Anda di halaman 1dari 26

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN

NOMOR 11 TAHUN 2001

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEKALONGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI PEKALONGAN

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di kabupaten


Pekalongan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya
guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan, perlu disususn Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Pekalongan.
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang
wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah kabupaten, masyarakat, dan / atau
dunia usaha.
c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
nomor 47 tahun 1997 tentang rencana tata ruang wilayah
Nasional, yang dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, maka rencana
tata ruang wilayah tersebut perlu dijabarkan kedalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan.
d. Bawa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, b, dan huruf
c, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 tahun 1950 tentang Pembentukan
daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi jawa
Tengah;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor
105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang pembentukan
daerah tingkat II Batang dengan mengubah undang-undang
Nomor 13 tahun 1950 tentang pembentukan daerah-daerah
Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa tengah (Lembaran
Negara tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2757);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan Pokok kehutanan (Lembaran Negara tahun 1967
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan(Lembaran
Negara tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2824);
6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan pokok pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046);
8. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3186);
9. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209) ;
10. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3274);
11. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
(Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3299);
12. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3419);
13. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Keparawisataan
(Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3427);
14. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang peumahan dan
Pemukiman (Lembaran Negara tahun 1992 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);
15. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya
(Lembaran Negara tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3470);
16. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3501);
17. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia (Lembaran Negara tahun 1996 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3647);
18. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
19. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
20. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 72; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara tahun 1982 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3226);
23. peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3293);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daeah Tingkat II Pekalongan,
Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah
Tingkat II Batang (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3381);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3445);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang
Pengelolaan Libah bahan Berbahaya dan beracun sebagaimana
diubah dengan Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1995
tentang perubahan atas peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3595);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk Dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3660);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
32. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan
Industri;
33. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
34. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan
Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri;
35. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, dan Bentuk
Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
dan Rancangan Keputusan Presiden;
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Dan Pengedalian
Pembangunan Daerah;
37. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.p / 47
MPE / 1992 Tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tegangan
Tinggi (SUTET) untuk Pengaturan Tegangan Listrik;
38. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan
Tata Ruang Di Daerah;
39. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 04 / PW / 07 / 03 84
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah;
40. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Ketentuan Umum Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah;
41. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 / PRT / 1993
tentang Garis Sempadan Sungai dan Bekas Sungai;
42. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 19980
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II ;
43. Pertauran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor
8 Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi
Daerah Tingkat I Jawa Tengah Tahun 1994 Nomor 3);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
PEKALONGAN

MEMUTUSKAN:

Menetatapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


a. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pekalogan;
c. Bupati adalah Bupati Pekaongan;
d. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pekalongan;
e. Camat adalah Kepala Kecamatan;
f. Kecamatan dalah Wilayah Kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten /
Kota;
g. Masyarakat adalah orang sorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum
adat, atau badan hukum;
h. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
i. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang dan pengendalian
ruang;
j. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
k. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya;
l. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam an
sumber buatan;
m. Kawasan Budidaya adalah kawasan ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan;
n. Kawasan Perdesaan adalah Kawasan yang mempunyai kegiatan utam pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan fungsi Kawasan sebagai tempat
permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi;
o. Kawasan perkotan adalah Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebgai tempat permukiman pekotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
egiatan ekonomi;
p. Wilayahadalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional;
q. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan yang selanjutnya disingkat
RTRW adalah arahan kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang menetapkan lokasi
dari kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk kawasan produksi dan
kawasan permukiman, pola jaringan prasarana wilayah-wilayah dalam Kabupaten
yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu tertentu;
r. Sempadan sungai / irigasi adalah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai,
termasuk sungai buatn/kanal/ saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat
penting untuk memperthankan kelestarian fungsi sungai;
s. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan disekeliling mata air yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air;
t. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai;
u. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi;
v. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan
teknis tetentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpahan air;
w. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sift khas
yagmampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah;
x. Kawasan Suaka Alam dan cagar budaya adalah kawasan dengan ciri khas tertentu
baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pkok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
y. Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami
hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada
perikehidupan pantai dan laut;
z. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat maupun di laut yang
terutama dimanfatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;
aa. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan
lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan
geologi alami yang khas berada;
bb. Kawasan rawan Bencana adalah Kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam;
cc. Kawasan Hutan Produksi terbatas adalah kawasan yang diperuntukan bagi hutan
produksi terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat dengan tebang pilih dan
tanam;
dd. Kawasan Hutan produksi tetap adalah kawasan yang diperuntukanbagi utan
produksi tetap imana ekploitasinya dapat degan tebang pilih atau tebang habis dan
tanam;
ee. Kawasan Hutan produksi konversi adalah kawasan yang bilamanadiperlukan dapat
dialih gunakan;
ff. Kawasan tanaman pangan lahan basah adalah kawasan yang diperuntukan bagi
tanaman pangan lahan basah dimana pengairannya dapat diperoleh secara alamiah
maupun teknis;
gg. Kawasan tanaman pangan lahan kering adalah kawasan yang diperuntukan bagi
tanaman pangan lahan kering untuk tanaman pangan;
hh. Kawasan peternakan adalah kawasan yang diperuntukan bagi ternak besar, ternak
kecil, termasuk unggas dan aneka ternak;
ii. Kawasan Perikanan adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan perikanan;
jj. Kawasan Perindustrian adalah kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa
tempat pemusatan industri;
kk. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
dissediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
ll. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diperuntukan bagi Pemukiman;
mm. Kawasan Perkebunan adalah suatu wilayah yang diperuntukan untuk
pembudidayaan mengusahakan tanaman industri / perkebunan.

