USAID-KINERJA
Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807
Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46
Jakarta, 10210
Phone: +62 21 5702820
Fax: +62 21 5702832
Email: info@kinerja.or.id
www.kinerja.or.id
Maret 2014
KATA PENGANTAR
Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat
yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.
PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis
peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, JawaTimur,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program
ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand
side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga, Program
KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan.
Di bidang kesehatan Program KINERJA mendorong pemerintah daerah memperbaiki dan meningkatkan
pelayanan Kesehatan Ibu & Anak (mother and child health) dengan focus pada Persalinan Aman, Menyusu
Dini dan ASI eksklusif (atau disingkat PA-IMD-ASI atau Save delivery, immediate breast feeding, exclusive
breas tfeeding/SD-IBF-EB). Peningkatan pelayanan tersebut dimaksudkan agar unit pelayanan dapat
menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian standar pelayanan publik (SPP), standar pelayanan minimal
(SPM), dan standar nasional serta mencapai tujuan-tujuan MDG (Millennium Development Goals).
KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota agar praktek baik dalam pelayanan
kesehatan ibu dan anak (KIA) dapat diadopsi dan disebarluaskan ke daerah-daerah lainnya, maka untuk lebih
memudahkan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan
sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya.
Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin menerapkan tatakelola yang baik dan
penghitungan kebutuhan pemenuhan target standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan. Untuk
membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat
daftar organisasi/konsultan yang selama ini membantu Program KINERJA.
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
Program Kinerja adalah sebuah program tata kelola pemerintahan yang baik yang difokuskan pada
peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik di sektor Pendidikan Dasar (basic education), Kesehatan
Ibu & Anak (Mother and Child Health) dan Iklim Usaha yang baik (Business Enabling Environment). Program
Kinerja dibiayai oleh donor USAID dan dilaksanakan oleh suatu konsorsium konsultan RTI International
sebagai lead-firm dan mitra konsorsiumnya, yaitu The Asia Foundation (TAF), Kemitraan - Partnership, Social
Impact (SI), Lembaga Penelitian SMERU dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Jangka waktu pelaksanaan
program ini adalah 5 tahun dari tanggal 30 September 2010 sampai 28 Februari 2015.
Program Kinerja bekerja di 20 kabupaten/kota di 4 Propinsi yaitu Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan
Sulawesi Selatan. Kinerja bekerja dengan Pemerintah Daerah, Provinsidan Pusat serta Organisasi Masyarakat
Sipil untuk memperkuat mekanisme partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan membantu pemerintah daerah
agar dapat lebih tanggap (responsive) terhadap kebutuhan masyarakat atas tata kelola pelayanan publik yang baik.
Program KINERJA dilakukan melalui pendekatan dua sisi yaitu sisi penyedia layanan (supply) dan sisi
pengguna layanan (demand). Kedua sisi tersebut didorong untuk peningkatan aspek-aspek tatakelola yang
baik (good governance), Pada sisi penyedia layanan, dalam hal ini SKPD/Dinas, unit layanan serta Pemda
(eksekutif dan legislatif) didorong untuk meningkatkan manajemen efisien dan efektif yang berorientasi pada
standar pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan publik. Padapendekatan pengguna layanan (demand
side) dilakukan dengan meningkatkan kepedulian, keterlibatan dan pengawasan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik melalui peran forum multi stakeholder (FMS) atau forum peduli serta jurnalisme warga/media.
Sedangkan pada pendekatan penyedia layanan (supply side) dilakukan dengan meningkatkan kemampuan
pemberi layanan untuk pengelolaan pelayanan berbasis inovasi dan penerapan praktik yang baikuntuk
perbaikan kualitas pelayanan publik yang mengacu kepada pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah
yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal yang telah ditetapkan melalui peraturan perundangan
pemerintah (untuk sektor Pendidikan dengan Permendikbud No.23 th 2013 tentang SPM Pendidikan Dasar di
kab/kota). Ada 27 indikator SPM yang harus dipenuhi sejakdari ketersediaan buku, alat peraga, ruang kelas,
guru, pengawas sekolah, hingga penerapan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
1. Menciptakan insentif untuk meningkatkan kinerja pelayanan pemerintah daerah. Insentif tersebut
mencakup harapan hasil kinerja yang lebih baik, akibat adanya peningkatan keterlibatan warga dan
pertanggungjawaban kepada warga, penghargaan (atau sanksi) atas kinerja yang baik (atau buruk), dan
kebanggaan (atau perasaan malu) ketika kinerja pemerintah daerah diumumkan kepada publik. Bantuan
teknis menghasilkan insentif yang lebih kuat dengan memberi warga suara yang lebih efektif dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, mendukung sistem manajemen kinerja pada pemerintah daerah, dan
meningkatkan persaingan melalui benchmarking, serta program pemberian penghargaan yang kompetitif.
2. Mendorong pengadopsian penyelenggaraan pelayanan yang inovatif. Program Kinerja menawarkan
pilihan intervensi teknis yang tepat sasaran dan dirancang dengan baik di tiga sektor pendidikan,
kesehatan dan iklim usaha. Program berfokus pada elemen-elemen penting dari pelayanan di sektor-
sektor khusus tersebut, beberapa elemen yang mampu memberikan dampak, bukan melaksanakan terlalu
banyak kegiatan yang berlainan.
3. Mereplikasi sistem manajemen yang lebih baik dan mendiseminasinya dengan skala yang lebih luas
melalui organisasi-organisasi perantara dan konsultan. Dampak program Kinerja diperluas secara nasional
melalui diseminasi-diseminasi.
4. Menerapkan skema evaluasi dampak yang cermat dengan menggunakan kabupaten kontrol yang
dipilih secara teliti dan studi mendalam. Evaluasi ini mengukur hasil untuk memberikan informasi tentang
intervensi mana saja yang efektif, mengapa dan bagaimana.
1. Provinsi Aceh: Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Simeulue, danKota Banda Aceh.
2. Provinsi Jawa Timur: Kabupaten Bondowoso, Jember,Probolinggo dan Tulungagung, dan Kota
Probolinggo,
3. Provinsi Sulawesi Selatan: Kabupaten Barru, Bulukumba, Luwu dan Luwu Utara, danKota Makassar.
4. Provinsi Kalimantan Barat:, Kabupaten Bengkayang, Melawi, Sambas, Sekadau dan Kota Singkawang.
Dari 20 kabupaten/kota mitra Kinerja di atas, Kinerja melaksanakan pendampingan SPM bidang kesehatan di
6 kabupaten/kota pada Round-1 dan 13 kabupaten/kota pada Round-2.
Bantuan teknis KINERJA di sektor kesehatan di kabupaten/kota secara umum adalah pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA atau Maternal Neonatal and Child Health/MNCH) dengan fokus pada Persalinan Aman,
Menyusu Dini dan ASI eksklusif (PA-IMD-ASI atau Save delivery, immediate breastfeeding, exclusive
breastfeeding/SD-IBF-EB).
Keberhasilan KINERJA pada pendampingan perencanaan dan penganggaran SPM bidang kesehatan, antara
lain adalah :
Dari sisi proses, keberhasilan pendampingan ini ditunjukkan dengan antara lain:
Dari sisi hasil, keberhasilan pendampingan ini ditunjukkan dengan antara lain:
a) Diintegrasikannya hasil prioritisasi kegiatan dan kebutuhan anggaran SPM Kesehatan ke dalam
dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, seperti oleh Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten
Aceh Singkil, Kabupaten Jember, Kabupaten Singkawang, dan Kabupaten Bulukumba. Kabupaten
Singkawang mengintegrasikan SPM Kesehatan dalam Renstra Dinas Kesehatan dan RPJMD 2013-
2018. Berdasarkan hasil perhitungan costing pada Tahun 2013, Kabupaten Jember melalui KUA-PPAS
2014 telah mengalokasikan sedikitnya 79 Milyar untuk kegiatan pencapaian SPM Kesehatan.
b) Kota Makassar menerbitkan Peraturan Walikota tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan Kota Makassar. Peraturan Walikota ini memuat pasal mengenai target tahunan dan
program prioritas untuk memenuhi nilai dan batas waktu pencapaian SPM Kesehatan 2015. Target
tahunan dan program prioritas ini telah mengacu pada hasil costing SPM Kesehatan Kota Makassar
hasil kerjasama Tim Dinas Kesehatan, MSF, dan Program Kinerja.
Program Perencanaan dan Penganggaran SPM Kesehatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan bersama
stakeholder kabupaten/kota dengan dukungan dari KINERJA menunjukkan bahwa pendekatan yang
digunakan telah membawa hasil dan perubahan, sebagaimana disampaikan diatas. Rekomendasi pertama
KINERJA kepada pimpinan daerah, khususnya daerah dengan anggaran terbatas dan kesenjangan pelayanan
kesehatan yang tinggi, adalah untuk belajar dari pengalaman KINERJA, dari pengalaman itu menghitung
kebutuhan pemenuhan SPM Kesehatan dan mengintegrasikan hasilnya dalam penyusunan dokumen
perencanaan daerah dan APBD.Berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi, yakni:
a) Diperlukan komitmen yang kuat dari para pimpinan daerah (Bupati/Walikota, DPRD, Sekda, dan Kepala
Dinas Kesehatan) untuk menerapkan SPM bidang Kesehatan,
b) Setiap kebijakan pada pelayanan publik hendaknya berorientasi pada target standar pelayanan minimal
sehingga capaiannya dapat diukur dengan jelas,
c) Melibatkan organisasi masyarakat sipil/OMS atau forum-forum multi stakeholder (FMS)
dalampenyelengaraan tata kelola pelayanan kesehatan,
d) Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru,
seperti mendayagunakan Dewan Kota Sehatdan perguruan tinggi setempat.
e) Berkoordinasi dan sinergi antar SKPD dan instansi pemerintah daerah terkait.
f) Menetapkan indikator kinerja dan pengukuran keberhasilan program, dan
g) Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA
sebagai instrument pendukung perbaikan kinerja pelayanan publik.
Organisasi-organisasi Mitra Pelaksana (OMP) dan konsultan mitra pelaksana KINERJA yang telah banyak
membantu pemerintah daerah/Dinas Kesehatan dan forum multi stakeholder dalam pendampingan penerapan
Program Perencanaan dan Penganggaran SPM bidang kesehatan, merupakan aset daerah yang berharga.
Ada beberapa rekomendasi bagi OMP dan Konsultan dalam upaya melanjutkan perannya, yakni:
a) Mengintegrasikan aspek tata kelola yang baik (good governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan
pendampingan dengan melibatkan warga masyarakat dan forum-forum multi stakeholder,
a) tata kelola (governance) yang melibatkan warga masyarakat sebagai pengguna layanan publik,
b) lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan
pemahaman,
c) mengadopsi modul, inovasi dan praktek baik (good practice) yang dikembangkan KINERJA DONOR lain,
serta Kementerian Teknis terkait, seperti KemenPAN,
d) Menyelenggarakan pelatihan peningkatan pelayanan public secara berkala, dengan membuka
kesempatan melibatkan narasumber (OMP, Konsultan, Dinas/Instansi) yang sudah menerapkan praktek
baik inovasi pelayanan publik.
KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di
bidang kesehatan, pendidikan dasar dan iklim usaha yang baik.
KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik
di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik.
Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak replikasi, pemerintah daerah di
Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih berkualitas serta lebih responsif terhadap
kebutuhan dan permintaan warga negara atau pengguna layanan.
Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan warga masyarakat, organisasi masyarakat
sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis
kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
perencanaan dan penerapan SPM peran legislatif DPRD sangat dominan karena fungsi penganggaran berada
di dewan perwakilan rakyat daerah. Peran Bappeda selaku koordinator perencanaan daerah juga sangat
penting.
Sebagian besar program KINERJA dilaksanakan melalui organisasi mitra pelaksana (OMP) dan Konsultan
(short term/STTA) Kinerja, yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa
contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:
1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui kajian dan analisa, seperti Analisa
Anggaran Daerah dan Analisa Penghitungan Kebutuhan Pemenuhan SPM;
2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipatif;
3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan
pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta
Dengan bekerja disisi penyedia (supply side) dan dan pengguna layanan (demand side), maka pendekatan
yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas,
partisipatif, dan responsif.
Di sektor kesehatan, KINERJA melaksanakan paket program pada Persalinan Aman, Menyusu Dini dan
ASI eksklusif (PA-IMD-ASI yang berorientasi standar pelayanan minimal (SPM). Program PA-IMD-ASI ini
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program di bidang kesehatan ibu dan anak (KIA) tidak semata-
mata dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas, melainkan menyangkut beberapa instansi
pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan,
Bagian Hukum, Badan Kepegawaian Daerah, Kecamatan, Desa/Kelurahandan DPRD. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan program PA-IMD-ASI, keterlibatan antar instansi/lembaga/masyarakat warga
sangat penting.
Prinsip-prinsip dalam perencanaan dan penghitungan kebutuhan pemenuhan SPM bidang kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Dengan menerapkan SPM atau standar pelayanan akan mendorong perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik yang berkelanjutan (continuous improvement).
2. Peraturan pemerintah/kementerian terkait SPM dan standar lainnya, dimaksudkan sebagai alat untuk
meningkatkan mutu pelayanan KIA secara merata dan terfokus.
3. Penghitungan SPM menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu ketersediaan data yang baik di
Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit menjadi persyaratan utama.
4. Penghitungan SPM berdasarkan pedoman peraturan regulasi Pemerintah yang berlaku dan mengacu
kepada kesenjangan (gap) antara capaian saat ini dengan sasaran yang ditetapkan secara nasional/
provinsi, jadi bukan hanya apa yang diinginkan kepala dinas/puskesmas, kelompok warga, atau Bupati/
Walikota saja.
5. Penghitungan SPM dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan membentuk Tim Penyusun SPM
yang terdiri dari berbagai unsur: eksekutif, legislatif, masyarakat (tokoh/ahli).
Proses perencanaan dan penghitungan kebutuhan pemenuhan SPM di kabupaten/kota dilaksanakan dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Membuat kesepakatan dengan Kepala Daerah dan Kepala Dinas Kesehatan serta Kepala Bappeda untuk
disepakatinya kegiatan perencanaan dan penghitungan kebutuhan pemenuhan SPM bidang kesehatan.
2. Membentuk Tim Penyusun SPM yang ditetapkan Kepala Dinas Kesehatan. Tim terdiri unsur- unsur
eksekutif, unsur legislatif, dan unsur masyarakat, antara lain: Bidang-bidang di DinKes (Sungram, Yankes,
Kesga), Puskesmas, Bidang SosBud Bappeda, Bagian Keuangan, Bagian Organisasi Setda, Komisi DPRD
membidangi kesehatan, Kecamatan, Perwakilan forum masyarakat peduli kesehatan, Forum Kota Sehat,
Perwakilan Komite Kesehatan (kabupaten/kecamatan).
3. Menetapkan Fasilitator/Pelatih yang akan mendampingi Tim SPM selama proses penyusunan dan
pengitungan costing SPM.
4. Mengadakan Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran atas SPM dan jika diperlukan
melakukan Studi Komparatif penerapan Standar Pelayanan di Kabupaten/kota lainnya.
5. Setelah proses diatas dilalui maka tahap selanjutnya adalah proses yang dilaksanakan oleh Tim Penyusun
SPM yang sudah dibentuk, sejak penghitungan SPM, integrasi hasil kedalam dokumen perencanaan dan
penganggaran daerah/dinas, pelaksanaan program-kegiatan, dan monitoring dan evaluasi.
Dari hasil angket kuisioner evaluasi diri penerapan SPM dalam perencanaan dan penganggaran daerah
kabupaten/kota pada saat lokakarya, banyak daerah kabupaten/kota mitra Kinerja yang belum cukup paham
berkaitan dengan SPM bidang kesehatan dan SKPD terkait masih kurang menerapkan SPM bidang kesehatan
dalam perencanaan dan penganggaran daerah. Hal ini dipengaruhi oleh antara lain:
(1) Belum tersedianya tim yang khusus/fokus mendampingi kabupaten/kota dalam penerapan SPM bidang
kesehatan,
(2) Tim teknis perencanaan di tingkat dinas/puskesmas belum diperkuat dengan pemahaman dan
keterampilan perencanaan dan penganggaran berbasis SPM bidang kesehatan,
(3) Dukungan modul praktis penerapan SPM bidang kesehatan dalam siklus pengelolaan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan belum cukup tersedia,
(4) Perhatian dan dukungan politik bagi perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan berbasis SPM
belum cukup memadai (SPM kesehatan belum menjadi acuan Pemda dan DPRD dalam kebijakan
anggaran daerah).
Dari hasil mini survey di 5 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011
pada awal mulainya pendampingan SPM Kinerja di Sulsel. Hasil mini survey menunjukkan di 5 kabupaten/kota
mitra Kinerja tersebut banyak pelaku yang belum cukup paham dengan standar pelayanan minimal (SPM) dan
belum/kurang menerapkan SPM dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Dari hasil selama pendampingan analisa dan penghitungan costing SPM Kesehatan yang sudah berlangsung
di kabupaten/kota mitra Kinerja, masih banyak daerah kabupaten/kota yang belum memenuhi SPM sesuai
target-target nasional yang ditetapkan (target mengacu Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/PER/
Bantuan Teknis KINERJA di kabupaten/kota dalam peningkatan tata kelola pelayanan publik melalui
pendekatan dua sisi, supply dan demand, membutuhkan dukungan dan komitmen seluruh Stakeholder daerah.
Dengan pelaksanaan lokakarya dan studi banding tersebut muncul kesadaran dan pemahaman tentang
standar pelayanan, sehingga lebih jelas dipahami para pengambil keputusan di kabupaten/kota.
Selanjutnya Dinas Kesehatan kabupaten/kota membentuk Tim Penyusun SPM Kesehatan.
2. Pengaturan Pekerjaan
Di tingkat kabupaten/kota KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang
pelayanan publik yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist) yang ditempatkan di tiap-tiap
kabupaten/kota mitra. Tugas utamanya adalah mengkoordinir program bersama pemerintah daerah, forum
multi stakeholder (MSF), Konsultan (STTA) dan organisasi mitra pelaksana (OMP). Selain itu spesialis juga
bertanggungjawab atas penjaminan mutu pelaksanaan program.
Secara berkala Spesialis dari kantor pusat National Office (NO) Kinerja akan memperkuat pemahaman
tentang penerapan SPM di masing-masing kabupaten/kota atau pada event penting Lokakarya integrasi
SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah.
LPSS selalu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatandan Tim Penyusun SPM yang terdiri dari unsur-unsur
Kepala Bidang/Seksi Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas mitra, Bappeda, Bagian Organisasi, Bagian
Keuangan, dan lembaga-lembaga non pemerintah.
Setelah terbentuk Tim Penyusun SPM, maka Tim bersama Dinas Kesehatan dan LPSS menyusun
rencana kerja dan jadwal pelaksanaan untuk masing-masing tahap kegiatan di tingkat puskesmasdan
kegiatan di tingkat kabupaten/kota atau Dinas Kesehatan. Jadwal rencana kerja harus sesuai jadwal
perencanaan dan penganggaran daerah sehingga pada saat hasil penghitungan SPM selesai bisa
langsung diintegrasikan ke dalam perencanaan daerah dan dianggarkan dalam APBD kabupaten/kota.
Tahap-tahap pendampingan perencanaan penghitungan pencapaian target SPM adalah sebagai berikut
dibawah, yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran pemerintah daerah:
1. Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran atas SPM dan Studi Komparatif penerapan
Standar Pelayanan bidang kesehatan.
2. Review Peraturan di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Penerapan SPM serta peraturan
perundangan tentang SPM Kesehatan.
3. Identifikasi Status Pencapaian SPM dan Sasaran target SPM.
4. Analisis Kesenjangan Capaian (gap) terhadap Target SPM, Prioritisasi Penyebab Kesenjangan, dan
Strategi Penanganan,
5. Penghitungan Kebutuhan Anggaran untuk Mengurangi Kesenjangan Capaian (gap) dan Pelaksanaan
Program/Kegiatan
6. Integrasi Target SPM dan Kebutuhan Anggaran Pencapaian Target SPM ke dalam Dokumen
Perencanaan dan Penganggaran Daerah dan Dinas/SKPD,
Proses Kerja
Pada prinsipnya semua stakeholder bekerjasama dalam pelaksanaan perencanaan SPM di semua
tahapan, namun masing-masing stakeholder mempunyai peran khusus, yaitu :
1. Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran atas SPM dan Studi Komparatif penerapan
Standar Pelayanan bidang kesehatan: Menyelenggarakan lokakarya di kabupaten/kota dengan
mengundang semua stakeholder terkait untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas
pentingnya SPM dan Standar Layanan/service standard. Jika memungkinkan Pejabat daerah
melakukan studi komparatif (banding) ke kabupaten/kota yang telah menerapkan SPM dan Standar
Layanan secara baik dan berhasil untuk memahami dan mendalami langsung permasalahan
penerapan SPM.
2. Review Peraturan di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Penerapan SPM serta peraturan
perundangan tentang SPM Kesehatan: Tim Penyusun SPM dan Dinas melakukan review peraturan-
peraturan terkait SPM untuk mengkaji peraturan yang mendukung / menghambat pencapaian
pemenuhan SPM dan menentukan target sasaran SPM yang harus dicapai kabupaten/kota.
3. Identifikasi Status Pencapaian SPM dan Sasaran target SPM: Mengidentifikasi capaian masing-masing
indikator SPM bidang kesehatan pada tahun ini dan beberapa tahun sebelumnya, baik di tingkat unit
layanan/puskesmas dan tingkat kabupaten/kota (Dinas).
4. Analisis Kesenjangan Capaian (gap) terhadap Target SPM, Prioritisasi Penyebab Kesenjangan, dan
Strategi Penanganan: Menganalisis kesenjangan (gap) masing-masing indikator SPM Kesehatan
antara capaian dengan target Nasional yang ditetapkan. Serta mengidentifikasi nilai gap yang terbesar
hingga terkecil. Gap yang besar akan prioritas ditangani lebih dahulu. Dilanjutkan menganalisis
penyebab terjadinya gap dengan memilih salah satu metode misal pohon masalah atau fishbone,
kemudian menyusun program-kegiatan untuk mengatasi masalah serta membuat prioritas rangking
dan strategi penanganannya.
5. Penghitungan Kebutuhan Anggaran untuk Mengurangi Kesenjangan Capaian (gap) dan Pelaksanaan
Program/Kegiatan: Setelah ditentukan rangking program-kegiatan dan strateginya maka dilakukan
penghitungan kebutuhan biaya untuk melaksanakannya secara bertahap, pada umumnya dalam
jangka menengah 3-5 tahun, disesuaikan dengan target SPM yang harus dicapai.
