Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal daribahasa Yunani: "hydro" yang berarti
air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air")
adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal)
atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang
subdural. Penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit bawaan yang cukup sering terjadi
pada bayi baru lahir dan balita. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209) .
c. Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak
diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasi vermis serebelum.
Kelainan berupa atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian
besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Hidrosefalus yang
terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang
tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak
dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya
seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskisis, anomali okuler, anomali jantung, dan
sebagainya.
d. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran
CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna
basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sisterna kiasmatika dan interpedunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya
lebih tersebar. Selain karena meningitis, penyebab lain infeksi pada sistem saraf pusat adalah
karena toxoplasmosis (Ngoerah, 1991). Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu yang hamil
atau penderita dengan imunokompeten (Pohan, 1996). Penularan toxoplasmosis kepada neonatus
didapat melalui penularan transplasenta dari ibu yang telah menderita infeksi asimtomatik.
Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade yang menyolok adalah perkapuran intraserebral,
chorioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang
(Pribadi, 1983).
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin
dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan
penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Hal tersebut juga dapat dipicu oleh karena adanya
trauma kapitis (Hassan et al, 1985).
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi
standar di atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya.
2. Cara penyembuhan
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorbsinya.
C. Klasifikasi
D. PATOFISILOGI
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi
sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu: Produksi likuor yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran likuor, Peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung
berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari : Kompresi sistem serebrovaskuler, Redistribusi dari likuor
serebrospinalis atau cairan ekstraseluler, Perubahan mekanis dari otak. Efek
tekanan denyut likuor serebrospinalis, Hilangnya jaringan otak. Pembesaran
volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan
aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan
resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor
secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians
tengkorak.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang,
sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena
di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua
tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu: Fontanel anterior yang
sangat tegang, Sutura kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, Fenomena matahari
tenggelam (sunset phenomenon).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen foto kepala
2. Transimulasi
3. Lingkaran kepala
4. Ventrikulografi
5. Ultrasonografi
6. CT Scan kepala
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging )
G. PENATALAKSANAAN
Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
Drainase ventrikule-peritoneal
Drainase Lombo-Peritoneal
Drainase ventrikulo-Pleural
Drainase ventrikule-Uretrostomi
Drainase ke dalam anterium mastoid
Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran
cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik
namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus
diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan
malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam
ventrikel dari bahan bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari
thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering
menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih
sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya
akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-
organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan
ilius.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata : Terjadi pada bayi dan anak
b. Riwayat Kesehatan
Prenatal: Adanya infeksi intra Uterin/ Kongenital
Post Natal : Perdarahan, Neoplasma.
c. Pemeriksaan Fsik
Masa bayi :
kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi
dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda
macewen ),Mata melihat kebawah (tanda setting sun ) , mudah terstimulasi,
lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik
pada ekstremitas bawah.
pada bayi dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan,
bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.
Masa Kanak-Kanak
Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi ,
Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Lingkar Kepala pada masa bayi
Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
Opthalmoscopi menunjukan papil edema
CT Scan
Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang intra
cranial
Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam
system ventrikular atau sub arakhnoid.
e. Perkembangan Mental/ Psikososial
Tingkat perkembangan
Mekanisme koping
Pengalaman di rawat di Rumah Sakit
f. Pengetahuan Klien dan Keluarga
Hidrosephalus dan rencana pengobatan
Tingtkat pengetahuan
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume
cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial.
b. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.
c. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.
3. Perencanaan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume
cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial.
Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.
Intervensi :
Observasi TTV
Kaji data dasar neurologi
Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan.
Tentukan posisi anak :
- tempatkan pada posisi terlentang
- tinggikan kepala
Hindari penggunaan obat obat penenang
5. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu
criteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing masing diagnose
keperawatan sehingga :
a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai
b. Masalah teratasi atau tercapai sebagian
c. Masalah tidak teratasi atau tujuan tidak tercapai