BAB II
AZAS, TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI

Bagian Petama
Asas

Pasal 2

RTRW Kabupaten Pekalongan berasaskan :


a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan ;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

RTRW Kabupaten Pekalongan bertujuan :


a. Terselenggaranya pemanfaatan runag yang berwawasan lingkungan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasioanal
b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budaya;
c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1) Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera;
2) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan
secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia;
4) Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan;
5) Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Bagian Ketiga
Sasaran

Pasal 4

Sasaran RTRW Kabupaten Pekalongan adalah :


a. Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung;
b. Tertatanya kawasan pusat industri;
c. Tertatanya kawasan perktaan;
d. Tertatanya kawasan perdesaan;
e. Tertatanya kawasan pesisir pantai;
f. Tertatanya kawasan permukian;
g. Tertatanya jenjang pusat-pusat pelayanan;
h. Tertatanya prasarana dan sarana sosial ekonomi;

Bagian Keempat
Fungsi

Pasal 5

RTRW Kabupaten Pekalongan empunyai fungsi ;


a. Sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi dalam menyusun
Program dan Proyek pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;
b. Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang.

BAB III
KEDUDUKAN, WILAYAH
DAN JANGKA WAKTU RENCANA

Bagian Pertama
Kedudukan

Pasal 6

RTRW Kabupaten Pekalongan mempunyai Kedudukan :


a. Merupakan Penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah dan Program
Pembangunan Daerah (propeda) Propinsi Jawa Tengah serta kebijakan-kebijakan
Pembangunan yang berlaku;
b. Merupakan dasar pertimbangan dalam Penyusunan Program Pembangunan
Daerah (Propeda) Kabupaten Pekalongan;
c. Merupakan Dasar Penyusunan Rencana Tata Ruang Jenjang dibawahnya.

Bagian Kedua
Wilayah

Pasal 7

(1) Wilayah Perencanaan dalam Rencana Tata Runag Wilayah Kabupaten Pekalongan
dalam pengertian aspek administrasi daratan seluas 89 . 769 , 1599 (delapan puluh
sembilan ribu tujuh ratus enam puluh sembilan koma seribu lima ratus sembilan
puluh sembilan) hektar dan lautan sejumlah 1/3 (sepertiga) dari batas 12 (dua
belas) mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau ke arah
perairan kepulauan.
(2) Wilayah perencanaan dalam Rencana Tata Runag Kabupaten Pekalongan dalam
pengertian aspek administrasi sebagai dimaksud pada ayat (1), tersebut dalam
lampiran Peta 1 yang merupakan bagian tin\dak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana

Pasal 8

Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan adalah 10 (sepuluh)
tahun.

BAB IV
STRUKTUR TATA RUANG

Bagian Pertama
Tata Jenjang Pusat Pelayanan

Pasal 9

(1) Pusat-pusat pelayanan di daerah adalah :


a. Kota Kajen berfungsi sebagai ordo I;
b. Kota Kedungweni, Wiradesa sebagai ordo II;
c. Kota Kasesi, Karanganyar, Wonopringgo, Sragi, Bojong, Tirto dan buaran
sebagai ordo III;
d. Kota Kadangserang, Lebakbarang, Doro, Petungkriono, Paninggaran dan
Talun sebagai ordo IV;
(2) Tata jenjang pusat-pusat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebut
dalam lampira peta 2 yang merupakan bagian tidak terpisah dari peraturan daerah
ini.
Bagian kedua
Sub Wilayah Pembangunan