6. Integrasi Target SPM dan Kebutuhan Anggaran Pencapaian Target SPM ke dalam Dokumen
Perencanaan dan Penganggaran Daerah dan Dinas/SKPD: Melaksanakan lokakarya hasil
penghitungan costing SPM dengan mengundang berbagai pihak (uji publik) dan mengintegrasikan hasil
costing SPM ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran Dinas dan Daerah, seperti: RKA,
KUA-PPAS, RENJA, RKPD, RENSTRA DINAS dan RPJMD Kabupaten/kota.
7. Monitoring dan Evaluasi Kemajuan Capaian SPM: Tim Penyusun SPM dan Dinas memantau/
monitoring pelaksanaan program-kegiatan yang sedang diimplementasikan, mengevaluasi capaian
Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam daya tanggap terhadap kebutuhan pembiayaan
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) berbasis SPM, ketrampilan penghitungan dan kesenjangan
pembiayaan SPM Kesehatan, Staf/Pejabat Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang turut langsung
melakukan penghitungan SPM akan lebih menjiwai peningkatan pelayanan publik berbasis standar.
Peningkatan keterlibatan elemen masyarakat dalam penyelenggaraan program SPM. Forum-forum
multi stakeholder di Kabupaten/Kotamitra Kinerja telah menunjukkan keterlibatan dan berperan secara
signifikan dalam setiap tahapan program.
Peningkatan kemampuan pengalokasian anggaran sektor kesehatan dalam melaksanakan program-
kegiatannya untuk mencapai target SPM.
Munculnya kebijakan-kebijakan daerah (Peraturan Walikota) untuk penerapan pelayanan kesehatan
yang berbasis SPM.
Tantangan
Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
program Perencanaan SPM bidang Kesehatan, yakni antara lain:
Meskipun sebagian besar staf/pejabat Dinas Kesehatan memahami dan mengerti SPM Kesehatan,
namun masih banyak pejabat kabupaten/kota yang belum memahami pentingnya penerapan SPM
dalam pelayanan publik, termasuk unsur DPRD dan Bupati/Walikota dan Wakilnya,
Hampir di sebagian besar kabupaten/kota perihal manajemen data cukup bermasalah/tidak lengkap
dan tidak tersimpan baik, kadang validitasnya diragukan. Sehingga pada saat melaksanakan
identifikasi capaian SPM kesulitan dalam penyediaan data yang diperlukan sehingga dibutuhkan waktu
panjang untuk mengumpulkan dan klarifikasi data. Hal ini terjadi baik di tingkat Puskesmas maupun
tingkat Dinas dan Kabupaten/kota.
Proses akhir penghitungan SPM dan hasil costing SPM-nya terlambat sehingga tidak sesuai dengan
siklus perencanaan dan penganggaran daerah. Akibatnya hasil costing SPM terlambat diintegrasikan
ke dalam dokumen penganggaran daerah, hal ini berdampak tidak/kurang tersedia alokasi anggaran
untuk pemenuhan target SPM.
Keterbatasan anggaran daerah yang tersedia dan kebutuhan sektor lain yang dipandang lebih
prioritas menyebabkan pemenuhan SPM Kesehatan belum terpenuhi dan rencana program-kegiatan
pemenuhan SPM yang sudah disusun tidak dapat segera dilaksanakan.
Keterbatasan waktu dan Kapasitas para pegawai yang menangani program SPM yang masih kurang
sehingga proses penghitungan, penyusunan rekomendasi teknis, dan pengintegrasian ke dalam
perencanaan dan penganggaran menjadi lambat. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi
melalui lokakarya dan pendampingan yang intensif.
Kapasitas personil sebagian Konsultan dan/atau organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga
pada awal pelaksanaan program proses pendampingan kepada pemerintah daerah dan multi
stakeholder belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasi melalui dukungan bimbingan teknis
oleh kantor pusat National Office KINERJA.
Keberhasilan Program
Program SPM Kesehatan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dapat dijadikan contoh keberhasilan
Program Penghitungan (Costing) Kebutuhan Pemenuhan Target SPM Kesehatan. Kotaini menghadapi
masalah kesenjangan capaian SPM terhadap target SPM Kesehatan.
Dalam rangka mengatasi kesenjangan capaian SPM bidang kesehatan, Pemerintah Kota Makassar
(Dinas dan Puskesmas) bekerja sama dengan forum multi stakeholder kesehatan Kota Makassar dan
Konsultan STTA Kinerja melakukan penghitungan kesenjangan capaian untuk setiap indikator SPM
bidang Kesehatan. Perhitungan dilakukan melalui serangkaian workshop yang melibatkan tidak hanya
3 puskesmas mitra Kinerja (pilot) tetapi juga 20 puskesmas lainnya di Kota Makasar. Hasil perhitungan/
costing SPM kemudian diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaaan dan penganggaran daerah
(Renja, RKA, Renstra, RPJMD Kota Makassar).
Pembuatan Peraturan Walikota tentang Penerapan SPM di Kota Makasar, melalui serangkaian
diskusi dan advokasi intensif antara SKPD/dinas pemerintah, Bagian Hukum Setda dan wakil forum
multi stakeholder beserta wakil-wakil seluruh puskesmas. Perwali tersebut telah disahkan pada akhir
Desember 2013 dan meresmikan kebijakan pemerintah daerah untuk menjamin penyediaan pelayanan
kesehatan yang berbasis SPM yang didukung tidak hanya oleh Dinas Kesehatan tetapi juga oleh
SKPD terkait lainnya seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda. Implementasi peraturan walikota
ini selanjutnya akan dipantau oleh forum multi-stakeholder dan diterjemahkan implementasinya pada
setiap puskesmas di Kota Makasar (46 puskemas).
Pendekatan KINERJA mengedepankan keterlibatan dari dua sisi, yakni sisi penyedia layanan (supply:
Dinas/SKPD dan unit layananan/puskesmas) dan sisi pengguna layanan (masyarakat yang diwakili forum
multi stakeholder kesehatan). Di sisi penyedia layanan, pendekatan ini bertujuan untuk memperkuat
pemerintah daerah dalam hal:
Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif
(jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini
didorong atas dasar kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti kebaikan bersama yang
menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah.
c) Strategi Program
5). Pemantauan dan evaluasi implementasi costing dan Perwali oleh MSF
Menyusul penerbitan Peraturan Walikota tentang penerapan SPM Kesehatan, forum multi-
stakeholder, Dewan Kota Sehat dan jurnalisme warga (JW) memantau pelaksanaan hasil costing
dan Perwali tentang penerapan SPM Kesehatan.
Hasil nyata perkembangan pencapaian SPM Kesehatan Kota Makassar yang memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan inisiatif, meliputi:
1) Semakin meningkatnya inisiatif Pemda dalam penerapan SPM, yang ditunjukkan dengan
disahkannya Peraturan Walikota tentang Penerapan SPM Kota Makassar.
2) Program hasil costing telah digunakan dalam perencanaan dan penganggaran daerah dan Dinas
Kesehatan.
3) Seluruh puskesmas telah dilibatkan dalam lokakarya perhitungan SPM sehingga meningkat
pemahamannya tentang SPM Bidang Kesehatan.
2. Program Pengungkit
Program SPM yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah telah
menunjukkan hasil-hasil yang baik. Keberhasilan ini tidak hanya ditunjukkan dengan implementasi
program dan anggaran pemenuhan SPM Kesehatan, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap
proses program, dari inisiasi, perencanaan hingga pelaksanaannya. Keterlibatan masyarakat seperti
ini merupakan bentuk nyata keterbukaan dan akuntabilitas publik yang dimandatkan oleh peraturan
perundangan.
Keberhasilan Program SPM ini dapat dijadikan pengungkit untuk program-program lainnya, tidak hanya
di sektor kesehatan, tetapi juga sektor-sektor lainnya dan di instansi-instansi lainnya. Masih banyak
urusan wajib yang bersifat pelayanan dasar yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan ini apabila
pemerintah daerah dan masyarakat mempunyai kepedulian dan kemauan untuk secara bersama-sama
melaksanakannya.
Program KINERJA untuk SPM Kesehatan bekerja di sedikit daerah, dari ratusan daerah kabupaten/kota
di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di
daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA berharap daerah-daerah lain dapat melihat manfaat bagi
pemerintah daerah dan masyarakat dari penghitungan kebutuhan pemenuhan SPM, dan bersedia mereplikasi
dan mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program peningkatan pelayanan
publik sektor kesehatan. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga
pendidikan dan pelatihan untuk pegawai dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya.
Bagi daerah kabupaten/kota yang berminat menerapkan program Perencanaan SPM Kesehatan dengan
pendekatan tatakelola (governance) dua sisi supply dan demand yang dikembangkan KINERJA, makaakan
lebih mudah memahami jika sebelumnya mengadakan Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran
atas pentingnya SPM danakan lebih baik lagi jika para pejabat pengambil keputusan bisa melakukan studi
komparatif kunjungan ke salahsatu kabupaten/kota KINERJA yang telah menerapkan SPM dengan baik.
Sehingga dapat melihat secara nyata penerapan SPM bidang kesehatan.
Dalam melaksanaan program pendekatan yang dikembangkan oleh KINERJA, pemerintah daerah diharapkan
memanfaatkan Konsultan atau OMP yang telah dibina oleh KINERJA karena mereka yang mengetahui dan
menguasai pendekatan yang dikembangkan oleh KINERJA.
Berdasarkan pengalaman KINERJA, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan
mereplikasi metoda dan pendekatan KINERJA untuk program SPM.
a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Kesehatan untuk melaksanakan
program SPM. Komitmen ini ditunjukkan dengan kabijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan,
petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan
penganggaran daerah.
b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama
pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.
c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola perencanaan
SPM. Oleh karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk
kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan,
perencanaan, dan pelaksanaannya.
d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru.
Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru,
melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada.
Namun untuk menunjang keberhasilan perlu ada champion-champion (pelaku yang mendorong dengan
kuat) baik dari lingkungan Pemda atau Non-Pemda/masyarakat/MSF.
e. Berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Dalam pelaksanaannya, Program
SPM memerlukan keterlibatan instansi-instansi lainnya, terutama Bappeda dan Bagian Keuangan. Selain
itu, DPRD juga diperlukan keterlibatannya karena institusi inilah yang memberi persetujuan pada setiap
program dan anggaran.
f. Menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan.
g. Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA.
Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan,
dan acuan pelaksanaan program.
Rekomendasi untuk para calon Konsultan atau OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan
mereplikasi program SPM adalah:
a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan
pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder.
b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta.
c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang
melaksanakan program.
d. Menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri
maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.
Lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat) di berbagai tingkatan pemerintahan mempunyai peran
strategis dalam pendayagunaan aparatur negara karena secara periodik menyelenggarakan latihan untuk
pegawai negeri sipil (PNS). Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:
a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata
kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik.
b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan
pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kagiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan
secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil
pelatihan.
c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga Diklat mempunyai modul-modul
tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal
tata kelola dan governance.
Bagi pembaca yang mau membaca komentar pihak lain tentang upaya KINERJA untuk memenuhi SPM
Kesehatan, silahkan membaca Lampiran A tentang praktek baik, testimoni, dan bahan promosi.
Bagi pembaca yang mau mempelajari lebih dalam tentang Uraian Substansi, silahkan membaca Lampiran B.
Bagi pembaca yang mau mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran
C (Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Training). Bahan lengkap dapat dibaca dalam CD yang terlampir.
