Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Varises yang melebar, sering teraba pada vena subkutan dengan aliran darah yang
balik dan paling banyak ditemukan di pergelangan kaki. Prevalensi penyakit varises
bervariasi. Prevalensi varises paling banyak terdapat di negara barat, sebagian besar dari 10%
menjadi 30% pada pria dan dari 25% ke 55% pada wanita dalam sautu studi berbasis
populasi. Prevalensi varises di Inggris pada usia dewasa antara 20%-40%. Sedangkan
prevalensi di Eropa dan Amerika serikat antara 25%-30% pada wanita dewasa dan 15% pada
laki-laki dewasa.1
Suatu studi juga melaporkan bahwa 28,6% dari penderita yang memiliki penyakit
varises tanpa edema atau komplikasi lain dapat berkembang menjadi penyakit vena yang
lebih serius setelah 6 tahun kemudian. Terdapat data lain yang menunjukkan bahwa sekitar 3-
6% dari orang-orang yang memiliki varises seumur hidupnya akan berkembang menjadi
ulcers.1
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya varises masih belum diketahui
sepenuhnya meskipun prevalensi varises meningkat berdasarkan usia maupun pada saat
wanita sedang hamil. Fisiologis hemodinamik dan perubahan hormonal yang berhubungan
dengan kehamilan dapat meningkatkan relaksasi vena dan kapasitansi. Hal tersebut turut
berperan untuk terjadinya varises. Pada beberapa orang varises dapat tidak menunjukkan
gejala atau hanya gejala ringan. Disisi lain varises juga dapat menyebabkan nyeri, sakit atau
gatal dan memiliki efek yang signifikan terhadap kualitas hidup mereka. Varises primer
adalah gejala khas pada insufisiensi vena kronis.2
Etiologi dari varises masih tidak sepenuhnya dipahami meskipun terdapat fakta bahwa
penyakit tersebut dapat terjadi pada segala usia baik dari remaja hingga orang tua. Menurut
studi prevalensi varises 11.5% pada kelompok umur 18-24 dan meningkat menjadi 55.7%
pada kelompok umur 55-64. Varises yang terjadi berulang setelah tindakan operasi
merupakan masalah yang serius dan memerlukan berbagai intervensi tambahan. Salah
satunya adalah operasi secara teknis akan menjadi lebih sulit dari operasi sebelummnya.
Varises yang berulang telah dilaporkan bahwa prevalensinya antara 6,6% sampai 13% pada
tahun kedua dan meningkat sampai 51% pada tahun kelima setelah operasi.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

2.1 Identitas Pasien


Nama : Rosidin Bin Dukri
No. RM : 01044061
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pulo Gebang No. 55E RT/RW 01/04, Cakung - Jakarta
Timur
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Masuk RS : Senin, 1 Agustus 2016
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis ruangan Aster Timur RSUD Budhi Asih pada hari
Selasa, 1 Agustus 2016 jam 15.30 WIB.
1) Keluhan Utama
Nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli bedah RSUD Budhi Asih hari Senin, 1 Agustus 2016 dengan
keluhan nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
ketika pasien berjalan pulang dari tempat kerja dan saat pasien berdiri lama lebih dari 15
menit. Nyeri semakin lama semakin berat, bersifat tajam, hilang timbul, dan nyeri berkurang
saat pasien berjalan jauh dan istirahat di malam hari. Pasien juga merasakan bahwa kakinya
terasa cepat lelah dan berat, terutama pada saat berdiri lama. Kemudian, pasien juga
mengeluh rasa kesemutan dan kram pada kedua kaki bagian dorsum pedis sejak 2 tahun yang
lalu.

2
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami penonjolan vena sejak 3 tahun yang lalu.
Awalnya penonjolan vena hanya terdapat pada telapak kaki kanan dan kiri. Namun, pada
tahun kedua, penonjolan vena menyebar dari telapak kaki kiri dan kanan hingga pergelangan
kaki kiri dan kanan pada sisi medial kaki. Selama 3 tahun terakhir pasien tidak pernah
berobat ke dokter maupun mengonsumsi obat-obatan seperti obat warung dan herbal.
Keluhan lainnya pada daerah tersebut seperti gatal-gatal (-), edema (-), perubahan warna kulit
(-), nafsu makan turun (-), demam (-), BAB dan BAK biasa.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Salah satu anggota keluarga pasien (ibu kandung) memiliki keluhan yang sama dengan
pasien sejak 8 tahun yang lalu pada usia 58 tahun. Riwayat ibunya melakukan operasi
disangkal.
4) Riwayat Masa Lampau
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kencing manis (DM tipe 2) disangkal
- Riwayat darah tinggi (hipertensi) disangkal
- Riwayat alergi obat-obatan disangkal
- Riwayat varises sebelumnya disangkal
Riwayat kebiasaan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai pedagang di warung sambil berdiri lama dalam
melayani pelanggan. Pasien juga jarang berolahraga dan sering makan-makanan yang
gurih dan manis. Pasien juga suka mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
Pasien suka merokok 3-4 batang perhari. Namun, pasien sudah berhenti merokok sejak
6 bulan yang lalu. Pasien juga tidak pernah mengonsumsi alkohol.
Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan disangkal
Riwayat Trauma
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Operasi
Riwayat operasi disangkal
5) Tinjauan Sistem
Sistem saraf : Kaki kesemutan (+), nyeri kepala (-), kejang (-), kelemahan motorik (-)
Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-), perasaan berdebar-debar (-)
Sistem pernapasan : batuk (-), pilek (-), sesak (-)

3
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), kembung (-), diare (-), nyeri perut (-),
BAB normal
Sistem urogenital : nyeri saat berkemih (-), BAK terganggu (-)
Sistem intergumen : bercak-bercak kemerahan (-), gatal-gatal (-)
Sistem muskuloskeletal : nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra (+), kaki cepat
pegal, terasa berat

2.3 Status Praesens


2.3.1 Survei Primer
Airway (Jalan Napas) : Paten
Breath (Pernapasan) : Bicara normal, tidak ada retraksi otot napas
Circulation (Sirkulasi) : Nadi kuat, akral hangat
Disability (Kecacatan) : GCS 15 (E4 M6 V5), kooperatif

2.3.2 Survei Sekunder: Status Generalis


Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesan gizi : Cukup
Habitus : Atletikus (mesomorf)
Perkiraan usia : Tampak sesuai dengan usia sebenarnya
Cara berjalan : Antalgic gait (+)
Cara berbaring / duduk : Aktif
Penampilan : Sesuai usia, masih memperhatikan penampilan
Sikap pasien : kooperatif
Kelainan yang tampak : lemah (+), pucat (-), sianotik (-), ikterik (-), dispnoe (-),
edema (-), dehidrasi (-), kejang (-), korea (-), atetosis (-),
tremor (-)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg
Denyut Nadi : Frekuensi: 78 kali / menit, isi cukup, teratur, ekual
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 18 kali / menit, teratur, tipe abdomino-torakal

4
Data Antropometri
Berat badan : 67 kg
Tinggi badan : 170 cm
Kulit
Warna : sawo matang, pucat (-), sianotik (-), ikterik (-), roseola spots
(-), ptechiae (-)
Efloresensi : makula (-), papula (-), nodul (-), vesikel (-), pustula (-),
urtikaria (-), skuama (-), ulkus (-), sikatriks (-)
Pertumbuhan rambut : distribusi cukup
Kelembaban : cukup
Suhu raba : hangat
Turgor : baik
Lapisan lemak : cukup
Ketebalan : normotrofi
Kelenjar Getah Bening
Area Kepala : preaurikularis (-), retroaurikularis (-), oksipitalis (-), submentalis (-),
submandibularis (-)
Area Leher : cervical: anterior (-), media (-), posterior (-)
Area Dada : supraklavikularis (-), aksilaris (-)
Area Axila : kanan (-), kiri (-)
Area Lengan : epitroklearis (-)
Area Tungkai : poplitea (-), ingunal medialis & lateralis tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : normocephali, deformitas (-)
Wajah : simetris kanan & kiri, pucat (-), kemerahan (-), sianotik (-), ikterik (-)
Rambut : warna hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut
Mata
Alis mata : distribusi rambut cukup
Kelopak mata : edema (-)/(-), ptosis (-)/(-)
Bola mata : eksoftalmus (-)/(-), enoftalmus (-)/(-), kedudukan bola mata simetris,
hambatan gerak bola mata (-)/(-)
Konjungtiva : anemis (-)/(-), hiperemis (-)/(-)
Sklera : ikterik (-)/(-), injeksi (-)/(-)
Kornea : jernih
Iris : COA dalam (+)/(+)

5
Pupil : isokor 3 mm / 3 mm, refleks cahaya langsung (+)/(+), refleks cahaya
tidak langsung (+)/(+)
Lensa : jernih
Telinga
Preaurikuler : deformitas (-)
Retroaurikuler : deformitas (-)
Daun telinga : deformitas (-)
Liang telinga : sekret (-)
Hidung
Bentuk : normosmia (-)
Liang hidung : sekret (-)
Mukosa : warna merah muda
Bibir
Bentuk : deformitas (-)
Warna : warna merah muda, sianotik (-)
Gigi dan gusi
Oral hygiene : baik
Warna mukosa : merah muda
Jumlah gigi : intak
Lidah
Bentuk : normoglossia, deformitas (-)
Warna : merah muda
Mukosa mulut dan palatum
Warna : merah muda
Efloresensi : (-)
Uvula
Warna : merah muda
Letak : tengah
Pulsasi : (-)
Faring
Warna : merah muda, hiperemis (-)
Kelainan : post nasal drip (-)
Tonsil
Ukuran : T1 / T1

6
Warna : tenang, hiperemis (-)
Kelainan : detritus (-)

Leher
Gerak : keterbatasan gerak leher (-)
Kelenjar limfe : tak teraba membesar kanan & kiri
Kelenjar tiroid : tak teraba membesar kanan & kiri
Arteri karotis : (+) / (+)
Vena jugularis eksterna : JVP 5 + 2 cmH2O
Trakea : : simetris, tracheal tug (-)

Toraks
Inspeksi
Dinding toraks : roseolla spots (-), ptechiae (-)
Gerak dinding toraks : napas simetris statis dan dinamis, tidak tampak
gerakan napas yang tertinggal
Palpasi
Gerak dinding toraks : gerak kedua hemitoraks sama, tidak teraba
gerakan napas yang tertinggal
Vocal fremitus : sama pada kedua hemitoraks
Iktus kordis : letak 1-2 cm ICS V medial linea midklavikularis
sinistra, diameter +/- 2 cm, kekuatan cukup
Sela iga : melebar (+)
Perkusi
Keadaan paru : Sonor pada kedua hemitoraks
Batas kanan jantung : ICS III V sepanjang linea sternalis dextra
Batas paling kiri jantung : ICS V, 1-2 cm medial terhadap linea
midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis kiri
Batas bawah paru : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
Jantung
Bunyi jantung I dan II (S1 & S2) : reguler
Bunyi jantung tambahan : S3 (-), S4 (-)

7
Bising jantung : (-)
Paru
Suara napas : vesikuler (+)/(+) sama pada kedua lapang paru
Suara napas tambahan : ronkhi (-)/(-) basah pada kedua apeks paru,
wheezing (-)/(-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : cembung
Kulit dinding perut dan umbilikus : sawo matang, roseolla spots (-), venektasi (-),
smilling umbilkus (-)
Gerak dinding perut : Mengempis waktu inspirasi, mengembang saat
ekspirasi; pulsasi (-)
Gerak peristaltik usus : tak tampak
Palpasi
Rigiditas dinding perut : supel, defans muskular (-)
Nyeri tekan / nyeri lepas : nyeri tekan (-) & nyeri lepas (-) di seluruh kuadran
abdomen
Asites : undulasi (-)
Tumor intra / ekstraabdominal : massa (-)
Hepar (hati) : hepar tak teraba
Vesica vellea (kantung empedu) : Murphys sign (-)
Lien / spleen (limpa) : lien tak teraba
Ren (ginjal) : Ballotement test (-)
Perkusi
Distribusi gas : timpani, batas paru hepar ICS VI linea
midklavikularis dextra
Asites (minimal) : shifting dullness (-)
Traubes area : timpani
Auskultasi
Bising usus : (+), 3 kali per menit
Suara pembuluh darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Bunyi gesek (friction rub) : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

8
Anus dan rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi
Proporsi : sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : simetris kanan dan kiri
Kelainan : pucat (-)/(-), ikterik (-)/(-), ptechiae (-)/(-)
Palpasi
Kulit : akral hangat, kelembaban cukup, CRT < 2 detik, oedem (-)/(-)
Otot : normotrofi
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Proporsi : Sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : Simetris kanan dan kiri
Palpasi
Kulit : akral hangat, kelembaban cukup, CRT < 2 detik
Otot : normotrofi

Status Lokalis
Ekstremitas bawah bagian kanan
Inspeksi
Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra menyebar hingga tarsal dextra pada sisi
medial, berkelok, dengan ukuran 4 mm.
Kemerahan (-), Iketerik (-), pucat (-), Edema (-), Scar (-), Ulkus (-),
Lipodermatosclerosis (-), atrophie blanche (-)
Palpasi
Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra menyebar hingga tarsal dextra pada sisi
medial. Nyeri tekan (+) pada dorsum pedis dextra, edema (-)
Ekstremitas bawah bagian kiri
Inspeksi
Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra menyebar hingga tarsal sinistra pada sisi
medial, berkelok, dengan ukuran 4 mm.