Pasal 10

(1) Wilayah Pembangunan Daerah dibagi dalam 3 (tiga) sub wilayah pembangunan
(SWP) sebagai berikut:
a. Sub Wilayah pembangunan I dengan pusat kota kajen meliputi Kecamatan
kajen, Karanganyar, kesesi, lebakbarang, kandengserang, dan paringgarang:
potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor pengembangan jasa, pertanian,
pariwisata dan sosial budaya (pendidikan);
b. Sub wilayah pembangunan II dengan pusat kota kedungwuni meliputi
Kecamatan kedungwuni, Doro, Buaran, Petungkriono, Talun, dan
Wonopringgo: potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor pengembangan
pertanian, industri dan sosial budaya (pendidikan);
c. Sub wilayah pembangunan III dengan pusat kota Wiradesa meliputi
Kecamatan Wiradesa, Tirto, Sragi, dan Bojong: potensi yang perlu
dikembangkan adalah sektor perdagangan industri dan perikanan.
(2) Sub wilayah pembangunan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam
lampiran peta 3 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
Daerah ini.

Bagian Ketiga
Pengembangan Prasarana Dan Sarana

Pasal 11

(1) Jaringan Jalan terdiri dari:


a. Jalan Alteri Primer adalah jalan yang menghubungkan antara kota propinsi:
b. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota-kota fungsi
utama (ordo I - ordo I);
1) Talun-Doro-karanganyar-kajen-kesesi;
2) Wiradesa-Bojo-Kajen-Paninggaran;
3) Buaran-Kedungwuni-Wonopringgo-Karanganyar-Kajen.
c. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kota kota fingsi
kedua ke fungsi ketiga (ordo II ordo IIIatau Ordo III ordo II);
1) Sragi-kesesi;
2) Sragi - Bojong-Wonopringgo;
3) Tirto-Buaran-Kedungwni;
4) Doro-Kedungwuni;
5) Kajen-Kandengserang;
d. Jalan lokal Primer adalah Jalan yang menghubungkan fungsi kota ketiga
kefungsi kota keempat (ordo III ordo IV atau ordo IV ordo III);
1) karananyar Lebakbarang;
2) Buaran Doro - Petungkrino;
3) Paninggaran Kandangserang;
(2) Jaringan jalan kereta Api yang menghubungaka kota pekalongan dengan kota
pemalang melalui Sragi.
(3) Jaringan perhubungan laut terdiri pusat pelabuhan Ikan dan pengembangan
pelabuhan.
(4) Jaringan Jalan sebagaimana di maksud ayat (1) dan Ayat (2) adalah sebagaimana
tersebut dalam lampiran peta 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
persturan daerah ini.

Pasal 12

Penyediaan / pengembangan dan pengaturan prasarana dan sarana pengairan dengan


memperhatikan sebesar besarnya upaya konservasi tahan dan air untuk kawasan
budidaya pertanian, penyadiaan air baku serta pengendalian banjir.

Pasal 13

(1) Pengembangan Energi listrik ditujukan untuk menambah jumlah kapasitas


terpasang serta kapasitas terpakai.
(2) Pemanfaatan ruang dibawah lintasan transmisi saluran udara tegangan tinggi di
sesuaikan dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
(3) Jaringan Transmisi sebagai mana dimaksud ayat (2) tersebut dalam lampiran peta
5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Pasal 14

Pengembangan Jaringan telekomunikasi diarahkan pada pusat pusat kegiatan;


a. Pemerintahan;
b. Perdagangan dan Jasa;
c. Industri;
d. Permungkiman;
e. Rekreasi, Hiburan dan Pendidikan;

BAB V
ALOKASI PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama
Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung

Pasal 15
Kawasan Lindung di Wilayah Kabupaten Pekalongan terdiri dari :
a. Kawasan yang memberikan perlindungan Kawasan bawahannya;
b. Kawasan Perlindungan setempat;
c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya;
d. Kawasan Rawan Bencana Alam.

Pasal 16

Kawasan yang memberikan perlindungan Kawasan bawahannya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
a. Kawasan hutan yang terletak di Kecamatan Petungkriono, Doro,
Lebakbarang, Talun, Paninggaran, Kadangserang, Kajen dan Karanganyar;
b. Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Lebajbarang, Petungkriono,
Talun,Paninggaran, Kadangserang, Doro, Kajen dan Karanganyar.

