Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN

KESEJAHTERAAN UMAT
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

1. Muhammad Takdir F221 14 073


2. Indrawan F221 14 079
3. Syarifah Afifah F221 14 070
4. Kurniawan F221 14 081
5. ....

JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya,
shalawat serta salam selalu kita ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi semua orang, sehingga pada
kesempatan ini penyusun dapat menyeleaikan tugas Makalah Pendidikan Agama
Islam ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidika Agama Islam dan untuk melatih mahasiswa dalam mengerjakan
serta menerapkan ilmu ini sebagai acuan atau pegangan dalam dunia kerja, khusus
dalam hal ini berkaitan dengan Pendidikan Agama dan Akidah.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penyusun harapkan.
Penyusun berharap lapran ini dapat bermanfaat dan berguna bagi tim
penyusun lain dan orang lain khususnya bagi mahasiswa pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb
Palu, 27 September 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal
bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi
masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar maruf nahi munkar yang sejalan
dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan dan kesatuan. Adapun cara pelaksanaan
amar maruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan
tutur kata yang baik. Dalam rangka membangun masyarakat madani modern,
meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau
peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat
lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan
kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan
agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak
mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan
dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka
bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam
saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

Berangkat dari hal di atas, maka penulis memutuskan untuk menyusun


karya ilmiah yang berjudul Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat.
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 RUMUSAN MASALAH

Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul


dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan
sosial yang ada di masyarakat berbeda-beda antara tokoh satu dengan lainnya.
Dalam kehdiupan sehari hari kita selalu disuguhkan dengan permasalahan
permasalahan di lingkungan masyarakat antara lain seperti pencurian, bentrok
antar warga dan lain lain, hal hal tersebut tidak akan terjadi apabila masyarakat
memiliki adab dan toleransi antar satu dengan yang lainnya, dan masalah yang
dibahas pada makalah ini antara lain :

1. Bagaimanakah konsep masyarakat madani?


2. Bagaimanakah peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
3. Bagaimanakah sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat?
4. Bagaimanakah konsep zakat dan wakaf menurut ekonomi islam?
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Dan Konsep Kesejahteraan Madani


Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep civil society. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani
merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad. Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani adalah civil
society merupakan buah modernitas, dan gerakan masyarakat sekuler yang
meminggirkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan
asuhan petunjuk Tuhan. Maka dapat dikatakan masyarakat madani adalah
masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-
nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.

3.1.1 Pengertian Masyarakat Madani


Madani, merupakan istilah dari bahasa arab mudun,atau madaniyah,
yang mengandung arti peradaban. Dalam bahasa inggris istilah tersebut
mempunyai padanan makna dengan kata civilization. Secara terminologis
masyarakat madani menurut An-Naquib Al-Attas adalah mujtama madani
atau masyarakat kota. Secara etimologi mempunyai dua arti, Pertama,
masyarakat kota karena madani berasal dari kata bahasa arab madinah yang
berarti kota, dan kedua masyarakat berperadaban karena madani berasal dari
kata arab tamaddun atau madinah yang berarti peradaban, dengan demikian
masyrakat madani mengacu pada masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat
madani selain mengacu pada konsep civil society juga berdasarkan pada konsep
negara mzadinah yang dibangun Nabi Muhammad saw pada tahun 622M.

Istilah masyarakat madani sering diartikan sebagai terjemahan dari civil


society, tetapi jika dilacak secara empirik istilah civil society adalah terjemahan
dari istilah latin, civilis societas, yang mula-mula dipakai oleh Cicero (seorang
orator dan pujangga dari Roma), pengertiannya mengacu kepada gejala budaya
perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah
masyarakat politik (Political Society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar
hidup.