9
Kemerahan (-), Iketerik (-), pucat (-), Edema (-), Scar (-), Ulkus (-),
Lipodermatosclerosis (-), atrophie blanche (-)
Palpasi
Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis sinistra menyebar hingga tarsal sinistra pada
sisi medial. Nyeri tekan (+) pada dorsum pedis sinistra, Edema (-)
Pemeriksaan khusus ekstremitas bawah
Tap test : (-)/(-)
Trendelenburg test : (-)/(-)
Perthes test : (-)/(-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang (Data sekunder)


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah (Data sekunder)
Laboratorium darah tanggal 1 Agustus 2016
Pemeriksaan (1/8/2016) Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi

Hemoglobin 15,6 13,2 17,3 g/dl


Hematokrit 48 40 52 %
Trombosit 428 150 440 ribu/uL
Leukosit 12,2 3,8 10,6 ribu/uL
Eritrosit 5,4 4,4 5,9 juta/uL
RDW 11,5 <14 %
MCV 89,9 80 100 fL
MCH 29 26 34 Pg
MCHC 32,2 32 36 g/dL

Faal Hemostatis
Masa Perdarahan 1.30 1-6 Menit
Masa Pembekuan 12.00 5 15 Menit
Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah Sewaktu 114 < 110 Mg/dL

10
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi

2.5 Resume
Pasien datang ke poli bedah RSUD Budhi Asih hari Senin, 1 Agustus 2016 dengan
keluhan nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
ketika pasien sedang berjalan pulang dari tempat kerja dan saat pasien berdiri lama lebih dari
15 menit. Nyeri semakin berat, bersifat tajam, dan berkurang ketika berjalan jauh. Pasien juga
merasakan kakinya terasa cepat lelah dan berat, terutama pada saat berdiri lama. Kemudian,
pasien juga mengeluh rasa kesemutan dan kram pada kedua dorsum pedis sejak 2 tahun yang
lalu.
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami penonjolan vena sejak 3 tahun yang lalu.
Penonjolan vena pada telapak kaki kanan kiri menyebar hingga ke sisi medial pergelangan
kaki kiri dan kanan pada tahun kedua. Selama 3 tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke
dokter maupun mengonsumsi obat-obatan. Keluhan lainnya pada daerah tersebut seperti
gatal-gatal (-), edema (-), perubahan warna kulit (-), nafsu makan turun (-), demam (-), BAB
dan BAK biasa. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, hipertensi, alergi obat,
maupun varises sebelumnya.
Pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum pasien tampak sakit ringan, kesadaran
kompos mentis, status gizi normal. Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah
130 / 80 mmHg, nadi reguler dengan frekuensi 78 kali per menit, suhu 36,5oC, pernapasan

11
reguler dengan frekuensi 18 kali per menit. Pemeriksaan status generalis diperoleh:
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, jantung: tidak ditemukan kelainan, paru: tidak
ditemukan adanya kelainan, abdomen tidak ditemukan kelainan, ekstremitas: akral hangat,
perfusi baik, pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra dan sinistra hingga tarsal dextra dan
sinistra, berkelok, dengan ukuran 4 mm, dan nyeri tekan kedua dorsum pedis +/+.
Pemeriksaan laboratorium (data sekunder) tanggal 1 Agustus 2016 diperoleh adanya
peningkatan leukosit serta kenaikan kadar glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan foto toraks
tidak ditemukan adanya kelainan.

2.6 Diagnosa Kerja


Varises pedis dextra dan sinistra

2.7 Penatalaksanaan
Rawat inap
Pro persiapan operasi (Stripping)
Cek darah lengkap dan gula darah sewaktu
Pasien pulang tanggal 4 Agustus 2016 diberikan obat :
Tab Cefadroxil 500 mg 2 x 1
Tab Asam traneksamat 500 mg 3 x 1
Tab Dexamethasone 0,5 mg
Tab Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1

2.8 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

2.9 Tindak Lanjut (Follow Up)


Senin, 1 Agustus 2016
Pre operasi
S : Nyeri, kesemutan, dan kram pada kedua dorsum pedis dextra sinistra dan dextra.
O : keadaan umum : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit ringan

12
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg HR : 78 x/menit, RR : 18 x/menit, S : 36,5OC
Status Lokalis : Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra dan sinistra tarsal
dextra dan sinistra, bewarna biru, berkelok, dengan ukuran 4 mm.
Nyeri tekan (+) pada dorsum pedis dextra dan sinistra
A : Varises pedis dextra dan sinistra
P : Pro Persiapan Operasi varises pedis dextra
Inj Ceftriaxone 1g 1 x 1

Selasa, 2 Agustus 2016


Pre operasi
S :-
O : keadaan umum : Compos mentis
Kesan sakit : Ttampak sakit ringan
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg HR : 68 x/menit, RR : 14 x/menit, S : 36,5OC
Status Lokalis : Pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra dan sinistra tarsal
dextra dan sinistra bewarna biru, berkelok, dengan ukuran 4 mm.
Nyeri tekan (+) pada dorsum pedis dextra dan sinistra
A : Varises pedis dextra dan sinistra
P : Pro Persiapan Operasi
Inj Ceftriaxone 1g 2 x 1

Rabu, 3 Agustus 2016


S : Nyeri pada daerah operasi
O : keadaan umum : compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg HR : 70 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,3OC
Status Lokalis : Luka operasi tertutup elastic perban dan kassa,
rembesan (-), nyeri tekan (+)
A : Varises pedis dextra dan sinistra
P : Pro Persiapan Operasi
Instruksi post operasi
Inj D10 : NaCl = 2 : 2
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Tramadol 2x1

13
Inj Transamin 2x1
Inj Vitamin K 2x1

Kamis, 4 Agustus 2016


S : Nyeri pada daerah operasi
O : keadaan umum : compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg HR : 68 x/menit, RR : 18 x/menit, S : 36,5OC
Status Lokalis : Luka operasi tertutup elastic perban dan kassa,
rembesan (-), nyeri tekan (+)
A : Post Stripping
P : Boleh pulang
Tab Cefadroxil 500 mg 2 x 1
Tab Asam traneksamat 500 mg 3 x 1
Tab Dexamethasone 0,5 mg
Tab Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1

Laporan Operasi
- Pasien dalam posisi supine diberi anastesi regional
- Dilakukan asepsis dan antisepsis
- Pada tungkai bawah kanan : vena saphena magna pada malleolus medial kanan
diidentifikasi dan di ikat
- Dilakukan stripping procedure sampai 10 cm pada vena inguinal kanan
- Dilanjutkan ligasi ikat vena yang membesar
- Operasi selesai

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Varises merupakan pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-keloknya sistem vena yang
disertai dengan gangguan sirkulasi darah di dalamnya.1,2

3.2 Anatomi
Vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan arteri. Vena juga terdiri dari
lapisan intima, medial, dan adventisia. Lapisan intima terletak pada membran basal dan
mengaktifkan antitrombogenik, yang berfungsi untuk produksi prostaglandin, kofaktor
antitrombin, thrombomodulin, dan aktivasi jaringan jenis plasminogen (t-PA). Namun,
gangguan endotel dapat disertai dengan induksi aktivitas prokoagulan, supersi antikoagulan,
dan paparan reseptor neutrofils. Lapisan medial terdiri dari tiga lapisan otot polos yang
diselingi dengan serat kolagen dan elastin. Lapisan ini dipersarafi saraf adrenergik.
Dibandingkan dengan arteri, vena memiliki lapisan otot yang lemah dan kurang elastis.
Lapisan adventitia merupakan lapisan yang paling tebal dan mengandung lebih banyak
kolagen yang menyebabkan vena menjadi lebih kaku dibandingkan arteri. Kapasitansi sistem
vena yang tinggi dan besar sangat penting sebagai pompa otot pada betis. Hal ini disebabkan
penampang vena yang berbentuk pada elips vena tungkai bawah yang memungkinkan
volume dapat meningkat tanpa disertai kenaikan tekanan.3
Vena dangkal, dalam, dan perforating berisi katup bicuspid yang terbentuk dari
lipatan endothelium dan dilapisi oleh lapisan tipis jaringan ikat. Pada ekstremitas bawah,
katup berfungsi untuk membagi kolom hidrostatik darah ke segmen dan memastikan aliran
darah mengalir dari vena dangkal sampai dalam dan dari caudal menuju cephalad. Katup
vena ekstremitas bawah tetap terbuka selama istirahat dalam posisi terlentang. Penutupan
katup terjadi secara pasif yang diawali dengan pembalikan kemiringan tekanan katup
antegrade pada saat istirahat. Saat kemiringan tekanan dibalik, ada periode singkat dari aliran
retrograde atau refluks, sampai gradien menjadi cukup untuk membuat katup menjadi terutup.
Dengan demikian, penutupan katup membutuhkan penghentian pada aliran antegrade, yang
diikuti dengan interval singkat pada aliran retrograde (<0,5 detik dalam posisi tegak) dengan
kecepatan yang cukup untuk membuat katup menutup dengan sempurna. Dengan kata lain,

15
refluks berlangsung kurang dari 0,5 detik adalah normal. Dalam posisi tegak, aliran
retrograde yang bertahan > 0,5 detik biasanya didefinisikan sebagai refluks yang patologis.
Vena pada ekstremitas bawah diklasifikasikan menurut hubungan mereka dengan
fasia otot dan lokasinya di salah satu kompartemen dangkal atau dalam. Sistem vena
ekstremitas bawah termasuk vena dalam, yang terletak di bawah fasia otot dan menguras otot
ekstremitas bawah; vena superfisial, yang berada di atas fasia dalam dan menguras
mikrosirkulasipada kulit; dan vena perforasi yang menembus fasia otot dan menghubungkan
vena dangkal dengan dalam. Vena berkomunikasi dengan menghubungkan vena dalam
sistem yang sama.3

a) Vena superfisial
Sistem vena superfisial terdiri dari pembuluh darah retikuler, vena saphena yang kecil
dan besar, serta anak cabangnya. Pembuluh darah retikuler, merupakan penghubung vena
yang parallel menuju permukaan kulit, dan terletak diantara saphena fascia dan dermis, yang
berfungsi untuk menyerap kulit tungkai bawah dan jaringan subcutaneous. Vena ini
berkomunikasi baik dengan cabang dari saphena maupun vena dalam melalui perforator.
Vena saphena besar berasal dari medial lengkung vena pada dorsal pedal naik ke
anterior menuju maleolus medial, melintasi tibia di persimpangan distal dan bagian tengah
betis untuk lewat dari posteromedial menuju lutut. Vena kemudian naik melalui medial paha
untuk menembus fasia dalam dan bergabung dengan vena femoralis 3 sampai 4 cm pada
bagian inferior dan lateral menuju pubic tubercle. Saraf vena saphena terletak anterior vena
saphena besar pada betis. Vena saphena besar biasanya terletak langsung di fasia otot pada
kompartemen saphena, yaitu subkompartemen pada kompartemen superfisial yang
berbatasan superfisial oleh fasia saphenous hyperechoic dan terletak sangat dalam pada fascia
otot. Kompartemen ini dapat dibaca dengan divisualisasikan pada bagian paha oleh USG dan
digambarkan seperti "Eqyptian eye". Vena saphena, dan arteri serta saraf yang berhubungan,
terletak dalam kompartemen saphena. Sedangkan vena retikuler, vena aksesoris, dan
cabangnya terletak eksternal dari compartment. Vena saphena besar dapat menembus fasia
saphenous paha pada tingkat tengah atau distal dan menjadi lebih superficial. Kurangnya
kekuatan pada fasia di daerah-daerah tersebut merupakan penyebab terjadi varises.3
Cabang dari vena safena besar mungkin penting dalam patofisiologi penyakit vena
kronis. Ada dua cabang utama saphena pada betis yaitu, cabang vena bagian anterior dan
arkus posterior vena, yang dimulai pada bagian belakang maleolus medial dan bergabung
dengan vena saphena besar dari distal menuju lutut. Vena arkus posterior menyerap