Pasal 17

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pasal 15


huruf b meliputi:
a. Kawasan sempadan sungai terdiri dari :
1) Sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-
kurangnya 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul.
2) Sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul.
3) Sungai tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan pada sungai besar
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, sedangkan pada
sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
4) Sungai tidak bertanggul dikawasan perkotaan yang mempunyai
kedalaman kurang dari 3 (tiga) meter ditetapkan sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) meter, yang mempunyai kedalaman 3 (tiga) meter sampai 20
(dua puluh) meter ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter,
yang mempunyai kedalaman lebih dir 20 (dua puluh) meter ditetapkan
paling kurang 30 (tiga puluh) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
b. Sempadan saluran irigasidn pembuangan bertanggul ditetapkan :
1) Saluran dengan kemampuan 4 (empat) m3/detik atau lebih, untuk
bangunan 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul atau
bangunannya dan untuk pagar 3 (tiga) meter sebelah luar sepanjang kaki
tanggul atau bangunannya;
2) Saluran dengan kemampuan 1 (satu) sampai dengan `4 (empat)
m3/detik untuk bangunan 3 (tiga) meter disebelah luar sepanjang kaki
tanggul atau bangunannya dan untuk pagar 2 (dua) meter sebelah luar
sepanjang kaki tanggul atau bangunannya;
3) Saluran dengan kemampuan sampai dengan 1 (satu) m3/detik untuk
bangunan 2 (dua) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul atau
bangunannya dan untuk pagar 1 (satu) meter sebelah luar sepanjang kaki
tanggul atau bangunannya;
c. Sempadan saluran irigasi dan pembuangan tidak bertanggul ditetapkan :
1) Untuk bangunan yaitu 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah jarak
sesuai kemampuan saluran sebagaimana dimaksud pada huruf b;
2) Untuk pagar yaitu 4 (empat) kali kedalaman saluran sebagaimana
dimaksud pada huruf b;
d. Bekas sungai / irigasi dan pembuangan, sebelum ditetapkan perubahan fungsi
dan peruntukannya.
e. Kawasan sekitar Mata Air ditetapkan dengan radius sekurang-kurangnya 200
(dua ratus) meter dari pusat mata air, kawasan sekitar mata air dimaksud yang
sudah diketahui adalah:
Kecamatan Talun :
Mata Air Muncar (mesoyi), Mata Air Daeng (Mesoyi), Mata Air Kalirejo
(kalirejo), Mata Air Banjarsari (banjarsari), Mata Air Talun (batursari), Mata
Air Serange (Batursari).
Kecamatan Kadangserang :
Mata Air (Bubak), Mata Air Babakan (Bubak), Mata Air Rancah
Kadangserang, Mata Air Longsong (Kadangserang), Mata Air Watesan
(Lambur), Mata Air Sumurup I (Sukoharjo), Mata Air Sumurup II (Sukoharjo),
Mata Air Curug Gempang (Loragung), Mata Air Sibenda (Wangkelang), Mata
Air Simende (Gurungwiyoro), Mata Air Krobokan (garungwiyoro), Mata Air
Sinongko (garungwiyoro), Mata Air Candiwelas (garungwiyoro), Mata Air
Cinde (Klesem), Mata Air Kebo Gemulung (SukoHarjo), Mata Air Kebo
Gintung (SukoHarjo).
Kecamatan Paninggaran :
Mata Air Mendelum (Paninggaran), Mata Air Bandingan (Sitatah), Mata Air
Plumbon (Winduaji).
f. Kawasan sempadan pantai adalah daratan yang sepanjang tepian yang lebarnya
sesuai dengan bentuk kondisi fisik pantai sekurang-kurangnya 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
(2) Sungai dan jaringan irigasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
kawasan sekitar Mata Air sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah
sebagaimana sebagaimana tersebut dalam lampiran Peta 6 dan Peta 7 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 18

Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf c
adalah :
a. Kawasan Suaka Alam yang meliputi :
1) Suaka Alam Watu Ireng di Kecamatan Kandangserang;
2) Suaka Alam Rogoselo di Kecamatan Doro;
3) Suaka Alam Linggoasri di Kecamatan Kajen.
b. Kawasan Cagar Budaya meliputi :
1) Cagar Budaya di Kecamatan Lebakbarang;
2) Cagar Budaya di Kecamatan Petungkriono;
3) Cagar Budaya di Kecamatan Talun;
4) Cagar Budaya di Kecamatan Doro;
5) Cagar Budaya di Kecamatan Karanganyar;
6) Cagar Budaya di Kecamatan Kajen;
7) Cagar Budaya di Kecamatan Kesesi;
8) Cagar Budaya di Kecamatan Sragi;
9) Cagar Budaya di Kecamatan Bojong;
10) Cagar Budaya di Kecamatan wonopringgo;
11) Cagar Budaya di Kecamatan Kedungweni;
12) Cagar Budaya di Kecamatan Buaran;
13) Cagar Budaya di Kecamatan Wiradesa.
c. Kawasan Pantai Hutan Bakau meliputi sepanjang pantai.

Pasal 19

Kawasan Rawan Bencana Alam sebagaimana dimaksud pasal 15 huruf d adalah


kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam
adalah :
a. Kawasan Rawan Bencana Banjir terletak di Kecamatan Sragi, Bojong, Tirto,
Kedungweni, Kesesi, Kajen dan Wonopringgo;
b. Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor terletak di Kecamatan
Kandangserang, Lebakbarang, Petungkriono, Paninggaran, Karanganyar dan
Kasesi.

