangkan ide dan proposal alternative.
- Partai politik: partai-partai mempunyai department/unit atau kelompok yang
melakukan riset kebijakan dan pembangunan untuk mendukung aktivitas dan
kepentingan partai.
- Konsultan lepas: orang-orang yang melakukan riset berdasarkan kontrak dan
imbalan.
Page | 45
i. Neo-Marxist approaches: yang mengkaji aplikasi ide-ide Marx dan Marxis
untuk menjelaskan pembuatan kebijakan dalam masyarakat kapiltalis.
j. Sub-system approaches: yang menganalisis pembuatan kebijakan dalam
term metafora baru, seperti network, communities, dam sub-systems.
k. Policy discourse approaches: yang mengkaji proses kebijakan dari sudut
pandang bahasa dan komunikasi.
l. Institutionalism: sebagai pendekatan baru yang penting untuk proses
kebijakan, walaupun kurang berkembang dibanding pendekatan lainnya.
Page | 46
- Etzioni dan Komunitarianisme (Communitarianism): sebuah kerangka
pemikiran untuk pembuatan kebijakan yang telah banyak mempengaruhi
pemikiran di Eropa dan Amerika. Daya tariknya terletak dalam caranya
menunjukkan jalan tengah antara penggunaan regulasi dan kontrol negara di satu
pihak, dengan penggunaan kekuatan pasar murni di pihak lain.
- Habermas dan Rasionalitas Komunikatif: menyarankan perlunya perhatian
yang lebih besar kepada bahasa, diskursus dan argument. Habermas mengajak
untuk mencari metode analisis baru dan proses institusional baru yang dapat
mempromosikan pendekatan interkomunikatif untuk merumuskan dan
menyampaikan kebijakan publik.
Bagian 2
ANALISIS MESO
Analisis Definisi Problem, Penentuan Agenda, dan Perumusan Kebijakan
2.1 Pendahuluan
Analisis Meso (dari kata Yunani, mesos, yang berarti menengah, atau intermediate)
adalah level analisis menengah atau analisis perantara yang berfokus pada kaitan antara
Page | 47
definisi problem, penentuan agenda, dan proses pengambilan keputusan serta
implementasinya.
Pada dasarnya kebijakan muncul dari isu-isu yang diangkat oleh masyarakatyang
kemudian dianggap menjadi problem atau masalah. Dalam prakteknya proses penentuan
agenda dilakukan di dalam parameter dan paradigma akademik. Dasar utama analisis
pembuatan agenda dan definisi problem adalah kontroversi yang meliputi ide tentang dunia
yang objektif dan dapat diketahui.
Page | 48
- Marketing kebijakan dan pembuatan kebijakan: hubungan antara studi opini
publik dan perdagangan (commerce) selalu sangat dekat. Dunia periklanan
(advertising) dan dunia riset opini publik saling tumpang tindih dalam teori
maupun praktik. Marketing kebijakan bukan hanya menyangkut identifikasi
kebutuhan dan keinginan para pemilih atau isu dan problem saja, tetapi juga
melibatkan pengguna teknik untuk mempengaruhi, menciptakan, dan
menstimulasi opini publik terhadap satu isu atau problem.
Page | 49
cara elite berusaha menggunakan symbol untuk manipulasi opini publik dan bawah sadar
manusia atau jarang mempelajari orang, kepribadian, kelompok, dan kultur (Lasswell, 1939).
Page | 50
2.9 Kebijakan dan Problem sebagai Simbol
Bahasa, kekuasaan, dan kebijakan merupakan studi pembuatan kebijakan, dikaitkan
dengan konstruksi irasionalitas sejauh mana kata, bahasa, symbol, tanda, mitos, citra (image)
dipakai oleh elite.Oleh karenanya, studi kebijakan publik itu adalah dalam rangka
membentuk komposisi dan distribusi nilai dan untuk mengeksploitasi perasaan
ketidaksamaan personal di kalangan produk.Akan tetapi, studi kebijakan dalam sebagian
besar perjalanan sejarahnya telah mengabaikan aspek krusian dan kebijakan publik.
Page | 51
dalam kondisi pertumbuhan rendah atau negative akan menempatkan demokrasi
dalam bahaya deficit politik karena adanya ekspektasi berlebihan.
- Tren dan agenda kebijakan: dalam hal ini, tren mungkin kurang menentukan
kebijakan publik ketimbang hasil proses politik atau kebijakan.
- Kebijakan sebagai epifenomena: kebijakan sebagaian besar ditentukan oleh
kondisi-kondisi yang mendasarinya ketimbang oleh proses politik.
- Nilai, partai, dan kebijakan: Dunleavy berpendapat ada bukti bahwa partai-
partai politik memang membentuk preferensi pemilih, tetapi kita tidak tahu
banyak tentang hubungan permintaan dan penawaran antara opini publik dan
kebijakan partai.
- Parameter institusional:
d. Ekonomi: terdiri dari teori-teori yang berasal dari teori biaya-transaksi dan
principal-agent.
e. Sosiolog: berkembang dari bidang sosiologis organisasi
f. Politik: berisi kontribusi-kontribusi yang memfokuskan pada otonomi
negara dalam pembuatan kebijakan dan relasi negara dengan masyarakat.
Bagian 3
ANALISIS KEPUTUSAN
Analisis Proses Pembuatan Keputusan dan Analisis Kebijakan untuk Pembuatan
Keputusan
Page | 52
3.1 Pendahuluan
Pembuatan keputusan (decision-making) berada di antara perumusan keijakan dan
implementasi kebijakan, akan tetapi kedua hal tersebut berkaitan satu sama lain. Keputusan
mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal akan mempengaruhi tahap
pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi implementasi
berikutnya.
3.2 Pembuatan Keputusan: Kerangka dan Konteks Disipliner
Analisis keputusan menggunakan berbagai macam disiplin akademik dan kerangka
permikiran yaitu ilmu politik, sosiologi, teori organisasi, ilmu ekonomi, psikologi, dan
manajemen.
Page | 53
3.6 Pendekatan Institusional
Pendekatan institusional dapat dispesifikasikan menjadi tiga kerangka analisis, antara
lain :
- Institusionalisme sosiologis: kerangka ini orientasinya empiris dan penyampaian
gagasannya melalui studi kasus, bukan dengan model teoretis seperti yang biasa
dipakai dalam teori ekonomi. Kerangka ini lebih memilih pendekatan historis
untuk studi kasus.
- Institusionalisme ekonomi: berkembang dari teori-teori perusahaan dan aplikasi
utamanya adalah dalam analisis ekonomi.
- Institusionalisme politik: agar memahami bagaimana institusi membatasi
pembuatan keputusan di pemerintahan di luar anransemen konstitusional formal
yang juga membentuk dan sering kali menentukan keputusan yang dibuat.
Sebagai sebuah kerangka untuk menganalisis proses keputusan, Caroll dan Johnson
(1990: 21-4) menyarankan agar menggunakan kerangka kognitif untuk menganalisa apa yang
terjadi di tahap-tahap yang berbeda :
- Pengenalan: Siapa yang mengetahui problem ? Kapan problem itu dikenali ? Apa
yang harus dilakukan agar problem itu bisa dianggap sebagai problem
keputusan ?
- Formulasi: Siapa yang mendefinisikan problem ? Bagaimana problem bisa
dipisahkan atau dikombinasikan dengan problem lain ? Apakah orang yang
berbeda akan mendefinisikannya dengan cara yang berbeda pula ? Apa tujuan
yang muncul dari sini dan tujuan siapa ?
- Pembuatan alternative: Dari mana alternative berasal ? Bagaimana dan
mengapa diputuskan untuk menghentikan pembuatan alternative ?
Page | 54
- Pencarian informasi: Berapa banyak dan jenis informasi apa yang mesti
dikumpulkan ? Bagaimana cara menentukan pencarian informasi ?
- Penilaian dan pemilihan: Siapa yang membuat penilaian dan pemilihan ? Apa
basis informasional dari pilihan yang dibuat itu ? Asumsi apa yang dipakai ?
- Aksi: Bagaimana keputusan dilaksanakan ? Apa yang terjadi ?
- Umpan balik: Bagaimana informasi tentang efek keputusan dikomunikasikan
kepada para pembuat keputusan ?
Page | 55
- Atribut struktural yang memaksimalkan distorsi dan hambatan (blockage):
terlalu banyak hierarki, terlalu banyak spesialisasi dan terlalu banyak unit yang
terlibat; over-sentralisasi inteligensi.
- Doktrin yang memaksimalkan distorsi dan hambatan: fakta untuk mengisi
kesenjangan versus fakta yang dievaluasi atau diintepretasikan; konflik antara
pengumpulan intelegensi (riset) dan aktivitas gerakan klandestine; keyakinan
bahwa inteligensi rahasia adalah lebih unggul; perkiraan atau estimasi versus
analisis dan orientasi.
Page | 56
- Mengevaluasi kebijakan setelah pelaksanaan kebijakan
- Komunikasi dan saluran umpan balik akan menghubungkan semua tahapan
tersebut.
Bagian 4
ANALISIS DELIVERY
Analisis Implmentasi, Evaluasi, Perubahan, dan Dampak
4.1 Pendahuluan
Fokus pada problem dalam pendekatan kebijakan berarti bahwa. Sampai era 1970-
an, analisis kebijakan terutama membahas ujung depan (front-end) dari proses kebijakan.
Yakni, analisis proses kebijakan cenderung disibukkan dengan isu seperti seberapa rasional,
terbuka, atau adilkah sebuah pembuatan keputusan; dan, dari sudut pandang analisis dalam
dan untuk proses kebijakan, bagaimana pengetahuan dapat memperbaiki pembuatan
keputusan (Van Meter dan Van Horn, 1975: 450-1).
4.2 Implementasi
Dalam buku Limits to Administration (1976) Christoper Hood mengemukakan lima
kondisi atau syarat untuk implementasi yang sempurna :
- Bahwa implementasi indeal itu adalah produk dari organisasi yang padu seperti
militer, dengan garis otoritas yang tegas.
- Bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan.
- Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan.
- Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi.
- Bahwa tidak ada tekanan waktu.
Page | 57
oleh pemerintahan modern (Kooiman (ed.), 1993) dan perubahan arsitektur negara di
masyarakat modern (Dunleavy, 1989).
4.4 Evaluasi
Evaluasi mengandung dua aspek yang saling terkait :
c. Evaluasi kebijakan & kandungan programnya
d. Evaluasi terhadap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi yang
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan dan program.
Menurut Carol Weiss (1976: 6), mengatakan bahwa evaluasi dapat dibedakan dari
bentuk-bentuk analisis lainnya berdasarkan enam hal :
g. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk menganalisis
problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset.
h. Evaluasi adalah penilaian karakter. Riset bertujuan untuk mengevaluasi tujuan
program.
i. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam
setting akademik.
j. Evaluasi sering kali melibatkan konflik antara periset dan praktisi.
k. Evaluasi biayanya tidak dipublikasikan.
l. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan kepada agen
pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial.
Page | 58
konteks institusional atau organisasional dari kebijakan dan dapat diterima (vice
versa) ?
Brian Hogwood dan Guy Peter (1983) mengatakan bahwa kita dapat memahami
variasi perubahan dalam term tipe perubahan berikut ini:
e. Inovasi kebijakan: ketika pemerintah menjadi terlibat dalam problem atau area
yang baru. Dengan adanya fakta bahwa ruang kebijakan modern itu sangat
padat (crowded), kebijakan baru kemungkinan akan diletakkan dalam kerangka
yang ada di dalam konteks kebijakan terkait yang sudah ada.
f. Suksesi kebijakan: penggantian kebijakan yang sudah ada dengan kebijakan
lain. Perubahan ini tidak menimbulkan perubahan fundamental dalam
pendekatannya, tetapi melanjutkan kebijakan yang sudah ada.
g. Pemeliharaan kebijakan: adalah adaptasi kebijakan-kebijakan, atau penyesuaian
untuk menjaga agar kebijakan tetap berada dalam jalurnya.
h. Terminasi kebijakan: merupakan sisi lain dari inovasi. Dalam terminasi, sebuah
kebijakan atau program akan dihentikan, dikurangi, dan pengeluaran publik
pada kebijakan itu akan dipotong. Ini adalah (dengan permintaan maaf kepada
Monty Python) kebijakan mati (dead policy), sebuah kebijakan yang berhenti
mengada: sebuah bekas kebijakan.
Page | 59
l. Pendekatan kualitatif dan judgemental untuk mengevaluasi
keberhasilan/kegagalan kebijakan dan program.
m. Membandingkan apa yang sudah terjadi dengan tujuan atau sasaran tertentu dari
sebuah program atau kebijakan
n. Menggunakan pengukuran kinerja untuk menilai apakah tujuan atau targetnya
sudah terpenuhi.
Page | 60
menjaga pluralism otoritas dan kontrol yang mencegah absolutisasi kekuasaan
politik (Lasswell, 1980: 533).
- Lasswell mengatakan pada akhir
1940-an: Hari ini umat manusia punya
tugas bersama, meski masih samar, yakni
menemukan cara dan sarana untuk
merealisasikan martabat manusia. Ada
komunitas dunia yang maju yang
membahayakan dirinya sendiri tapi tidak
cukup memadai untuk berbagai dan
menghasilkan pembentukan nilai dan potensi kemakmuran demokrasi. Dalam
klarifikasi ini, inti dan tugas vital dari teori dan praktik kebijakan publik adalah
membentuk dan menyebarkan nilai-nilai seta memperluas dan memperkaya
demokratisasi.