16
penghubung vena pergelangan kaki pafa bagian medial. Karena mungkin terdapat
komunikasi yang beragam dengan vena saphena besar, kadang-kadang menunjuk pada vena
lengkung posterior complex. vena Satu atau lebih vena intersaphenous juga menyeberangi
betis dengan miring antara vena saphena besar dan kecil. Di paha, vena saphena aksesoris
bagian anterior dan posterior naik secara sejajar menuju vena saphena besar, diluar fascia
saphena. Drainase vena dari perineum dan dinding perut bagian bawah umumnya bergabung
dengan vena saphena besar dekat sapheno femoral junction (SPJ). The saphenofemoral
junction (SFJ) merupakan pertemuan antara vena inguinal superfisial, yang terdiri dari vena
saphena besar dan vena iliaka sirkumflex superfisial, vena epigastrium superfisial, dan vena
pudenda eksternal.
Vena saphena kecil berasal dari lengkung punggung pedal dan naik posterolateral dari
belakang maleolus lateral menuju vena poplitea. Vena saphena kecil biasanya memiliki 7
sampai 10 katup yang berdekatan. Saraf pada sural naik dari lateral menuju vena, yang
biasanya terletak di bawah fasia otot. Sekitar 60% dari vena saphena kecil bergabung dengan
vena poplitea, 20% bergabung dengan vena saphena besar melalui cabangnya bagian anterior
atau posterior, dan 20% bergabung dengan femoralis, femoralis bagian dalam, atau vena
iliaka interna. Akar dari vena saphena kecil juga naik ke posterior paha untuk berkomunikasi
dengan vena saphena besar melalui vena sirkumflex paha bagian posterior. Lengkung vena
lateralis merupakan cabang utama dari vena safena kecil dan berkomunikasi dengan vena
peroneal melalui betis lateralis perforators. Vena saphena kecil juga dapat berkomunikasi
dengan medial pergelangan kaki perforator melalui beberapa cabang.3

b) Vena dalam
Vena dalam utama dari tungkai bawah mengikuti jalannya arteri yang berhubungan,
pengecualian untuk vena femoralis, sesuai nama anatominya. Sistem vena dalam betis
termasuk vena tibialis, peroneal, soleal, dan vena gastrocnemial. Vena tibialis anterior,
posterior, dan vena peroneal merupakan vena yang letaknya sesuai dengan arah aliran arteri,
dimana vena yang berpasangan tersebut berkomunikasi dalam susunan yang plexiform
disekitar arteri. Sinus otot pada vena merupakan sistem pengumpul utama pada pompa otot
betis. Terdapat 1-18 sinus soleal dimana jumlah tersebut sangat penting daripada yang
terdapat pada otot gastrocnemius. Sinus soleal berkomunikasi dengan vena tibialis posterior
di betis proksimal, sedangkan gastrocnemial berhubungan dan bersatu membentuk sepasang
vena gastrocnemial yang mengalir ke vena poplitea. Vena poplitea dibentuk oleh pertemuan
vena di betis. Vena femoralis dalam berhubungan langsung ke vena poplitea.3

17
Anatomi vena iliaka telah kurang dideksripsikan daripada vena infrainguinal. Trunk
iliaka interna tunggal biasanya mengalir ke vena iliaka eksternal membentuk vena iliaka
umum. Vena iliaka interna mengalir baik melalui cabang parietal maupun visceral yang
memiliki cabangnya yang luas. Jalur kolateral ini menjadi penting pada kasus obstruksi
iliocaval. Varises vulva, vagina, paha posteromedial serta gejala pelvic congestion syndrome
juga sering dikaitkan dengan insufisiensi vena panggul dan cabangnya yang tidak kompeten
dari vena iliaka interna. Vena iliaka dextra umumnya bersatu di sisi kanan pada vertebra
lumbal kelima untuk membentuk vena cava inferior. Vena iliaka kanan umumnya naik
dengan aliran relatif lurus menuju vena cava inferior, dan vena iliaka kiri berjalan melintang
untuk bergabung pada sisi kanan di sudut akut. Kompresi anteroposterior dari vena iliaka kiri
secara melintang antara tulang belakang sacroiliac dan arteri iliac kanan muncul digambarkan
sebagai filling defect pada pemeriksaan venogram.3
Vena cava inferior terbentuk dari pengembangan dan regresi selektif dari sepasang
vena fetal posterior cardinal, vena subcardinal, dan vena supracardinal. Vena subcardinal
kanan biasanya membentuk hati dan suprarenal vena cava inferior, vena supracardinal kanan
membentuk vena cava inferior, dan bagian caudal dari vena kardinal posterior bertahan
sebagai vena iliaka biasa.

c) Vena perforator
Seri anatomi kecil pada mayat telah melaporkan rata-rata terdapat 64 vena perforating
antara pergelangan kaki dengan paha. Vena-vena tersebut kosong baik ke vena dalam aksial
(perforator langsung) maupun ke dalam sinus vena pada betis (perforator tidak langsung),
yang selalu disertai oleh arteri dan biasanya terletak di septa intramuskular. Meskipun banyak
dan bermacam-macam secara keseluruhan, vena perforting dapat dikelompokkan menjadi
empat kelompok klinis secara signifikansi yaitu vena pada telapak kaki, betis medial dan
lateral, dan paha. Vena perforator pada telapak kaki bersifat unik karena alirannya langsung
menuju vena superfisial, sementara vena perforator lainnya memiliki aliran yang langsung
menuju vena dalam. Vena perforator pada betis medial dan paha memiliki satu hingga tiga
katup yang aliran langsung dari vena superfisial menuju vena dalam.3
Betis memiliki empat kelompok perforator yaitu perforator paratibial yang
menghubungkan vena saphena besar dan vena tibialis posterior, vena tibialis posterior
perforator menghubungkan vena saphena besar aksesoris posterior (arkus posterior) dan vena
tibialis posterior, lateral dan anterior perforator pada kaki. Perforator betis medial, termasuk
perforator paratibial dan tibialis posterior, merupakan vena perforator yang secara klinis

18
sangat penting. Vena perforator pada paratibial berperan penting karena tidak dapat dilewati
dengan ligasi subfasia endoskopi perforator kecuali fasia antara kompartemen superfisial dan
posterior yang diinsisi. Pada betis bagian lateral biasanya terdapat empat atau lima vena
perforator paraperoneal disepanjang garis dari lutut hingga pergelangan kaki. Perforator dari
kanal femoralis menghubungkan vena saphena besar. Perforator ini dapat menimbulkan
varises pada medial paha dihadapan vena saphena besar yang kompeten pada bagian
proksimal.3

19
d) Pompa otot pada betis
Akumulasi darah di vena ekstremitas bawah dengan posisi tegak dibatasi oleh sifat
fisik dari dinding vena, fungsi katup vena, dan aksi pompa otot pada betis. Sekitar 90% dari
alir balik vena di ekstremitas bawah melewati vena dalam yang melalui aksi dari pergelangan
kaki, otot betis, dan kontraksi otot paha. Pompa suatu katup tergantung dari fasia profunda
pada kaki, dimana yang memaksa otot saat kontraksi dan memungkinkan tekanan tinggi
dihasilkan didalam kompartemen otot. Di antara tiga pompa, pompa betis memiliki
kapasitansi yang terbesar, menghasilkan tekanan tertinggi. Fraksi ejeksi pompa otot betis
adalah ~65%, dibandingkan dengan pompa paha yang hanya 15% . Dengan kontraksi betis,
tekanan dalam kompartemen posterior naik sampai setinggi 250 mm Hg, vena mengosongkan
darah, dan tekanan vena istirahat diturunkan untuk mencegah aliran yang retrograde dari
suatu katup. Tekanan pada vena tibialis posterior menurun dari 80 hingga 100 hingga lebih
kecil dari 30 mm Hg. Penurunan tekanan vena dalam selama relaksasi dari fase
postcontraction membuat aliran vena bergerak dari superfisial menuju vena dalam melalui
vena perforator.3
Refluks atau aliran retrograde patologis terjadi ketika katup tidak ada atau tidak
kompeten baik oleh proses degeneratif (penyakit vena utama) atau dengan sebuah episode
pada DVT (penyakit vena sekunder). Dalam keadaan ini, aliran retrograde selama relaksasi

20
otot betis mencegah penurunan tekanan dan isi ulang vena dari aliran retrograde darah.
Tekanan vena yang tinggi juga dapat dialirkan dari vena dalam ke superfisial melalui vena
perforator yang tidak kompeten. Fungsi pompa otot betis juga dapat terganggu pada pasien
dengan penyakit vena kronis.
Manifestasi klinis berat pada insufisiensi vena kronis terutama disebabkan karena
hipertensi vena rawat jalan atau gagal untuk menurunkan tekanan vena yang adekuat saat
olahraga. Tingkat keparahan penyakit vena kronis berkaitan erat dengan besarnya hipertensi
vena. Ulkus biasanya tidak terjadi pada tekanan vena ambulatory yang kurang dari 30 mm
Hg, namun kejadian ini menjadi 100% pada tekanan yang lebih besar dari 90 mm Hg.
Namun, faktor-faktor penentu tekanan vena ambulatory sangat kompleks dan mencakup
refluks vena sebagaimana obstruksi dan disfungsi pompa otot betis.3

3.3 Faktor resiko


Faktor risiko pada varises ekstremitas bawah multifaktorial. Faktor risiko yang dapat
meningkatkan risiko terjadi varises adalah jenis kelamin, berat badan, pekerjaan dan aktivitas
fisik, faktor makan, konsumsi, alcohol, dan faktor keturunan. Merokok pada pria telah
terbukti juga merupakan faktor risiko.2

a) Jenis kelamin
Sebuah studi di Framingham menunjukkan bahwa insiden varises lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria pada usia 40-79 tahun, tetapi tidak lagi dalam kelompok usia 80-89.
Di Finlandia, tingkat kejadian varises secara signifikan lebih tinggi pada wanita di semua
kelompok terutama pada usia antara 40-69 tahun.2

b) Berat badan
Dalam sebuah studi Framingham, kejadian varises lebih tinggi pada wanita yang
mengalami obesitas dibandingkan mereka yang berat badannya normal. Sebuah studi tindak
lanjut di Belanda juga menemukan risiko yang lebih tinggi dari varises pada kelompok
overweight dibandingkan dengan kelompok kontrol pada wanita tapi tidak pada pria.2

c) Kehamilan
Wanita yang secara fisiologis mengalami hal seperti kehamilan, menopause, dan
iatrogenik karena obat hormon, di mana tingkat hormon wanita dalam sirkulasi jauh dari
normal telah dikaitkan dengan angka terjadinya varises. Pada wanita, suatu sudi di

