Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

EKOLOGI LAUT TROPIS

Keberlanjutan Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia

NAMA : AYU RAHMADHANI

NIM : L21115022

PRODI : MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN INDONESIA

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan


timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)yang


tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan laut dangkal, yang dapat
membentuk kelompok-kelompok kecil dari beberapa tegakan tunas sampai berupa
hamparan padang lamun yang sangat luas. Padang lamun dapat berbentuk vegetasi
tunggal yang disusun oleh satu jenis lamun atau vegetasi campuran yang disusun
mulai dari 2 sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama pada suatu substrat
(Kirkman, 1985; Kiswara, 1999a,b; Kiswara dan Winardi, 1994, 1999; Zulkifli,
2000). Di Indonesia terdapat 12 jenis lamun yang tergolong dalam tujuh marga,
yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila decipiens, H. Ovalis,
H. Minor, H. Spinulosa dari suku Hydrocharitaceae, serta Cymodocea serrulata,
C. Rotundata, Halodule uninervis, H. Pinifolia, Syringodium isoetifolium dan
Thalassodendron ciliatum dari suku Potamogetonaceae. Masih ada dua jenis
lamun lagi yang herbariumnya ada di Herbarium Bogoriense-Bogor, yaitu
Halophila beccarii dan Ruppia maritima yang diduga berasal dari perairan
Indonesia (Kiswara, 1994; Kiswara 1999b; Kiswara dan Winardi, 1999).

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang


mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbagai biota laut serta merupakan
salah satu ekosistem bahari yang paling produktif. Ekosistem lamun di daerah
tropis dikenal tinggi produktivitasnya terutama dalam pore water dan sedimen.
Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang
lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang
terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan
Winardi, 1994).
Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara
ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik.
Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis et al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987;
Zulkifli, 2000) adalah sebagai berikut: (1) produsen primer, dimana lamun
memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai
makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun
melalui dekomposisi serasah; (2) sebagai habitat biota, lamun memberi
perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan; (3)
sebagai penangkap sedimen, lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang
disebabkan oleh arus dan ombak; (4) sebagai pendaur zat hara; dan (5) sebagai
makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas. Sedangkan
dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung maupun tidak
langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1) peran tradisional, seperti sebagai
bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk; (2) peran kontemporer, seperti
penyaring air buangan; pembuatan kertas.

Meskipun berbagai manfaat dapat kita ambil dari lamun, namun padang
lamun hidup di lingkungan yang rawan (stressed ecosystem) yang dikarenakan
antara lain: (1) pengaruh pasang surut yang dapat menyebabkan tereksposenya
lamun; dan (2) arus run off dari daratan dan hempasan gelombang laut dapat
menyebabkan pengendapan sedimen yang berlebihan dan erosi/abrasi. Namun
ancaman terbesar berasal dari aktivitas manusia adalah: (1) limbah industri dan
lahan pertanian yang dibawa oleh aliran sungai; (2) jalur pelayaran, dimana
propeller kapal motor dapat merusak daun-daun lamun; (3) penambangan pasir,
baik di sungai maupun di laut; dan (4) pemakaian alat tangkap ikan yang tidak
ramah lingkungan. Ancaman akibat aktivitas manusia, sering tidak hanya
mengganggu fungsi ekologis padang lamun, tetapi juga menghilangkan ekosistem
padang lamun, sehingga mengakibatkan hilangnya keanekaragaman plasma
nutfah.
KONDISI DAN MASALAH PENGELOLAAN EKOSISTEM PADANG
LAMUN
Pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang merupakan suatu proses
perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari
aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut. Di dalam aktivitas ini
sering dilakukan perubahan-perubahan pada sumberdaya alam yang tentunya akan
berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin
tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-
perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup.

Kondisi ekosistem padang lamun di perairan pesisir Indonesia telah


mengalami kerusakan sekitar 30% - 40%. Di pesisir Pulau Jawa kondisi ekosistem
padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan
limbah dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sekitar 60% padang lamun
telah mengalami kerusakan. Di pesisir Pulau Bali dan Pulau Lombok gangguan
bersumber dari penggunaan potasium sianida dan telah berdampak pada
penurunan nilai penutupan dan kerapatan spesies lamun (Fortes, 1994).