Lampiran D, E, F, G, H, I adalah,Definisi Operasional & Formula Penghitungan Indikator SPM, Formulir dan
Tally-sheet untuk Pengumpulan Data SPM, Templet Penyusunan Laporan SPM, Daftar Pustaka, Bahan dalam
CD (compact disc), serta Daftar Singkatan/Istilah.
DAFTAR LAMPIRAN
MODUL 4 Pilihan dan Prioritas Kegiatan Intervensi untuk Memenuhi Gap 121
Tujuan Pembelajaran 121
Pendahuluan 122
Faktor Sukses Pendukung Pencapaian Pemenuhan SPM 123
Kebijakan dan Peraturan Daerah yang Mendukung Pencapaian SPM 124
Kebijakan Program dan Budgeting Pendukung Pencapaian SPM 126
Teknis Identifikasi Program dan Kegiatan 126
Teknik Prioritisasi Kegiatan Pemenuhan SPM 129
Kegiatan Rutin dan Terobosan Pemenuhan SPM 133
Kategorisasi Kegiatan Rutin dan Kegiatan Akselerasi SPM 142
Kegiatan dan Sumber Pembiayaan 143
Rekomendasi Praktek Governance 145
Contoh Presentasi di CD 145
MODUL 6 Integrasi Hasil Costing & Pembiayaan SPM dalam Perencanaan 186
dan Penganggaran
Tujuan Pembelajaran 186
Pendahuluan 187
Integrasi dalam RPJMD 187
Integrasi dalam Perencanaan Tahunan Daerah (RKPD, KUA PPAS) 194
Integrasi dalam RENSTRA 205
Integrasi dalam RENJA dan RKA 209
Contoh Presentasi di CD 217
MODUL 7 Teknik Monitoring dan Evaluasi serta Laporan Kinerja SPM 227
Tujuan Pembelajaran 227
Pendahuluan 227
Catatan untuk Pelajaran 234
MODUL 4 Pilihan dan Prioritas Kegiatan Intervensi untuk Memenuhi Gap 268
Peserta yang Diundang 265
Persiapan untuk Training 268
Fasilitasi 269
MODUL 6 Integrasi Hasil Costing & Pembiayaan SPM dalam Perencanaan 277
dan Penganggaran
Peserta yang Diundang 277
Persiapan untuk Training 277
MODUL 7 Teknik Monitoring dan Evaluasi serta Laporan Kinerja SPM 281
Peserta yang Diundang 281
Persiapan 281
Fasilitasi 282
LAMPIRAN E Formulir dan tally-sheet yang relevan untuk pengumpulan data SPM 305
Dengan adanya SPM ini, akan membuat layanan (kesehatan) lebih efektif dan efisien. Harapan
nya adalah masyarakat yang dilayani lebih puas.
H. Binakir, SKM
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah
"Untuk program Kinerja yang dilakukan di puskesmas Simpang Tiga itu banyak, terutama
membantu dalam hal pembentukan pelayananya itu tentang SOP standar pelayanan operasional,
kemudian SPM. Itu banyak sekali manfaat yang diberikan kepada kita. Dengan adanya Kinerja,
masukan, arahan dari mereka itu, sehingga kita bisa memaksimalkan membuat SOP alur, SPM
seperti apa sehingga bisa kita laksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh dinas itu sendiri."
Risnawati
Kepala Puskesmas Simpang Tiga
Bukit, Bener Meriah, Aceh
"Beberapa kegiatan yang difasilitasi oleh USAID-Kinerja yang pernah kita ikuti yang pertama itu
adalah pendampingan SPM, Standar Pelayanan Minimal. Jadi ini merupakan sesuatu yang sangat
bermanfaat sekali yang saya rasakan di dinas kesehatan karena terus terang saja sebelum itu
Ahmad Kismed
Kepala Dinas Kesehatan Kota Singkawang, Kalimantan Barat
Muhammad Ichsan,
Ketua Forum Peduli Kesehatan (Forum Multi-Stakeholder)
Latar Belakang
Uraian substansi Perencanaan dan Penganggaran Pemenuhan SPM di Bidang Kesehatan untuk
Kabupaten/Kota ini disusun sebagai sumber informasi bagi pihak yang ingin mereplikasikan keberhasilan
program KINERJA-USAID di daerah yang terbukti sukses dalam perencanaan peningkatan mutu
kesehatan.
Dalam pelaksanaan program KINERJA-USAID, bagian dari bahan ini juga dipakai
dalam pembahasan para pemimpin daerah dalam proses penentuan kebijakan proses pembentukan tim,
serta perencanaan dan penganggaran pemenuhan SPM di program kesehatan,
Multi Stakeholder Forum (MSF) yang diikutsertakan dalam proses sebagai bahan dukungan dalam
advokasi sehingga lahir suatu kebijakan peningkatan mutu pelayanan kesehatan (lihat juga buku seri
lessons-learnt KINERJA-USAID tentang MSF),
media (lihat juga buku seri lessons-learnt KINERJA-USAID tentang MSF).
Dalam lampiran ini dibahas konsep dasar service standard, langkah-langkah dalam penyusunan rencana
pencapaian SPM kesehatan, yang terdiri dari identifikasi tingkat pencapaian mutu pelayanan, analisis
kesenjangan, strategi untuk memenuhi kesenjangan, prioritisasi kegiatan intervensi, serta costing
dan pembiayaan pemenuhan SPM. Disamping itu, sebagai jaminan bahwa rencana pencapaian yang
telah disusun tersebut akan dapat terlaksana dengan baik, dalam modul ini juga akan dibahas tentang
pengintegrasian hasil costing dan pembiayaan SPM dalam perencanaan dan penganggaran daerah dan
SKPD. Sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari seluruh pelaksanaan kegiataan dalam rangka
pencapaian SPM ini adalah pembahasan tentang teknik monitoring dan evaluasi, serta pelaporan kinerja
pencapaian SPM. Pada bagian terakhir dari modul akan dibahas tentang pelaksanaan good governance
atau praktek yang baik dalam penerapan SPM kesehatan.
Materi yang dibahas dalam modul pendampingan ini terbagi menjadi 9 topik, sebagaimana diuraikan
berikut ini:
1. Modul 1: Pengantar: Pentingnya Standar Pelayanan dalam Peningkatan Pelayanan Bidang Kesehatan,
yang membahas standar pelayanan bidang kesehatan, SPM kesehatan, serta pentingnya SPM dan
perencanaan pemenuhan SPM kesehatan, dan pentingnya costing sebagai dasar perencanaan.
2. Modul 2: Mengidentifikasi Tingkat Pencapaian SPM, yang membahas identifikasi capaian SPM per-
indikator, data yang relevan, formulir dan tally-sheet KINERJA, teknik pengumpulan data, metode
pengolahan data, penyimpulan hasil pengumpulan data dan mengetahui data capaian kinerja SPM terkini
3. Modul 3: Analisis Gap: Capaian Terkini vs Target Nasional, yang membahas target SPM nasional normatif,
capaian eksisting SPM daerah, gap SPM nasional vs lokal/daerah, teknis identifikasi faktor kesenjangan
serta identifikasi faktor utama penyebab kesenjangan.
4. Modul 4: Pilihan dan Prioritas Kegiatan Intervensi untuk Memenuhi Gap, yang membahas faktor sukses
pendukung pencapaian pemenuhan SPM, teknis identifikasi program dan kegiatan, kebijakan dan
peraturan daerah,program dan budgeting yang mendukung pencapaian SPM, teknis prioritisasi kegiatan
penentuan SPMdan akselerasi SPM, serta rekomendasi praktek governance.
5. Modul 5: Costing dan Pembiayaan Pemenuhan SPM, yang membahas kegiatan SPM dan sumber
pembiayaan, prinsip costing, penyepakatan unit cost daerah, costing aktivitas, costing indikator, costing
layanan, dan penghitungan total pembiayaan SPM, serta skenario pemenuhan pembiayaan SPM tahun
jamak.
6. Modul 6: Integrasi Hasil Costing dan Pembiayaan SPM dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah
dan SKPD, yang membahas integrasinya dalam dokumen perencanaan lima tahunan daerah (RPJMD),
perencanaan tahunan daerah (RKPD, KUA PPAS), perencanaan lima tahunan SKPD (renstra),
perencanaan tahunan SKPD (Renja dan RKA), serta sosialisasi kepada masyarakat.
7. Modul 7: Teknik Monitoring dan Evaluasi Serta Laporan Kinerja SPM yang membahas langkah monev dan
pelaporan.
8. Modul 8: Praktek yang Baik dalam Penerapan Standar Layanan, yang membahas praktek baik (Good
Practices) dalam penerapan SPM, dan
Tujuan Pembelajaran
Memahami konsep standar layanan (services standard atau SS) dan SPM bidang kesehatan dan
memahami keterkaitan services standard dan SPM dengan paket program KINERJA.
Pendahuluan
Kajian tentang standar pelayanan (service standard) di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir ini
semakin mengemuka, sejalan dengan adanya peraturan perundangan tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Konsep SPM muncul sebagai bentuk tindak lanjut yang diambil oleh pemerintah pusat
terhadap undang-undang tentang pemerintah daerah yang mengatur adanya pembagian kewenangan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Beberapa peraturan yang terkait dengan SPM
diantaranya adalah:
Dalam UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan tentang adanya beberapa jenis
kewenangan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Hal ini dipertegas lagi dalam
PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Untuk menjamin bahwa pemerintah daerah
melaksanakan beberapa urusan wajibnya dengan baik, maka dibuatlah aturan tentang SPM, yaitu PP
65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM.
SPM mengatur tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Sampai dengan tahun 2013 pemerintah pusat telah
menetapkan 13 SPM. Masing-masing kementrian terkait dharapkan segera menindaklanjuti dalam bentuk
petunjuk teknis pelaksanaannya.
Di dalam penjelasan atas PP 65/ 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, disebutkan bahwa tujuan dari penetapan kebijakan tentang SPM ini dimaksudkan untuk:
1. Menjamin hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah dengan
mutu tertentu.
2. Menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan
dasar, sehingga SPM dapat menjadi dasar menentukan kebutuhan pembiayaan daerah.
Dengan memperhatikan kronologis lahirnya SPM di Indonesia serta dengan mencermati berbagai peraturan
terkait, dapat disimpukan bahwa SPM memegang peranan yang sangat penting, karena menjadi salah satu
tolok ukur keberhasilan pembangunan di daerah. Oleh karena itulah masing-masing daerah harus paham
betul konsep SPM ini sehingga mampu menciptakan strategi yang jitu dalam mencapainya.
Hal inilah yang melatarbelakangi KINERJA mengangkat kajian tentang service standard ini sebagai
salah satu bidang garapan prioritas. KINERJA berupaya meningkatkan penyediaan pelayanan oleh
pemerintah daerah di tiga bidang kritis, yaitu pendidikan, kesehatan dan iklim usaha yang baik. Program
ini mencakup kendala-kendala sisi penawaran maupun permintaan dalam meningkatkan penyediaan
pelayanan dan berupaya memperkuat mekanisme akuntabilitas.
1. Latar belakang
Bidang kesehatan merupakan salah satu bidang yang menjadi prioritas pembangunan di Indonesia. Pada
banyak kabupaten/kota, kesehatan selalu menduduki 3 sektor teratas yang dianggap penting, disamping
sektor pendidikan dan perekonomian. Pentingnya sektor kesehatan sehingga selalu menjadi sektor
prioritas dalam pembangunan daerah diantaranya dilandasi oleh pemikiran sebagai berikut:
Unsur utama penggerak pembangunan adalah sumber daya manusia (SDM). Agar dapat berkontribusi
optimal bagi pembangunan, SDM harus dalam kondisi kesehatan yang optimal pula.