21
Framingham menunjukkan bahwa wanita yang telah memiliki dua atau lebih kehamilan
dengan usia yang lebih tinggi lebih tinggi meningkatkan angka kejadian varises daripada
mereka yang telah memiliki satu atau tidak ada kehamilan.
Kehamilan dikaitkan dengan sejumlah perubahan fisiologis yang dapat berkontribusi
terhadap perkembangan varises. Mekanisme masih belum jelas, tetapi kemungkinan
melibatkan lebih dari satu faktor. Perubahan hormonal yang dramatis, di mana estradiol dan
progesteron berperan besar dengan peningkatan kadar 10 kali lipat dibandingkan dengan
negara non-hamil. Kelebihan estrogen dan progesteron reseptor telah ditemukan pada wanita
dengan varises vena safena, yang mendukung gagasan bahwa hormon berpengaruh terhadap
varises.2

d) Pekerjaan dan aktivitas fisik


Terdapat hubungan yang signifikan antara posisi berdiri di tempat kerja dengan
varises pada kedua jenis kelamin. Bekerja dalam posisi berdiri bahkan dikaitkan dengan
kejadian rawat inap karena varises untuk pria dan wanita telah terjadi dalam suatu studi di
Denmark pada tahun 2009. Sebuah studi dari Skotlandia ditemukan bahwa posisi duduk di
tempat kerja dapat mengurangi risiko untuk varises pada wanita.2

e) Faktor makanan, konsumsi alkohol dan merokok


Beberapa penelitian melaporkan bahwa diet kekurangan makanan nabati kaya serat
dan sembelit akibatnya sebagai faktor risiko untuk varises. Konstipasi dan mengedan yang
berulang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal dan ketidakmampuan katup sehingga
dapat meningkatkan risiko seperti varises.
Dalam studi kasus-kontrol di prancis, penyalahgunaan alcohol meningkatkan risiko
lebih tinggi terjadinya insufisiensi vena pada ekstremitas bawah. Hal ini diketahui bahwa
konsumsi alkohol mempengaruhi sistem vascular. Namun cara dan proses terjadinya yang
masih belum pasti.
Sebuah survei lanjutan memanjang pada laki-laki di Boston pada tahun 2004
melaporkan bahwa perokok lebih berisiko untuk terjadi varises dibandingkan non-perokok.
Dalam suatu studi Framingham pria varises rata-rata terjadi pada perokok dibandingkan yang
tidak. Dalam sebuah studi cross-sectional dari Perancis pria yang merokok memiliki angka
kejadian varises ayng lebih tinggi dibanding pria yang tidak merokok.2

22
f) Keturunan
Prevalensi varises bagi seseorang adalah 90% ketika kedua orang tua menderita
bentuk varises, 25% pada laki-laki dan 62% pada wanita ketika salah satu orangtua
terpengaruh, dan 20% ketika orangtua tidak terpengaruh. Riwayat keluarga positif dianggap
salah satu faktor risiko utama untuk varises berdasarkan studi cross sectional. Tetapi
perkiraan besarnya risiko bervariasi. Beberapa studi tentang gen mendukung pengaruh
genetik pada fungsi vena dan pada etiologi varises pad atahun 2005.
Namun, riwayat keluarga yang positif tidak secara otomatis berarti penyebab genetic
berpengaruh terjadinya varises. Keluarga biasanya berbagi lingkungan dan gaya hidup yang
sama, memiliki pekerjaan yang sama dan cara-cara lain dari kehidupan yang menyebabkan
mereka terkena varises. Konsensus pada tahun 2005 menunjukkan bahwa faktor baik
lingkungan dan genetik yang berhubungan dengan perkembangan varises.2

3.4 Etiologi
Etiologi varises pedis bergantung dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu, kongenital, primer dan sekunder.

a) Kongenital
Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan dimana katup
yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia,
avalvulia), atau pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan
kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.4,5,6

b) Primer
Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari
dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlau panjang (elongasi) atau
daun katup yang menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang
diketahui. Keadaan daun katup yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga
penutupan tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) mengakibatkan
terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran retrograd atau refluks.
Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair)
dengan operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.4,5,6
Varises merupakan vena yang mengalami pelebaran dan teraba pada daerah yang
berliku-liku dengan ukuran lebih besar dari 3 mm diameter. Vena retikuler yang melebar tapi

23
tidak dapat diraba, bewarna biru, dan kurang dari 3 mm. Cabang vena saphena besar biasanya
tidak berhubungan pada pasien dengan telangiectasias dan vena retikuler tetapi sering tidak
kompeten jika pada penderita varises. Sebaliknya, vena retikuler yang inkompeten banyak
terdapat pada pasien dengan telangiectasias.
Gambaran histologis yang berhubungan dengan varises meliputi penebalan intima
yang irregular, fibrosis antara intima dan adventitia, atrofi dan gangguan serat elastis,
penebalan serat kolagen individu, dan lapisan otot vena yang tidak teratur. Kelainan ini
menyebar secara heterogen melalui vena saphena besar dan cabang-cabangnya, yang ditandai
dengan adanya daerah yang hipertrofi, atrofi atau normal.
Studi histologis telah menyebutkan bahwa varises dapat menyebabkan pengurangan
kontraktilitas dan pemenuhan vena pada extremitas bawah. Otot polos vena saphena
mengandung penurunan kadar protein total pada pasien dengan varises, dan kontraksi yang
efektif terganggu karena kerusakan lapisan otot vena. Sel-sel otot polos vena juga berubah
dari kontraktil menjadi sekretorik yang menyebakan perubahan matriks ekstraselular pada
kedua segmen vena yang terlibat maupun tidak terlibat. Varises vena saphena menunjukkan
peningkatkan kolagen dan penurunan serat elastin, serta penurunan elastisitas vena pada
penderita yang mengalami maupun yang berisiko tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
kelainan dinding vena menyebabkan terjadi insufisiensi suatu katup vena yang dapat
menyebabkan terjadinya varises. Refluks terjadi saat dinding vena yang melemah melebar
sehingga terjadi peregangan komisura antara katup vena dengan daun katup.4,5,6

c) Sekunder
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder) disebabkan
oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis
vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan
dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian
trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotik. Pada
sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan
rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan daun
katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup,
sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun
katup telah sangat parah tidak memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena
kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi post-
trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama.4,5,6

24
Tungkai yang mengalami pasca-trombotik dan ulserasi dapat menyebabkan refluks
dan obstruksi aliran vena. Namun, gejala tersebut lebih sering terjadi pada penurunan venous
return dibandingkan dengan kelainan aliran keluar vena. Anatomi refluks dan obstruksi vena
juga penting dalam memengaruhi manifestasi gejala pasca-trombotik. Refluks pada pasien
tanpa gejala atau ringan gejalanya biasanya reflux terisolasi dan segmental. Hal ini
menandakan bahwa pasien dengan perubahan kulit dan ulserasi bersifat multisegmental dan
melibatkan vena dalam, dangkal, dan perforator. Mekanisme pasti terjadi insufisiensi katup
vena yang diikuti dengan rekanalisasi vena masih belum dapat diketahui.4,5,6

3.5 Patofisiologi
Patofisiologi varises pedis tergantung dari keutuhan katup ketiga sistem vena. Dalam
keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan aliran darah naik keatas dan
masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian
dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena
profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superfisial
terletak suprafasial, sedangkan vena profunda terletak di dalam fasia dan otot.4,5,6
Vena perforata penghubung antara aliran darah dari vena superfisial ke vena
profunda. Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas
melawan gravitasi yang dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu
mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar
5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi dan mencegahnya secara
berlebihan.4,5,6
Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat rendah. Jika vena tersebut
mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan perubahan
bentuk vena menjadi berkelok-kelok. Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering
disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup
vena yang inkompeten, baik terjadi pada vena profunda maupun vena superficial.
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi
aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau
akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena
obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi.
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain
yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena

25
adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superfisial ini terpapar dengan tekanan
hidrostatik tinggi dalam pembuluh darah, maka pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi
yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup
lainnya.
Pelebaran tersebut dapat menambahkan kebocoran katup. Setelah beberapa katup
vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena
profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena
akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi. Kerusakan yang terjadi akibat
insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati
katup yang inkompeten 4,5,6
Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah
dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak
terlalu besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan. Pada keadaan katup
perforans yang tidak memadai, darah akan diperas keluar dari sistem vena dalam ke sistem
vena dangkal pada setiap kali kontraksi betis atau paha. Akibatnya, banyak katup yang
mengalami insuffisiensi dan tekanan hidrostatik pada vena safena magna atau parva juga
akan meningkat. Bila katup komunikans dengan sistem vena dalam tidak memadai, aliran
darah akan berbalik dari proksimal ke distal sehingga vena akan semakin lebar, memanjang,
dan berkelok-kelok. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya oedem, statis, dan
hipoksemia di subkutis dan kulit. Hal tersebut dapat menyebabkan peluang untuk
terbentuknya thrombosis, gangguan penyembuhan luka, dan ulkus.4,5,6

3.6 Diagnosis
a) Anamnesis
Pasien dengan varises dapat asimptomatis maupun bergejala. Gejala yang berkaitan
dengan varises secara umum adalah kesemutan, sakit, terbakar, nyeri, kram otot,
pembengkakan, sensasi berdenyut atau berat, gatal kulit, kaki gelisah, kaki kelelahan, dan
kelelahan.
Pada anamnesis didapatkan tungkai terasa nyeri dan berat terutama sering lebih buruk
pada malam hari dan setelah latihan atau berdiri lama. pelebaran vena dekat permukaan kulit,
munculnya spider veins (telangiektasia) di tungkai yang terkena, pergelangan kaki bengkak
terutama pada malam hari, perubahan warna kulit menjadi kuning kecoklatan yang mengilap
di dekat pembuluh darah yang terkena, kemerahan, kering, dan gatal di daerah kulit, yang

26
disebut dermatitis atau eksim stasis vena, dan kram. Kram juga bisa terjadi terutama saat
pergerakan tiba-tiba, seperti gerakan berdiri. Cedera ringan pada daerah yang terkena dapat
menyebabkan perdarahan lebih dari normal atau membutuhkan waktu lama untuk
penyembuhannya. Pada beberapa orang, kulit di atas pergelangan kaki dapat mengisut
(lipodermatosklerosis) karena lemak di bawah kulit menjadi keras. Bercak bekas luka yang
memutih dan tidak teratur dapat muncul pada pergelangan kaki yang dikenal sebagai atrophie
blanche.7,8,9
Nyeri dapat dirasakan, terutama pada saat terkena udara panas dan berkurang pada
saat istirahat, elevasi kaki, memakai stoking maupun perban. Nyeri selama dan setelah latihan
yang hilang dengan istirahat dan elevasi kaki dapat disebabkan karena obstruksi aliran vena
keluar seperti memiliki penyakit deep vein trombosis sebelumnya maupun aliran vena ilikia
yang sempit.7,8,9
Dilatasi vena, deep vein thrombosis, tromboflebitis dan penyebab lainnya dapat
menyebabkan katup vena menjadi inkompeten. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan
yang akan disalurkan ke vena superfisialis dan varises vena dapat berkembang. Hal tersebut
tentu dapat meningkatkan tekanan yang disalurkan ke venula cutaneous sehingga dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler yang berujung pada edema interstitial dan extravasasi sel
darah merah. Edema interstitial menyebabkan nutrisi dan oksigen yang masuk ke cutaneous
dan subcutaneous tersebut berkurang sehingga subcutaneous fat mengalami nekrosis. Hal
tersebut menyebabkan lipodermatosclerosis yang dapat menyebabkan dermatitis, pruritus,
dan dapat berkembang menjadi ulkus.7,8,9
Selain itu, perlu ditanyakan riwayat penyakit sebelumnya. Riwayat penyakit yang
perlu ditanyakan yaitu seperti DVT, tromboflebitis yang menyebabkan trombofilia. Riwayat
pengobatan seperti pil KB, merokok, kehamilan, dan riwayat keluarga varises atau gangguan
trombotik. Usia lanjut merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya varises. Riwayat
keluarga positif, jenis kelamin perempuan, dan multiparitas juga merupakan faktor risiko
untuk terjadinya varises.7,8,9

b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi,
palpasi, dan perkusi. Pada inspeksi, yang perlu dinilai yaitu adanya scar dari operasi varises
vena sebelumnya, ulkus (ulkus vena biasanya ditemukan di sekitar / di atas maleolus medial),
eksim vena ( pada daerah kaki bawah yang megalami eritema dan kulit yang kering), kulit
yang tipis, edema pada engkel, deposition hemosiderin (daerah warna merah gelap dari kulit