Page | 61
Tugas resume dari buku
PUBLIC POLICY
Disusun oleh ;
2015.02.065 Andi Wahyuddin
2015.02.066 Akzan
2015.02.067 Rosmala
2015.02.071 Mochammad Bukti
2015.02.040 Amin Zuhri
2015.02.054 Nurningsih
2015.02.070 Tenri Angka
2015.02.059 Sri Wulandari
2015.02.044 Abdurrahman
Kelompok 3
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
Page | 62
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
STIA-LAN MAKASSAR
BAB I
Untuk itu tantangan terbesar bagi setiap Negara berkembang terutama yang masih
lemah adalah bagaimana membangun kebijakan publik yang kuat dan mewakili
kepentingan nasional dan bukan kepentingan asing maupun pada kompradornya. Oleh karena
itu kita akan memulai dengan fakta yang paling dekat untuk memahami Kebijakan Publik:
politik suatu Negara.
Page | 63
kepada penanggulangan kemiskinan. Pembangunan berjalan dengan baik jika semua
orang punya hak untuk menentukan arah politik. Jadi pada intinya Premis itu berkata
Demokrasi diperlukan untuk membangun manusia diseluruh dunia. Namun
Demokrasi yang semakin mendalam diIndonesia berhenti dititik politik yaitu
kehidupan yang multipartai yang begitu riuh rendah, pemekaran wilayah yang
membuat APBN lebih banyak Berlubang untuk urusan membiayai para elit
politik daerah-daerah baru bupati baru, wali kota baru, jajaran pemda yang
baru,DPRD baru,dst daripada untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran,
yang paling hiruk-pikuk adalah pilkadal (pemilihan kepala Daerah Langsung).
Disebuah Kabupaten kecil disumut seorang calon membelanjakan Rp 15
Milyar untuk menang, padahal PAD dari daerah tersebut hanya Rp 5 Milyar.
Bagaimana membayangkan kepala daerah yang focus kepada pembangunan, jika ia
harus terlebih dahulu mengembalikan investasi semacam return on investment (ROI)
sebelum ia memikirkan Rakyatnya. Demokrasi menjadi begitu mahal namun hasilnya
masih belum pasti.
Salah satu pemikiran internasional yang tepat dan penting untuk diadopsi
adalah pemikiran Francis Fukuyama mengemukakan pada hari ini yang dibutuhkan
dunia adalah Pemerintah dan Negara-Negara yang kuat , Negara-Negara yang maju
dan sejahtera adalah Negara-Negara yang kuat dengan Pemerintah yang kuat.
Kita simak perkataan Fukuyama :
Page | 64
1.2. Kebijakan Publik,Politik dan Negara
Negara adalah sebuah entitas politik yang bersifat formal yang mempunyai minimal lima
(5) komponen utama.:
Pertama, komponen lembaga-lembaga Negara, yaitu lembaga Pemerintah atau
eksekutif, Lembaga perundangan atau Legislatif, dan lembaga peradilan atau
yudikatif. Dizaman modern ketiga lembaga ini mempunyai dua pola : terpisah satu
sama lain, terkait satu sama lain atau salah satu menjadi bagian dari yang lain baik
secara formal maupun dalam arti terkooptasi.
Kedua, Komponen Rakyat sebagai warga Negara (citizen). Rakyat sebagai warga
Negara berbeda dengan Rakyat bukan sebagai warga Negara.Rakyat sebagai Warga
Negara mempunyai hak-hak kewargaan yaitu hak politik, hak hokum, hak ekonomi,
hak sosial, hak kultural, hak komunitarian, hak individual, hak intelektual, dan hak
biologis.Bahasa universal dari hak-hak tersebut adalah Hak Asasi Manusia.
Ketiga, Wilayah yang diakui kedaulatannya. Hari ini kita masih memahami wilayah
sebagai sebuah kawasan fisikal yang kasat mata. Negara-Negara didunia kecuali
Negara Palestina adalah Negara yang mempunyai batasan fisik geografis yang diakui
olah Negara sekelilingnya dan persatuan Bangsa-Bangsa. Kedepan akan berkembang
vistual nations yang mempunyai wilayah yang maya.
Page | 65
bagaimana respon terhadap masalah tersebut. Respon ini yang disebut sebagai
kebijakan publik.
Kebijakan publik pada akhirnya adalah bentuk paling nyata dari ideologi suatu
Negara-bangsa, sebagaimana gambar berikut :
Ideologi
Political system
Publik POLICY
justru melakukan apa yang tidak perlu dilakukan karena Masyarakat bisa
Page | 66
Berikut rancangan agenda pekerjaan yang seharusnya menjadi pekerjaan yang harus
dilakukan pemda, namun malah sebagian pemda tidak kunjung melakukan :
Pendukung Pelengkap Utama
Kewargaan-perijinan
Air dan Sanitasi Keindahan
Kesehatan
Sampah dan limbah Kenyamanan
Pendidikan
Transportasi massal
Ketertiban
Keseimbangan
lingkungan
Page | 67
1. Kontinentalis, yang cenderung melihat bahwa kebijakan publik adalah turunan dari
hukum, bahkan kadang mempersamakan antara kebijakan publik dan hukum,
utamanya hukum publik, ataupun hikum tata Negara, sehingga melihatnya sebagai
proses interaksi di antara institusi-institusi Negara.
2. Anglo-saxonis, yang cenderung memahami bahwa kebijakan publik adalah turunan
dari politik demokrasi, sehingga melihatnya sebagai produk interaksi antara Negara
dan publik.
Kontinentalis Hukum adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik, baik dari sisi
wujud atau produk, proses, maupun dari sisi muatan. Dari sisi produk atau wujud,
karena kebijakan publik dapat berupa sebuah hukum, dapat juga berupa konvensi atau
kesepakatan, bahkan pada tingkat tertentu berupa keputusan lisan atau perilaku dari
pejabat publik. Dari sisi proses, hokum merupankan produk dari Negara atau
pemerintah, sehingga posisi rakyat atau publik lebih sebagai penerima produk atau
penerima akibat dari perilaku Negara. Pembuatan hukum tidak mensyaratkan
pelibatan publik di dalam prosesnya.
Kebijakan publik, di sisi lain, adalah produk yang memperjuangkan kepentingan
publik, yang filosofinya adalah mensyaratkan pelibatan publik sejak awal hingga
akhir.
Dengan demikian, pemahaman kebijakan publik sebenarnya dapat di
kembangkan dengan model pemahaman sebagai berikut :
Klasik
Kontinentalis
Teknis : Administrasi
Negara
Kebijakan Publik
Klasik
Page | 68
manajemen, sebagaimana di lihat pada gambar kedua (seblah kanan) dan akar bagian
bawah.
Bagaimana dengan Indonesia? Yang pertama kita melihat dari sisi pemahaman dasar.
Hingga saat ini, jika terdapat amanat membuat kebijakan publik, maka dua keahlian
yang pasti dilibatkan, yaitu;
1. Ahli hukum, terutama hukum tata Negara
2. Ahli yang menguasai masalah berkaitan, misalnya kalau berkenaan dengan
pertanian, yang dilibatkan adalah ahli pertanian.
Sangat jarang pembuatan kebijakan publik melibatkan ahli kebijakan publik yang
murni, karena tidak sedikit mereka yang di anggap ahli kebijakan publik adalah
ahli hukum tata Negara atau ahli politik yang di anggap mengerti kebijakan
publik-dan lebih jarang lagi melibatkan ahli bahasa Indonesia.
Jadi, pada rasanya tidak menjadi masalah suatu Negara memilih pendekatan
kontinentalis sebagai model utamanya dalam mengembangkan kebujakan publik.
Hanya, yang harus di sadari adalah, terdapatnya sejumlah ceteris paribus yang
diperlikan. Tiga yang kita sebutkan di atas adalah: tidak banyak kebujakan publik
yang harus, di buat karena sudah ada dan memadai; tingginya kualitas aparatur
Negara dan pemerintah; dan proses artikulasi dan agregasi kepentingan dari publik
telah melembaga dalam system politik yang ada. Tanpa salah satu dari ketiganya,
penggunaan model kontinentalis berpotensi mengembangkan masalah yang lebih
besar dan mendasar dari suatu kebijakan publik yang di kembangkannya.
Setiap kebijakan publik yang di tetapkan sebagai sebuah dokumen formal dan berlaku
mengikat kehidupan bersama, maka pada saat itu pula kebijakan publik menjadi hukum.
Dengan demikian, hukum merupakan salah satu bentuk atau wujud dari kebijakan publik.
Atau, dengan istilah lain, hukum merupakan bagian dari kebijakan publik. Menyamakan
kebijakan publik, dengan demikian, adalah sebuah tindakan reduksionistik yang
berlebihan, karena kebijakan publik tidak identik dengan hukum.
Perbedaan hukum dari kebijakan publik adalah wujud eksistensialnya Hukum secara
eksistensial dalam kehidupan modern senantiasa terkodifikasi secara legal dan formal.
Kebijakan publik dapat berupa kodifikasi legal formal, pernyataan-pernyataan, dan
perilaku-perilaku. Perbedaan selanjutnya adalah perbedaan kontekstualitasnya. Hukum
dibuat untuk mengatasi masalah artinya sudah terjadi sehingga terdapat pernyataan bahwa
Page | 69
hukum senantiasa berjalan terlatih di belakang masalah. Kebijakan publik di buat untuk
mengatasi masalah dan mengantisipasi masalah. Hakikat kontekstual ini menjadi
kebijakan publik mengatasi hukum. Namun demikian, harus disadari, bahwa pada
kehidupan modern, kebijakan publik yang dikehendaki untuk dapat dilaksanakan dengan
baik memerlukan kodifikasi dalam bentuk hukum.
Jika salah satu bentuk kebijakan publik adalah hukum, maka yang perlu dipahami adalah
terdapat dua jenis hukum, sesuai dengan kepentingannya. Dasar pemilihan kepentingan
ini diambil karena hukum mengatur berbagai kepentingan di dalam kehidupan antar
manusia, termasuk di dalamnya kepentingan yang sama dan kepentingan yang berbeda
atau konflik.
Dengan pemahaman tersebut, dapat di terima bahwa pada dasarnya terdapat dua jenis
hukum, yaitu hukum publik dan hukum privat (Muchsan, 1982).
Hukum publik apabila kaidah hukum itu mengatur hubungan antara seseorang dengan
seseorang lainnya atau dengan Negara yang menyangkut kepentingan umum. Hukum
publik mencakup hukum tata Negaram, hukum tata usaha Negara, hukum pidana, hukum
acara pidana, hukum acara perdata dan hukum antar Negara.
Hukum privat adalah kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang
dengan seseorang lain dalam kepentingan indivudunya. Hukum privat mencakup hukum
privat barat, yang meliputi hukum sipil dan hukum dagang, hukum perdata adat, dan
hukum perdata perselisihan yang mencakup hukum antar golongan dan hukum antar
agama. Kebijakan publik mencakup seluruh hukum tersebut di atas.
Dari seluruh hukum tersebut, salah satu jenis hukum yang secara spesifik menjadi wujud
khusus dari kebijakan publik sebagai hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi
Negara adalah rangkaian aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat
perlengkapan menjalankan tugasnya. Kaida-kaida hukum Administrasi Negara terdiri dari
:
Page | 70
Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian
Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara meliputi bidang-bidang :
1. Hukum tata pemerintahan, yakni hukum eksekutifatau hukum tata pelaksanaan
undang-undang dalam arti hukum mengenai tata penegakan dan penggunaan
kekuasaan berikut wewenang-wewenang keNegaraan.
2. Hukum Administrasi dalam arti sempit yakni hukum mengenai tata pengurusan
(organisasi dan manajemen) rumah tangga Negara.
3. Hukum tata usaha Negara, yang merupakan hukum tentang birokrasi Negara
tentang penyelenggaraan komunikasi,registrasi, statistic, dan lain-lain pekerjaan
kantor pemerintahan serta surat-surat keterangan lainnya.
4. Hukum tata pembangunan yaitu yang mengatur campur tangan pemerintah dalam
kehidupan dan penghidupan Masyarakat untuk mengarahkan kepasa perubahan
yang telah direncanakan. (Muchsan, 1982)
Page | 71
termasuk didalamnya lembaga bisnis dan nirlama. Regulasi yang bersifat umum
adalah pemberian izin atau lisensi kepada suatu organisasi bisnis atau
kemasyarakatan/nirlaba untuk menyelenggarakan misi menjadi bagian untuk
membangun masyarakat.
Page | 72
Pemerkaraan kebijakan publik oleh wargaNegara secara serta merta dan diterima
untuk diperkarakan dipengadilan, adalah fenomena ketidak pahaman dari system
peradilan atas makna kebijakan publik, khususnya jika dipahami sebagai hukum
Administrasi Negara yaitu hukum pada saat mesin politik Negara bekerja. Jikapun
dapat diperkarakan maka ada dua syarat penting, 1). Harus diperkarakan secara
bersama-sama oleh para anggota publik yang dirugikan. Jika pengadilan memilih
untuk mengadilinya maka proses pengadilan mengarah keproses yang tidak adil
baik kepada Negara maupun warga Negara. 2). Selain itu terdapat sejumlah
praktek dimana terdapat sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
mengatas-namakan rakyat, kemudian diperkarakan kebijakan pemerintah
dipengadilan.
2. Karena kejadian hukumnya adalah warga Negara melawan Negara maka institusi
peradilan yang paling berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dengan demikian nama kasus yang dicantumkan adalah kumpulan warga
Negara (misalnya masyarakat diwilayah tertentu, asosiasi industry, paguyuban
kegiatan sosial tertentu) melawan Negara (DPR,DPRD,Eksekutif,Menteri,dsb).