3.1.2 Karakteristik Masyarakat Madani






[ : 71]

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka


menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (at-Taubah: 71)
Masyarakat modern mendambakan sebuah sistem kehidupan dimana elemen-
eleman dalam masyarakat mempunyai peranan yang dominan dalam menata
kehidupan yang mereka inginkan. Masyarakat yang demikian kerap disebut
masyarakat sipil (Civil Society), namun beberapa cendikiawan Muslim di Asia
Tenggara lebih suka menggunakan istilah masyarakat madani sebagai gantinya.
Dan ada beberapa karakteristik mengenai masyarakat madani yaitu :

1. Masyarakat egaliter, masyarakat egaliter atau masyarakat yang


mengemban nilai egalitarianisme yaitu masyarakat yang mengakui adanya
kesetaraan dalam posisi di masyarakat dari sisi hak dan kewajiban tanpa
memandang suku, keturunan, ras, agama, dan sebagainya.
2. Penghargaan, bahwa dalam masyarakat madani adanya penghargaan
kepada orang berdasarkan prestise, bukan kesukuan, keturunan, ras, dan
sebagainya.
3. Keterbukaan (partisipasi seluru anggota masyarakat aktif), sebagai ciri
masyarakat madani adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu
benar, kemudian kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain
untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.
4. Penegakkan hukum dan keadilan, hukum ditegakkan pada siapapun dan
kapanpun, walupun terhadap keluarga sendiri, karena manusia sama
didepan hukum.
5. Toleransi dan pluralisme, tak lain adalah wujud civility yaitu sikap
kewajiban pribadi dan sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selalu
benar, karena pluralism dan toleransi merupakan wujud dari ikatan
keadaban ( Bond of civility), dalam arti masing-masing pribadi dan
kelompok dalam lingkunga yang lebih luas, memandang yang lain dengan
penghargaaN, betapapun perbedaan yang ada tanpa saling memaksakan
kehendak, pendapat atau pandangan sendiri.
6. Musyawarah dan demokrasi, merupakan unsur asasi pembentukan
masyarakat madani. Nur cholis madjid menyatakan, maasyarakat madani
merupakan masyarakat demokratis yang terbangun dengan menegakkan
musyawarah, karena musywarah merupakan interpretasi positif berbagai
individu dalam masyarakat yang saling memberikan hak untuk
menyatakan pendapat, dan mengakui adanya kewajiban mendengar
pendapat orang lain.

3.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat
Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer,
ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi
kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir
pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

1. Kualitas SDM Umat Islam


Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik.
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di
antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya
dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam
Al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2. Posisi Umat Islam


SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.
Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer,
dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang
signifikan. Di Indonesia jumlah umat Islam 85% tetapi karena kualitas SDM-nya
masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum
positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan
ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam
belum mencerminkan akhlak Islam.

3.4 Esistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat


Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan
ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas
dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya
milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau
relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem
keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun yang
berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun
boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan
sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana dalam QS. al-Syuara ayat
183, artinya: Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan,
keadilan ekonomi dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah
menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan
sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan
pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang
artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai
dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus
dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.
An-nisa ayat 114, yang artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)
memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan
Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam
masyarakat. Dengan melaksanakan kedua hubungan itu dengan baik, maka hidup
manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amiin....

3.4 Manajemen Zakat


3.4.1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Zakat dibebankan atas harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada
orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Zakat juga berarti
kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya
menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang
wajib zakat disebut muzakki,sedangkan orang yang berhak menerima zakat
disebut mustahiq. Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan
mendidik jiwa untuk mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan
diri serta kemurahan hati.
Allah telah berfirman dalam QS. al-Baqarah ayat 110, yang artinya: Dan
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu yaitu: harta berharga, hasil
pertanian, binatang ternak, harta perdagangan, harta galian (harta rikaz).
Sedangkan orang-orang yang berhak menerima zakat adalah: Fakir, Miskin,
Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Fi sabilillah, Ibnussabil.1[3]