27
karena hipertensi vena), Lipodermatosclerosis (penebalan dan fibrosis pada kulit akibat
imflamasi kronik dan nekrosis lemak), atrophie blanche ( jaringan parut putih disekitar ulkus
yang sedang menyembuh), saphena varix (varises pada vena saphena yang bertemu dengan
vena femoralis, terdapat pembengkakan 2-4cm inferio-lateral menuju tubercle pubic).7,8,9
Vena saphena pendek berjalan dari bagian posterior maleolus lateral, menuju
posterior betis, dan menuju daerah fossa poplitea. Sedangkan vena saphena panjang
membentang dari bagian anterior maleolus medial, melewati aspek medial kaki, menuju
persimpangan sapheno-femoral (SFJ), yang terletak 2-4cm inferio-lateral menuju pubic
tubercle.
Pada saat palpasi dapat diraba, varises untuk daerah yang lembut (flebitis) dan keras
(trombosis), denyut pada kaki (daerah femoralis, poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior),
serta suhu pembuluh vena (jika hangat mungkin menunjukkan adanya infeksi). Pada
auskultasi, jika ada varises vena maka dapat dilakukan auskultasi untuk mendengar bruit,
untuk mengtahui adanya kencederungan malforasi arteri vena.7,8,9
Terdapat berbagai tes khusus yang diperlukan untuk menentukan kelainan vena pada
varises. Tes-tes yang diperlukan diantaranya adalah Cough impulse test, the tap test,
Trendelenburg test, dan perthes test.7,8,9
Cough impulse test. Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya saphena varix. Cara
melakukannya diawali dengan palpasi di daerah Sapheno-femoral junction (2-4cm inferio-
lateral menuju pubic tubercle) dan meminta pasien untuk batuk. Hasil positif jika pada daerah
tersebut terasa adanya impuls batuk).
Tap test. Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya inkompetensi katup vena. Hal
ini dilakukan dengan cara letakkan jari dengan ringan di SPJ. Tekan varises pada kaki bagian
bawah. Jika terasa ada kontinuitas, maka akan terasa detakan dari vena tersebut menuju SFJ.
Detakkan tersebut terjadi karena adanya gangguan pada katup yang kompeten.
Trendelenberg test. Tes ini dilakukan dengan cara minta pasien untuk berbaring dan
biarkan kakinya terangkat keatas. Aliran vena terisi dari kakinya yang keatas. Pasang
tourniquet pada SJF. Minta pasien untuk berdiri. LIhat apakah vena yang varises terisi,
normalnya terisi beberapa detik. Jika tidak terisi, ini menunjukkan bahwa katup SFJ (atau
katup yang lebih proksimal) yang tidak kompeten. Hal ini bisa dikonfirmasi dengan melepas
tourniquet. Jika terdapat katup yang tidak kompeten, maka secara tiba-tiba akan terisi
menyembur tdengan cepat. Jika varises terisi dengan tourniquet yang masih di tempat sekitar
SFJ, maka inkompetensinya lebih distal. Keadaan yang lebih distal pada inkompetensinya

28
menunjukkan terdapat varises vena superfisial maupun perforator bagian dalam yang
bergabung dengan sistem vena dalam pada kaki.7,8,9
Perthe test. Tes ini dilakukan untuk menentukan vena femoris dalam kompeten atau
tidak. Diawali dengan pasang tourniquet pada tingkat pertengahan paha dengan meminta
pasien berdiri. Kemudian, minta pasien untuk berjalan di ruangan selama 5 menit. Jika sistem
vena dalam kompeten, maka darah akan melalui dan kembali ke jantung, dan pasien tidak
menunjukkan gejala. Namun, jika sistem vena dalam tidak kompeten, maka pasien akan
merasakan sakit di kaki dan varises akan bertambah besar.7,8,9

c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan pada kasus varises yaitu duplex
scanning, plethysmography, Contrast venography, dan USG intravaskular.
Duplex scanning direkomendasikan sebagai tes diagnostik pertama untuk semua
pasien dengan dugaan varises. Tes ini aman, non-invasif, hemat biaya, dan dapat diandalkan.
Tes ini memiliki akurasi diagnostik yang lebih baik dalam menilai insufisiensi vena
dibandingkan gelombang Doppler USG kontiyu. Gambar model Beta ini menambah akurasi
penempatan volume sampel Doppler yang berdenyut, dan warna. Hal ini membuatnya lebih
mudah untuk membangun obstruksi, turbulensi, dan arah aliran vena dan arteri. Duplex
scanning sangat baik untuk evaluasi obstruksi vena infra inguinal dan katup yang
inkompetensi. Ia juga dapat membedakan antara trombosis vena akut dan perubahan pada
vena kronis. Duplex scanning dapat mengevaluasi refluks pada vena superfisial dan dalam.
Hal ini harus dilakukan dengan posisi tegak.7,10,11
Plethysmography (udara atau strain-gauge) digunakan untuk evaluasi non-invasif
pada fungsi pompa otot betis, reflux vena secara global, dan aliran obstruksi vena. Strain
gauge plethysmography biasanya dilakukan dengan protokol Struckmann yang telah
dimodifikasi dan divalidasi sebelumnya dibandingkan dengan pengukuran tekanan vena
ambulatory. Strain-gauge atau udara plethysmography terdiri dari vena plethysmography,
untuk mengukur pengisian pasif dan drainase vena, serta aliran plethysmography.
Plethysmography dapat menghitung vena yang refluks dan obstruksi serta telah digunakan
untuk memantau perubahan fungsi vena dan menilai secara fisiologis hasil tindakan bedah.
Penggunaan plethysmography diindikasikan pada pasien dengan penyakit CEAP C2 (varises
sederhana) dan chronic vena insufficiency. Contohnya, digunakan pada pasien yang dicurigai
dengan obstruksi aliran vena tapi ditemukan normal pada pemeriksaan duplex atau pada
pasien yang diduga memiliki penyakit vena akibat disfungsi pompa otot betis, tapi tidak ada

29
refluks atau obstruksi tercatat pada duplex scanning. Penggunaan plethysmography udara
yang telah disebut sebagai "praktek terbaik" dalam evaluasi pasien dengan CVD lanjut, jika
duplex scanning tidak dapat memberikan diagnosis definitif pada patofisiologi (CEAP C3-
C6).7,10,11
Contrast venography dapat meningkat atau menurun penggunaannya untuk pasien
varises atau bentuk lain dari CVD yang telah dilakukan secara selektif pada dengan obstruksi
vena dalam, sindrom pasca-trombotik, dan pada perencanaan endovenous atau operasi bedah
terbuka. Dapat juga digunakan dengan pengukuran tekanan vena langsung untuk
mengevaluasi pasien dengan varises dan obstruksi vena iliaka. Contrast venography sering
digunakan untuk melakukan prosedur endovenous pada pasien CVD, seperti angioplasty atau
stenting vena atau rekonstruksi vena terbuka.7,10,11
Pasien dengan varises sederhana jarang memerlukan pencitraan lebih canggih dari
ultrasonografi dupleks. Teknik CT dan MRI telah berkembang pesat dalam dekade terakhir,
dan telah memberikan pencitraan tiga dimensi yang sangat baik pada sistem vena. MR dan
CT keduanya cocok untuk mengidentifikasi obstruksi vena panggul atau stenosis vena iliaka
pada pasien dengan varises tungkai bawah saat diduga terjadi obstruksi proksimal atau
kompresi vena iliaka. Keduanya cocok untuk menilai kompresi vena ginjal kiri,
inkompetensi vena gonad. MR pencitraan dengan gadolinium ini sangat berguna dalam
mengevaluasi pasien dengan malformasi vaskuler, termasuk pada pasien dengan varises
bawaan.7,10,11
Intravaskular ultrasonografi (IVUS) telah berhasil digunakan untuk mengevaluasi
kompresi vena iliaka atau obstruksi dan untuk memantau pasien setelah stenting vena. Pada
pasien dengan varises, IVUS harus digunakan secara selektif pada mereka yang dicurigai atau
diyakini dengan adanya obstruksi vena iliaka. IVUS penting dalam menilai morfologi dinding
pembuluh, mengidentifikasi lesi seperti trabeculations, katup yang membeku, ketebalan
mural, dan kompresi eksternal yang tidak terlihat dengan venography kontras yang
konvensional, dan menyediakan pengukuran dalam menilai derajat stenosis. Selain itu, IVUS
dapat menentukan posisi stent pada segmen vena dan resolusi stenosis.7,10,11
Pasien dengan varises biasanya dioperasikan dibawah anestesi lokal, dan memerlukan
tes laboratorium yang spesifik, namun tidak harus dilakukan secara rutin. Pada mereka
dengan DVT berulang, trombosis pada usia muda, atau trombosis yang tidak biasa,
disarankan skrining untuk mengetahui adanya trombofilia.

30
3.7 Klasifikasi
a) Secara klinis varises tungkai dibagi berdasarkan jenisnya:12,13,14
1. Varises Trunkal
Merupakan varises v.saphena magna dan v.saphena parva, diameter lebih dari 8 mm, warna
biru-biru kehijauan.

2. Varises Retikular
Varises yang mengenai cabang vena saphena magna atau parva yang umumnya kecil dan
berkelok-kelok, diameter 2.8 mm, warna biru-biru kehijauan

3. Varises Kapiler
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut halus dari pembuluh darah,
dengan diameter 0,1 1 mm, warna merah atau biru

b) Berdasarkan berat ringannya penyakit dan keluhan, varises terbagi menjadi 4 stadium,
yakni:12,13,14
Stadium I
Pada stadium ini keluhan biasanya tidak spesifik. Pada umumnya ditandai
dengan keluhan tungkai, diantaranya: gatal, rasa terbakar, rasa kemeng, kaki mudah capek,
kesemutan (gringgingen), rasa pegal.

Stadium II
Pada stadium ini ditandai dengan warna kebiruan yang lebih nyata pada pembuluh
darah vena(fleboekstasia).

Stadium III
Pembuluh darah vena nampak melebar dan berkelok-kelok. Keluhan pada tungkai
makin nyata dan makin kerap dialami.