Page | 73
Sebelum memasuki konteks kebijakan unggul, hal awal yang perlu disadari adalah bahwa
kebijakan publik tidak hadir dalam ruang hampa. Pada awalnya adalah interaksi manusia
didalam komunitas dan dengan lingkungan dimana komunitas itu berada. Interaksi ini
melahirkan kepercayaan-kepercayaan sosial (sosial beliefs) tentang kebaikan-kebaikan
(goodness) yang harus diperjuangkan dengan cara-cara yang dianggap baik.
Dus, kembali kepremis kita : kebijakan publik menentukan keberhasilan dari setiap
Negara untuk mencapai kemajuannya,tanpa kecuali keberhasilan kebijakan publik
mendorong upaya memperkuat kepercayaan sosial yang selanjutnya akan menjadi nilai
dan norma budaya yang mengikat secara kuat komunitas bangsa tersebut.
Francis Fukuyama (1995) yang mengatakan bahwa kekuatan setiap masyarakat pada
akhirnya ditentukan oleh kepercayaan (tepatnya rasa saling percaya) yang hidup
didalamnya. Masyarakat dengan low trust akan kalah oleh masyarakat yang memiliki
high trust. Masyarakat dengan tingkat trust yang tinggi adalah masyarakat yang mampu
membangun dirinya menjadi sebuah sebuah teamwork yang efisien.
Seperti dalam fakta, hanya tim sepak bola yang bisa membangun teamwork yang bisa
memenangkan pertandingan. Saling percaya adalah modal sosial yang paling diperlukan
untuk membangun keunggulan dan memenangkan kompetisi global
1.9. Keunggulan Negara dan keunggulan kebijakan publik
Sebagaimana dikemukakan didepan, buku ini ditulis dengan premis dasar, keunggulan
setiap Negara bangsa diseluruh dunia hari ini dan dimasa depan ditentukan dari fakta
apakah ia mampu mengembangkan dan akhirnya memiliki kebijakan-kebijakan publik
yang unggul. Kebijakan publik adalah hulu dari setiap kehidupan suatu komunitas yang
disebut sebagai Negara dimana didalamnya berinteraksi baik organisasi publik, bisnis,
maupun sosial kemasyarakatan. Negara-Negara maju diasia seperti
Singapura,Taiwan,Malaysia, dan china maju karena membangun kebijakan publik yang
unggul. Singapura sejak awal menjadikan dirinya sebagai global hub dikawasan selatan
dunia dan kebijakan publik mengarah kesana. Hari ini sebagian besar ekspor komoditi
diasia tenggara termasuk Indonesia melalui lembaga-lembaga perdagangan di Singapura.
Dinamika
sosial, Kebijakan
Page | 74
ekonomi, Publik
politik, budaya
Kebijakan publik sendiri merupakan bentuk dinamik dari tiga dimensi kehidupan setiap
Negara bangsa, yaitu :
1. Dimensi politik, karena kebijakan publik merupakan bentuk paling nyata dari system
politik yang dipilih. Politik demokratis memberikan hasil kebijakan publik yang
berproses secra demokratis dan dibangun untuk kepentingan kehidupan bersama,
bukan orang-seorang atau satu atau beberapa golongan saja.
2. Dimensi hukum, karena kebijakan publik merupakan fakta hukum dari Negara
sehingga kebijakan publik mengikat seluruh rakyat dan juga seluruh penyelenggara
Negara terutama penyelenggara Pemerintah.
3. Dimensi manajemen karena kebijakan publik perlu untuk dirancang atau
direncanakan, dilaksanakan melalui berbagai organisasi dan kelembagaan,dipimpin
oleh pemerintah beserta organisasi eksekutif yang dipimpinnya, yaitu birokrasi
bersama-sama dengan Rakyat dan untuk mencapai hasil yang optimal maka
implementasi kebijakan publik harus dikendalikan.
Untuk membangun Negara bangsa yang kuat dan unggul memerlukan rakyat yang kuat
dan Negara yang kuat. Tidak ada trade of diantara keduanya. Itulah sebabnya disini tidak
pernah diyakini efektivitas dari konsep Reinventing government dari Osborne dan
Gaebler dan cenderung mendukung pemikiran reformasi birokrasi dari Gerald Cainden
(1996) dan Henry Mintzberg (1997) bahwa diperlukan modern an professional
bureaucracy untuk mengembang tugas membangun Negara bangsa.
Page | 75
Masalahnya adalah bagaimana membangun Negara yang kuat tanpa kemudian Negara itu
kemudian menjadi Negara yang totaliter seperti kasus Indonesia Orde Baru. Pada rana ini
dikenal istilah governance atau tata kelola. Negara boleh kuat, tetapi Negara harus :
1. Akuntabel
2. Transparan
3. Responsif
4. Adil
BAB. II
Pemaknaan
Page | 76
Pada bab ini di awali dengan beberapa pertanyaan mendasar ; makhluk apakah
kebijakan publik itu?, uuntuk apa dibuat atau dirumuskan?, siapa yang bertanggung jawab
merumuskan?. Apa tujuannya? dan seterusnya. Pertanyaan tentang kebijakan publik adalam
pertanyaan sepanjang masa karena kebijakan publik tetap ada dan terus ada sepanjang masih
ada negara yang mengatur kehidupan bersama. Artinya kebijakan publik merupakan
kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan bernegara. Sebuah kehidupan bersama harus
diatur. Tujun satu ; supaya satu dengan yang lainnya tidak saling merugikan.
Kita bisa menemukan lebih dari selusin definisi dari kebijakan publik, dan tidak ada dari satu
definisi tersebut yang keliru, semuanya saling melengkapi. Yang perlu dicatat adalah
beberapa ilmuan Indonesia menggunakan istilah Kebijaksanaan sebagai kata ganti dari
policy. Namun perlu ditekankan, kebijaksanaan bukanlah kebijakan, karena (ke)bijaksana(an)
adalah salah satu ciri dari kebijakan publik yang unggul.
setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan
dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mangantarkan masyarakat pada masa
awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang
dicita-citakan.
Untuk mengetahui bahwa itu adalah kebijakan publik, kita dapat melihatnya pada matriks
berikut ini :
Negara/publik Masyarakat
organisasi
Page | 77
Kuadran II
Kuadran I
Gotong royong
Perusahaan merekrut
Membersihkan saluran
pegawai
air
Kuadran IV
Kuadran III Kebijakan publik
Tindak kejahatan yang Air bersih, sanitasi
Memerlukan lembaga publik,
Peradilan negara limbah transportasi kota,
angkutan umum, dll
Riant Nugroho mengatakan, secara generic terdapat empat jenis kebijakan publik, yaitu :
1. Kebijakan formal
2. Kebiasaan umum lembaga publik yang telah diterima bersama (konvensi)
3. Pernyataan pejabat publik dalam forum publik
4. Perilaku pejabat publik
Kebijakan formal adalah keputusan keputusan yang dikondifikasikan secara tertulis dan
disahkan atau diformalkan agar dapat berlaku. Kebijakan formal dikelompokan menjadi tiga
bentuk, yaitu :
1) Perundang-undangan
Kebijakan publik berkenaan dengan usaha usaha pembangunan nasion, baik
berkenaan dengan negara maupun masyarakat.
2) Hukum
Aturan yang bersifat membatasi dan melarang yang tujuaannya adalah untuk
menciptakan ketertiban publik.
3) Regulasi
Regulasi berkenaan dengan asset dan kekuasaan negara oleh pemerintah sebagai
wakil lembaga negara kepada fihak non-pemerintah, termasuk di dalamnya lembaga
bisnis dan nirlaba.
Bentuk kedua dari kebijakan publik adalah konvensi atau kebiasaan atau kesepakatan umum.
Kebiasaan ini biasa ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik, upacara rutin,
SOP-SOP tidak tertulis atau tertulis tetapi tidak diformalkan.
Page | 78
Bentuk ketiga adalah pernyataan pejabat publik di depan publik pernyataan pejabat publik
harus dan selalu mewakili lembaga publik yang diwakili atau dipimpinnya.
Bentuk keempat adalah perilaku pejabat publik. Bentuk ini dimulai dari gaya kepemimpian
Gestur pimpinan ditirukan oleh seluruh bawahannya. Ketika seorang pejabat pemerintah
memberikan mimic yang masam kepada mahasiswa, maka pejabat-pejabat dibawahnya akan
mengimitasi gerak-mirik-gaya tersebut.
Dari bentuk-bentuk diaatas hendaklah kita berikan focus pada peraturan terkodefikasi, karena
pernyataan pejabat pulik dan gesture pejabat publik perlu dibahas secara khusus berkenaan
dengan isu kompetensi dan kapasitas individual dari pejabat publik.
1. Contistuent
2. Distributive
3. Regulatory
4. Self regulatory
5. Redistributive
constituent policies are policies formally and explicitly concern with the establishment of
government structure, with the establishment of rules (or procedures) for the conduct of
government, of rules that distribute or divide power and jurisdiction within which present
and future government policies might be made. kebijakan konstituen adalah kebijakan resmi
dan eksplisit keprihatinan dengan pembentukan struktur pemerintahan, dengan pembentukan
aturan (atau prosedur) untuk pelaksanaan pemerintahan, aturan yang mendistribusikan atau
membagi kekuasaan dan yurisdiksi di mana kebijakan pemerintah sekarang dan masa depan
mungkin dibuat.
Ini adalah jenis kebijakan yang membuktikan keberadaan negara, termasuk didalamnya
kebijakan tentang keamanan negara.
Kebijakan distributive adalah kebijakan yang berkenaan dengan alokasi layanan atau manfat
untuk segmen atau kelompok masyarakat tertentu dari suatu populasi.
Page | 79
Kebijakan regulatory adalah kebijakan yang memakskan batasan atau larangan perilaku
tertentu bagi individu maupun kelompok.
Kebijkan self regulatory hamper sama dengan regulatory, hanya kebijakan dirumuskan oleh
pelakunya. Misalnya kebijakan tentang praktek dokter bagi mereka yang menjadi anggota
dokter professional.
Kebijaka publik adalah keputusan otoritas negara yang mempunyai tujuan untuk mengatur
kehidupan bersama.
Kebijakan distributive, yaitu kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung alokasi
sumberdaya-sumberdaya material maupun non material ke seluruh masyarakat
(Kolb,1978:226).
Kebijakan regulative bersifat mengatur dan membatasi, seperti kebijakan tariff, kebijakan
pengadaan barang dan jasa, kebijakan HAM, kebijakan proteksi industry, dan sebagainya.
Kebijakan dinamisasi adalah kebijakan yang bersifat menggerakan sumberdaya nasion untuk
mencapai kemajuan tertentu yang dikehendaki. Misalnya, kebijakan desentralisasi, kebijakan
zona industry ekslusif, dan lain-lain.
Page | 80
Kebijakan stabilisasi bersifat mengerem dinamika yang terlalu cepat agar tidak merusak
system yang ada, baik system politik, keamanan, ekonomi, dan social.
Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik selalu mengandung multi fungsi, untuk
menjadikan kebijakan publik itu sendiri menjadi kebijakan yang adil dan seimbang guna
mendorong kemajuan dalam kehidupan bersama. Meskipun pemahaman ini adalah penting
namun hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lembaga publik adalah berkenaan
dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan itu sendiri.
Hal yang pertama perlu disadari dalam pembahasan bahwa kebijakan memerlukan
sumberdaya atau risorsis. Keterbatasan sumberdaya memaksa kebijakan di setiap negara,
khususnya negara berkembang dibangun berdasarkan prioritas-priotas.
Apa yang dikerjakan oleh pemerintah Indonesia dalam membangun guna pulih dari krisis
adalah meninggalkan paradigm pembangunan sebagai politik kea rah pembangunan
sebagai manajemen dengan pertama kali meletakan prioritas. Untuk Indonesia, prioritasisasi
dapat disusun sebagai berikut :
Kuadran I Kuadran II
Mendesak
Pemulihan ekonomi Penegakan hukum
Dan pemberdayaan dan ketertiban
Ekonomi rakyat Umum
Kurang
mendesak Kuadran III Kuadran IV
Rekonsiliasi Pembangunan
Kekuatan-kekuatan Social dan
Politik Kemasyarakatan
Page | 81
BAB III
Admnistrasi Publik
Dewasa ini tidaklah mudah mendefenisikan Administrasi Publik. Ada tiga alasan pokok.
Pengelolaan negara
Dengan globalisasi dan kondisi persaingan yang hampir dapat dikatakan tanpa kendali baik
dari sisi ruang, waktu dan sang pengendali sendiri maka tugas negara bukan lagi bersifat
rutin, reguler, atau tata usaha melainkan membangun keunggulan kompetitif nasional.
Page | 82
Output dari administrasi negara bukan saja sesuatu yang mengatur kehidupan bersama
warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi di dalam lingkup nasional untuk
menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan kapasitas global.
Reklasifikasi
Pada prinsipnya oemahaman berawal dari kegiatan pokok manusia yaitu kegiatan yang
bersifat sosial yaitu yang tidak semata-mata bertujuan mengumpulkan keuntungan ekonomi,
dan kegiatan yang b ersifat ekonomi yang bertujuan pokok mencari keuntungan ekonomi.
Kegiatan ini yang mendorong manusia untuk membangun kerjasama dan persaingan.
Birokrasi
Defenisi administrasi publik sebagai pemerintah atau eksekutif yang dikembangkan oleh
Michael P Barber yang menyatakan bahwa Administrasi publik adalah sebuah cara dimana
tujuan pemerintah dicapai.
Negara
Sektor negara atau negara dinilai sebagai lembaga yang mengelola urusan-urusan pelayanann
publik yaitu yang bersifat melayani masyarakat, apapun bentuk dan prosesnya. Pelayanan
tersebut dapat dilakukan dalam bentuk penyusunan kebijakan politik yang diselenggarakan
Page | 83
oleh legislatif, melaksanakan kebijakan yang diselenggarakan oelh eksekutif, serta pelayanan
pengendalian implementasi kebijakan yang diselenggarakan oleh legislatif.