Bidang garapan sektor kesehatan sangat luas, yaitu meliputi seluruh fase kehidupan manusia, mulai dari
sebelum dilakukannya pembuahan hingga akhir kehidupan manusia, masa kehamilan, persalinan, masa
nifas, bayi, balita, anak-anak, remaja, masa usia subur, dewasa, dan lansia.
Standar Layanan bidang kesehatan memiliki peran strategis sebagai alat kendali mutu yang utama.
Standar layanan tidak hanya berbicara tentang sasaran dalam pengadaan layanan, tetapi juga mencakup
hal-hal berikut ini:
Standar Layanan bidang kesehatan di Indonesia diimplementasikan dalam bentuk ketetapan tentang
SPM bidang kesehatan.
2. SPM Kesehatan
Pengertian SPM berdasarkan PP 65/2005 pasal 1 ayat (6), SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diterima oleh setiap warga secara minimal.
Pengertian SPM tersebut diacu dalam Permendagri 6/2007.Untuk tiap jenis pelayanan, harus jelas tolok ukurnya
yang disebut dengan indikator SPM. Indikator merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang memberikan
petunjuk/indikasi terhadap adanya perubahan atau penyimpangan terhadap nilai yang telah ditetapkan.
Lahirnya konsep SPM kesehatan di Indonesia sejalan dengan perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia
dari pola sentralisasi ke arah desentralisasi. Standar Pelayanan Minimal adalah salah satu instrumen
Pemerintah untuk mengendalikan desentralisasi dan otonomi daerah agar pelayanan dasar diperhatikan serta
diprioritaskan oleh pemerintah daerah.SPM disusun untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
Dengan adanya SPM ini, pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya dapat dengan jelas memahami program
dan jenis pelayanan kesehatan dasar minimal serta indikator kinerja masing-masing kegiatan, beserta target
Dengan adanya SPM bidang kesehatan diharapkan pelayanan kesehatan yang menjadi kebutuhan utama
masyarakat dapat dipenuhi pada tingkat yang ditetapkan sebagai yang paling minimal secara nasional. Hal
ini dimaksudkan agar dapat mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan antar daerah, dan lebih lanjut
diharapkan dapat memelihara dan menjaga keutuhan negara Republik Indonesia. Pelayanan dasar kepada
masyarakat adalah fungsi pemerintah dalam memberikan dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.
Dalam Permenkes 741/2008 disebutkan bahwa SPM untuk bidang kesehatan terdiri dari 4 jenis pelayanan, yaitu:
Masing-masing pelayanan tersebut diterjemahkan ke dalam indikator khusus, yang secara total teridiri dari 18
indikator. Rincian SPM kesehatan selengkapnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Khusus untuk indikator Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit, diperinci lagi menjadi 5 indikator, yaitu:
a. Cakupan penemuan penderita Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun
b. Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita
c. Cakupan Penemuan pasien baru TB BTA Positif
d. Cakupan Penderita DBD yang ditangani
e. Cakupan Penemuan penderita diare
Sebagai penjabaran dari Permenkes 741/MENKES/PER/VII2008 ini kementerian Kesehatan telah menerbitkan
pula petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota yang tertuang dalam
keputusan Menteri Kesehatan No. 828/MENKES/SK/IX/2008. Di dalam KMK No. 828 tahun 2008 tersebut
dijelaskan tentang pengertian, definisi operasional, cara perhitungan atau rumus, sumber data, rujukan, target,
langkah kegiatan, serta SDM yang dibutuhkan demi terselenggaranya SPM kesehatan.
Standar pelayanan minimal merupakan janji dari satuan kerja dalam menyediakan pelayanan wajib kepada
masyarakat yang dilayani. SPM memberikan informasi indikator kinerja dan nilai yang terukur secara kualitas
dan kuantitas Pentingnya SPM diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tolok ukur kinerja pelayanan dasar kepada masyarakat yang secara minimal harus disediakan
oleh daerah dalam penyelenggaraan urusan wajib.
2. Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal
3. Faktor penentu serta karakteristik dari jenis pelayanan dasar, indikator dan nilai, batas waktu pencapaian,
dan pengorganisasian penyelenggaraan pelayanan dasar dimaksud
4. Prestasi kuantitatif dan kualitatif menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi, berupa
masukan, proses, keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan
1. Hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar dari Pemerintah Daerah menjadi lebih terjamin
dengan mutu tertentu
2. Sebagai landasan untuk menentukan perimbangan keuangan yang lebih merata dan transparan
3. Menentukan total anggaran yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan dasar.
4. Mempermudah terselenggaranya sistem manajemen penganggaran berbasis kinerja
Hal tersebut sejalan dengan konsep yang diusung oleh undang-undang pelayanan publik No. 25 tahun
2009. Di dalam UU No. 25 tahun 2009 disebutkan bahwa Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Undang-undang ini dilahirkan dengan makssud untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik sesuai dengan azas-azas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk
memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk itulah setiap penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun dan
menetapkan standar pelayanan.
Untuk pelayanan bidang kesehatan, karena merupakan salah satu kewenangan wajib, jenis dan target
standar pelayanan minimal diatur secara tersentral oleh pemerintah pusat, yaitu melalui Permenkes 741/
MENKES/PER/VII2008 dan KMK. No. 828/MENKES/SK/IX/2008. SPM bidang kesehatan disusun sebagai alat
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat secara merata. Pencapaian SPM bidang kesehatan akan menjadi unsur penilaian kinerja atau LPJ
Kepala Daerah sehingga lebih akurat, terukur, transparan dan akuntabel.
Penyusunan rencana pemenuhan SPM bidang kesehatan merupakan proses penting untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan wajib bidang kesehatan yang merupakan hak dasar masyarakat. Rencana
pemenuhan SPM ini menjadi salah satu acuan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan dan
penganggaran penyelenggaraan pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam permendagri
54/2010 pasal 11 ayat 1 huruf c yang menyebutkan bahwa program kegiatan alokasi dana, sumber pendanaan
dirumuskan dalam RPJMD, RKPD, Renstra SKPD dan Renja SKPD disusun berdasarkan urusan wajib yang
mengacu pada SPM sesuai dengan kondisi daerah dan masyarakat atau urusan yang menjadi tanggung jawab
SKPD. Ayat 6 juga menegaskan kembali bahwa perumusan capaian kinerja setiap program dan kegiatan
harus berpedoman pada rencana pencapaian SPM berdasarkan ketentuan perundang-undangan disesuaikan
dengan kemampuan daerah.
Untuk memenuhi target SPM kesehatan yang telah ditetapkan, dibutuhkan sejumlah sumber daya untuk
menjalankan berbagai kegiatan intervensi yang akan dilakukan. Dalam Permenkes 741/MENKES/PER/
VII2008 Pasal 11 ayat (2) disebutkan bahwa pendanaan yang berakitan dengan penerapan, pencapaian
kinerja/target, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan subsistem
informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah
daerah dan dibebankan pada APBD. SPM yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat menjadi salah satu acuan
bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Untuk itulah daerah harus mempunyai hitungan yang pasti mengenai besaran biaya yang diperlukan
untuk menyelenggarakan suatu jenis pelayanan tertentu. Selain itu, dengan diketahuinya seluruh kebutuhan
biaya untuk tercapainya indikator SPM, maka akan dapat ditetapkan juga berapa kebutuhan biaya yang
Perhitungan kebutuhan biaya ini didasarkan pada hasil perhitungan riil atas kegiatan yang telah dilakukan,
sesuai dengan standar biaya yang berlaku di masing-masing daerah. Dengan adanya costing SPM akan
dapat ditentukan Standard Spending Assesment (SSA) atau SAB (Standar Analisis Biaya), yaitu perhitungan
biaya untuk suatu pelayanan, dan perhitungan kebutuhan agregat minimum pembiayaan Daerah. Disamping
itu juga menjadi landasan dalam menentukan anggaran suatu pelayanan publik, perimbangan keuangan dan
anggaran berbasis kinerja. Hal ini penting juga sebagai dasar pertimbangan dalam mengalokasikan dana
bagi fasilitas kesehatan dengan mempertimbangkan kondisi geografis. Secara umum manfaatnya adalah
memberikan informasi bagi pengambilan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy decision) dalam
bidang pembiayaan kesehatan baik di tingkat nasional maupun daerah.
Melalui costing SPM akan dapat diketahui model pembiayaan normatif (pembakuan biaya) pada tingkat
kabupaten untuk memperhitungkan biaya SPM yang realistis dan dinamis. Hasil perhitungan biaya SPM akan
menentukan total anggaran yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan dasar. Hal ini akan menjadi
landasan untuk menentukan perimbangan keuangan yang lebih merata dan transparan.
Tata-pemerintahan yang baik (good governance) kini menjadi salah satu kata kunci dalam wacana untuk
membenahi sistem administrasi publik. Good corporate governance merupakan konsep untuk meningkatkan
transparasi dan akuntabilitas yang saat ini dianjurkan dipergunakan pada lembaga usaha. Diharapkan dengan
penggunaan corporate governance akan ada sistem manajemen yang meningkatkan efisensi. Pengertian
efisiensi ini yaitu bagaimana cara meningkatkan hasil semaksimal mungkin.
Komponen penting konsep Good governance dalam sistem kesehatan melibatkan beberapa unsur, yaitu: (1)
pemerintah; (2) masyarakat; dan (3) kelompok pelaku usaha. Hubungan antara ketiga komponen ini perlu
dirinci agar terjadi tata aturan yang baik dalam sistem. Beberapa hal yang menunjukkan adanya keterlibatan
ketiga unsur tersebut dalam pencapaian SPM diantaranya adalah:
1. Sistem perencanaan yang melibatkan masyarakat dan pelaku usaha sebagai sumber informasi.
2. Adanya sharing sumber daya dari kelompok pelaku usaha dan masyarakat dalam kegiatan pencapaian
Dari unsur pemerintah sendiri, good governance dapat dilihat dari adanya integrasi kegiatan pada semua level
pemerintah. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai penanggungjawab utama terselenggaranya
SPM kesehatan menunjukkan komitmen yang tinggi dalam bentuk dukungan kebijakan dan sumber daya.
Hal ini tercermin dari adanya integrasi perencanaan dan pembiayaan SPM kesehatan ke dalam perencanaan
dan pembiayaan pemerintah daerah (RPJMD dan renstra SKPD).
Lihat materi presentasi pada folder modul-1 : Presentasi 1.2 Pentingnya Costing SPM
c) Presentasi modul 1.3 Praktek governance dalam standar pelayanan publik bidang
kesehatan.
Lihat materi presentasi pada folder modul-1: Presentasi 1.3 Praktek governance dalam standar pelayanan
publik bidang kesehatan.
Tujuan Pembelajaran
Untuk bisa mengidentifikasi tingkat pencapaian SPM kesehatan secara tepat, perlu dipahami terlebih
dahulu definisi operasional dari masing-masing indikator serta formula pengukurannya. Sub pokok
bahasan berikut akan menjelaskan tentang definisi operasional dan cara pengukuran dari setiap
indikator SPM.
Secara normatif indikator dapat diartikan sebagai sebuah ukuran tertentu yang mampu mengambarkan
kecenderungan, indikasi, nilai, perkembangan atau indek tertentu. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi
kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam
pencapaian SPM. Indikator tersebut dapat berupa indikator masukan, proses, keluaran, hasil dan/atau manfaat
pelayanan dasar. Tiap indikator harus jelas standar pencapaiannya (threshold), yang dalam permendagri
disebut dengan nilai (lampiran Permendagri No 6/2007).