Stadium IV
Pada stadium ini ditandai dengan timbulnya berbagai penyulit (komplikasi),
antara lain: dermatitis, tromboplebitis, selulitis, luka (ulkus), perdarahan varises, dan
gangguan pembuluh darah vena lainnya

31
Tabel klasifikasi CEAP
Clinical classification
C : Clinical
C0 : No visible or palpable signs of venous
Disease
C1 : Telangiectases or reticular veins
C2 : Varicose veins
C3 : Edema Inspection, palpation (Doppler)
C4a : Pigmentation and/or eczema
C4b : Lipodermatosclerosis and/or atrophie
blanche
C5 : Healed venous ulcer
C6 : Active venous ulcer
Etiology
E : Etiology
Ec : Congenital Medical History
Ep : Primary
Es : Secondary
Anatomy
A : Anatomy Inspection
As : Superficial Additional examination
Ad : Deep
Ap : Perforating veins
Pathophysiology
P : Pathophysiology Additional examination
Pr : Reflux (Basis = Duplex)
Po : Obstruction

c) Tanda klinis varises CEAP


Teleangiecatsias didefinisikan sebagai pelebaran venula intradermal yang kurang dari
1 mm kaliber. Vena retikuler didefinisikan sebagai pelebaran vena subdermal bewarna
kebiruan yang kurang dari 3 mm dan berliku-liku. Corona phlebectatica paraplantaris

32
merupakan sekelompok teleangiectasias dan vena retikuler distal dari malleoli dan telah
digambarkan sebagai sinyal peringatan awal pada insufisiensi vena kronis. Varises adalah
"vena yang melebar pada subkutan, 3 mm atau lebih, dan diukur dalam posisi tegak.12,13,14
Vena edama (C3) didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan di kulit dan
jaringan subkutan. Vena yang edema biasanya terjadi di daerah pergelangan kaki, tetapi dapat
meluas ke kaki dan telapak kaki.
Perubahan warna kulit pada vena bawah kaki (C4) dapat dibedakan menjadi lebih
ringan (C4a) dan lebih berat (C4b). C4a meliputi pigmentasi kulit (gelap kecoklatan pada
kulit, yang merupakan hasil dari ekstravasasi darah pada daerah pergelangan kaki, meluas ke
kaki dan telapak kaki) dan eksim (dermatitis eritematosa, yang dapat berkembang menjadi
melepuh, mengelupas, dan erupsi pada kulit kaki). Dermatitis stasis ini biasanya terlihat pada
pasien dengan CVD yang tidak terkendali dan dapat berada dimana saja pada daerah kaki,
termasuk yang dekat daerah varises. Tahap yang lebih parah (C4b) yaitu lipodermatosclerosis
dan atrophie blanche. Lipodermatosclerosis (LDS) adalah imflamasi kronis local dan fibrosis
pada kulit dan jaringan subkutan kaki bawah. Kadang-kadang tandai ini dapat dikaitkan
dengan jaringan parut atau kontraktur dari tendon. LDS kadang-kadang diawali oleh
imflamasi edema yang difus pada kulit, yang mungkin menyakitkan dan sering disebut
sebagai hypodermitis. LDS merupakan tanda pada CVD yang berat.12,13,14
Atrophie blanche (atrofi putih) letaknya terlokalisir, daerah keputihan yang melingkar
dan atrofi kulit yang dikelilingi oleh dilatasi kapiler dan hiperpigmentasi. Atrophie blanche
merupakan tanda CVD berat, dan dapat dibedakan dengan jaringan parut pada ulkus yang
menyembuh. Jaringan parut pada ulkus yang menyembuh dapat menunjukkan atrofi kulit
dengan perubahan pigmen, namun dapat dibedakan oleh riwayat ulserasi dan penampilan dari
blanche atrophie.12,13,14
Sebuah ulkus yang menyembuh didefinisikan dalam klasifikasi CEAP sebagai C5.
Ulkus vena (C6) merupakan kelainan berupa penebalan pada kulit, diperkursor oleh penyakit
vena kronis, paling sering terdapat di daerah pergelangan kaki, dan gagal sembuh secara
spontan.12,13,14

d) Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang berhubungan dengan varises dapat berupa penyakit kelainan
vascular lainnya seperti thrombosis vena dalam, tromboflebitis, dan lain-lain. Selain itu,
insufisiensi vena kronis pada sistem vena dalam (Sindrome postfebitis), fistula arteriovenosa
(Kongenital atau didapat) dengan adanya bruit dan thrill yang dapat saat dipalpasi, dan

33
malformasi vena konginital juga dapat menjadi diagnosis banding penyakit ini. Sindroma
klippel Trenauney yang ditandai dengan gejala varises tungkai, hipertrofi tungkai, dan
malformasi vena atau port wine stain.14
Jika ada fissure, perubahan pada kulit seperti imflamasi, edema, tumor. Maka
diagnosis bandingnya infeksi jamur, dermatitis, atau basal cell carcinoma. Jika ada malposisi
dan motilitas, dan gesekan pada sendi maka artritis atau osteoarthritis dapat merupakan
diagnosis banding. Diagnosis banding berupa perifer arterial oklusive jika ada denyut atau
anurisma dari telapak kaki hingga paha pada saat palpasi. Namun pada saat auskultasi pada
penyakit ini dapat ditemukan berupa bruit pada pelvis, abdomen, dan daerah poplitea.
Diagnosis banding lainnya dapat berupa neuropati jika ada kelainan pada vertebra berupa
perubahan posturnya yang dapat menyebabkan merasakan adanya rasa vibrasi, baal atau mati
rasa.14

3.8 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana pada pasien varises adalah mengurangi gejala-gejala yang
berhubungan dengan varises seperti mengurangi rasa nyeri, bengkak, pelebaran dan
penonjolan vena, mencegah komplikasi lebih lanjut, meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan memperbaiki kemampuan mobilisasi pada pasien. Tatalaksana yang dapat diberikan
pada pasien dengan varises diantaranya adalah pengobatan konservatif, kompresi stoking,
skleroterapi, ligasi vena, dan stripping.13-16
Pilihan pengobatan konservatif yaitu menghindari berdiri yang terlalu lama dan
tegang, elevasi kaki yang terkena, latihan, kompresi eksternal, melonggarkan pakaian yang
ketat, terapi medis, modifikasi faktor risiko kardiovaskular, mengurangi edema perifer, dan
menurunkan berat badan. Perangkat kompresi eksternal (seperti perban, stoking, intermiten
perangkat kompresi pneumatik) telah direkomendasikan sebagai terapi awal untuk varises.
Rekomendasi memakai kompresi elastis stoking adalah 20 sampai 30 mm hg dengan gradien
penurunan tekanan dari distal ke ekstremitas proksimal. Kompresi stocking dapat mengurangi
edema, volume vena, dan refluks. Selain itu, kompresi stocking can be meningkatkan alir
balik vena. Selain ITU, kompresi stocking dapat berfungsi sebagai pengobatan dasar,
dekongesti, memperlambat perkembangan penyakit, menjamin pengobatan yang berhasil,
profilaksis trombosis, dan pencegahan gangguan trofik. Kontraindikasi stoking pada
insufisiensi arteri, klaudikasio intermiten, iskemia, gagal jantung kongestif yang tidak
terkendali, dan dermatitis akut.13-16

34
Tingkat kompresi pada stoking digunakan berdasarkan indikasi. Kompresi antara 20-
30 mmHg diindikasikan untuk profilaksis penyakit vena untuk pasien yang berisiko, rasa
berat dan kelelahan pada kaki, varises ringan selama kehamilan, dan varises ringan tanpa
edema yang signifikan. Kompresi antara 30-40 mmHg untuk pasien dengan varises yang
lebih parah selama kehamilan, varises dengan edema ringan, tromboflebitis dangkal dan
dalam, insufisiensi vena kronis, CEAP (C2-C4), setelah sclerotherapy atau operasi untuk
mempertahankan keberhasilan terapi, dan setelah sembuh dari ulkus vena pada insufisiensi
vena kronis (C5). Kompresi sekitar 40 - 50 mmHg untuk pasien varises dengan edema,
insufisiensi vena kronis tingkat lanjut (Tahap ii dan iii), CEAP (C3-C6), setelah
penyembuhan luka serius dan berulang, edema pasca trauma, dan lymphedema reversibel.
Indikasi manajemen konservatif terutama pada pasien yang menolak untuk operasi, kelainan
pembuluh darah kapiler, bintang vena (C1), sedang hamil, menunggu operasi, dan pada
pasien dengan kasus-kasus awal. Kontraindikasi manajemen konservatif adalah pada pasien
dengan insufisiensi arteri.13-16
Sclerotherapy merupakan prosedur rawat jalan dan dilakukan di bawah anestesi lokal.
Skleroterapi meliputi menyuntikkan cairan kimia (sclerosant) ke dalam pembuluh vena yang
abnormal untuk memulai terjadinya peradangan, oklusi dan jaringan parut. Vena yang rusak
menjadi kolaps dan memudar. USG memandu skleroterapi untuk membuat sclerosant
disuntikkan langsung ke dalam vena saphena besar untuk mengatasi varises yang lebih besar
dan lebih dalam. Busa sclerotherapy bercampur dengan udara atau gas dengan sclerosant
untuk menghasilkan busa, dimana membuat sejumlah kecil sclerosant untuk menutupi area
permukaan yang besar dengan cara menggantikan darah dengan vena. Tingkat kekambuhan
umumnya tinggi pada pasien dengan kelainan vena besar atau refluks, yang terutama
disebabkan karena rekanalisasi atau neovaskularisasi. Rekanalisasi adalah pemulihan spontan
lumen vena saphena setelah oklusi, sementara neovascularisation adalah proliferasi pembuluh
darah pada jaringan di mana vena saphena sebelumnya telah dibuang. Meskipun injeksi
skleroterapi dianggap pengobatan 'standar emas' untuk vena kecil, ia memiliki sejumlah
kelemahan bila digunakan untuk membuang vena besar (yang lebih besar dari 4 mm). Injeksi
skleroterapi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko efek samping berupa injeksi pada intra-
arteri, dyschromia, hematoma, ulserasi dan tromboflebitis, dan juga memiliki efektivitas yang
tidak konsisten dalam jangka panjang.13-16
Indikasi sclerotherapy pada varises terbatas pada daerah dibawah lutut dan yang
disebabkan vena perforator yang tidak kompeten, varises berulang pasca operasi,
telangiectasia vena besar, cabang vena disekitar lutut yang diikuti dengan ketidakmampuan

35
vena saphena panjang, dan pada pasien yang menolak untuk dilakukan operasi.
Kontraindikasi sclerotherapy yaitu trombosis vena dalam, inkompetensi sapheno femoralis,
vena pada 1/3 dari kaki bagian bawah, vena pada telapak kaki, orang tua, vena pada lemak
kaki, pasien yang jarang bergerak, sindrom pasca trombotik, dan ulkus yang kotor.
Komplikasi skleroterapi Adalah injeksi diluar pembuluh vena, trombosis vena dalam,
hipersensitivitas, pigmentasi kulit, Dan gangren pada kaki Bagian distal.13-16
Phlebectomy Ambulatory merupakan tindakan untuk membuang vena yang abnormal
di bawah persimpangan saphenofemoral (SFJ) dan saphenopopliteal (SPJ) (tidak termasuk
vena saphena kecil dan besar). Prosedur ini sangat baik digunakan pada vena yang lebih besar
yang tidak memiliki refluks. Teknik ini diawali dengan anestesi kulit langsung di atas varises.
sayatan 1-3 mm panjang pada interval 3-10 cm. Varises yang diambil dari kaki yang
ditinggikan, dengan menggunakan pengait khusus. Hati-hati pada kompresi perban, tidak
diperlukan ligasi pembuluh vena dan jahitan pada vena.13-16
Prosedur rawat jalan ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan jarang terjadi
komplikasi. Namun, tingkat kekambuhan bisa tinggi jika sumber refluks tidak diatasi.
Indikasi phlebectomy untuk varises dengan berbagai ukuran. Kontraindikasi phlebectomy
adalah pasien yang telah melakukan skleroterapi dan stripping sebelumnya. Efek samping
phlebectomy antara lain pigmentasi kulit, kerusakan saraf kulit ringan, dan fistula getah
bening.
Jenis operasi pada varises pedis berupa ligasi flush pada persimpangan sapheno
femoralis dengan ligasi pada cabang-cabanganya dan berakhir pada SFJ, stripping vena
saphena panjang naik hingga ke sendi lutut, ligasi flush pada vena saphena pendek, dan ligasi
subfasia dari perforator. Ligasi flush vena safena diawali dengan insisi melengkung atau hoki
stik, 7-8 cm panjang sayatan miring. Vena femoralis terbuka 1 cm di atas dan di bawah SPJ.
Semua cabang yang bergabung dan berakhir pada vena safena, diidentifikasi dan diikat.
Akhir vena saphena panjang diflush dan diikat pada SPJ dengan sutra dan pengikat kedua
ditancapkan untuk menghindari perdarahan. Vena femoralis diperiksa diatas dan dibawah
persimpangan dan pada vena saphena panjang.13-16
Prosedur stripping vena diawali dengan stripper oliers dilewatkan dari sayatan
pangkal paha ke dalam vena saphena panjang. Sebuah insisi vertikal dibuat tepat di bawah
lutut dan vena terbuka. Stripper dikeluarkan dari vena dan biji terikat dengan kuat dalam
vena. Stripper ditarik keluar dengan kuat dengan vena yang diteropong diatasnya. Lintasan
vena dikompres dengan pad besar yang steril selama 3-5 menit. Operasi subfasia endoskopi
perforator adalah prosedur invasive yang minimal di mana vena perforator yang tidak