Gagasan ini diperkuat dengan munculnya konsep pengelolaan negara atas dasar
kepemerintahan yang baik yang mendukung adanya kemitraan (partnership) antara negara
dan masyarakat yag menyebabkan makna administrasi publik berkembang menjadi kegiatan
kemitraan antara negara dan masyarakat.
Kepemerintahan Global
Di dalam era globalisasi lembaga-lembaga dunia mempunyai pengaruh yang lebih kuat
dibanding waktu-waktu sebelumnya dengan demikian sektor publik dalam era globalisasi
meluas tidak hanya ditingkat nasional, melainkan mencakup regional, dan global karena pada
hari ini kebijakan-kebijakan politik suatu negara semakin dipengaruhi oleh keputusan-
keputusan yang dibuat oleh lembaga-lembaga global tersebut
Makna pemerintahan
Bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan
pemerintah, dan pemerintah disini adalah negara.
Page | 84
BAB IV
Konteks persaingan global, maka tugas sektor publik adalah membangun lingkungan
yang memungkinkan setiap aktor, baik binsis maupun nirlaba, untuk mampu
mengembangkan diri menjadi pelaku-pelaku yang kompettitif, bukan hnya sevara domestik,
melainkan global. Lingkunagn ini hanya dapat diciptakan oleh kebijakan publik, tidak lain.
Page | 85
Kebijakan Publik yang terbaik adalah yang mendorong setiap warga masyarakat untuk
membangun daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam
pola ketergantungan.
Inilah makna strategis dari administrasi publik, dan kenapa administrasi publik
menjadi teramat strategsi dalam menghadapi mellenium ketiga. Jika kita telah memahami
administrasi publik, maka pada bagian ini kita akan mencoba memahami tentang arti penting
kebijakan publik itu sendiri. Pemahaman ini diperlukan sebelum memasuki tiga hal yang
penting di dalam kebijakan publik, yaitu : perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan
evaluasi kebijakan.
Setiap hal ada di dunia pasti ada tujuannya. Demikain pula kebijakan publik, hadir
dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama seperti yang dikemukakan di
atas untuk mencapai visi dan misi yang telah disepakati bersama.
Dari gambar di atas jelas bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang
dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan
Keadilan) dan UUD 1945 (negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukumdan
tidak semata-mata kekuasaan), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana (jalan,
jembatan, dsb) dan sarana (mobil, bahan bakar, dsb) untuk mencapai tempat tujuan
tersebut. Dari sini kita bisa meletakkan kebijakan Publik sebagai Manajemen pencapaian
tujuan nasional dapat kita simpulkan : 1. Kebijakan publik mudah untuk dipahami karena
maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional 2. Kebijakan
publik mudah diukur karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-
cita sudah ditempuh.
Jenis-Jenis
Pembagian pertama dari kebijakan publik dijabarkan dalam makna dari kebijakan publik,
yaitu :
Hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan
pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.Pemerintah memutuskan untuk
memasuki usaha-usaha ekonomi persenjataan, perpupukan, penerbangan, namun tidak
Page | 86
memili8h usaha ekonomi lain yang bersifat besar dan menghasilkan laba besar, seperti
consumer goods, industri pulp dan paper, minyak goreng. Kedua pilihan ini adalah
kebijakan publik yang diputuskan pemerintah. Mengapa ada BUMN yang mengelola
persenjataan, telekomunikasi, pelabuhan besar, bandar udara ? karena usaha-usaha
tersebut bersifat strategis secara politik keamanan. Pada waktu perang, usaha-usaha
tersebut tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Sementara, pabrik mie instant,
pembuatan bubur kayu, industri kayu lapis, garmen, elektronika, meskipun
menghasilkan keuntungan besar akan tetapi tidak bersifat strategis, maka pemerintah
tidak mengambilnya. Privatisasi BUMN pada dasarnya tidak ditunjukkan untuk
mengisi kas anggaran seperti yang dilakukan Inodesia saat ini, melainkan untuk
membuat kegiatan pemerintah hanya fokus kepada masalah-masalah yang paling
strategis atau yang tidak strategis, namun tidak bisa dikerjakan oleh masyarakat, baik
karena investasinya besar, resiko terlalu besar, atau karena memang labanya tidak
menarik.
Page | 87
2. Tugas pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dari
masyarakat. Tugas ini fokus kepada upaya membangun produktifitas dari msyarakat
dan mengkreasikan nilai ekonomi atas produktifitas ekonomi tersebut. Tugas
pembangunan menjadi mis dari organisasi ekonomi atau lembaga bisnis.
3. Tugas pemberdayaan adalah peran untuk membuat setiap warga masyarakat mampu
meningkatkan kualitas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas ini adalah tugas yang
non protif. Organisasi-organisasi nirlaba adalah organisasi yang memiliki kompetensi
pokok (core competence) dibidang pemberdayaan.
BAB V
Kebijakan publik berbeda dari negara ke negara diawali dari social beliefs on goodness,
menurut Barbara N. McLennan, sebagaimana tabel (model McLennan):
competitive state fragmented state non competitive state
Proses kebijakan yang Proses perumusan Kebijakan publik didikte oleh elit
terbuka di dalam institusi- kebijakan di dalam yang memonopoli kekuasaan
institusi dimana kebijakan institusi formal tidak Monopoli kekuasaan secara
dibuat selalu mencerminkan absolute
Budaya politik dewasa proses yang Negara otokratik
Kekuasaan tidak terdistribusi sesungguhnya
secara tradisional Kekuasaan
Negara demokratik dan maju terdistribusi secara
tradisional
Negara transisi
Perbandingan kebijakan publik menurut aras politik ekonomi yang bersifat domestik, dengan
pemilah kualitas demokrasi dan kemajuan di negara tersebut, dengan matriks sebagai berikut:
maju
Page | 88
Kuadran 3 Kuadran 1
otoritarian demokratik
Kuadran 4 Kuadran 2
terbelakang
maju
Kuadran 3b Kuadran 1b
1a
3a
otoritarian Kuadra demokratik
n
K
transisi
4b 2b
Kuadran 4a Kuadran 2a
terbelakang
Mengikuti Heidenheimer, studi perbandingan kebijakan berkenaan dengan how, why, and to
what effect different governments pursue particular course of action and inaction.
Studi perbandingan kebijakan publik menurut Paul Sabatier, kebijakan model agenda yaitu
pemerintah mengangkat kebijakan sesuai prioritas isu tanpa memandang partai yang
berkuasa. Kedua, kebijakan model mandat dan ideologi, kebijakan yang berkembang adalah
kebijakan yang sesuai dengan partai yang berkuasa dan/atau kelompok yang berkuasa, secara
komparatif sesuai tabel:
Kebijakan Model Agenda dan model Ideologi Sabatier:
Model Agenda Model Ideologi
Pragmatis, sesuai dengan isu publik terkini Sesuai dengan ideology partai
Masyarakat sekuler, demokratis maju sepert Masyarakat agamis, atau tradisional atau
AS, Jerman, Belgia, Inggris transisional, demokratis dalam transisi atau
Page | 89
simbolik, seperti Indonesia pada masa awal
kemerdekaan
Tidak ada beda antara buruh-konservatif Partai Islam membawa ideology syariah,
atau Republik-demokrat partai nasionalis membawa sentimen
nasional, partai komunis membawa
komunisme
Lebih kepada how daripada what Lebih kepada what daripada who
BAB VI
Konvergensi, Dominasi dan Konsolidasi dan Integrasi Kebijakan Publik
Konvergensi
Bentuk pertama dari fenomena kemenyatuan kebijakan publik antar negara adalah
penyamaan atau pemiripan yang bersifat sukarela disebut sebagai konfergensi kebijakan
publik.
Konvergensi kebijakan adalah sebuah gerakan pengembangan kebijakan dari dua tau lebih
negara yang terjadi secara sukarela, karena terjadi proses saling belajar, berbagi
pengetahuan, berbagi pengalaman, yang menghasilkan suatu penyamaan atau
penyerupaan kebijakan antar negara. Contoh 1. Pada tahun 1980an, Korea Selatan, Jepang,
Malaysia, dan Singapura membangun sistem kebijakan jaminan keamanan sosial yang
cenderung sama, karena mereka belajar satu sama lain. 2. Pada saat ini Indonesia, Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, dan Cina cenderung mempunyai kebijakan kurikulum pendidikan
yang sama atau serupa, yaitu memberi materi pelajaran sebanyak-banyaknya kepada siswa,
dan mengembangkan kondisi persaingan antar siswa melalui sistem evaluasi belajar yang
bersifat ekstrim.
Dominasi
Dominasi yaitu dimana suatu kebijakan publik negara mempengaruhi kebijakan
publik di negara lain secara dominan. Contoh : bentuk dominasi kebijakan terjadi antar
daerah otonom pada suatu daerah. Kabupaten-kabupaten dan kota di Indonesia cenderung
yang mempunyai perda yang sama satu sama lain karena terdapat kebijakan di tingkat pusat
yang mengamanatkan kebijakan tertentu kepada daerah otonom di bawahnya.
Page | 90
Konsolidasi Kebijakan
Kondisi dimana kebijakan dari berbagai negara menjadi satu karena ada penyatuan
kawasan antar negara yang bersifat sukarela. Kebijakan konsolidasi terjadi pada kebijakan-
kebijakan tunggal dikawasan kawasan amerika utara dalam koloni NAFTAH (North America
Free Trade Area), kebijakan perekonomian kawasan negara negara Asia Tenggara yang
tergabung dalam ASEAN, hingga kebijakan tentang hak azasi manusia bernaung di dalam
piagam PBB tentang hak-hak azasi manusia.
Integrasi Kebijakan
Negara-negara tertentu sepakat untuk menyatukan kebijakannya menjadi satu
kebijakan tunggal lintas negara. Contoh : Fenomena tunggal yang ditemukan saat ini adalah
kebijakan uni eropa. Uni eropa menjadi sebuah sistem Supra Nasional dimana sejumlah
kebijakan ditetapkan melalui musyawarah dan mufakat diantara negara-negara anggota, dan
dibidang-bidang lainnya, lembaga-lembaga organ yang bersifat supra nasional menjalankan
tanggung jawabnya tanpa perlu persetujuan anggota-anggotanya.
Page | 91
BAB VII
Menuju Kebijakan Publik Ideal
Page | 92
ganti peraturan karena peraturan adalah bukti kekuasaan dan kekuasaan is the core of the
politics. Ruh dari manajemen adalah kontinuitas. Di negara-negara maju pembangunan yang
diselenggarakannya berlangsung dalam sebuah kontinuum, sekalipun terjadi pergantian
kekuasaan dan pergantian aliran politik penguasa. Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa
politik masuk di dalam paradigma manajemen.
Ada beberapa prinsip pokok yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam manajemen
sebagai paradigma pembangunan yaitu :
1. Prinsip kerjasam tim antara tingkat administrasi publik dan perangkat pendukung di
daerah
2. Prinsip pengkreasian nilai, bahwa hasil akhir dari proses kerjasam tim adalah
kemanfaatan optimum bagi para pemegang saham yaitu rakyat di daerah.
3. Prinsip kesinambungan, bahwa siapapun kelak yang menjadi penguasa baru, tugas
pertamanya bukan membongkar kembali bangunan yang dibuat pendahulunya
melainkan melanjutkan atau minimal mengkapitalisasi aset produktif yang ditinggalkan
pendahulunya.
4. Konsistensi dalam penyelenggaraan pembangunan yang dimulai dari visi dan misi,
dilanjutkan strategi, implementasi dan ditutup dengan kontrol atau pengendalian.
5. Prinsip negara (pemerintah) kuat dan masyarakat kuat.
Kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing
dari setiap pribadi rakyat Indonesia (laki-laki dan perempuan tanpa membedakan) setiap
keluarga Indonesia, setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah (sendiri), baik
yang mencari laba atau yang nirlaba.. Kondisi setiap negara berada dalam tatanan persaingan
global yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Tugas negara berubah dari sekedar tugas
yang bersifat rutin, reguler ata tata usaha, melainkan membangun keunggulan kompetitif
nasional. Output dari kebijakan publik bukan saja sesuatu yang mengatur kehidupan bersama
warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi di dalam lingkup nasional untuk
menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan kapasitas global. Keunggulan
kompetitif tidak lain adalah produktifitas, tugas pemerintah adalah menciptakan suasana yang
mendukung produkivitas.
Page | 93
BAB 8
Kepemimpinan atau leadership adalah isu pribadi manusia dan kemanusiaan. Louis
Allen mengemukakan secara jenial, katanya the great question question of our times is how
to reconcile and integrate human effort so people everywhere can good and not thei common
disaster. The answer largerly upon on the capabilities of leaders in all positions in all segment
of society (1964: 1). Pemimpin adalah pemimpin yang pada akhirnya menentukan apakah
sebuah bangsa menjadi besar atau kerdil. Jujur saja, hingga hari ini masala indonesia, dan
sebagian besar negara berkembang, adalah masalah pemimpin; tentang kegagalan untuk
memiliki pemimpin yang unggul di setiap sektor, mulai di pemerintahan, dunia usaha,
maupun lembaga nirlaba. Mulai pusat hingga daerah. Sejak jabatan pimpinan puncak hingga
pimpinan madya. Kejatuhan banyak negara berkembang sebagian besar dikarenakan oleh
krisis kepemimpinan dan dilanjutkan dengan munculnya kepemimpinan yang kurang cukup
tanggah untuk memimpin proses pemulihan.