Pasal 20

Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pada pasal 15, tersebut dalam lampiran Peta
8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Pasal 21

Pengaturan Pengelolaan Kawasan Lindung selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan


Bupati atas persetujuan DPRD.

Bagian Kedua
Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya

Pasal 22

Kawasan Budidaya di Kabupaten Pekalongan terdiri dari :


a. Kawasan Hutan Produksi;
b. Kawasan Pertanian;
c. Kawasan Perindustrian;
d. Kawasan Pariwisata;
e. Kawasan Permukiman;
f. Kawasan Pesisir Pantai;

Pasal 23

Kawasan Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, meliputi


Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Terbatas terletak di Kecamatan Paninggaran,
Kadangserang, Petungkriono, Lebakbarang, Talun, doro, karanganyar, Kajen, Kasesi,
dan Bojong.

Pasal 24
Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf b terdiri dari :
a. Kawasan Pertanian Semusim Lahan Basah terletak diseluruh wilayah
Kecamatan;
b. Kawasan Pertanian Semusim Lahan Kering terletak di Kecamatan
Petungkriono, Lebakbarang, Talun, Kandangserang dan Paninggaran.
c. Kawasan Pertanian Lahan Kering Tanaman Tahunan seluruh wilayah
Kecamatan;
d. Kawasan Perkebunan Tanaman Semusim dan Tanaman Tahunan terletak
diseluruh kecamatan.
e. Kawasan Peternakan terdiri dari :
1) Ternak besar terletak di Kecamatan Kasesi, Kajen, Doro, Paninggaran,
Kandangserang, Petungkriono, Karanganyar, Doro, Wiradesa, Tirto dan
Seragi;
2) Ternak Kecil terletak diseluruh wilayah kecamatan;
3) Ternak unggas dan aneka ternak terletak diseluruh wilayah kecamatan.
f. Kawasan Perikanan terdiri dari :
1) Kawasan Budidaya Ikan Air Tawar terletak di kecamatan Lebakbarang,
Petungkriono, Paninggaran, Kajen, Doro, dan Karanganyar;
2) Kawasan Budidaya Ikan Air Payau terletak dikecamatan Sragi, Wiradesa dan
Tirto;
3) Kawasan Budidaya Kelautan dikecamatan Sragi, Wiradesa dan Tirto;

Pasal 25

Kawasan Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf c terdiri dari :


a. Kawasan Industri tersebar di kecamatan Sragi, Wiradesa;
b. Wlayah Industri tersebar di kecamatan Sragi, Kedungwuni, Buaran, Tirto,
Wonopringgo;
c. Industri yang tersebar disemua Kecamatan;
d. Home Industri dn Kerajinan tersebar di semua Kecamatan.

Pasal 26

Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf d terdiri dari :


a. Kawasan Wisata Alam meliputi :
1) Pantai Sunter Depok Kecamatan Sragi;
2) Pantai Kencana Wonokerto Kecamatan Wiradesa;
3) Air Terjun Cinde Depok Kecamatan Lebakbarang;
4) Wisata Air Karanggondang Kecamatan Karanganyar;
5) Taman Rekreasi Llinggoasri Kecamatan Kajen.
b. kawasan Wisata Budaya Candi Trenggalek di Desabotosari Kecamatan
Paninggaran.

Pasal 27

Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf e terdiri dari :


a. Kawasan Permukiman Perkotaan terletak di Ibukota Kecamatan;
b. Kawasan Permukiman Perdesaan terletak di luar Ibukota Kecamatan;

Pasal 28
Kawasan Pesisir Pantai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf f adalah suatu
kawasan yang masih dipengaruhi oleh fenomena laut yang berada sepanjang pantai.

Pasal 29

Lokasi Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 adalah sebagaimana


tersebut dalam lampiran Peta 8 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Strategi Pengembangan Wilayah

Pasal 30

Pengembangan Wilayah Prioritas pada dasarnya mengacu pada kepentingan sektor / sub
sektor permasalahan yang mendesak penanganannya.