36
kompeten diikat di bawah fasia profunda dengan menciptakan ruang kosong dengan CO2.
Indikasi SEPS adalah pada insufisiensi vena kronis (c4-6). Akan tetapi, kontraindikasinya
pada pasien dengan varises vena sekunder, insufisiensi arteri, dan thrombosis vena dalam.13-16
Radio frequency ablation. Lapisan Intima vena kecil dapat dihancurkan oleh
pembangkit panas dan denaturasi kolagen dengan menggunakan probe yang terdiri dari
pembangkit panas yang bipolar. RFA dilakukan di bawah panduan ultrasound dan posisi
probe dikonfirmasi dekat SPJ. Probe dipanaskan 85 derajat dan secara bertahap ditarik ke
bawah dengan kecepatan konstan 2-3 cm / menit. RFA harus dihindari pada kasus pelebaran,
aneurisma, dan thrombosis vena. RFA diutamakan untuk pembuluh darah bagian dalam yang
mengalami koagulasi pada pasien dengan refluks vena superfisial. Pasien dengan trombus
pada segmen vena merupakan kontraindikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
penggunaan radio frekuensi ablasi adalah perforasi pembuluh darah, hematoma, trombosis,
emboli paru, phlebitis, infeksi, parestesia, dan nekrosis kulit.13-16
Endovenous laser ablation (EVLA) adalah teknik perkutan yang menggunakan energi
laser untuk mengikis vena superfisial yang tidak kompeten. Vena aksial merupakan target
utama untuk terapi ini dan termasuk vena safena besar, vena saphena kecil, dan vena saphena
aksesori. Indikasi untuk EVLA adalah sama seperti untuk terapi ablasi vena lainnya seperti
radiofrequency ablation, sclerotherapy dan stripping bedah terbuka. Ablasi vena
diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda penyakit vena yang bertahan meskipun
dengan percobaan manajemen medis, dan didokumentasikan refluks dalam target vena.
EVLA merupakan kontraindikasi pada pasien dengan trombosis vena dalam yang akut dan
pada pasien hamil karena risiko berkembangnya thrombosis vena dalam yang baru.
Kontraindikasi relatif untuk EVLA yaitu pada phlebitis kronis atau berulang pada vena
tersebut, karena pembentukan sinekia di vena dapat mencegah lewatnya selubung laser, vena
yang berliku berat di mana bagian dari perangkat mungkin tidak dapat dilakukan, vena target
yang tidak setidaknya 1 cm lebih dalam menuju dermis kulit. Ablasi vena yang lebih dekat
dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar.13-16
EVLA menggunakan dioda laser untuk menghancurkan lapisan endotel dari vena
yang menjadi target. USG memandu lokasi probe, yang ditempatkan 2 cm distal menuju SPJ.
Probe secara bertahap dikeluarkan dan ablasi lumen sebagaimana vena makin regresi
kebawah dengan cara merebus darah yang ada didalam lumen. Vena dengan semua ukuran
dapat diatasi dengan prosedur ini. Meskipun EVLA umumnya ditoleransi dengan baik,
berbagai komplikasi dapat terjadi. Komplikasi yang utama adalah cedera saraf dan deep vein

37
thrombosis (DVT). Komplikasi lainnya seperti kulit memar / hematoma, luka bakar pada
kulit, dan tromboflebitis superfisial.13-16

3.9 Komplikasi dan prognosis


a) Komplikasi
Komplikasi pada varises dapat menyebabkan terjadinya ulkus, perdarahan, thrombus,
tromboflebitis, dan emboli paru. Ulkus dapat terbentuk pada kulit didekat daerah yang
mengalami varises, terutama pada daerah pergelangan kaki. Ulkus dapat disebabkan karena
penumpukan cairan jangka panjang pada jaringan ini, yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan pada darah yang memengaruhi vena. Perubahan warna pada kulit biasanya dimulai
sebelum ulkus terbentuk.1,12,13
Gumpalan darah. Kadang-kadang, vena dalam pada kaki dapat membesar. Dalam
kasus tertentu, kaki yang terkena bisa membengkak. Setiap kaki yang tiba-tiba bengkak harus
mendapat perhatian medis yang mendesak karena dapat menunjukkan tanda adanya
gumpalan darah atau dikenal dengan tromboflebitis.
Trombiflebitis dapat berkembang pada varises, terutama pada pasien yang sering
mengalami posisi duduk yang terlalu lama. Hal ini dapat juga menyebabkan terjadinya
trombosis vena superfisia. Perluasan trombosis pada sistem vena dalam dengan melewati
savenufemoral-junction atau vena perforator dapat mengakibatkan terjadinya tromboflebitis
dalam dan merupakan resiko untuk terjadinya emboli paru.1,12,13
.Perdarahan vena kadang sangat dekat dengan kulit dapat terjadi. Hal ini biasanya
menyebabkan perdarahan kecil. Tapi, pendarahan memerlukan perhatian medis karena
terdapat risiko untuk mengalami perdarahan yang lebih besar.1,12,13

b) Prognosis
Varises yang tidak diobati cenderung menjadi lebih besar dan pasien dengan reflux
yang signifikan dapat berkembang menjadi thrombosis ulkus vena kronis. Pada studi jangka
panjang hasil dari tatalaksana berupa operasi kurang memuaskan. 15-25% pada varises vena
yang dioperasi mengalami kekambuhan. Suatu studi menunjukkan bahwa 90-98% oklusi
dapat terjadi setelah melakukan radio frequency ablation setelah dua tahun kemudian. Pada
busa skleroterapi, tingkat kekambuhan dengan gejala yang signifikan dalam waktu lima tahun
adalah 4%.15,16
Prognosis secara umum ditentukan berdasarkan gejala klinis, bentuk, dan vena yang
terkena, stadium, dan tingkat komplikasi yang akan muncul pada pasien tersebut. Jika pasien

38
mengalami varises namun belum menunjukkan tanda-tanda komplikasi, dan masih pada
stadium awal hal ini menunjukkan bahwa prognosis pada pasien tersebut dubia ad bonam.
Namun, Jika pasien ditemukan varises pada stadium lanjut dan telah mengalami berbagai
gejala dan komplikasi seperti sudah terbentuk ulkus, perdarahan, tromboflebitis maka hal
tersebut dapat berdampak pada kualitas hidup pasien sehingga dapat menyebabkan
prognosisnya menjadi buruk.15,16

39
BAB IV
KESIMPULAN

Varises merupakan pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-keloknya sistem vena tiga


mm > atau lebih yang disertai dengan gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Faktor risiko
yang dapat meningkatkan risiko terjadi varises adalah jenis kelamin, berat badan, pekerjaan
dan aktivitas fisik, faktor makan, konsumsi, alcohol, dan faktor keturunan. Etiologi varises
pedis dapat berasal dari kelainan vena kongenital, primer maupun sekunder.
Patofisiologi terjadinya varises bergantung pada penyebab dan sistem vena
berdasarkan posisi anatominya. Dalam mendiagnosis varises pedis perlu ditanyakan adanya
gejala-gejala yang berhubungan dengan varises, riwayat sebelumnya maupun riwayat
didalam keluarga yang pernah mengalami varises, serta faktor-faktor atau penyakit penyerta
yang berhubungan dengan timbulnya varises. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus
perlu dilakukan untuk menilai stadium dan kelainan vena pada penyakit varises. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada kasus ini diantaranya yaitu duplex scanning,
plethysmography, Contrast venography, dan USG intravaskular.
Prinsip tatalaksana pada pasien dengan varises adalah mengurangi gejala-gejala yang
berhubungan dengan varises seperti mengurangi rasa nyeri, bengkak, pelebaran dan
penonjolan vena, mencegah komplikasi lebih lanjut, meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan memperbaiki kemampuan mobilisasi pada pasien. Tatalaksana yang dapat diberikan
dapat berupa pengobatan konservatif, kompresi stoking, maupun tindakan operasi
skleroterapi, ligasi vena, dan stripping.
Jika penyakit varises dibiarkan, maka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang
diantaranya terjadi ulkus, perdarahan, thrombus, tromboflebitis, dan dapat berkembang
menjadi emboli paru. Prognosis secara umum ditentukan berdasarkan gejala klinis, bentuk,
dan vena yang terkena, stadium, dan tingkat komplikasi yang akan muncul pada pasien
tersebut.

40
BAB V
LAPORAN PERBAIKAN

5.1 Resume
Pasien datang ke poli bedah RSUD Budhi Asih hari Senin, 1 Agustus 2016 dengan
keluhan nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
ketika pasien sedang berjalan pulang dari tempat kerja dan saat pasien berdiri lama lebih dari
15 menit. Nyeri semakin berat, bersifat tajam, dan berkurang ketika berjalan jauh. Pasien juga
merasakan kakinya terasa cepat lelah dan berat, terutama pada saat berdiri lama. Kemudian,
pasien juga mengeluh rasa kesemutan dan kram pada kedua dorsum pedis sejak 2 tahun yang
lalu.
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami penonjolan vena sejak 3 tahun yang lalu.
Penonjolan vena pada telapak kaki kanan kiri menyebar hingga ke sisi medial pergelangan
kaki kiri dan kanan pada tahun kedua. Selama 3 tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke
dokter maupun mengonsumsi obat-obatan. Keluhan lainnya pada daerah tersebut seperti
gatal-gatal (-), edema (-), perubahan warna kulit (-), nafsu makan turun (-), demam (-), BAB
dan BAK biasa. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, hipertensi, alergi obat,
maupun varises sebelumnya.
Pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum pasien tampak sakit ringan, kesadaran
kompos mentis, status gizi normal. Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah
130 / 80 mmHg, nadi reguler dengan frekuensi 78 kali per menit, suhu 36,5oC, pernapasan
reguler dengan frekuensi 18 kali per menit. Pemeriksaan status generalis diperoleh:
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, jantung: tidak ditemukan kelainan, paru: tidak
ditemukan adanya kelainan, abdomen tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
ekstremitas kedua dorsum pedis dan status lokalis didapatkan akral hangat, perfusi baik,
pelebaran vena (+) dari dorsum pedis dextra dan sinistra hingga tarsal dextra dan sinistra,
berkelok, dengan ukuran 4 mm, dan nyeri tekan kedua dorsum pedis +/+, kemerahan (-),
Iketerik (-), pucat (-), Edema (-), Scar (-), Ulkus (-), lipodermatosclerosis (-), atrophie
blanche (-) pada kedua ekstremitas. Pemeriksaan khusus seperti tap test -/-, trendelenburg test
-/-, dan perthes test -/- pada kedua extremitas bawah.
Pemeriksaan laboratorium (data sekunder) tanggal 1 Agustus 2016 diperoleh adanya
peningkatan leukosit serta kenaikan kadar glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan foto toraks
tidak ditemukan adanya kelainan.

41
5.2 Stripping prosedur
a. Definisi
Suatu tindakan dengan cara mengangkat vena tungkai yang mengalami varises dengan
menggunakan stripper.

b. Indikasi Operasi
Pada dasarnya, vena yang telah mengalami kerusakan berarti telah menjadi ektasi,
oleh karena itu harus dikeluarkan. Menurut Stadium klinisnya, maka mulai Stadium II sudah
harus dipikirkan tindakan pembedahan. Menurut jenis dan ekstensi vena yang terkena,
apabila sudah pada Stadium III dan IV, maka: Varices truncal, Varices reticularis harus
mendapatkan terapi pembedahan.