Pergeseran peradaban
Page | 94
Peradaban kedua adalah peradaban penyuban di mana telah terbentuk masyarakat
adan dikelola dalam asosiasi-asosiasi sukarela, tidak ada ikatan baku, dan tidak ada struktur
yang melembada. Pada era ini masyarakat berada pada era pertanian dan industrialisasi awal.
Mengikuti Drukcer (1974, 1998) peradaban masyarakat disini adalah peradaban avertebrata
atau bintang tanpa tulang belakang. Jenis binatang ini misalnya moluska dengan salah satu
contohnya adalah bekicot.
Karakter kepemimpinan
Pada dasarnya, terdapat lima karakter kepemimpinan yang unggul, yaitu karakter,
kreadilitas, nilai keteladanan, dan kemampuan memberikan dan menjadi bagian dari harapan
Peran pemimpin
Sedemokrasi apapun formulasi kebijakan publik, pada akhirnya yang memutuskan
adalah pemimpin. Manajer-manajer lebih berperan sebagai pelaksana atau lebih banyak
menjadi bagian dari implementasi kebijakan dan tidak pada keseluruhannya. Berbeda dengan
pemimpin yang berada pada setiap tahap. Peran pemimpin begitu vitalnya dalam kebijakan
publik sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa pemimpin dengan kepemimpinan yang baik
maka kebijakan dapat di gambarkan sebagai berikut.
Evaluasi
Alchemy of policy
Page | 96
Seorang pemimpin yang dapat menggerakkan alchemy of policy biasanya mempunyai
gagasan cerdas berkenaan dengan kebijakan. Soekarno punya gagasan cerdas untuk
mengakali jepang dan kemudian belanda. Bahkan pada saat-saat yang sulit sekalipun.
Untuk mencapai kondisi yang mencukupin untuk mencapai alchemy of policy, maka
pemimpin perlu menguasai tiga sumberdaya kebijakan publik yang terpenting yaitu:
Kesimpulan
Jadi seorang pemimpin organisasi publik (POP) yang mempunyai pikiran yang baik
dan jernih, ditambah ketahuan hendak pergi kemana karena pikiran yang baik dan jernih,
ditambah gagasan yang cerdas sebagai hasil dari hendak pergi kemana karena pikiran yang
baik dan jernih, ditambah penguasaan akan sumberdaya kebijakan publik, yaitu pertama
menguasai pengetahuan yang cukup tentang kebijakan publik, kedua menguasai keterampilan
yang cukup untuk menggerakkan aktor-aktor kebijakan publik, ketiga keberanian yang cukup
untuk memanajemeni proses kebijakan publik, akan mebentuk chai reaction kebijakan publik
yang unggul, dimulai dari keberhasilan membangun rumusan kebijakan, keberhasilan dalam
melaksanakan kebijakan, keberhasilan dalam mengendalikan kebijakan, berhasil membangun
lingkungan yang mendukung kebijakan, dan pada akhirnya mendapatakan kinerja kebijakan
yang unggul.
Page | 97
REVIEW BUKU : PUBLIC POLICY EDISI V
(RIANT NUGROHO) BAGIAN ii
ANALISIS KEBIJAKAN
SEBUAH SAFARI
OLEH :
KELOMPOK 4
1. ASWAN ANSAR
2. MUSTIKA
3. LINDA
4. SULTAN
5. ISMAIL
6. RAHMA
7. AHMAD
8. DEWI
Page | 98
BAB I
PENDAHULUAN
Analisis kebijakan adalah sebuah fakta yang muncul karena adanya perumusan
kebijakan yang tidak memuaskan, Quade(1982). Jadi pada dasarnya analisis kebijakan
merupakan teori yang berasal dari pengalaman terbaik, dan bukan diawali dari temuan,
kajian akademik, atau penelitian ilmiah. Sehingga pengembangan teori analisis kebijakan
kedepannya akan semakin ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalan-kegagalan yang
terjadi di lingkungan adminsitrasi publik.
Kepentingan individu, kelompok, dan aliran membuat kebijakan publik lebih banyak
memperjuangkan publik yang terbatas, yaitu para konstituen kekuasaan politik dari pada
masyarakat luas. Suatu hal yang mudah ditemui, pembuatan kebijakan publik tidak banyak
melibatkan analisis kebijakan sehingga tentunya tidak mengherankan ketika kebijakan publik
yang telah dirumuskan acapkali menabrak kebijakan publik yang lain dan bertentangan
dengan kepentingan publik.
Page | 99
pada negara maju dan negara berkembang yang berada pada kondisi politik yang relatif tidak
demokratis.
B A B II
PEMBAHASAN
Menurut Dunn, analisis kebijakan adalah suatu aktifitas intlektual dan praktis yang
ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan
tentang dan di dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan merupakan disiplin ilmu sosial
terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks
argumentasi dan debat politik untuk menciptakan, secara kritis menilai, mengkomunikasikan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
Terdapat lima prosedur Metode analisis kebijakan mengikuti metode Dunn yang
lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu:
Dunn mengemukakan bahwa analisis kebijakan bermula ketika politik praktis harus
dilengkapi dengan pengetahuan agar dapat memecahkan masalah publik. Analisis kebijakan
mendapatkan tempat yang terhormat pada abad pertengahan ketika muncul profesi
spesialis kebijakan yang diangkat para raja dan bangsawan untuk memberikan nasihat teknis
kebijakan dimana para raja dan bangsawan tersebut tidak mampu.
Page | 100
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dengan tujuan
memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sedangkan untuk
menjawab pertanyaan terkait analisis kebijakan, terdapat tiga indikator pertanyaan yang
dapat digunakan, yakni :
1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untuk menilai apakah suatu
nilai.
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
1. Merumuskan masalah
2. Peramalan masa depan kebijakan
3. Rekomendasi Kebijakan
4. Pemantauan hasil kebijakan
5. Evaluasi kinerja kebijakan
Perencanaan strategis, yang disebut Weimer dan Vining sebagai Classical Planning
adalah upaya untuk menemukan tujuan dan sasaran yang dikehendaki akan dicapai oleh
suatu masayarakat, kemudian menentukan cara yang paling efesien untuk mencapainya.
Page | 101
2. Jurnalistik dan analisis kebijakan menggunakan cara yang relative sama untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dan kontekstual.
3. Jurnalistik dan analisis kebijakan sama-sama dituntut untuk menyajikan secara sangat
komunikatif.
Perbedaan yang mendasar adalah jurnalistik focus kepada isu dan bukan advis atas
isu serta jurnalistik terikat kepada agenda public daripada agenda administrasi public.
Analisis kebijakan dilakukan dengan mengingat dua alas an (rationale) pokok setiap
analisis kebijakan public, yaitu bahwa terjadi (1) kegagalan pasar (market failures), (2)
kegagalan pemerintah (government failure) .Weimar dan vining melihat bahwa empat
kegagalan pasar yang banyak diidentifikasi adalah berkenaan dengan barang public,
ekstenalitas, monopoli natural, daninformasi yang asimetris.
Barang public (dan barang privat) difahami dalam ukuran persaingan dalam
komsumsi (rivalrous consumption) dan kepemilikan yang eksklusif(excludable
ownership).Barang public tidak memiliki kedua karakter tersebut. Eksternalitas adalah setiap
impak nilai (baik positif maupun negative) yang diakibatkan oleh setiap tindakan (baik yang
bersifat produksi atau komsumsi) yang mempengaruhi seseorang yang tidak teribat didalam
pertukaran yang dilakukan secara sukarela didalam proses tersebut.
Page | 102
2.2.4. Dasar-Dasar Analisis kebijakan
Analisis berasal dari kata yunani yang berarti memecah menjadi bagian-bagian. Dengan
menggunakan pendekatan Rasionalis dalam analisis kebijakan menpunyai bagian-bagian:
1. Mendefinisikan permasalahan
2. Menetapkan criteria evaluasi
3. Mengidentifikasi alternative kebijakan
4. Memaparkana lternative-alternatifdan memilih salah Satu
5. Memonitor dan mengevaluasi menfaat kebijakan
Adopsi adalah ketika advis kebijakan diterima secara legal-formal atau biasa juga
disebut proses legal sedangkan implementasi adalah ibarat perkawinannya. Beberapa
strategi politik agar advisnya diadopsi adalah kooptasi, kompromi dan herestetik dan
retorika. Faktor factor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan impelementasi
adalah :
Salah satu metode yang dikembangkan adalah metode Scenario-writing, Weimar dan Vining
menyarankan tiga langkah yaitu :
Page | 103
2.3.1. Isu Kebijakan dan Model Pemahaman Kebijakan
Isu kebijakan seringkali cenderung merupakan isu politis murni ataupun isu tehnis
murni. Patton-Sawicki memperkenalkan model pemahaman kebijakan sebagai the basic
method of policy analysis and planning. Konsep Basic Analysis atau Basic methods
diterjemahkan sebagai a subset of policy analysis methods, comparing quickly applied but
theoretically sound ways to aid in making good policy decisions.
1. Belajar untuk fokus lebih cepat dalam mengambil keputusan inti dalam menghadapi
masalah
2. Memikirkan jenis-jenis kebijakan yang dapat diambil
3. Menggunakan pendekatan yang lebih simple dengan metode yang ada
4. Belajar untuk menghadapi ketidak pastian
5. Gunakan data base.
6. Buatkan analisis yang lebih sederhana dan transparan
7. Lakukan monitoring di lapangan
8. Belajar bagaimana mempengaruhi orang lain
9. Memberikan Client Analysis bukan Decission
10. Memberikan hasil analisa tidak semata seperti jawabanya atau tidak.
11. Menyadari bahwa tidak ada hal-hal yang pasti: "analisis lengkap", "rasional"dan
"mutlak benar"
Page | 104
2.4. ANALISIS KEBIJAKAN DELIBERATIF
Good Governance berasal dari bahasa latin yang berarti tindakan (melaksanakan) tata
cara pengendalian. Governance sebenarnya merupakan konsep yang masih samar.
Pemahaman bahwa Governance adalah demokrasi yang diperluas, di kembangkan dari
konsep Mark Warren dalam jurnal American Political Sience Review yang berjudul
Democratic Theory and self Transformation (1992), yang menggunakan ekspansif
democracy yang menjelaskan bentuk lain dari partisipasi politik dalam demokrasi hari ini.
Page | 105
pencarian, merupakan upaya untuk menemukan alternatif. Dan yang ketiga adalah
peramalan, yaitu melakukan pemetaandi massa depan dimana kebijakan dilaksanakan
dengan mengidentifiksi ketidak pastian yang mungkin terjadi di masa depan.
2.5.2. Meltsner
Meskipun isu yang sudah lama diangkat, analisis kebijakan di dalam birokrasi tidak
banyak diterima oleh lembaga administrasi publik. Bitokrasi hanya dianggap sebagai
pelaksana, atau paling banter hanya sebagai perencana, sementara tugas analisis kebijakan
tidak sepatutnya diberikan kepada pekerja birokrat.
2.5.3. Jenkins-Smith
Paul A. Sabatier menemukan dua jenis kebijakan dalam politik modern, yakni
kebijakan model agenda, yang dimana Pemerintah mengangkat kebijakan-kebijakan sesuai
dengan prioritas isu tanpa memandang partai mana yang berkuasa. Kedua adalah kebijakan
model mandat (dan ideologi), dimana kebijakan-kebijkan yang berkembang adalah
kebijakan yang sesuai dengan prioritas partai yang berkuasa dan/atau kelompok
konstituennya.
2.6. ANALISIS KEBIJAKAN DALAM ARAS GLOBAL : DARI AKIRA IIDA HINGGA NEO-
INSTITUSIONAL
Page | 106
Future (2004), menggambarkan kebijakan publik di Negara berkembang sebagai sebuah
konflik antara kepentingan global dan kepentingan domestik.
Pemikiran bahwa dunia telah menjadi satu aliran, yaitu kapitalis, dikembangkan antara
lain oleh Robert Heilbroner, yaitu salah seorang filsuf modern yang paling senior dalam
Fision of The Future (1996) mengatakan bahwa pada abad ke 21 dan masa depan,
kapitalisme adalah satu-satunya sistem yang mengatur relasi ekonomi dunia. Apapun
ketidaksukaan pada sistem kapitalisme, faktanya bahwa kapitalisme adalah kenyataan
sejarah.
Pemahaman dari Iida memberikan persepektif baru bahwa kebijakan publik di Negara
berkembang pada saat ini tidak hadir dalam vakum, melainkan dalam suatu persaingan.
Pemahaman ini dapat kita sandingkan dengan pemahaman tentang paradigma Neo-
Institualisme dalam kebijakan publik di Negara berkembang. Vedi R. Hadiz (2004a; 2004b;
200c), mengkritik bahwa kebijakan desentralisasi di Indonesia cenderung terjebak dalam
kebijakan Neo-Institualisme). Sebagaimana yang telah dikemukakan Hadiz, bahwa Neo-
Institualisme adalah sebuah pemikiran dimana Negara seharusnya mengembangkan
kebijakan-kebijakan publik yang pro atau memfsilitasi kekuatan pasar, dimana pasar yang
menjadi penentu perkembangan sosial ekonomi daripada pemerintahan. Pemikiran
dasarnya adalah kebangkitan kembali keyakinan bahwa kebebasan pasar akan menghasilkan
kesejahteraan.
Michael E. kraft adalah seorang professor politik dari Universitas Winconsin, dan Scot
R. Furlong adalah partnernya di universitas yang sama. Mereka mengedepankan fakta
Page | 107
bahwa analisis kebijakan dimasa kini diperhadapkan pada analisis yang berlebihan tetapi
kurang kebijaksanaan. Pekerjaan bukan lagi mencari informasi, tetapi membuang informasi.