3.4.2 Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia


Sejak Islam memasuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan
sumber-sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam. Pemerintah Belanda
khawatir dana tersebut akan digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat
tidak diatur. Pada tanggal 4 Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan
kebijakan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang
dilakukan oleh penghulu atau naib. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang
bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan priyai
pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Hal itu memberikan dampak
yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam. Hal inilah
yang tampaknya diinginkan Pemerintah Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang
mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah
terfokus pada masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk
melaksanakan zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan
cara-cara yang lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden
inilah yang mendorong dibentuknya badan amil di berbagai provinsi.
3.4.3 Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat
yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, Pada
tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau
lembaga yang bertugas mengelola zakat, infak dan sedekah dari karyawan
perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga
membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
a. Pengelolaan harus berlandasakn al Quran dan as Sunnah.
b. Keterbukaan.
c. Menggunakan manajemen dan administrasi yang tepat.
d. Badan/lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.
Dan amil harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, yaitu:
a. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
c. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
d. Meningkatkan syiar Islam
e. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
f. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

3.4.4 Hikmah Ibadah Zakat


Zakat memiliki hikmah yang besar. Bagi muzakki zakat berarti mendidik
jiwa manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir,
sombong dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan
berlebih. Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib
dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang
kaya, sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Dan bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan
dan pemilikan harta di kalangan umat Islam.
3.5 Manajemen Wakaf
Wakaf di satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi
lain wakaf juga berfungsi sosial. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan
akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, sedangkan dalam fungsi
sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.

3.5.1 Pengertian Wakaf


Istilah wakaf beradal dari waqb artinya menahan. Sedangkan menurut
istilah wakaf ialah memberikan sesuatu barang guna dijadikan manfaat untuk
kepentingan yng disahkan syara serta tetap bentuknya dan boleh dipergunakan
diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang meneriman wakaf).
Sebagaimana hadits: Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Rasullullah SAW
bersabda, Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah masa ia
melanjutkan amal, kecuali mengenai tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (waqafnya)
selama masih dipergunakan, ilmunya yang dimanfaatkan masyarakat, dan anak
salehnya yang mendoakannya. (Riwayat Muslim).

3.5.2 Rukun Wakaf


a. Yang berwakaf, syaratnya: berhak berbuat kebaikan dan kehendak sendiri
b. Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya: kekal dan milik sendiri.
c. Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).
d. Lafadz wakaf.

3.5.3 Syarat Wakaf


a. Tabid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.
b. Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.
c. Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga.

3.5.4 Hukum Wakaf


Pemberian wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah diamalkannya. Dan
pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan mendapatkan ganjaran
terus-menerus selagi benda itu dapat dimanfaatkan oleh umum.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah
berpacu pada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan kita harus mengetahui apa yang
dimaksud dengan masyarakat madani itu dan cara menciptakan suasana pada
masyarakat madani tersebut yang terdapat pada pada zaman Rasullullah.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada
potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang
ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat
madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam
membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya.

Di dalam Islam mengenal yang namanya zakat, dengan zakat ini kita dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat hingga mencapai derajat yang disebut
masyarakat madani. Selain itu, ada pula wakaf, wakaf selain untuk beribadah
kepada Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan antara seorang muslim
dengan sesama. Jadi wakaf mempunyai tiga fungsi yakni fungsi ibadah, fungsi
sosial dan fungsi ekonomi. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan
baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.

B. PENUTUP
Demikian karya ilmiah yang dapat penyusun sajikan. Kritik dan saran yang
konstruktif sangat penyusun harapkan demi perbaikan selanjutnya. Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amiiinn..
DAFTAR PUSTAKA
1. Al Quran : QS. Thh/20:117-119, An-nisa ayat 114, Q.S. An-Nahl ayat 71,
QS. al-Syuara ayat 183, QS. Ali Imran ayat 110, at-Taubah: 71
2. https://moehs.wordpress.com/2013/11/08/konsep-kesejahteraan-dalam-islam-
tafsir-tahlily/
3. Buku

Anda mungkin juga menyukai