Pertimbangan indikasi yang lain


- Nyeri pada varises tersebut (harus dibedakan bila sumber nyeri bukan dari varisesnya
seperti pada chronic venous insuficiency)
- Terdapat thromboplebitis superficialis pada varises tersebut.
- Erosi pada kulit di atasnya dengan disertai perdarahan, odema dan selulitis
- Varises tungkai yang disertai indurasi atau lipodermatosklerosis.
- Varises yang mengakibatkan ulserasi.

c. Kontra Indikasi Operasi


Stripping yang semata-mata bertujuan kosmetik.
Varises tungkai yang menyertai insufisiensi kronis vena dalam. Dimana sebetulnya
keluhan penderita lebih diakibatkan karena insufisiensi tersebut daripada varises itu
sendiri.
Varises tungkai yang menyertai beberapa kondisi kronis yang sebetulnya mendasari
keluhan penderita seperti : artritis degeneratif, penyakit arteri oklusif, sindroma
neurogenik, lymphedema, gagal jantung kongestif dan obesitas.
Varises tungkai yang ditemukan bersama fistel arterio venosus atau kelainan vena
kongenital seperti Sindroma Klippel Trenaunay

42
d. Teknik Operasi
Buat tanda-tanda di atas varises dalam posisi berdiri dengan Marking Pencil .
Lakukan incisi kulit di bawah ligamentum inguinale medial dari a. femoralis 4 6
cm.
Jaringan subkutan dibuka dan fascia diincisi sehingga tampak v. saphena dengan
jelas.
Saphena diteugel pada dua tempat.
Cabang-cabang kollateral dari v. Saphena yang terdiri dari:
vena Circumflexa iliaca superficialis.
vena epigastrica superficialis
vena pudenda externa superficialis.
vena cutaneus lateralis.
vena cabang anomali yang ada.
Semuanya dipotong dan diligasi

Dilihat apakah ada cabang-cabang vena saphena dengan vena femoralis, ini harus
diperhatikan dan dipisahkan pada sapheno femoro junction.
Vena saphena diligasi dan dipotong dimana sebelumnya vena-vena sudah
dikosongkan
Dimasukkan stripper, dapat dari proximal (antegrade) atau dari distal (retrograde)
dekat maleollus medialis.
Pada waktu memasukkan stripper tak boleh dipaksa. Bila ada hambatan-hambatan
dapat dilakukan multiple incisi.
Setelah dilakukan stripping, extremitas ditekan sampai 10 menit untuk mengurangi
perdarahan dan hematoma.
Kemudian luka ditutup kembali

e. Komplikasi Operasi
Memar dan rasa tidak nyaman kadang dialami penderita terutama bila vena yang
diangkat merupakan vena yang berdiameter besar. Namun pemberian analgetika dapat
mengatasi hal ini. Pemberian bebat tekan juga mengurangi resiko terjadinya
hematom/ memar.
Jejas saraf sensorik kadang ditemukan juga pada pengangkatan varises tungkai.
Nervus Saphenus dan cabang-cabangnya berdekatan dengan vena saphena magna di

43
daerah betis. Angka kejadian ini diperkirakan sebesar 1 % dari seluruh operasi.
Namun area anaestesi yang kecil dapat meningkatkan resiko menjadi 10 % nya.
Pelaksanaan stripping secara inverted dan menghindari stripping vena saphena magna
di bawah garis tengah betis dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini.
Perdarahan dapat terjadi pada operasi stripping varises. Untuk menghindari ini ligasi
dan pemotongan terhadap cabang v. saphena harus dilakukan secara teliti.
Penggunaan bebat tekan juga bermanfaat dalam mengurangi resiko perdarahan.
Infeksi dapat juga terjadi pada pelaksanaan stripping varises. Pemberian antibiotik
profilaksis dan pelaksanaan operasi sesuai kaidah dapat menghindari komplikasi ini.

5.3 Diagnosis kerja


Berdasarkan kasus diatas maka diagnosis kerja yang dapat ditegakkan yaitu :
- Varises pedis dextra dan sinistra
- Artritis

5.4 Diagnosis banding


Pada kasus ini, terdapat berbagai diagnosis banding yang dimungkinkan selain varises
pedis, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
Bila varises tungkai dijumpai pada penderita muda, terutama bila unilateral, dan
terdistribusi atipikal (lateral) dapat dipikirkan adanya Sindroma Klippel Trenauney.
Trias gejala yang umum adalah varises tungkai, hipertrofi tungkai dan tanda pada
kulit berupa port wine stainatau malformasi vena.

Penyakit oklusif arteri perifer


Pada penyakit ini, dapat ditemukan adanya kladusio intermitten, arteri popltia hingga
bagian distal dapat tidak teraba, dan dapat terjadi paratesis ibu jari dan jaringan yang
mengalami nekrosis, serta akral dapat teraba dingin.

Deep vein thrombosis


Terdapat nyeri pada betis dan bisa menjalar terutama pada saat dorsoflexi pergelangan
kaki. Pada deep vein thrombosis juga terdapat gejala insufisiensi vena yang kronik
yang mirip dengan varises extremitas bawah.

44
Dermatitis statis
Jika keadaan varises telah lanjut akibat berkurangnya venous return dari extremitas,
maka aliran darah pada daerah tersebut tidak lancer sehingga dapat terjadi dermatitis.
Keadaan ini ditandai dengan adanya rasa gatal pada dorsum pedis yang dapat
menjalar keatas

Neuropati
Rasa kesemutan dan baal pada dorsum pedis dalam jangka waktu yang lama dapat
menjadi pertimbangan diagnosis banding pada kasus ini

Rematoid Artritis
Diagnosis rematoid artritis ditegakkan berdasarkan kriteria ARA yang sesuai dengan
kasus ini yaitu, nyeri pada sendi kecil mendekati kedua pergelangan kaki, kaku di
pagi hari dan berkurang saat berjalan, bersifat simetris bilateral, dan disertai tanda-
tanda imflamasi sistemik. Namun, pada kasus ini terdapat beberapa kriteria rematoid
artritis, namun tidak disertai tanda-tanda imflamasi sistemik seperti demam,
penurunan berat badan, dan tanda radang pada sendi.

Intoleransi glukosa
Pada kasus ini, terdapat kenaikan kadar gula darah tanpa disertai gejala yang
mengarah ke diabetes melitus

5.5 Terapi medikamentosa post operasi varises


Pada dasarnya, pasien yang boleh pulang setelah operasi varises harus diberikan obat
medikamentosa untuk mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut setelah
dilakukan stripping procedur. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi diantaranya terjadinya
infeksi, perdarahan, memar, dan bengkak. Untuk mengurangi keluhan-keluhan tersebut, maka
diberikan obat-obatan sebagai berikut :
Cefadroxil
Cefadroxil adalah antibiotik semisintetik golongan sefalosforin untuk
pemakaian oral. Cefadroxil (sefadroksil) bersifat bakterisid dengan jalan menghambat
sintesis dinding sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic,
Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus
pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
45
Cefadroxil diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitif seperti: infeksi saluran pernapasan (tonsillitis, faringitis,
pneumonia), otitis media, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih dan
kelamin, infeksi lain (osteomielitis dan septisemia). Dalam hal ini, untuk mencegah
infeksi setelah operasi dapat dilakukan dengan pemberian obat ini. Kontraindikasi
obat ini yaitu pada pasien yang hipersensitif atau alergi terhadap cefadroxil dan
sefalosporin lainnya. Efek samping obat ini yaitu gangguan saluran pencernaan,
seperti mual, muntah, diare, dan gejala kolitis pseudomembran. Efek samping lain
seperti vaginitis, neutropenia dan peningkatan transaminase.

Asam traneksamat (transamin)


Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin. Asam traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen (melalui mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi
plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi pembekuan
fibrin, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktor-faktor prokoagulan V
dan VIII.
Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan
benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
pendarahan yang disebabkan fibrinolysis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
Pada kasus ini, asam traneksamat digunakan untuk mencegah perdarahan atau
perdarahan yang berlebihan akibat tindakan stripping setelah operasi varises.
Kontraindikasi penggunaan obat ini pada pasien tromboembolitik. Efek samping
pemberian obat ini berupa Mual, muntah, diare, pusing dan rash skin.

Dexamethasone
Dexamethason (deksametason) adalah obat antiinflamasi dan antialergi yang
sangat kuat. Obat ini digunakan sebagai glucocorticoid pada yang berfungsi untuk
antiinflamasi, Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya, Alergi
dermatitis, Penyakit kulit, Penyakit inflamasi pada masa dan kondisi lain. Pada kasus
setelah operasi varises ini, penggunaan dexamethason berfungsi sebagai
antiinflamasi dan sebagai antialergi terutama untuk mengurangi terjadinya edema.
Kontra indikasi penggunaan obat ini pada penderita yang hipersensitif

46
terhadap deksametason, penderita infeksi jamur sistemik, herpes simpleks pada mata,
tuberkulosis aktif, peptik ulcer aktif, dan pada wanita hamil. Efek samping
penggunaan dexamethasone yaitu pengobatan yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis, dan
penghambatan pertumbuhan anak. Selain itu, penimbunan garam, air dan kehilangan
potassium, buffalo ham, serta penambahan nafsu makan dan berat badan.

Asam mefenamat
Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi
Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan
menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat
mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik.
Indikasi Asam Mefenamat adalah untuk menghilangkan nyeri akut dan kronik,
ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer,
termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, dan nyeri
pada persalinan. Jadi, nyeri pada varises setelah operasi bersifat sedang atau
bahkan bisa berat. Maka pemberian obat ini berfungsi untuk mengatasi nyeri
baik yang bersifat akut maupun kronik. Kontraindikasi obat ini yaitu pada
penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif
terhadap asam mefenamat.

Elastic perban
Dipasang elastic bandage dari ujung proximal jari-jari kaki sampai pelipatan
paha kaki dextra. 24 jam pertama penderita tidak boleh jalan kaki dalam kedudukan
elevasi. 48 jam kemudian setelah bebat dibuka dan luka baik, bebat dipasang dan
penderita dapat berjalan pelan-pelan dan kemudian pulang dengan memakai elastik
bandage sampai 2 minggu.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Das K, Ahmed S, Abro S, Arain MS. Varicose vein; Outcome of surgical management and
recurrences. Professional Med J. 2014;21:509-513.
2. Ahti, Tina. Risk Factors of Varicose Veins. Tampere: Tampereen Yliopistopaino Oy,
2010.p.15-30.
3. Meissner, MH. Lower Extremity Venous Anatomy. Semin Inter Radiol. 2005;22:14756.
4. Oklu R et al. Pathogenesis Varicose Veins. J Vas Int Rad. 2012;23:33-9.
5. Singh KK, Sharma AS, Singh S, Mahadev P. Prevalence and surgical outcomes of varicose
veins at Regional Institute of Medical Sciences, Imphal. JIACM. 2013;14:209-13.
6. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2010.p.580-85.
7. Jones RH, Carek PJ. Management of Varicose Veins. J American Fam Phys.
2008;78:1289-94.
8. Heller JA, Evans NS. Varicose Vein. J Vas Med. 2015;20:88-90.
9. Wright N, Fitridge R. Varicose veins: natural history, assessment, and management. Aus
Fam Phys. 2013;42:380-84.
10. Niza J, Marques A, Setubal. Practical Approach to Varicose Veins in the Lower
Extremities: What every radiologist should know. Eur Society Rad.
doi:10.1594/ecr2014/C 1493.
11. Mertens R et al. Diagnosis and treatment of varicose veins in legs. Belgian: Belgian
Health Care Knowledge Centre, 2011.p.6-10.
12. Gloviczki P, et al. The care of patients with varicose veins and associated chronic venous
disease: Clinical practice guidelines of society for Vascular Surgery and The American
Venous Forum. J Vas Surg. 2011;53:2-38.
13. National Clinical Guideline Centre. Varicose veins in the legs: The diagnosis and
management of varicose veins. London: NICE, 2013.p.12-20.
14. Frullini, A. Varicose Veins and Chronic Venous Insufficiency in General Practice.
Firenze: Sigvaris, 2010.p.1-25.
15. ASERNIP. Systematic review Treatments for varicose veins. Stepney: Royal Australasian
College of Surgeons, 2012.p.3-9.
16. Partsch H. Varicose veins and chronic venous insufficiency. Vasa. 2009;38:293301.

48

Anda mungkin juga menyukai