Setelah itu bahwa analisis kebijakan bekerja pada kondisi information asymmetry, yaitu
pengambilan informasi tidak sebanyak dan sebaik publik.
Kraft dan Furlong mengelompokkan kebijakan publik menjadi dua jenis yaitu: kebijakan
kompetitif, yangdiarahkan pada sektor ekonomi-bisnis komersial-dan industri. Dan kedua
adalah kebijakan protektif, yang berkenaan dengan sektor sosial, yang melindungi
kepentingan publik dari aktivitas bisnis. Selain itu, Kraft dan Furlong juga menggambarkan
kondisi memburuknya citra politik dan politisi, sehingga peran analisis kebijakan dan produk
analisisnya hanya sebuah pelumas dalam proses pembuatan keputusan. Kesemuanya
bermuara kepada ketidak puasan publik terhadap kredibilitas Pemerintah untuk
memperjuangkan kepentingan publik daripada kepentingan pemegang kekuasaan.
Selain pendapat para ilmuwan luar negeri, juga ada bebrapa pemikiran ahli kebijakan
public Indonesia antara lain :
Page | 108
1. AG Subarsono (2005),Merumuskan proses analisa kebijakan dalam sekuensi yaitu antara
lain : Perumusan masalah, Forecasting, Pengembangan alternative kebijakan,
Rekomendasi kebijakan
2. Solichin Abdul Wahab (2002), Menekankan perlunya memperhatikan criteria-kriteria
pokok dalam merumuskan kebijakan, yang merumuskan bagian penting dalam analisis
kebijakan yaitu Nilai-nilai politik, Nilai-nilai organisasi, Nilai-nilai pribadi, Nilai-nilai
kebijaksanaan, Nilai-nilai ideologi.
3. Mustopadidjaya AR (1988), Mengemukakan bahwa analisis kebijakan public adalah
penelitian untuk mendapatkan data dan informasi bertalian dengan persoalan yang di
hadapi, mencari dan menkaji berbagai alternative pemecahan persoalan atau
pencapaian tujuan, dan dilakukan secara multidisipliner.
4. Budi Winarno (2002), Mengemukakan bahwa analisis kebijakan perlu memperhatikan
tiga hal pokok :
a. Focus utamanya mengenai penjelasan kebijakan dan bukan mengenai anjuran
kebijakan yang pantas.
b. Sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan public diselidiki dan diteliti
dan dengan mengunakan metodogi ilmiah
c. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat
diandalkan tentang kebijakan-kebijakan public dan pembentukannya, sehingga dapat
diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda.
5. Edi Suharto (2005), Dalam mendefinisikan masalah bijakan Edi Suharto menyarankan
empat para meter masalah strategis yaitu :
a. Factor, yang mempertanyakan apakah masalah tersebut merupakan factor penentu
dalam mengatasi masalah lain yang lebih luas dan dapat diukur.
b. Dampak, apakah respon dalam bentuk kebijakan akan memberikan impak kepada
masyarakat.
c. Kecenderungan, apakah masalah seiring dengan kecenderungan terkini, yaitu
kecenderungan global.
d. Nilai, apakah masalah tersebut sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat
setempat.
6. Moekidjat (1995), Mengembangkan pemikiran tentang unsur-unsur pokok dalam analisis
kebijakan yaitu : Tujuan, Alternatif, Pengaruh, Criteria, Model.
Page | 109
teori, namun dikembangkan sebagai dedukasi praktek-praktek proses kebijakan yang
berlangsung pada banyak lembaga, pada banyak kasus, dan pada banyak waktu. Jika hanya
sekedar praktek yang di legitimasi sebagai teori, tidakkah analisis kebijakan menjadi sia-sia
dipelajari sebagai ilmu; lebih baik dipelajari sebagai keterampilan.
Pertanyaan besarnya adalah : setiap ilmu mempunyai tingkat keajegan yang sangat
tinggi, namun kebijakan public justru mempunyai ketidak ajegan yang tinggi. Para pakar
analis kebijakan menegaskan dengan sangat tegas, tidak ada satu pendekatanpun yang baik
untuk dilaksanakan dan diterima secara umum.
Page | 110
Area yang dapat diberi nama sebagai Kuadran(seperempat lingkaran) politis, adalah area di
mana isu kebijakan berada pada rentang area yang sempit, namun mempunyai tingkat
komflit yang tinggi.
Area yang dapat diberi nama sebagai Kuadran(seperempat lingkaran) Deliberatif adalah
kuadran di mana terdapat isu kebijakan dalam ruang komflik yang kuat, dalam lingkup yang
luas. Komflik di Poso dan Ambon adalah contoh yang paling nyata.
Pemilahan model Melvin J. Dubnick dan Barbara A. Bardes (1983). Dubnick dan Baedes
memilah dari tipe analis kebijakannya. Artinya analisis kebijakan tergantung siapa analisnya.
- Jika analisnya adalah ilmuwan, maka motivasinya adalah mencari kebenaran suatu teori,
karenanya pendekatan yang digunakan adalah ilmiah dan mengedepankan obyektivitas.
- Jika analisnya adalah professional, maka motivasinya adalah memperbaiki suatu
kebijakan public, karenanya metode yang digunakan adalah maqnajemen strategis.
- Jika analisnya adalah politisi, maka motivasinya adalah advokasi posisi politiknya, karena
metode yang digunakan adalah metode retorik atau cara membuat pidato politiknya.
- Jika analisnya adalah birokrat, maka motivasinya adalah melaksanakan kebijakan public
secara efisien dan efektif, karenanya metode yang digunakan adalah manajemen.
- Jika analisnya adalah pribadi perorangan dalam masyarakat, maka motivasinya adalah
kepedulian kepada suatu kebijakan public, karenanya metode yang digunakan adalah
campuran atau sesuai kepentingan dan kemampuannya.
Keunggulan dari pemilihan model menurut Dubnik dan Bardes adalah bahwa ia
bersifat praktis, terutama untuk membedakan siapa analis kebijakan dan, karenanya, kita
dapat membaca apa kepentingan di balik hasil analisis tersebut.
Salah satu hakikat dari kebijakan publik adalah konflik, khususnya dalam rangka
memperebutkan sumber daya politik pada suatu kawasan baik sumberdaya politik yang
berasal dari ekonomi, sosial, budaya, dan lain lain. Kebijakan publik muncul di tengah
konflik, dan sebagian besar untuk mengatasi konflik yang telah, sedang, dan akan terjadi.
Page | 111
Konflik adalah sebuah perbenturan dua atau lebih kekuatan yang dikarenakan sejumlah
perbedaan kepentingan. Kuper & Kuper memilih untuk memahami konflik sebagai suatu
konflik sosial, dalam arti konteks konflik antar kelompok manusia dan bukan antar individu
manusia.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa teori konflik memahami konflik sebagai sebuah
fakta yang terjadi di dalam sebuah kehidupan bersama yang difahami sebagai sebuah
persaingan memperebutkan sumberdaya dan kesemuanya disebabkan adanya kelangkaan.
Page | 112
antara benua benua baru, Konflik yang digerakkan oleh globalisasi dalam konteks paling
mikro, Konflik antara mainstream pembangunan.
Sisi lama yang jarang diungkap adalah bahwa konflik di negara berkembang
merupakan sebuah masalah yang melembaga. Hal ini terjadi khususnya pada negara
berkembang yang eks jajahan misalnya indonesia. Konflik bagi negara berkembang akan
semakin rumit jika mereka terlalu meyakini teori teori konflik yang ada sebelum tahun
1990 an, karena teori teori tersebut menjadi usang dalam sebuah tatanan dunia yang
serba baru, yang dihela bukan saja oleh kepentingan kepentingan baru, melainkan juga
kelangkaan kelangkaan baru, dan nilai nilai baru dalam interaksi antar umat manusia.
Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan untuk memberikan arah kebijakan ketika
kebijakan publik hadir dalam konteks konflik yaitu :
Analis kebijakan adalah sebuah profesi, praktek, bahkan ada yang melakukan sebagai
sebuah hobi. Pada konteks ini, Fokus bahasannya adalah professional analis kebijakan, baik
yang bekerja di dalam organisasi public, maupun yang berada di luar organisasi publik.
Produk analisis kebijakan adalah advis kebijakan, nasihat kebijakan, atau lebih banyak
disebut sebagai rekomendasi kebijakan.
Page | 113
Informasi kebijakan merupakan pengembangan dari teori komunikasi politik agenda
setting. Teori agenda setting mengedepankan fakta sosial bahwa media massa memberikan
peranan penting untuk membantu manusia menetapkan agenda agenda untuk dijalankan
dalam kehidupan bersamanya.
Deskripsi kebijakan dalah sebuah analisa tentang suatu kebijakan yang sudah ada
untuk disampaikan kepada klien. Deskripsi kebijakan dapat ditujukan untuk merubah atau
menyempurnakan kebijakan tersebut, atau meningkatkan keyakinan akan kebenaran dari
kebijakan tersebut.
Memo kebijakan adalah rekomendasi singkat akan satu isu kebijakan untuk landasan
pembuatan keputusan kebijakan yang bersifat terbatas.
Kertas kebijakan atau disebut sebagai makalah kebijakan atau policy paper adalah
bentuk dari rekomendasi dari analisi kebijakan yang dibahas baik Dunn, Patton & Sawicki,
dan Weimar & Vining. Bentuknya adalah sebuah report analysis yang dibuat secara lengkap,
komprehensif, dan sangat detail.
Page | 114
2.11.8. White Paper
Produk analisi kebijakan yang disebut sebagai white paper adalah sebuah kertas
kebijakan atau naskah kebijakan yang bersifat khusus karena merupakan analisis yang
bersifat visioner atau menjangkau jauh dan sangat jauh ke depan.
Dalam tugas sebagai perumus kebijakan, maka sebenarnya analis kebijakan sudah
masuk ke tahap selanjutnya dari analisis kebijakan. Karena analisis kebijakan berhenti
sebelum perumusan kebijakan.
2.11.10. Monitoring
2.11.11. Evaluasi
Evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi yaitu eksplanasi, kepatuhan, audit,
dan akunting. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat
dibuat suatu generalisasi tentang pola pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang
diamatinya.
2.11.12. Pengganjaran
Kebijakan publik harus dinilai dan setiap keberhasilan harus diganjar dengan reward
yang sesuai, sementara itu, jika terdapat kegagalan, disarankan terdapat mekanisme dan
instrumen untuk pemberian hukuman atau disinsentif.
Analis kebijakan adalah proses yang sarat nilai, karena mempunyai dimensi
pertimbangan yang ketat.
Page | 115
2.12. ANALISIS KEBIJAKAN DI INDONESIA
Hanya Negara bangsa yang mampu mengembangkan kebijakan publik yang unggul,
baik perumusan, implementasi, evaluasi, dan revisi yang akan menjadi negara yang unggul
dalam persaingan global. Sepeti itulah pemahaman sebagian dari teori Darwinisme Sosial.
Hal ini kemudian menjadi proposisi dasaruntuk memahami mengapa analisis kebijakan
menjadi penting.
Banyak hal yang kiranya memberikan ketegasan kepada kita bahwa analisis kebijakan
diperlukan, karena sebagian besar kebijakan yang dibuat oleh aktor administrasi publik tidak
memuaskan. Administrasi publik di Indonesia cenderung membawa setiap isu ke kuadran
teknis atau kuadran politis. Tidak heran jika kebanyakan kebijakan publik di Indonesia
berisikan hasil tawar menawar atau kesepakatan elit politik dan kepentingannya, daripada
benar-benar mencerminkan kebijakan yang pro kepentingan publik.
Page | 116
1. kepentingan survival, yaitu kepentingan hidup mati suatu Negara;
2. kepentingan vital, yaitu berkenaan dengan ancaman yang menciptakan kerusakan
yang dapat mengganggu kesinambungan suatu Negara;
3. kepentingan major, yaitu kepentingan yang berkenaan dengan politik, ekonomi, dan
kesejahteraan yang dipengaruhi oleh interaksi dengan Negara lain; dan
4. kepentingan peripheral, yaitu kepentingan yang berkenaan dengan kesejahteraan
Negara yang tidak dipengaruhi oleh interaksi dengan Negara lain.
Kepentingan Nasional dalam paradigma terkini tidak lagi dapat dipilih secara kaku
sebagaimana model yang ada yang didominasi oleh disiplin hubungan internasional.
BAB III
PENUTUP
Page | 117
Premis yang dikemukakan disini adalah apapun kebijakan publikmya, sebelum
ditetapkan harus dilakukan analisis kebijakan. pemahamannya adalah diskusi terbatas
diantara para pejabat tinggi Negara identik dengan analisis kebijakan. Good Governance
adalah tak kala pemerintah mempertanggung jawabkan apa yan dilakukannya kepada public
dan menanggung konsekwensi atasnya, baik konsekwensi positif, maupun konsekwensi
negatif.
Akuntabilitas yang utama bukan financial atau audit keuangan dan kegiatan, namun
audit kebijakan. ini yang tidak pernah dilakukan di Indonesia. Padahal suatu analisis
kebijakan dapat dilakukan beberapa jam saja oleh seorang ahli analisis kebijakan. analisis
kebijakan bias terdiri dari tumpukan kertas tebal, atau hanya beberapa lembar saja. Tetapi
semuanya harus dipertanggungjawabkan kepada publik.
Suatu kebijakan yang unggul hanya dapat dibuat dan dikembangkan melalui analisis
kebijakan yang unggul pula. Artinya analisis kebijakan dan analisis kebijakan, terlepas apakah
ia akan menjadi ancaman atau mitra bagi demokrasi, ia akan menjadi faktor kesuksesan
utama kemajuan disetiap bangsa dimasa depan. Kini pilihan terpulang kepada demokrasi
dan politik, apakah mereka memilih kebijakan publik sebagai ancaman atau peluang untuk
memasuki kehidupan yang lebih baik.