Pemanfaatan padang lamun yang kurang bijaksana dapat berakibat


menurunnya kualitas padang lamun. Kegiatan yang bersifat merusak dapat
merubah komunitas lamun dan menghambat perkembangan padang lamun secara
keseluruhan. Tekanan terhadap padang lamun akibat aktivitas penduduk sudah
mulai terlihat seperti eksploitasi sumberdaya di padang lamun yang berlebihan,
beberapa spesies lamun mengalami kerusakan akibat reklamasi pantai baik untuk
kegiatan industri maupun pembangunan pelabuhan (Azkab, 1994; Kiswara, 1994;
Kiswara dan Winardi, 1999). Kegiatan-kegiatan ini telah mengurangi luasan
padang lamun seperti yang terjadi di Teluk Banten, dimana kawasan padang
lamun telah berkurang seluas 25 hektar (Kiswara, 1999b). Luas areal yang akan
hilang cenderung terus meningkat karena adanya perubahan RUTR Teluk Banten,
yang semula diperuntukkan daerah pertanian dan perikanan, sebagian dijadikan
untuk kawasan industri. Kawasan pesisir Teluk Banten yang mengalami reklamasi
padang lamun sekitar 30% untuk pemukiman mewah, perhotelan dan wisata
bahari (Anonimus, 2003). Hilangnya/menurunnya luas padang lamun akan
memperkecil daerah untuk bertelur, mencari makan dan asuhan ikan dan udang,
sehingga stok alami bibit ikan dan udang di perairan ini akan menurun yang pada
gilirannya akan mengurangi produksi perikanan setempat, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi pendapatan nelayan pantai sebagai akibat berkurangnya hasil
tangkapan nelayan.

Dalam pengelolaan kawasan pesisir di Indonesia, tantangan yang sangat


mendasar adalah bagaimana mengelola sumberdaya pesisir dan jasa lingkungan
bagi manfaat manusia secara optimal dan berkelanjutan. Untuk mengatasi
masalah-masalah perusakan dan untuk menjaga serta melindungi sumberdaya
alam dan ekosistem padang lamun secara berkelanjutan, diperlukan suatu
pengelolaan yang tepat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah: (1) penyuluhan akan pentingnya peranan ekosistem
padang lamun di lingkungan pesisir, (2) menyadarkan masyarakat agar
mengambil peran yang lebih besar dalam menjaga dan mengelola sumberdaya
padang lamun, (3) pengaturan penggunaan alat tangkap yang sudah terbukti
merusak lingkungan ekosistem padang lamun seperti potasium sianida, sabit dan
gareng diganti dengan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan (ramah
lingkungan) seperti pancing, dan (4) perlunya pembuatan tempat penampungan
limbah dan sampah organik.

PENGELOLAAN BERWAWASAN LINGKUNGAN


Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan
laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu
diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat
negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara
menyeluruh. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu
dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan
pembangunan, agar dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup di
pesisir dan laut dalam lingkungan pembangunan.

PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT


Menurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah
suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia,
dimanan pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara
berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi
dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya
berbasis masyarakat (community-base management) dapat didefinisikan sebagai
proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu
mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw,
2002; Dahuri, 2003).

Pengelolaan berbasis masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah co-


management (pengelolaan bersama), yakni pengelolaan yang dilakukan oleh
masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat, yang bertujuan untuk
melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan
pelaksanaan suatu pengelolaan. Pengelolaan berbasis masyarakat berawal dari
pemahaman bahwa masyarakat mempunyai kemampuan untuk memperbaiki
kualitas hidupnya sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik,
sehingga yang dibutuhkan hanyalah dukungan untuk mengelola dan menyadarkan
masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan
untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat saat
ini menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan dukungan dan
persetujuan dari pemerintah setempat dalam hal pengambilan keputusan..

Pengelolaan berbasis masyarakat sudah merupakan suatu pendekatan yang


banyak dipakai di dalam program-program pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir terpadu di berbagai negara di dunia ini, khususnya di negara-negara
berkembang. Pendekatan ini secara luas digunakan di wilayah Asia Pasifik seperti
di negara-negara Filipina dan Pasifik Selatan (Tulungen, 2001). Di negara-negara
dimana sistem pemerintahannya desentralisasi dan otonomi daerah, pendekatan
berbasis masyarakat ini dapat merupakan pendekatan yang lebih tepat guna, lebih
mudah dan dalam jangka panjang dapat terbukti lebih efisien dan efektif dalam
segala hal.

Konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik


kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep
Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994). Dalam konsep
Cooperative Management, ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah (goverment centralized management) dan pengelolaan
yang dilakukan oleh masyarakat (community based management). Dalam konsep
ini masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah
dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan.
Masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam,
sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan
oleh masyarakat lokal secara langsung menjadi bibit dari penerapan konsep
tersebut. Tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil dengan baik
tanpa mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam
tersebut.

Menurut Pomeroy dan Williams (1994) dan Tulungen (2001), kunci


keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat mencakup: batas-batas wilayah
yang jelas terdefinisi; kejelasan anggota; keterikatan dalam kelompok; manfaat
lebih besar dari biaya; pengelolaan sederhana; legalisasi dari pengelolaan;
kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat; desentralisasi dan pendelegasian
wewenang; koordinasi antar pemerintah dan masyarakat; pengetahuan,
kemampuan dan kepedulian masyarakat; dan fasilisator (sumberdaya manusia,
paham konsep, mampu memotivasi masyarakat, tinggal bersama, diterima oleh
semua pihak). Sementara Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen
penting keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu: (1) konsensus yang
jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti
(sosial, ekonomi, dan sumberdaya), dan (2) pemahaman yang mendalam dari
masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam
mengimplementasikan program pengelolaan berbasis masyarakat.

Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif


(Carter, 1996), yaitu: (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat lokal yang spesifik, (3) ampu meningkatkan efisiensi secara ekologis
dan teknis, (4) responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan
lingkungan lokal, (5) mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota
masyarakat yang ada, (6) mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen, dan (7)
masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan.

Pengelolaan ekosistem padang lamun pada dasarnya adalah suatu proses


pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat
dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan.
Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem padang lamun
yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya padang lamun
tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara terpadu oleh
beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya ekosistem padang
lamun ini, pada umumnya disebabkan oleh masyarakat pesisir tidak pernah
dilibatkan, mereka cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan tidak pernah
sebagai subyek dalam program-program pembangunan di wilayahnya. Sebagai
akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan partisipasi
mereka terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya menjadi sangat rendah.
Agar pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini tidak mengalami
kegagalan, maka masyarakat pesisir harus dilibatkan.

Dalam pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang


dimaksud dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara
langsung maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem
padang lamun, diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan
Tinggi dan kalangan peneliti lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem padang
lamun berbasis masyarakt dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai
pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu
dengan memperhatikan aspek ekonomi dan ekologi. Dalam konteks pengelolaan
sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakat, kedua komponen
masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada
ketimpangan dalam pelaksanaannya.

Pengelolaan berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan


utama, yaitu: (1) masalah sumberdaya hayati (misalnya, tangkap lebih,
penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan
konflik antara nelayan tradisional dan industri perikanan modern), dan (2)
masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan sumberdaya hayati laut
(misalnya, berkurangnya daerah padang lamun sebagai daerah pembesaran
sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran). Persoalan-persoalan
tersebut dapat menurunkan sumberdaya hayati laut, yang pada akhirnya dapat
menurunkan tingkat pendapatan masyarakat pesisir serta meningkatkan masalah-
masalah sosial di wilayah pesisir. Oleh karena itu, pengelolaan berbasis
masyarakat harus mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di
masyarakat dan dapat memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah atau
berupaya untuk mencari jawaban terhadap masalah utama lewat partisipasi aktif
dan bermakna dari masyarakat wilayah pesisir (Tulungen et al., 2002; Dahuri,
2003). Hal ini tentunya sangat bergantung pada program aksi pemerintah, kerja
keras para peneliti, baik di bidang sosial, ekonomi maupun sumberdaya, serta
kesadaran dan keinginan masyarakat akan adanya perubahan ke arah yang lebih
baik.

PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan memiliki dimensi ekologi,
ekonomi dan sosial. Dimensi ekologi lebih menekankan pada pentingnya upaya-
upaya untuk mencegah terganggunya fungsi dasar ekosistem padang lamun
sehingga tidak akan mengurangi fungsi layanan ekologi. Dimensi ekonomi
menekankan bahwa pertumbuhan dan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya
alam harus diupayakan secara terus menerus. Dimensi Sosial mencakup isu-isu
yang berkaitan dengan distribusi kekayaan/pemerataan secara adil serta
penghapusan kemiskinan. Oleh karena itu tuntutan ke arah konservasi ekosistem
padang lamun semakin besar karena meningkatnya ancaman terhadap kelestarian
sumberdaya dan keanekaragaman hayatinya.