Setiap jenis pelayanan wajib yang menjadi bagian dari SPM kesehatan harus dapat diukur pencapaiannya.
Pemerintah melalui kementerian kesehatan telah menetapkan target untuk masing-masing indikator yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota .
Pengukuran indikator layanan SPM secara umum diformulasikan dalam bentuk pembilang dibagi penyebut
x 100%.
Pembilang
Indikator SPM X 100%
Penyebut
Pembilang menunjukkan representasi dari target yang sudah dilayani, sedang penyebut merupakan
representasi dari keseluruhan target yang ada. Dengan mengikuti formula di atas, maka pencapaian indikator
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI C, definisi operasional dan formula pengukuran pencapaian
masing-masing indikator SPM kesehatan adalah sebagai berikut:
Pembilang: Penyebut:
Jumlah ibu hamil yang telah Jumlah sasaran ibu hamil di satu
memperoleh pelayanan antenatal wilayah kerja dalam kurun waktu
sesuai standar minimal 4 kali di yang sama.
satu wilayah kerja pada kurun
Jumlah sasaran Ibu Hamil dihitung
waktu tertentu.
melalui estimasi dengan rumus :
1,10 x Crude Birth Rate x Jumlah
Penduduk (pada tahun yang sama).
Pembilang: Penyebut:
3 Cakupan pertolongan Jumlah ibu bersalin yg ditolong oleh tenaga kesehatan di satu
persalinan oleh wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
tenaga kesehatan X 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu
yang memiliki
wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama
kompetensi
kebidanan Pembilang: Penyebut:
Jumlah ibu bersalin yang ditolong Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin
oleh tenaga kesehatan di satu di satu wilayah kerja dalam kurun
wilayah kerja pada kurun waktu waktu yang sama.
tertentu.
Jumlah seluruh Ibu Bersalin dihitung
melalui estimasi dengan rumus :
1,05 x Crude Birth Rate x Jumlah
Penduduk.
4 Cakupan pelayanan Jumlah ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas
nifas sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Seluruh Ibu nifas di satu wilayah kerja
dalam kurun waktu yang sama
Pembilang: Penyebut:
Jumlah ibu nifas yang telah Jumlah seluruh ibu nifas di satu
memperoleh 3 kali pelayanan nifas wilayah kerja dalam kurun waktu
sesuai standar di satu wilayah yang sama.
kerja pada kurun waktu tertentu.
Jumlah seluruh Ibu Nifas dihitung
melalui estimasi dengan rumus: 1,05
x Crude Birth Rate (CBR) x Jumlah
Penduduk.
Pembilang: Penyebut:
Jumlah bayi yang memperoleh Seluruh bayi lahir hidup di satu wilayah
pelayanan kesehatan sesuai kerja dalam kurun waktu sama.
dengan standar, paling sedikit 4
Jika tidak ada data dapat digunakan
kali di satu wilayah kerja pada
angka estimasi jumlah bayi lahir hidup
kurun waktu tertentu.
berdasarkan data BPS atau perhitungan
CBR x jumlah penduduk.
Pembilang: Penyebut:
Pembilang: Penyebut:
Jumlah anak balita (12 59 bulan) Jumlah seluruh anak balita (12 59
yang memperoleh pelayanan bulan) di satu wilayah kerja dalam
pemantauan pertumbuhan minimal kurun waktu tertentu.
8 kali di satu wilayah kerja pada
waktu kurun tertentu.
10 Cakupan balita gizi Jumlah balita gizi buruk mendapat perawatan di sarana
buruk mendapat pelayanan kesehatan di satu wilayah kerja pada waktu tertentu
perawatan X 100%
Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah
kerja dalam waktu yg sama
Pembilang: Penyebut:
Jumlah balita gizi buruk mendapat Jumlah seluruh balita gizi buruk yang
perawatan di sarana pelayanan ditemukan di satu wilayah kerja pada
kesehatan di satu wilayah kerja kurun waktu yang sama.
pada kurun waktu tertentu.
Pembilang: Penyebut:
Pembilang: Penyebut:
Jumlah kasus AFP non Polio Jumlah Penduduk <15 tahun di satu
pada penduduk <15 tahun di satu wilayah kerja dalam kurun waktu
wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
tertentu.
Pembilang: Penyebut:
Jumlah penderita Pneumonia Jumlah perkiraan penderita
Balita yang yang ditangani di satu Pneumonia Balita di satu wilayah
wilayah kerja pada kurun waktu kerja pada kurun waktu yang sama.
satu tahun.
Jumlah perkiraan penderita
pneumonia balita adalah 10% dari
jumlah balita disatu wilayah kerja
dalam kurun waktu satu tahun.
c. Penemuan pasien Jumlah pasien baru TB BTA positif yang ditemukan dan diobati
baru TB BTA Positif dalam satu wilayah selama satu tahun.
X 100%
Jumlah perkiraan pasien baru TB BTA positif dalam satu wilayah
dalam waktu satu tahun yang sama.
Pembilang: Penyebut:
Jumlah pasien baru TB BTA Positif Jumlah perkiraan pasien baru TB BTA
yang ditemukan dan diobati dalam (+) dalam satu wilayah pada waktu
satu wilayah selama satu tahun. satu tahun.
Pembilang: Penyebut:
Pembilang: Penyebut:
Pembilang: Penyebut:
Jumlah desa siaga yang aktif di Jumlah desa siaga yang dibentuk
satu wilayah pada kurun waktu di satu wilayah pada kurun waktu
tertentu. tertentu.
Ketepatan hasil pengukuran capaian SPM kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas data yang dikumpulkan.
Beberapa ciri data yang berkualitas diantaranya adalah:
1) Lengkap, dalam arti data berasal dari berbagai sumber dan meliputi seluruh variabel yang dibutuhkan.
2) Akurat, yaitu data sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
3) Tepat waktu, yaitu data dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
Untuk unsur kelengkapan data, dalam petunjuk teknis SPM (Kepmenkes 828/MENKES/SK/IX/2008) telah
dijelaskan mengenai berbagai sumber data yang relevan untuk masing-masing indikator.Berikut ini tabel
mengenai sumber data untuk masing-masing indikator SPM.
JENIS
INDIKATOR SUMBER DATA
PELAYANAN
PELAYANAN 1. Cakupan kunjungan Ibu Hamil 1. SIMPUS (LB 3) dan SIRS termasuk
KESEHATAN K- 4 pelayanan yang dilakukan oleh swasta.
DASAR 2. Kohort ibu.
3. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA
JENIS
INDIKATOR SUMBER DATA
PELAYANAN
10. Cakupan balita gizi buruk R-1 /gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W-1 (laporan
mendapat perawatan wabah KLB), laporan KLB gizi buruk Puskesmas,
dan atau Rumah Sakit
PROMOSI 18. Cakupan Desa Siaga Aktif 4. Hasil pencatatan kegiatan Puskesmas dan
KESEHATAN DAN Laporan Profil PSM/UKBM
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Penyebut:
Jumlah Ibu
dengan
komplikasi
kebidanan
3 Dst...
...
Dengan memanfaatkan formulir identifikasi data seperti tabel di atas, akan dapat diketahui jika ada jenis data
yang sama untuk indikator SPM yang berbeda. Di samping itu juga dapat dikenali adanya data yang saling
terkait antara satu indikator dengan indikator lainnya.
Beberapa contoh data yang sama atau saling terkait adalah sebagai berikut:
1. Data jumlah penduduk diperlukan untuk menghitung jumlah penyebut pada indikator 1 (cakupan kunjungan
Ibu Hamil K- 4), indikator 2 (cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani), indikator 3 (cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan), indikator 4 (cakupan
pelayanan nifas), indikator 13 (Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit)
2. Data jumlah sasaran ibu hamil yang digunakan pada indikator 1 (cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4) akan
digunakan juga untuk indikator 2 (cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani), karena perhitungan
jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan dilakukan dengan mengalikan jumlah sasaran ibu hamil dengan
angka estimasi 20%.
3. Ada keterkaitan antara data jumlah persalinan (ditolong nakes dan non nakes) dengan data jumlah bayi
lahir (lahir hidup dan lahir mati).
Analisis seperti di atas penting dilakukan untuk menjaga konsistensi data. Temuan tersebut akan menjadi
dasar bagi pelaksanaan koordinasi antar program.
Setelah berbagai jenis data yang relevan diidentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengumpulan data. Untuk mempermudah kegiatan pengumpulan data, diperlukan alat bantu berupa formulir
dan tally sheet. Selengkapnya mengenai formulir pengumpulan data akan dibahas dalam sub pokok bahasan
berikut ini.
Untuk mempermudah pengumpulan data, dibutuhkan formulir pengumpulan data yang mampu secara spesifik
menampilkan jenis dan sumber data, sehingga kelengkapan dan akurasi data dapat terjaga. Beberapa formulir
pencatatan rutin Puskesmas sebenarnya telah mengakomodasi kebutuhan ini. Tetapi untuk keperluan praktis
dapat juga dikembangkan formulir data sheet sendiri secara sederhana.
Sebagai contoh, untuk indikator cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat, formulir
pengumpulan data yang mungkin dikembangkan adalah sebagai berikut.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
Pusk A SD A
SD B
SD C
Dst...
Pusk B
Pusk C
Dst...
TOTAL
Keterangan:
Kolom (1) : Diisi dengan nama Puskesmas. Jika formulir ini digunakan untuk tingkat Puskesmas,
tidak perlu ada kolom Nama Puskesmas, tetapi Nama Puskesmas tertulis pada judul tabel
Kolom (2) : Diisi nama sekolah (Sumber data: Diknas setempat)
Kolom (3) : Diisi jumlah murid kelas 1 sekolah yang namanya tersebut pada kolom (2) (Sumber data:
Diknas setempat)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dihitung capaian indikator Cakupan pejaringan kesehatan siswa SD dan
setingkat dengan cara: TOTAL Kolom (16) dibagi TOTAL kolom (3) kali 100%.
Perhitungan capaian SPM seperti telah dijelaskan pada sub pokok bahasan sebelumnya, akan dapat
dilakukan jika data pembilang dan penyebut diketahui dengan baik. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa
pengumpulan data menjadi aktivitas yang sangat penting. Tanpa data yang lengkap dan akurat, angka capaian
yang dihasilkan tidak akan menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itulah pemahaman tentang
metode atau teknik pengumpulan data (data collecting) menjadi syarat wajib untuk bisa melakukan perhitungan
capaian SPM.
Konsep SPM adalah konsep pembangunan wilayah, sehingga angka pembilang dan penyebut yang dihitung
adalah penjumlahan angka hasil kerja seluruh pemberi pelayanan kesehatan di suatu wilayah, baik pemerintah
maupun swasta, baik organisasi maupun individu. Dengan demikian data untuk perhitungan capaian SPM
berasal dari berbagai sumber.
Secara teoritis, data dapat diklasifikan menjadi beberapa jenis menurut kategori tertentu.
Penjelasan selengkapnya seperti tergambar dalam tabel berikut
Klasifikasi data
Jika dilihat dari berbagai ciri yang ada, data SPM yang direkap oleh Dinas Kesehatan seluruhnya adalah data
sekunder yaitu berasal dari Puskesmas, RS, atau institusi lain. Sedangkan di tingkat Puskesmas dapat berupa
data primer maupun data sekunder. Data primer misalnya data pencatatan langsung pada saat kunjungan ibu
hamil ke Puskesmas. Data sekunder misalnya data rekapan kunjungan ibu hamil dari Bidan Praktek Swasta
(BPS), klinik swasta, atau RS swasta. Menurut sifat datanya, data yang dikumpulkan untuk menghitung
pencapaian SPM termasuk kategori data kuantitatif. Hal ini bisa dipahami karea seluruh indikator SPM
menggunakan target kuantitatif sebagai ukuran keberhasilannya.