Page | 118
KELOMPOK 5
KELOMPOK 5
BAB I
Page | 119
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, kita dihadapkan pada sebuah dilema kebijakan yang nyata.Sebuah fakta
yang menarik, dimana produksi kebijakan, baik di tingkat nasional maupun daerah terus
bertambah.Namun, seiring dengan bertambahnya kebijakan tersebut, sejumlah masalah justru
terus terjadi.Sebut saja masalah bencana baik karena bencana alam maupun bencana akibat
ulah manusia, tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Gunung meletus, bencana banjir,
ancaman tsunami, masalah kemacetan, pesawat jatuh, tabrakan kereta api dan lain sebagainya
seolah tak pernah takut dengan kebijakan yang lahir, bahkan berani menantang, melawan dan
bahkan membunuh.
Padahal, secara teori kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang diambil untuk
menghadapi situasi atau permasalahan, mengandung nilai-nilai tertentu, memuat ketentuan
tentang tujuan, cara dan sarana untuk mencapainya. Apa yang salah dengan kebijakan kita?
Bukankah kita telah memiliki aktor-aktor kebijakan baik dari pemerintah maupun dari
kalangan legislatif? Atau sebenarnya kita tidak memahami proses merumuskan kebijakan?
Atau jangan-jangan kita salah merumuskan agenda setting?Ataukah banyaknya kepentingan
yang harus kita akomodasi, sehingga kebijakan kita cenderung tidak fokus?
Saat ini, produk kebijakan publik di Indonesia masih memiliki wajah yang
memprihatinkan yang ditandai antara lain adanya tumpang tindih kebijakan, ketidakjelasan
urgensi keberadaan kebijakan publik, prosedur yang tidak tepat dalam pembuatan kebijakan
publik, serta minimnya naskah akademik sebagai dasar pembuatan kebijakan. Permasalahan
tersebut akan semakin mengemuka jika kita kaitkan dengan kewenangan. Idealnya kebijakan
publik dibuat dan dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, karenanya
tanggungjawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan
kewenangannya. Sering sekali kewenangan ini diterjemahkan secara berbeda di antara level
pemerintahan, sehingga yang terjadi kemudian adalah melegalisir kewenangan dengan
tindakan pengaturan melalui pembuatan kebijakan publik yang mengakibatkan munculnya
fenomena overregulation dan tumpang tindih kebijakan di berbagai level pemerintahan.
Catatan lain bagi perkembangan kebijakan publik di Indonesia adalah mengenai
akuntabilitas. Akuntabilitas kebijakan publik diartikan sebagai upaya sebuah kebijakan publik
dapat dipertanggungjawabkan secara memadai kepada masyarakat yang dilayaninya. Berkaca
dari berbagai permasalahan di atas, maka upaya menciptakan akuntabilitas kebijakan publik
masih membutuhkan berbagai pembenahan dalam proses pembuatan kebijakan publik di
Page | 120
Indonesia. Upaya pembenahan tersebut antara lain telah dilakukan oleh Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan menerbitkan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/04/M.PAN/4/2007 tentang
Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di
Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah.
Beranjak dari uraian inilah penulis mengangkat pokok masalah yang akan dibahas
dalam makalah, yaitu tentang proses kebijakan publik. Bagaimana sebuah kebijakan itu
dirumuskan samapai pada evaluasi dan mendapat respon dari masyarakat, apakah respon itu
bersifat pro ataupun kontra.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas,
yaitu sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Sebagai Proses
Suharto, (2014: 102) mengemukakan bahwa Dimensi paling inti dari kebijakan publik
adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau
sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung,
saling menentukan dan saling membentuk.
Model proses kebijakan yang paling klasik dikembangkan oleh David Easton (1984)
dalam Nugroho (2014: 515). Easton melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya
sistem biologi merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya, yang
akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi
ini, Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan
sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik).
Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atasinput, throughput dan output,
seperti digambarkan sebagai berikut:
Page | 121
Gambar 1.Proses Kebijakan Publik Easton
Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa proses formulasi kebijakan publik berada
dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan (input) yang terdiri atas dua hal,
yaitu tuntutan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh para akademis di
bidang kebijakan publik, seperti: Anderson, Dunn, Patton dan Savicky, dan Effendy.
Sedangkan, James E. Anderson, David W. Brady, dan Charles Bullock III dalam
Nugroho, (2014: 517) membagi proses kebijakan menjadi:
1. Agenda kebijakan (policy agenda)
2. Perumusan kebijakan (policy formulation)
3. Penetapan kebijakan (policy adoption)
4. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation)
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)
Page | 122
Patton dan Savicky membuat siklus proses kebijakan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah (define the problem)
2. Menentukan kriteria evaluasi (detrmine evaluation criteria)
3. Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan alternatif (identify alternative policies)
4. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif (evaluate alternative policies)
5. Menyeleksi kebijakan-kebijakan pilihan (select preferred policy)
6. Menerapkan kebijakan-kebijakan pilihan (implement the preferred policy)
Model proses kebijakan lainnya, dikenalkan oleh Thomas R. Dye dalam Nugroho,
(2014: 519) yang dibagi menjadi:
1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)
2. Pengaturan agenda (agenda setting)
Konsep proses kebijakan yang dikembangkan Gerald Meier, yang disebut policy
formation juga bersifat linear, sebagaimana dapat disimak pada gambar berikut ini
Page | 123
Sementara itu, Merilee Grindle dan John Thomas dalam Nugroho, (2014, 520)
menyepakati bahwa pada dasarnya proses kebijakan tidak sepenuhnya linear, melainkan
bergerak seperti diagram pohon keputusan (decision tree model) sebagai berikut:
David Scott dalam Nugroho, (2014: 520) mengemukakan tiga model proses kebijakan, yaitu:
1. Centralized
a. Policy Made
b. Policy Implemented
2. Pluralisme
a. Policy Made
b. Policy Contest and Remade
c. Policy Implemented
3. Fragmen & Multidirected
a. Policy Made
b. Policy Contested and Remade
c. Policy Remade During Its Implementation
d. Policy Rewritten
Page | 124
Model yang dikembangkan oleh para para ilmuwan kebijakan publik di atas
mempunyai satu kesamaan yaitu bahwa proses kebijakan berjalan dari formulasi menuju
implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan. Pola kesamaan tersebut menjelaskan bahwa
proses kebijakan adalah dari gagasan kebijakan, formalisasi dan legalisasi kebijakan,
implementasi, baru kemudian menuju kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan sebagai
hasil dari evaluasi kinerja kebijakan.
B. Perumusan Kebijakan
Perumusan kebijakan menjadi masalah kritikal yang pertama karena perumusan
kebijakan adalah salah satu alat penting dalam tahapan kebijakan yang berkaitan dengan
pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah.Hal ini penting bagi kita
untuk mengetahui dan melaksanakan penyusunan suatu kebijakan di tempat kerja. Banyak
faktor yang perlu dipertimbangkam dalam proses perumusan kebijakan. Selain itu, para ahli
harus menguasai makna kebijakan dan perumusan kebijakan, perumusan kebijakan dalam
siklus kebijakan, lingkungan kebijakan dan prosedur perumusan kebijakan, serta faktor-faktor
lainnya.
Page | 125
Sebelum kita memahami perumusan kebijakan, kita perlu memahami bahwa tidak ada
cara terbaik untuk merumuskan kebijakan, dan tidak ada cara tunggal untuk merumuskan
kebijakan. Nugroho, (2014: 533) terdapat empat belas macam model perumusan kebijakan,
yaitu :
a. Model Kelembagaan (Institutional)
Pada model ini secara sederhana bermakna bahwa tugas membuat kebijakan publik
adalah tugas pemerintah. Jadi semua yang dibuat oleh pemerintah dengan cara apa pun
merupakan kebijakan publik. Model ini pada dasarnya lebih mengutamakan fungsi-fungsi
setiap kelembagaan dari pemerintah, di setiap sektor dan tingkat dalam memformulasikan
kebijakan. Menurut Thomas R. Dye, ada tiga hal yang membenarkan tentang pendekatan
teori ini, yaitu ; pemerintah memang sah dalam membuat kebijakan publik, formulasi
kebijakan publik yang dibuat oleh pemeritah bersifat universal (umum), pemerintah
memonopoli/menguasai fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama.
b. Model Proses (Process)
Politik adalah sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. proses yang diakui dalam
Model proses ini adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi Permasalah
2) Menata Agenda Formulasi Kebijakan
3) Perumusan Proposal Kebijakan
4) Legitimasi Kebijakan
5) Implementasi Kebijakan
6) Evaluasi kebijakan
Model Ini Menunjukan tentang bagaimana kebijakan dibuat atau seharusnya dibuat,
akan tetapi kurang memberikan tekanan pada substansi seperti apa yang harus ada dalam
kebijakan tersebut. Jadi lebih mengutamakan step by step pembuatan kebijakan tetapi
kurang fokus terhadap isi/hal-hal penting yang harus ada dalam kebijakan itu.
Page | 126
2) Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan.
3) Memungkinkan terbentuknya kompromi di dalam kebijakan publik (yang akan
dibuat).
4) Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.
Menurut model ini dalam melakukan formulasi kebijakan, beberapa kelompok
kepentingan berusaha mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.
d. Model Elit (Elite)
Berkembang dari teori elit masa dimana masayakat sesungguhnya hanya ada dua
kelompok yaitu kelompok pemegang kekuasaan (elit ) dan yang tidak memegang kekuasaan.
kesimpulannya kebijakan yg muncul adalah bias dari kepentingan kelompok elit dimana
mereka ingin mempertahankan status quo. Model ini tidak menjadikan masyarakat sebagai
partisipan pembuatan kebijakan.
e. Model Rasional (Rational)
Kebijakan publik sebagai maximum social gain, maksudnya pemerintah sebagai
pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi
masyarakat, dalam formulasinya harus berdasar keputusan yang sudah diperhitungkan
rasionalitasnya yaitu perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang akan dicapai sehingga
model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau ekonomis. Cara-cara formulasi
kebijakan disusun dalam urutan : (1) Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya,
(2) Menemukan pilihan-pilihan, (3) Menilai konsekuensi masing-masing pilihan, (4) Menilai
rasio nilai sosial yang dikorbankan, (5) Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Model ini termasuk yang ideal dalam formulasi kebijakan dalam arti untuk mencapai tingkat
efisiensi dan efektivitas kebijakan. Beberapa kelemahan pokonya antara lain
konsep maximum social gain berbeda di antara kelompok kepentingan sehingga dikhawatikan
menimbulkan perbedaan/perselisihan, kebijakan maximum social gain sulit dicapai
mengingat birokrasi yang cenderung melayani diri sendiri daripada melayani publik. Namun
idealisme dari model ini perlu ditingkatkan dan diperkuat karena di setiap negara pasti ada
birokrat-birokrat yang cakap, cerdas dan handal demi memajukan bangsa dan negaranya.
Untuk itu model ini perlu menjadi kajian dalam proses formulasi kebijakan.
f. Model Inkremental (Incremental)
Pada dasarnya merupakan kritik terhadap model rasional, diamana para pembuat
kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang diisyaratkan oleh pendekatan rasional
karena mereka tidak memiliki cukup waktu, intelektual, maupun biaya, ada kekhawatiran
muncul dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang belum pernah dibuat
sebelumnya, adanya hasil-hasil dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan dan
menghindari konflik. Jadi kebijakan publik merupakan variasi/kelanjutan dari kebijakan di
Page | 127
masa lalu.Karena pengambilan kebijakan dihadapkan kepada ketidakpastian yang muncul di
sekelilingnya maka pilihannya adalah melanjutkan kebijakan di masa lalu dengan melakukan
modifikasi seperlunya, pemerintah dengan kebijakan inkrementalis berusaha
mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yang telah
dicapai.
g. Model Teori Permainan (Game Theory)
Model ini di-cap sebagai model konspiratif, dimana mulai muncul sejak berbagai
pendekatan yang sangat rasional tidak mampu menyelesaikan pertanyaan yang muncul yang
sulit diterangkan dengan fakta-fakta yang tersedia. Gagasan pokok dari teori ini : (1)
formulasi kebijakan berada pada situasi kompetisi yang intensif, (2) para aktor berada dalam
situasi pilihan yang tidak independent ke dependent melainkan situasi pilihan yang sama-
sama bebas/independent. Konsep kunci teori ini adalah strategi, dimana kuncinya
bukanlah yang paling aman tetapi yang paling aman dari serangan lawan. Jadi teori ini
memiliki tingkat konservativitas yang tinggi karena pada intinya merupakan
strategidefensif, tetapi bisa juga dikembangkan menjadi strategi ofensif asal yang
bersangkutan memiliki posisi superior dan dukungan sumber daya yang memadai.
h. Model Pilihan Publik (Public Choice)
Dalam model ini kebijakan sebagai proses formulasi keputusan kolektif dari setiap
individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Akar dari kebijakan ini adalah dari
teori ekonomi pilihan publik (economic of public choice) yang mengatakan bahwa manusia
itu homo economicus yang memiliki kepentingan yang harus dipuaskan dan pada prinsipnya
adalah buyer meet seller; supply meet demand. Intinya setiap kebijakan yang dibuat
pemerintah harus merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna
(beneficiaries/customer).Dalam menyusun kebijakan, pemerintah melibatkan publik melalui
kelompok-kelompok kepentingan dan ini secara umum merupakan konsep formulasi
kebijakan yang paling demokratis karena memberi ruang yang luas kepada publik untuk
mengkontribusikan pilihan-pilihannya kepada pemerintah sebelum diambil keputusan.