Pengembangan persepsi sosial masyarakat yang positif perlu terus


dikembangkan yaitu untuk melahirkan perilaku masyarakat yang berorientasi pada
pemanfaatan sumberdaya padang lamun yang berkelanjutan. Dalam hal ini,
persepsi sosial masyarakat yang perlu dikembangkan adalah: (1) saling
menghargai dan bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat, (2)
berorientasi pada peningkatan kualitas hidup, (3) menumbuhkan jiwa masyarakat
yang peduli terhadap lingkungan, (4) merubah watak dan sikap individu maupun
kelompok yang kurang baik, (5) menciptakan kebersamaan, (6) melestarikan nilai
yang vital pada ekosistem padang lamun, (7) mengurangi kemunduran secara
ekologis maupun ekonomi dari ekosistem padang lamun, dan (8) menjaga tetap
dalam kapasitas kemampuan daya dukung yang maksimal.

Pengelolaan ekosistem padang lamun secara lestari dan berkelanjutan


sangat penting artinya. Ekosistem padang lamun yang sangat produktif dapat
mendukung kihidupan nelayan setempat. Jika habitat padang lamun dapat
berfungsi secara optimal, maka produksi ikan padang lamun akan dapat dipanen
secara berkesinambungan/ berkelanjutan dan memberi keuntungan secara sosial
dan ekonomi bagi masyarakat setempat di seluruh Indonesia untuk masa kini dan
masa yang akan datang sejalan dengan pembangunan nasional.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin keberlanjutan dari


pemanfaatan sumberdaya padang lamun adalah pemerataan (equeity),
sociopolytical right, pendidikan, kesehatan dan teknologi. Dalam kondisi seperti
konsep sustainability mengandung makna keterkaitan dengan konsep daya
dukung (carrying capacity) yang dapat dijadikan ukuran tercapainya
sustainability dari suatu aktivitas pembangunan. Konsep daya dukung dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) daya dukung biofisik, merupakan ukuran
maksimum populasi yang dapat survival di bawah kendali suatu sumberdaya dan
teknologi, dan (2) daya dukung sosial, merupakan jumlah penduduk yang dapat
hidup layak di bawah kendali suatu sistem sosial.

STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM PADANG LAMUN

Tujuan yang ingin dicapai dari strategi pengelolaan ekosistem padang


lamun adalah: (1) melindungi dan melestarikan potensi serta fungsi ekosistem
padang lamun sehingga keberadaannya sebagai sumberdaya untuk pembangunan
tetap terjamin, (2) mempertahankan pemanfaatan ekosistem padang lamun yang
menjamin pelestariannya, dan (3) mengembangkan data dan informasi
keanekaragaman hayati ekosistem padang lamun sebagai landasan utama bagi
pengelolaan ekosistem padang lamun secara lestari.

Sasaran yang ingin dicapai dari strategi pengelolaan ekosistem padang


lamun adalah: (1) tercapainya tingkat kesadaran dan peran serta masyarakat
mengenai pentingnya kelestarian ekosistem padang lamun, (2) terjaminnya
kelestarian potensi sumberdaya padang lamun beserta fungsinya baik secara
ekonomis, sosial maupun ekologis, (3) terjaminnya perlindungan ekosistem
padang lamun terhadap segala ancaman yang mengganggu kelestariannya, (4)
terungkap, tertata dan tersebarnya data dan informasi tentang ekosistem padang
lamun, (5) tercapainya peningkatan partisipasi masyarakat agar konservasi padang
lamun lebih efektif, (6) tercapainya peningkatan pengertian dan koordinasi antara
lembaga yang terkait dengan pengelolaan ekosistem padang lamun, dan (7)
terselenggaranya pemanfaatan padang lamun secara lestari.

Pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan potensi padang lamun harus


berpijak pada dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang berdasarkan atas perkembangan kebudayaan manusia masa
lalu, kini dan masa mendatang. Tanpa mendasarkan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi, usaha pengembangan pelestarian dan pemanfaatan padang lamun
cenderung ditentukan oleh pertimbangan sesaat untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai tambah padang lamun
akan dapat ditingkatkan, dan pelestarian yang efektif dan efisien dapat
dikembangkan. Pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu memerlukan
justifikasi yang bersifat komprehensif dari subsistem-subsistem yang terlibat di
dalamnya, misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial
budaya dalam perspektif mikro dan makro. Pembangunan hendaknya
mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial (Clark,
1995).

Pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat hendaknya mempertimbangkan
keterpaduan antara unsur ekologi, ekonomi dan sosial. Keterpaduan ini secara
ekologi dapat memperlihatkan keterkaitan fungsional antar ekosistem, daya
dukung (carrying capacity), biodiversity dan hal-hal yang terkait dengan isu-isu
global. Secara ekonomi dapat mencapai pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi,
sedangkan secara sosial dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat, mobilitas
sosial yang terkontrol, tumbuhnya identitas budaya dan dapat dilakukan
pengembangan kelembagaan baik yang formal maupun non formal.

Dalam arahan pengelolaan ekosistem padang lamun di kawasan pesisir


diupayakan untuk memenuhi kaidah-kaidah ekologis baik yang berkaitan dengan
sumberdaya alam maupun yang berkaitan dengan masyarakat secara ekonomi dan
sosial. Kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam konsep kebijaksanaan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Oleh karena itu, kebijaksanaan ini
juga didasarkan kepada prinsip-prinsip yang berhubungan dengan konsep
pembangunan berkelanjutan dalam kerangka pembangunan wilayah pesisir dan
lautan secara terpadu.

Mengingat pentingnya fungsi dan keberadaan ekosistem padang lamun di


perairan pantai, terutama dalam aspek biofisik dan ekonomi, maka ekosistem ini
harus dikelola dengan baik demi keberlangsungan proses alami yang
menggantungkan pada keberadaan padang lamun. Berbagai permasalahan yang
ada di ekosistem ini tentunya menjadi salah satu pertimbangan dalam pembuatan
dan penyusunan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun.

KONSERVASI EKOSISTEM PADANG LAMUN

Diantara ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut yang berada dalam
kondisi kritis adalah padang lamun. Ekosistem dan sumberdaya tersebut berberan
penting baik secara ekologi maupun secara ekonomi seperti yang telah disebutkan
di atas. Agar ekosistem dan sumberdaya padang lamun ini dapat berperan secara
optimal dan berkelanjutan, maka diperlukan upaya-upaya perlindungan dari
berbagai ancaman degradasi yang dapat ditimbulkan dari berbagai aktivitas
pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Salah satu upaya perlindungan yang dapat dilakukan adalah dengan


menetapkan suatu kawasan ekosistem padang lamun sebagai kawasan konservasi
yang antara lain bertujuan untuk melindungi habitat-habitat kritis,
mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya padang lamun,
melindungi keanekaragaman hayati padang lamun, melindungi struktur dan fungsi
serta proses-proses ekologi di ekosistem padang lamun, meningkatkan hasil
perikanan, memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem padang
lamun, serta memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Biota perairan yang berasosiasi dengan padang lamun cukup beragam,


dimana mereka memiliki nilai ekologis, ekonomis dan sosial budaya. Beberapa
satwa laut yang hidupnya bergantug kepada ekosistem padang lamun adalah
duyung dan penyu. Meskipun satwa-satwa laut ini telah dilindungi undang-
undang, namun langkah-langkah untuk mengkonservasi ekosistem padang lamun
dan mengawetkan jenis/spesies tumbuhan lamun belum diprogramkan
pemerintah, baik yang dilandaskan pada Undang-undang Konservasi Hayati
(1999) maupun Undang-undang Perikanan (1985). Hamparan padang lamun yang
khas seharusnya ditunjuk dan dijadikan sebagai kawasan konservasi alam atau
suaka perikanan dan spesies tumbuhan lamun yang langka dan terancam punah
ditetapkan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi undang-undang.

Setelah diumumkannya Strategi Konservasi Dunia (World Conservation


Strategy) oleh IUCN dan WWF pada tanggal 5 Maret 1990, upaya konservasi
alam di Indonesia telah dijadikan pendekatan dalam menyusun GBHN sesuai dan
serah dengan Strategi Konservasi Dunia. Strategi Nasional Konservasi
Sumberdaya Alam di Indonesia, selain menjabarkan Strategi Konservasi Dunia
pada tingkat regional dan nasional yang disesuaikan dengan lingkungan alam
Indonesia, juga dapat dijadikan panduan untuk pengelolaan keanekaragaman
hayati padang lamun dan jenis-jenis flora penyusunnya.
DAFTAR PUSTAKA

Makwin,2011. Makalah Lamun 1 laporan Prikanan.htm

kusnadikosasih ,2013. Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia.htm

wakycot,2006. Ekosistem Lamun di Perairan Indonesia. Bogor: Institit Pertanian


Bogor.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm

Anda mungkin juga menyukai