Pasal 31

(1) Pengembangan Wilayah Prioritas sebagaimana dimaksud pada pasal 30 meliputi :


a. Kawasan Kritis yang perlu dipelihara fungsi lindungnya untuk menghindari
kerusakan lingkungan, terletak di Kecamatan Kandangserang, Petungkriono,
Lebakbarang, Talun, Doro, Kasesi, Sragi, Bojong, Kedungwuni, Karanganyar,
Kajen dan Wonopringgo.
b. Kawasan yang pertumbuhan sosial ekonominya cepat, terletak di Kecamatan
Kajen, Kedungwuni, Wiradesa, Buaran, Tirto;
c. Kawasan terpencil karena keterbatasan sumber daya alam dan buatan, terletak
di Kecamatan Petungkriono, Talun, Lebakbarang Dan Kandangserang.
d. Kawasan Perbatasan, terletak di Kecamatan Tirto, Buaran, Talun, Paninggaran,
Kandangserang, Kedungwuni, Petungkriono, Kasesi dan Sragi.
(2) Pengembangan Wilayah Prioritas sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak lanjuti
dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Prioritas.
(3) Pengembangan Wilayah Prioritas sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
sebagaimana tersebut dalam lampiran Peta 9 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VI
PENGATURAN DAN PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

Bagian Pertama
Pengaturan dan Penyelenggaraan Kawasan Lindung

Pasal 32

(1) pengelolaan kawasan hutan lindung diarahkan kepada pelestarian fungsi lindung.
(2) Kawasan hutan lindung yang berasal dari hutan produksi pengelolaannya
diarahkan menjadi hutan produksi terbatas.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 33

(1) Pengelolaan kawasan lindung diluar kawasan hutan yang mempunyai kriteria
fisiografi seperti hutan lindung diarahkan kepada kegiatan konservasi untuk
meningkatkan fungsi lindung.
(2) Penguasaan dan pemilikan tanah yang ada pada kawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tetap diakui, sedang pengelolaannya diarahkan untuk mendukug
fungsi lindung.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 34

(1) Pengelolaan Sempadan Sungai diarahkan kepada kegiatan yang mendukung


pelestarian fungsi sungai.
(2) Pengelolaan Kawasan Sekitar Mata Air diarahkan kepada kegiatan yang
mendukung pelestarian kondisi fisik kawasan dan fungsi mata air.
(3) Pengelolaan Sempadan Pantai diarahkan kepada kegiatan yang mendukung
pelestarian sumber daya alam hayati, ekosistem dan mencegah kerusakan
lingkungan pantai.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 35

(1) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam diarahkan untuk kegiatan yang mendukung
pelestarian keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya.
(2) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya diarahkan kepada kegiatan yang mencegah
kerusakan dan mendukung pelestarian fungsi cagar budaya untuk memajukan
kebudayaan nasional dan ilmu pengetahuan.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) diatur oleh pejabat
instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 36

(1) Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Banjir diarahkan untuk melindungi


manusia sea mencegah, mengurangi dan menanggulangi kerusakan dan kerugian
akibat banjir.
(2) Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor diarahkan untuk
melindungi manusia serta mencegah, mengurangi dan menanggulangi kerusakan
dan kerugian akibat tanah longsor.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengaturan dan Penyelenggaraan Kawasan Budidaya

Pasal 37

(1) Pengelolan Kawasan Hutan Produksi Terbatas diarahkan untuk kegiatan hutan
produksi terbatas dengan sistem tebang pilih dan tanam.
(2) Kawasan Hutan Produksi Terbatas yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini
sudah dimanfaatkan sebagai hutan produksi terbatas, tetap dipertahankan.
(3) Pengelolan Kawasan Hutan Produksi tetap diarahkan untuk kegiatan hutan
produksi tetap dengan sistem tebang pilih atau tebang habis dan tanam.
(4) Kawasan Hutan Produksi Tetap yang mempunyai kriteria hutan lindung diarahkan
kepada hutan produksi terbatas.
(5) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
diatur oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 38

(1) Pengelolaan Kawasan Pertanian Lahan Basah diarahkan kepada upaya


peningkatan produksi pangan daerah.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui upaya
intesifikasi, peningkatan fungsi jaringan irigasi.
(3) Setiap perubahan pemanfaatan kawasan pertanian lahan basah diatur sesuai
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 39

(1) Pengelolaan Kawasan Pertanian Lahan Kering Tanaman Semusim diarahkan


kepada upaya peningkatan produksi tanaman palawija dan holtikultura.
(2) pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dialkukan melalui upaya
intesifikasi danpenyediaan bibit unggul.
(3) setiap perubahan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering tanaman semusim
diatur sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 40

(1) Pengelolaan Kawasan Pertanian Lahan Kering Tanaman Tahunan diarahkan


kepada upaya peningkatan produksi.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui peremajaan,
rehabilitas dan perbaikan mutu tanaman.
(3) Setiap perubahan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering tanaman tahunan
diatur sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 41

(1) Pengelolaan Kawasan Perkebunan diarahkan kepada upaya peningkatan


produksi.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui usaha
rehabilitasi, diversifikasi, intensivikasi dan ekstensifikasi.
(3) Setiap perubahan pemanfaatan kawasan perkebunan diatur sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 42