Meskipun ideal dalam konteks demokrasi dan kontrak sosial, namun memiliki kelemahan
pokok dalam realitas interaksi itu sendiri karena interaksi akan terbatas padapublik yang
mempunyai akses dan di sisi lain terdapat kecenderungan dari pemerintah untuk memuaskan
pemilihnya daripada masyarakat luas.
i. Model Sistem (System)
Menurut David Easton dalam Nugroho, (2014: 556) pendekatan dalam model ini terdiri
dari 3 komponen : input, proses dan output. Salah satu kelemahan dari pendekatan ini adalah
Page | 128
terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah dan pada akhirnya
kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan pemerintah.Jadi formulasi
kebijakan dengan model sistem mengibaratkan bahwa kebijakan merupakan hasil (output)
dari sistem politik. Seperti dalam ilmu politik, maka sistem politik terdiri dari input,
throughput dan output. Sehingga dapat dipahami, proses formulasi kebijakan publik dalam
sistem politik mengandalkan masukan (input) yang terdiri dari tuntutan dan dukungan.
j. Model Pengamatan Terpadu (Mixed scanning)
Model ini berupaya menggabungkan antara model rasional dengan model inkremental.
Tokohnya adalah Amitai Etzioni, pada 1967 yang memperkenalkan model ini sebagai suatu
pendekatan terhadap formulasi keputusan-keputusan pokok dan inkremental, menetapkan
proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-
petunjuk dasar, proses-proses yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok dan
menjalankannya setelah keputusan itu terapai. Jika diibaratkan seperti dua kamera;
kamera wide angle untuk melihat keseluruhan, kamera dengan zoom untuk melihat detailnya.
k. Model Demokratis
Pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin mengelaborasi suara dari
stakeholders. Pernyataan tersebut dapat dikatakan sebagai Model Demokrasi karena
menghendaki agar setiap pemilik hak demokrasi diikut sertakan sebanyak-
banyaknya. Model ini implementasinya pada good governance bagi pemerintahan yang
mengamanatkan agar dalam membuat kebijakan, para konstituten, dan pemanfaat
(beneficiaries) diakomodasi keberadaan. Model ini sebenarnya sudah baik akan tetapi kurang
efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang bersifat kritis, darurat dan dalam kelangkaan
sumber daya. Namun apabila model ini mampu dijalankan maka sangat efektif karena setiap
pihak mempunyai kewajiban untuk ikut serta mencapai keberhasilan kebijakan karena
masing-masing pihak bertanggung jawab atas kebijakan yang dirumuskan.
l. Model Strategis
Inti dari teori ini adalah bahwa pendekatan menggunakan rumusan runtutan perumusan
strategi sebagai basis perumusan kebijakan.Tokohnya adalah John D. Bryson. Perencanaan
strategis yaitu upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang
membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau etnis lainnya), apa yang
dikerjakan organisasi (atau etnis lainnya), dan mengapa organisasi (atau etnis lainnya)
mengerjakan hal seperti itu. Perencanaan strstegis mensyaratkan pengumpulan informasi
secara luas, eksploratif alternatif dan menekankan implikasi masa depan dengan keputusan
sekarang. Fokusnya lebih kepada pengidentifikasian dan pemecahan isu-isu, lebih
Page | 129
menekankan kepada penilaian terhadap lingkungan di luar dan di dalam organisasi dan
berorientasi kepada tindakan.Perencanaan strategis dapat membantu organisasi untuk;
berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif, memperjelas arah
masa depan, menciptakan prioritas, membuat keputusan sekarang dengan memperhatikan
konsekuensi masa depan, kontrol organisasi, memecahkan masalah utama organisasi,
menangani keadaan yang berubah dengan cepat secara efektif. Proses perumusannya adalah;
mengusulkan dan menyepakati perencanaan strategi (memahami manfaat perencanaan
strategi dan mengembangkannya), merumuskan panduan proses, memperjelas wewenang dan
misi organisasi, melakukan analisa SWOT ( menilai kekuatan dan kelemahan, peluang dan
ancaman). Mengidentifikasi isu strategi yang dihadapi, merumuskan strategi untuk mengelola
isu. Jadi dapat disimpulkan bahwa model ini fokusnya lebih kepada rincian-rincian langkah
manajemen strategis.
m. Model Deliberatif
Pada intinya, setiap kebijakan public yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan
keputusan dari public yang menjadi pengguna. Proses formulasi kebijakan public dengan
demikian melibatkan public melalui kelompok-kelompok kepentingan. Secara umum ini
adalah konsep formulasi kebijakan public yang paling demokratis karena member ruang yang
luas kepada public untuk mengkonstribusikan pilihan-pilihannya kepada pemerintah sebelum
diambil keputusan.
n. Model Tong Sampah (Garbage Can)
Model ini dipopulerkan Jhon W. Kingdon (2003).Setelah melakukan wawancara
mendalam dengan 247 pengambil keputusan di AS. Kindom menemukan bahwa proses
pembuatan kebijakan berjalan pada tiga rel yang terpisah satu sama lain.
Page | 130
C. Implementasi Kebijakan
Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan
publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak
dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk.
Dalam bukunya Public Policy, Riant Nugroho (2014, 657) memberi makna
implementasi kebijakan sebagai cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.Tidak
lebih dan tidak kurang. Ditambahakan pula, bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan
publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu: langsung mengimplementasikan dalam
bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tesebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Sekuensi Implementasi Kebijakan
Page | 131
1. Model-Model Implementasi Kebijakan
Secara sederhana, implementasi merupakan tahapan yang menghubungkanantara
rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, implementasi merupakan
proses penerjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan
(policy action). Pemahaman seperti in berangkat dari pembagian proses kebijakan publik ke
dalam beberapa tahap di mana implementasi berada di tengah-tengahnya.
Page | 132
ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana,
aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang
memiliki keterbukaan kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi
proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan
teknologi, dukungan publi, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih
tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
3) Variabel Dependen
Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan lima tahapan, yang
terdiri dari: pertama, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk
disusunnya kebijakan pelaksana. Kedua, kepatuhan objek.Ketiga, hasil nyata.Ke-empat,
penerimaan atas hasil nyata.Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah pada revisi atas
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan kebijakan
yang bersifat mendasar.
c. Model Hoodwood dan Gun
Model ketiga adalah Model Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Nugroho,
(2014: 668) untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna, maka diperlukan
beberapa persayaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah:
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan/kendala yang serius.
2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumberdaya yang cukup memadahi.
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
Page | 133
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini
mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenahi kesepakatan terhadap
tujuan yang akan dicapai dan dipertahankan selama proses implementasi.
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Syarat ini
mengandung makna bahwa dalam menjalankan program menuju tercapainya tujuan-
tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun dalam
urutan-uruan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap bagian yang
terlibat.
10) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan
kepatuhan yang sempurna. Hal ini menjelaskan bahwa harus ada ketundukan yang
penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dalam sistim
administrasinya.
Page | 134
3) Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
4) Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
5) Para pelaksana program (program implementators).
6) Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).
Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud:
1) Kekuasaan (power)Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors
involved).
2) Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).
3) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness)
g. Model Edward
George Edward III dalam Nugroho (2014: 673) menegaskan bahwa masalah utama
administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without
effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully.
Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan
menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic
structures.
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi
dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap
dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Page | 135
Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber
daya manusia.Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untukcarry
out kebijakan secara efektif.
Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry
out kebijakan publik tersebut, kecakapaan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan.
Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi
penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan adalah bagaimana agar tidak
terjadibeureucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi
menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan
karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga-lembaga negara dan/ atau
pemerintahan.
h. Model Nakamura dan Smallwood
Model Nakamura dan Smallwood mengambarkan proses implementasi kebijakan
secara detail. Begitu detailnya, sehingga model ini relatif relevan diimplementasikan pada
semua kebijakan.Model ini menjelaskan keterkaitan antara pembentukan kebijakan dan
implementasi kebijakan secara praktikal.
Konsep ini menautkan pembentukan kebijakan dalam implementasi kebijakan secara
partikal.Menjadi magnet yang sangat besar terhadap praktisi kebijakan, yang justru
mendekatkan antara ilmuan kebijakan dan praktisi kebijakan.
i. Model Jaringan
Model ini memehami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex of
interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan
(network) aktor-aktor yang independen. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan
tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan,
permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan
menjadi bagian penting di dalamnya.
Pemahaman ini antara lain dikembangkan dalam sebuah buku yang ditulis oleh tiga
orang ilmuwan Belanda, yaitu Walter Kickert, Erik Hans Klijn, dan Joop
Koppenjan, Managing Complex Networks: Strategies for the Public Sector (1997). Pada
model ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masing-
masing yang berbeda.Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator.Pada
pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral
jaringan menjadi penentu implementasi kebijakan dan keberhasilannya.
Page | 136
2. Implementasi Kebijakan in action
Pertanyaan praktisbagaimana birokrasi melaksanakan implementasi kebijakan atau
implementasi kebijakan dalam praktek?Ada banyak model, Menurut Nugroho, (2014: 694)
salah satu yang ditawarkan adalah implementasi kebijakan enam tahapan.
1) Tim Implementasi
2) Pelatihan Pelaksana
3) Sosialisasi Publik
4) Implementasi Percobaan
5) Perbaikan Kebijakan
6) Implementasi Penuh
D. Pengendalian Kebijakan
Menurut Nugroho, (2014: 705) Pengendalian kebijakan terdiri atas tiga dimensi :
1) Pengawasan berupa pemantauan dengan penilaian untuk tujuan pengendalian
pelaksanaan agar pelaksanaan sesuai denganrencana yang telah ditetapkan. Pengawasan
sering kali dipahami sebgai on going evaluation atau formative evaluation.
2) Evaluasi merupakan penilaian penapaian kinerja dari implementasi. Evaluasi
dilaksanakan setelah kegiatan selesai dilaksanakan ( selesai dengan mencapai tenggat
waktu / melewati tenggat waktu) dan selesai denga pekerjaan tuntas.
3) Pengganjaran dimaknai pemberian insentif atau disinsentif yang ditetapkan dan
diberikan sebagai hasil dari pengawasandan penilaian yang telah dilakukan.
Lingkungan
Pelaksanaa
Pelaksanaa
Perencanaan
Perencanaan nn Hasil
Penga
Penga
--
wasan
wasan
Evalua
Evalua
si
si
Page | 138
c. Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi;
d. Dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan dan kebencian
e. Mencakup rumusan, implementasi, lingkungan dan kinerja kebijakan.
3. Pengganjaraan Kebijakan
Kebijakan publik adalah tugas pokok dari setiap pemerintahan lenbaga public selain
pelayanan public.Untuk itu setiap kebijakan public harus dan wajib untuk dinilai.Penilaian
dilakukan melalui evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh lembaga tersebut.Lebaga di
atasnya, lembaga pengawasan dan masyarakat atau public.Dengan demikian tidak pada
tempatnya jika ada pejabat pemerintah yang mengatakan bahwakebijakan pemerintah tidak
dapat dinilai.
Hal seanjutnya adalah, apa yang dilakukan setelh dinilai? Sederhana diganjar. Jika
berhasil diberikan insentif , jika gagal diberikan disinsentif atau hukuman.
Ganjaran tentu saja tidak sederhana hadiah dan hukuman karena maknanya bergerak
pada lima jenjang.
a. Etika- dengan hukuman terberat adalah social punishment berupa pengucilan dan
pendiskreditan secara social.
b. Politik- dengan hukuman terberat impeachment.
c. Hukum- dengan hukuman terberat adalah penjara dan/atau denda.
d. Manajemen- dengan hukuman terberat adalah pemberhentian dari jabatan manajemen.
e. Teknis/financial- dengan hukuman terberat mengganti kerugian
Page | 139
Kebijakan Publik yang ideal mempunyai tiga cirri utama yang sekaligus dijadikan
sebagai kriteria, yaitu :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan publik dipahami sebagai serangkaian proses yang bergerak dari satu bagian
ke bagian ke bagian lainnya secara berkesinambungan dan memiliki ketergantungan satu
sama lain. Proses itu berada di dalam suatu sistem politik yang dimulai dari identifikasi,
agenda setting, formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan. Mengenai proses kebijakan
ini, Easton menganalogikan sistem politik sebagai sistem biologi yang di dalamnya
berlangsung interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Kebijakan publik merupakan
output dari sistem politik, dimana sistem politik itu terdiri dari input, throughput, dan output.
Input dari sistem politik berasal dari lingkungan (masyarakat) dapat berupa tuntutan maupun
dukungan. Selanjutnya input tersebut mengalami penggodokan dalam proses formulasi
hingga siap diimplementasikan dalam bentuk output, yaitu kebijakan publik.
B. Saran
Page | 140
Sudah saatnya pemerintah mengubah mainset dalam memformulasikan kebijakan
publik. Jika sebelumnya mainset yang digunakan oleh pemerintah dalam merumuskan
kebijakan adalah bersifat problem oriented, sehingga cenderung berfokus pada prosedur dan
aturan untuk memecahkan masalah, yang berdampak pada birokrasi pita merah (red tape).
Maka untuk saat ini dan di masa mendatang, mainset yang digunakan dalam
memformulasikan kebijakan harus bersifat goal oriented. Sehingga kebijakan yang
dirumuskan tidak membuat masyarakat terjebak pada aturan dan prosedur yang rumit, namun
yang terpenting adalah bagaimana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, tanpa terlepas
dari nilai-nilai fundamental sebagai landasan untuk berfikir dan bertindak.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Page | 141