Jika dilihat menurut sumber, data SPM bisa berupa data data internal dan data eksternal. Data internal yang
diaksud adalah data yang bersumber dari dalam Puskesmas, misalnya: jumlah kunjungan K4 di Puskesmas,
jumlah persalinan yang dilakukan di Puskesmas. Data eksternal adalah data yang berasal dari luar
Puskesmas, misalnya: data jumlah penduduk, data jumlah SD/MI.
Tetapi jika dilihat menurut periodisasi waktu pengumpulan data, sebaiknya semua data SPM merupakan
data rutin. Jika seluruh data SPM telah terkategori data rutin hal ini menunjukkan telah terdapat mekanisme
pengumpulan data yang baku dan ditaati oleh seluruh pihak, sehingga secara rutin seluruh data tersebut
terkumpul ke Puskesmas.
Mekanisme pengumpulan data yang tepat berperan penting bagi terkumpulnya data yang lengkap. Tetapi
sayangnya hal ini tidaklah mudah. Salah satu yang membuat pengumpulan data menjadi aktivitas yang cukup
sulit dilakukan adalah karena saat ini koordinasi antar berbagai institusi/pihak pemberi pelayanan kesehatan
dalam hal pencatatan dan pelaporan masih sangat kurang. Disinilah pentingnya aktivitas Pemantauan
Wilayah Sekitar (PWS) dilakukan secara intensif dengan pendekatan aktif. Maksudnya Puskesmas selaku
penanggungjawab pembangunan kesehatan di level kecamatan harus aktif menjadi pengumpul data, baik
melalui bidan di desa atau petugas pembina desa yang lain.
Dalam aktivitas pengumpulan data ini, masyarakat memegang peranan yang sangat penting, mengingat
masyarakat merupakan sasaran kegiatan sekaligus sumber data utama. Sebagai contoh, untuk indikator
Cakupan Desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam, masyarakatlah
yang selalu menjadi informan pertama atas terjadinya KLB di suatu wilayah.
Masyarakat dalam arti luas meliputi juga para tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. Peran
para tokoh ini merupakan key succes bagi tersedianya data SPM yang lengkap. Keberadaan Forum Multi
Stakeholder (FMS) cukup memberikan daya ungkit, terutama dalam mekanisme koordinasi dan pengendalian.
Pengolaan data dapat diartikan sebagai proses manipulasi dari kumpulan data ke dalam bentuk yang lebih
berarti, dapat dimengerti secara jelas dan lengkap oleh penerima informasi. Dalam sub pokok bahasan
sebelumnya telah dijelaskan bahwa data untuk perhitungan SPM kesehatan terdiri dari banyak data yang
berasal dari berbagai sumber. Sebelum dihitung dengan menggunakan formula pada masing-masing indikator,
berbagai data tersebut harus diolah dulu untuk memastikan kebenaran dan kelengkapannya.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data SPM kesehatan adalah sebagai berikut:
Cleaning dan editing dilakukan dengan tujuan untuk mengecek kembali unsur data yang terkumpul, apakah
sudah sesuai dengan kebutuhan ataukah masih ada yang kurang. Jika masih ada kekurangan, segera
dilakukan upaya untuk memenuhinya. Konsistensi data antar indikator juga perlu dilihat. Beberapa indikator
yang memanfaatkan data sejenis, hendaknya datanya juga tidak berbeda. Demikian juga untuk data yang
sifatnya ada interrelasi, harus dibuktikan bahwa jumlahnya benar.
Tabel: Jumlah persalinan di wilayah Tabel: Jumlah bayi di wilayah Tabel: Pelaksanaan imunisasi
kerja Puskesmas X tahun 2013 kerja Puskesmas X tahun 2013 BCG di wilayah kerja Puskesmas
X tahun 2013
Jumlah Jumlah Total Jumlah Jumlah Bayi Total Jumlah
Jumlah Bayi
No Bulan Persalinan Persalinan Jumlah No Bulan Bayi Lahlr No Bulan Diimunisasi
Lahir Hidup Bayi
Nakes non nakes Persalinan Mati BCG
Jumlah bayi lahir mati + hidup Data jumlah bayi lahir hidup akan
bulan = total jumlah persalinan masuk menjadi data total jumlah
bayi. Tetapi angka total jumlah
bayi bisa saja lebih besar dari
angka jumlah bayi lahir hidup,
karena total jumlah bayi pada tahun
tersebut beberapa diantaranya
berasal dari bayi yang lahir pada
tahun sebelumnya, maksimal bulan
Maret. Tetapi khusus untuk sasaran
imunisasi BCG, harusnya sama
dengan jumlah bayi lahir hidup
Dari ke tiga tabel di atas, beberapa hal yang dapat dipelajari adalah:
1. Data jumlah persalinan dibutuhkan untuk menghitung capaian indikator 3 (Cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan). Data jumlah bayi dan pelaksanaan imunisasi
diperlukan untuk menghitung capaian indikator 6 (cakupan kunjungan bayi) dan indikator 7 (Cakupan
Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI))
2. Data jumlah bayi lahir hidup harus ada konsistensi dengan data total jumlah persalinan dikurangi dengan
jumlah bayi lahir mati.
4. Jika jumlah bayi yang diimunisasi BCG kecil, maka hasil perhitungan indikator 6 dan indikator 7 pasti
juga kecil, karena persyaratan untuk dapat dihitung sebagai jumlah bayi yang memenuhi persyaratan
standar (pembilang pada indikator 6) salah satunya adalah harus mendapat imunisasi BCG. Demikian
juga untuk menghitung jumlah desa UCI (pembilang pada indikator 7), pelaksanaan imunisasi BCG juga
termasuk salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa dikatakan bahwa seorang bayi/anak telah
mendapatkan imunisasi lengkap.
Simulasi di atas hanya merupakan contoh beberapa hal yang bisa dicermati dari data yang telah terkumpul.
Masih banyak analisis serupa yang bisa dilakukan pada beberapa data yang lain. Tujuan dilakukan proses ini
adalah untuk menjaga akurasi atau ketepatan data.
Beberapa angka penyebut dalam indikator SPM adalah angka hasil estimasi, sehingga diperlukan pengolahan
khusus sesuai dengan petunjuk perhitungan yang tertulis dalam kepmenkes 828/MENKES/SK/IX/2008.
Beberapa data tersebut adalah:
1. Jumlah sasaran ibu hamil sebagai penyebut pada indikator 1 (Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4),
2. Jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan sebagai penyebut pada indikator 2 (Cakupan komplikasi
kebidanan yang ditangani),
3. Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin sebagai penyebut pada indikator 3 (Cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan),
4. Jumlah seluruh Ibu nifas sebagai penyebut pada indikator 4 (Cakupan Pelayanan Nifas),
5. Jumlah perkiraan penderita Pneumonia balita, jumlah perkiraan pasien baru TB BTA positif, dan jumlah
perkiraan penderita diare, sebagai penyebut pada indikator 13 (Cakupan penemuan dan penangan
penderita penyakit)
Dalam Kepmenkes 828/MENKES/SK/IX/2008 telah dijelaskan mekanisme untuk melakukan estimasi, yaitu
sebagai berikut:
Bn = B0 X (1+ r ) n
Keterangan:
Berdasarkan target yang akan dicapai dan dikalikan dengan estimasi obyek layanan pada tahun bersangkutan,
akan diperoleh besaran obyek yang akan dilayani pada tahun tersebut.
A1 = T1 X B1
Keterangan:
Angka A1 inilah yang masuk ke dalam rencana pencapaian SPM, untuk menjadi dasar penyusunan rencana
kegiatan dan pembiayaannya.
Categorizing adalah aktivitas mengelompokkan berbagai data ke dalam kelompok data yang sejenis. Seperti
telah dibahas sebelumnya, data yang membentuk satu angka pembilang dari sebuah indikator SPM berasal
dari banyak data dari berbagai sumber. Oleh karena itu prosedur selanjutnya dalam pengolahan data adalah
mengenali sebuah data itu akan menjadi unsur pembentuk untuk indikator yang mana, dan dikelompokkan
berdasarkan indikator yang sesuai.
Setelah semua data pembentuk sebuah indikator berhasil diidentifikasi, seluruh data tersebut dijumlahkan
untuk mendapatkan nilai akhir. Angka inilah yang dimasukkan ke dalam formula perhitungan capaian SPM.
Untuk mempermudah pembacaan hasil pengolahan data, dapat dilakukan penyajian dalam bentuk tabulasi,
diagram, atau pemetaan, sesuai dengan kebutuhan.
Dalam menyusun rencana pemenuhan target SPM yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan
jangka waktu sampai dengan tahun 2015, maka daerah harus mampu menyusun rencana yang efektif dengan
memanfaatkan sisa waktu yang ada. Terkait tujuan tersebut, daerah perlu melakukan estimasi sehingga
diperoleh gambaran mengenai tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan pada waktu yang akan datang.
Hasil akhir perhitungan capaian SPM menunjukkan tingkat keberhasilan daerah dalam memenuhi target.
Angka hasil perhitungan tersebut jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan akan dapat diambil
kesimpulan yang terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
Penyimpulan hasil pengumpulan data dilakukan dengan membandingkan angka capaian riil dengan target,
baik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Perhitungan capaian SPM dapat dilakukan secara manual, maupun dengan memanfatkan bantuan program
excel sehingga menjadi lebih mudah dan akurat. Jika perhitungan dilakukan dengan menggunakan aplikasi
program excel, dapat dibuat format sederhana seperti dalam tabel berikut ini.
Angka pencapaian SPM menggambarkan tingkat keberhasilan pelaksanaan SPM untuk satu wilayah
kabupaten/kota.Angka ini menunjukkan kinerja pelayanan kesehatan dari seluruh unsur pemberi pelayanan
kesehatan (PPK) di wilayah kabupaten/kota tersebut, baik pemerintah maupun swasta, baik individu maupun
institusi.
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di CD
yang terlampir:
www.kinerja.or.id
PENCAPAIAN SPM KABUPATEN ................. TAHUN 20......
Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Total
No. Indikator SPM Data yang dibutuhkan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kab.
(UCI)
8 Cakupan Jml anak balita yg memperoleh
pelayanan anak pelayanan
0
balita pemantauan pertumbuhan
www.kinerja.or.id
Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Pusk Total
No. Indikator SPM Data yang dibutuhkan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kab.
12 Cakupan peserta Jumlah PUS yang
www.kinerja.or.id
KB aktif menggunakan kontrasepsi 0
Jumlah seluruh Pasangan Usia
Subur 0
13 a Acute Flacid Jumlah kasus AFP non Polio
Paralysis (AFP) yang dilaporkan 0
rate per 100.000
penduduk < 15 Jumlah Penduduk < 15 tahun
tahun 0
13 b Penemuan Jumlah penderita pneumonia
Penderita balita yang ditangani 0
Pneumonia Balita
Jumlah perkiraan penderita
Pneumonia balita di satu 0
Wilayah
13 c Penemuan Jumlah pasien baru TB BTA
pasien baru TB positif yang ditemukan dan 0
BTA Positif diobati
Jumlah perkiraan pasien baru
TB BTA positif 0
13 d Penderita DBD Jumlah penderita DBD yang
yang ditangani ditangani sesuai SOP 0
www.kinerja.or.id
c) Presentasi 2.3 Teknik Pengumpulan Data
Lihat materi presentasi pada folder modul-2 : Presentasi 2.3 Teknik Pengumpulan Data
Tujuan Pembelajaran
Modul ini menuraikan bagaimana melakukan analisis kesenjangan dalam pencapaian SPM, dengan:
Di dalam PP 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal disebutkan
bahwa indikator SPM merupakan tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa
masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. Sebagai upaya pemerintah pusat untuk memacu daerah
dalam implementasi SPM, ditetapkan pula target nasional yang menjadi tolok ukur keberhasilan daerah pada
masing-masing indikator.