(1) pengelolaan kawasan peternakan diarahkan kepada upaya peningkatan


produksi ternak melalui pengembangan sumber daya manusia, sarana prasarana
dan sistem manajemen mutu;
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tetap
memperhatikan pembangunan berwawasan lingkungan dan kondisi sosial budaya
masyarakat sekitarnya.
(3) Setiap perubahan pemanfaatan kawasan peternakan diatur sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ayat (2), diatur oleh
pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 43

(1) Pengelolaan Kawasan Perikanan diarahkan kepada upaya peningkatan produksi


perikanan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi usaha
perikanan dangan menerapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta peningkatan
sumber daya manusia, pengendalian sumber daya hayati perikanan dan lingkungan
hidup.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tetap
memperhatikan pembangunan berwawasan lingkungan dan kondisi sosial budaya
masyarakat.
(3) Setiap perubahan pemanfaatan kawasan perikanan diatur sesuai ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 44

(1) Pengelolaan Kawasan Perindustian dikembangkan secara koordinatif, terpadu dan


dilengkapi dengan sasaran dan prasarana sesuai dengan skala prioritas kegiatan
dan tahapan waktu.
(2) Pengembangan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
terencana, terpadu denganmengikut sertakan partisipasi dari berbagai pihak.
(3) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
tetap memperhatikan pembangunan berwawasan lingkungan dan menghormati
hak-hak masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur
oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 45

Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Jasa Perdagangan diarahkan pada Kawasan-


kawasan yang mempunyai perkembangan percepatan pembangunan serta berpotensi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Pasal 46

(1) Pengelolaan Kawasan Parawisata diarahkan kepada pengembangan obyek


dan daya tarik wisata, kemudahan pencapaian serta kegiatan promosi dan
pemasaran.
(2) Pembangunan Keparawisataan harus tetap menjaga kepribadian bangsa, adat
istiadat, nilai-nilai agama, asset masyarakat setempat serta terpeliharanya
kelestarian lingkungan hidup.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ayat (2) diatur oleh
pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 47

(1) Pengelolaan Kawasan Pemukiman diarahkan kepada terciptanya kondisi aman,


tetib, lancar dan sehat serta lestari, optimal, serasi dan produktif.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penetapan
perumahan permukiman dan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan.
(3) Pengembangan permukiman diarahkan kepada lokasi yang bukan merupakan
tanah pertanian yang beririgasi teknis.
(4) Pengembangan pemukiman perkotaan diarahkan keperkembangan vertikal
sesuai dengan syarat lokasi untuk rumah tinggal.
(5) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 48
(1) pengelolaan kawasan pesisir diarahkan kepada pemanfaatan secara optimal,
terpadu dan dilengkapi dengan sarana prasarana sesuai dengan skala prioritas
kegiatan dan tahapan.
(2) Pengembangan pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terencana, terpadu dengan mengikutsertakan partisipasi dari
berbagai pihak serta memperhatikan kondisi geografis dan sosial budaya
masyarakat.
(3) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan tetap memperhatikan pembangunan berwawasan lingkungan dan
menghormati hak-hak masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4), diatur oleh pejabat instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Program Penataan Ruang

Pasal 49

Program penataan ruang meliputi kejelasan arah sasaran, nama program lokasi, sumber
data dan instansi yang terkait sebagaimana tersebut dalam Buku Laporan Akhir RTRW
Kabupaten Pekalongan, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

BAB VII
PELAKSANAAN RTRW KABUPATEN PEKALONGAN

Pasal 50

(1) Penyusunan dan Pelaksanaan program-program serta proyek-proyek di kawasan


budidaya kawasan yang berfungsi lindung, harus berdasarkan pada pokok-pokok
kebijakan sebagaiman dimaksud dalam BAB V Peraturan Daerah ini.
(2) Indikasi program yang disusun menjadi Pedoman Program Pembangunan Daerah
(Propeda) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).

Pasal 51

Peta skala 1 : 50.000 RTRW Kabupaten Pekalongan merupakan penjelasan lebih rinci
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 52

(1) Bupati menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kabupaten Pekalongan


(2) Bupati menunjuk ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Pekalongan yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang.
(3) Tugas koordinasi sebagai dimaksud ayat (2) termasuk pengendalian perubahan
fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya.
(4) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan Bupati setelah berkonsultasi dengan DPRD.
(5) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud ayat (4)
menjadi dasar dalam peninjauan kembali RTRW Kabupaten Pekalongan.

BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 53

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Pekalongan, masyarakat berhak :


a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka semua jenis Rencana Tata Ruang yang ada di
Kabupaten Pekalongan;
c. Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pasal 54

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang


sebagai akibat penataan ruang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau kaidah yang berlaku.
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya
alam yang terkandung didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak
tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas
hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

Pasal 55

(1) hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status
semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan diselenggarakan dengan cara musyawarah
antara pihak yang berkepentingan.
(2) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 56

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Pekalongan, masyarakat wajib :


a. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
b. Berlaku tertib dalam keikutssertaannya dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 57

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang


sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 dilaksanakan dengan mematuhi dan
menerapkan kreteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipratekkan masyarakat
secara turun temerun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukug, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta
dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Pasal 58

Dalam pemanfaatan ruang didaerah, peran serta masyarakat dapat berbentuk :


a. Pemanfaatan ruang darat, ruang lautan, dan ruang udara bedasarkan
peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenan dengan wujud struktural dn
pola pemanfaatan ruang dikawasan perdesaan dan perkotaan;
c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Pekalongan;
d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya
untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
e. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan;
f. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang, dan/atau
kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.

Pasal 59

(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang didaerah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasikan oleh Bupati termasuk pengaturannya pada tingkat
Kecamatan sampai Desa/Kelurahan.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 60

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat berbentuk :


Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan/atau bantuan
pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan
peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Pasal 61
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan di
daerah disampaikan secara lisan atau tertulis mulai dari tingkat Desa/Kelurahan,
Kecamatan, kepada Bupati atau pejabat yang berwenang.

BAB IX
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RTRW
KABUPATEN PEKALONGAN

Bagian Pertama
Penyelenggaraan Pengendalian Pemanfaatan

Pasal 62

(1) Pengendalian Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Wilayah diselenggarakanmelalui


kegiatan pengawasan dan penerbitan.
(2) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk
pelaporan, pamantauan dan evaluasi dengan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk berperan seta.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 63

(1) setiap pemanfaatan ruang yang menyangkut pengendalian lokasi, kualitas


ruang dan tata bangunan diatur melalui perizinan.
(2) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Jenis-jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penertiban

Pasal 64

(1) penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfatan ruang
yang direncanakan dapat terwujud.
(2) Penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tindakan penertiban
yang dilakukan melalui penyidikan dan pemeriksaan atas semua pelanggaran yng
dilakukanterhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.

Pasal 65
(1) Upaya pencegahan atas kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan menjadi wewenang
Camat setempat dalam waktu paling lambat 3 (tiga) x 24 (dua puluh empat) jam
wajib melapor kepada Bupati.
(2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialksanakan
pula oleh masyarakat dalam bentuk informasi.

BAB X
PERUBAHAN RTRW

Pasal 66

(1) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan yang diperlukan terhdap


RTRW yang telah ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dapat
dilakukan minimal 5 (lima) tahun sekali.
(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 67

(1) Pelanggaran terhadap alokasi pemanfaatan ruang sebagaimana ketentuan Pasal 15


Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)
bulan atau denada sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tindak pidana yang
mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan diancam pidana sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 68

(1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 66 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah, yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut
pada ayat (1) ini berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindak pertama pada saat itu ditempat kejadian serta melakukan
pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
h. Mengadakan penghentian, setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum, memberitahukan hal
tersebut kepada tersangka atau keluarganya.
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. pemeriksaan ruang /bangunan;
b. pemasukan ruang / bangunan;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkan kepada Kejaksaan Negeri
melalui Penyidik Polri.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69

Dengan berlakunya peraturan daerah ini maka :


a. kegiatan budidaya yang telah ditetapkan dan berada dikawasan lindung tidak
dikembangkan dan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung.
b. Kegiatan budidaya yang sudah ada dikawasan lindung dan dinilai
mengganggu fungsi lindungnya harus segera dicegah dan secara berangsur-angsur
dikembalikan sebagaimana fungsinya.
c. Dalam hal kegiatan budidaya yang terpaksa mengkonversi kawasan
berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Kegiatan usaha yang sudah ada dan melanggar RTRW dibatasi
pengembangan usahanya.

Pasal 70

Ketentuan mengenai arahan pemanfaatan ruang lautan dan ruang udara akan diatur lebih
lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 71

Adanya pengembangan Kecamatan dan atau pembentukan Kecamatan baru tidak


berpengaruh terhadap alokasi pemanfaatan ruang sebagai diatur dalam BAB V.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.

Pasal 73

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Pekaongan.

Disahkan di Pekalongan
pada tanggal 7 Juli 2001

BUPATI PEKALONGAN

ttd

AMAT ANTONO
Diundangkan di Pekalongan
pada Tanggal 7 Juli 2001

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PEKALONGAN

Ttd.

SISMIYADI, SH. CN. MBA.


Pembina Utama Muda
NIP. 500 033 784

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN


TAHUN 2001 NOMOR 23

Anda mungkin juga menyukai