Ditetapkannya target SPM nasional dimaksudkan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan kesehatan di
daerah. Hal ini diharapkan dapat memacu daerah agar bekerja sebaik mungkin untuk memenuhi target SPM.
Dalam Kepmenkes 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota, telah disebutkan secara jelas target SPM nasional. Selengkapnya target SPM
nasional diuraikan berikut ini.
TARGET
NO. INDIKATOR SPM
2015
1 Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4 95%
2 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80%
3 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki 95%
kompetensi kebidanan
4 Cakupan Pelayanan Nifas 95%
5 Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80%
6 Cakupan Kunjungan Bayi 90%
7 Cakupan Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) >95%
8 Cakupan pelayanan anak balita 90%
9 Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan 100%
keluarga miskin
10 Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100%
11 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100%
12 Cakupan peserta KB aktif 70%
Secara nasional batas akhir yang ditetapkan adalah tahun 2015. Tetapi masing-masing daerah diharapkan
menindaklanjuti dengan membuat keputusan tentang pentahapan pencapaian SPM tersebut. Sebagai contoh,
pemerintah Propinsi Jawa Timur telah membuat pentahapan target pencapaian SPM tersebut pertahun, mulai
tahun 2011 hingga 2015, sebagai berikut.
TARGET (%)
NO. INDIKATOR SPM
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4 85 90 91 92 93 94 95
2 Cakupan komplikasi kebidanan yang 80 80 80 80 80 80 80
ditangani
3 Cakupan pertolongan persalinan 90 90 93 94 94 95 95
oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
4 Cakupan Pelayanan Nifas 90 94 95 95 95 95 95
5 Cakupan Neonatus dengan komplikasi 80 71 73 75 77 80 80
yang ditangani
TARGET (%)
NO. INDIKATOR SPM
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
6 Cakupan Kunjungan Bayi 75 90 90 90 90 90 100
7 Cakupan Desa/ Kelurahan Universal >90 >95 >95 >95 >95 >95 >95
Child Immunization (UCI)
8 Cakupan pelayanan anak balita 75 79 81 83 85 87 100
9 Cakupan pemberian makanan 100 100 100 100 100 100 100
pendamping ASI pada anak usia 6 24
bulan keluarga miskin
10 Cakupan balita gizi buruk mendapat 100 100 100 100 100 100 100
perawatan
11 Cakupan penjaringan kesehatan siswa 100 100 100 100 100 100 100
SD dan setingkat
12 Cakupan peserta KB aktif 67 68 70 70 >70 >70 >70
13 Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per >2 >2 >2 >2 >2 >2 >2
100.000 penduduk < 15 tahun*)
Penemuan Penderita Pneumonia Balita 80 45 70 80 90 100 100
Penemuan pasien baru TB BTA Positif 45 65 70 75 80 85 90
Penderita DBD yang ditangani 100 100 100 100 100 100 100
Penemuan penderita diare 90 100 100 100 100 100 100
14 Cakupan pelayanan kesehatan dasar 85 90 95 100 100 100 100
pasien masyarakat miskin
15 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan 100 100 100 100 100 100 100
pasien masyarakat miskin
16 Cakupan Pelayanan Gawat Darurat 75 80 85 90 95 100 100
level 1 yang harus diberikan Sarana
Kesehatan (RS) di Kab/ Kota
17 Cakupan Desa/kelurahan mengalami >80 >85 >90 >95 100 100 100
KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi < 24 jam
18 Cakupan Desa Siaga Aktif 20 30 40 50 45 70 80
Setiap awal tahun, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diwajibkan untuk menghitung pencapaian eksisting SPM
kesehatan di wilayahnya. Hasil perhitungan ini dilaporkan kepada kepala daerah tingkat II, kepala daerah
tingkat I, dan menteri kesehatan. Hal ini dimaksudkan sebagai laporan pertanggungjawaban daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan wajib bagi masyarakat. Mekanisme perhitungan capaian SPM secara detail
telah dijelaskan pada bab 3.
Hasil perhitungan capaian eksisting SPM daerah selanjutnya dibandingkan dengan target yang telah
ditetapkan. Dari hasil perbandingan tersebut akan dapat diidentifikasi adanya gap atau kesenjangan antara
pencapaian SPM dibandingkan dengan target, baik target daerah maupun target nasional. Adanya gap ini
menunjukkan ada masalah pada indikator tersebut.
Metode sederhana untuk mengenali adanya gap antara pencapaian SPM terkini dengan target daerah dan
target nasional adalah dengan membuat tabulasi dan diagram hasil perhitungan SPM.
Target daerah
No. Indikator SPM Pencapaian
tahun .....
1 Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4 95,82% 92%
2 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 45,51% 80%
3 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
96,32% 94%
memiliki kompetensi kebidanan
Target daerah
No. Indikator SPM Pencapaian
tahun .....
4 Cakupan Pelayanan Nifas 96,66% 95%
5 Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang ditangani 58,16% 75%
6 Cakupan Kunjungan Bayi 94,44% 90%
7 Cakupan Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization
86,21% 95%
(UCI)
8 Cakupan pelayanan anak balita 88,85% 83%
9 Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak
100,00% 100%
usia 6 24 bulan keluarga miskin
10 Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100,00% 100%
11 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 98,84% 100%
12 Cakupan peserta KB aktif 76,04% 70%
13 a Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15
5,24 >2
tahun
13 b Penemuan Penderita Pneumonia Balita 58,76% 80%
13 c Penemuan pasien baru TB BTA Positif 104,76% 75%
13 d Penderita DBD yang ditangani 100,00% 100%
13 e Penemuan penderita diare 84,75% 100%
14 Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat
93,03% 100%
miskin
15 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
4,19% 100%
miskin
16 Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus
100,00% 90%
diberikan Sarana Kesehatan (RS) di Kab/ Kota
17 Cakupan Desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan
100,00% 95%
penyelidikan epidemiologi < 24 jam
18 Cakupan Desa Siaga Aktif 100,00% 50%
Bentuk visuaisasi lain yang memungkinkan proses identifikasi gap dengan lebih mudah
adalah dengan grafik berbentuk jaring laba-laba, seperti tergambar berikut ini.
Dengan melihat tampilan grafik jaring laba-laba di atas, jika bidang berwarna biru masih terlihat berarti untuk
indikator tersebut belum berhasil mencapai target. Semakin lebar bidang berwarna biru yang terlihat, berarti
gap yang ada juga semakin lebar. Dalam contoh kasus di atas, ada 8 indikator yang belum mencapai target,
yaitu indikator 2, indikator 5, indikator 7, indikator 11, indikator 13 b, indikator 13 e, indikator 14, dan indikator
15. Gap paling besar ada pada indikator 15, yaitu mengenai cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien
masyarakat miskin, sedang gap paling kecil ada pada indikator 11, yaitu Cakupan penjaringan kesehatan siswa
SD dan setingkat.
Khusus untuk indikator 13 a yaitu mengenai Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15
tahun dilakukan analisis secara terpisah, karena ada perbedaan satuan dengan indikator lain. Seluruh indikator
SPM kesehatan mulai dari indikator 1 hingga indikator 18 menggunakan satuan persen, kecuali indiaktor 13 a
yang menggunakan jumlah absolut.
Gap antara status capaian masing-masing daerah dengan target nasional merupakan volume atau beban kerja
yang harus dikejar oleh pemerintah daerah dalam kurun waktu sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dalam
target nasional (tahun 2015).
Kesenjangan capaian indikator SPM menunjukkan bahwa ada masalah dalam pelaksanaan SPM tersebut.
Agar bisa disusun rencana intervensi untuk mengatasi masalah, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui
penyebab terjadinya gap. Tujuan dilakukannya analisis penyebab gap ini adalah untuk mengetahui akar
penyebab utama dari gap tersebut, sehingga upaya pemecahan masalah menjadi lebih terfokus.
Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya kesenjangan.
Dua diantaranya yang cukup populer adalah fishbone diagram (sering disebut sebagai ishikawa diagram) dan
problem tree (pohon masalah). Dua teknik tersebut memiliki pendekatan yang hampir sama, yaitu merunut
faktor penyebab terjadinya masalah secara bertahap mulai dari penyebab primer, sekunder, hingga tersier.
Beda utamanya selain pada visualisasi gambar (dimana fishbone berbentuk duri ikan sedang problem tree
berbentuk pohon) adalah pada fishbone penyebab dikategorisasi menurut faktor tertentu, sedang pada
problem tree penyebab langsung diidentifikasi sesuai dengan kontribusinya terhadap terjadinya masalah.
Penjelasan masing-masing teknik tersebut adalah sebagai berikut.
Fishbone diagram adalah sebuah teknik untuk melakukan analisis penyebab masalah. Fishbone diagram
sering pula disebut dengan Ishikawa diagram, karena teknik ini dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa dari
Jepang.
1) Lebih terstruktur
2) Mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dengan cara yang sistematik
E
D
Keterangan:
A : Masalah
B : Kategori penyebab D : Penyebab sekunder
C : Penyebab primer E : Penyebab tersier
Problem tree merupakan salah satu metode perencanaan yang digunakan untuk menganalisis penyebab
terjadinya masalah. Disebut problem tree karena visualisasi dari teknik ini membentuk sebuah pola hubungan
yang mengikuti bentuk sebuah pohon. Unsur utama dari pohon ada 3, yaitu akar, batang dan daun. Demikian
pula dalam problem tree ini, ketiga unsur tersebut juga ditemukan. Batang menggambarkan masalah yang
hendak dipecahkan, akar menggambarkan penyebab terjadinya masalah, sedang daun mengambarkan
dampak atau akibat dari timbulnya masalah.
Manfaat penggunaan problem tree hampir sama dengan manfaat penggunaan fishbone, yaitu dapat
digunakan untuk melakukan identifikasi penyebab suatu masalah, mencari akar penyebab suatu masalah, dan
menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
1. Tuliskan masalah yang akan dicari penyebabnya pada bagian tengah pohon (batang pohon)
2. Dari masalah tersebut tarik garis ke atas dan ke bawah. Garis ke bawah untuk mengidentifikasi penyebab,
sedang garis ke atas untuk mengidentifikasi dampak atau konsekuensi dari masalah tersebut
3. Fokuskan lebih dulu pada garis yang ke bawah, atau garis penyebab msalah masalah. Mulailah mencari
penyebab dengan menjawab pertanyaan: Mengapa masalah X terjadi?
4. Penyebab yang dinilai merupakan penyebab langsung (penyebab primer) dituliskan persis di bawah
masalah. Tidak ada aturan berapa jumlah penyebab primer yang harus diidentifkasi.
5. Lanjutkan dengan mencari penyebab sekunder, dengan mengajukan pertanyaan: Mengapa penyebab
primer tersebut terjadi?
6. Penyebab sekunder ditulis di bawah masing-masing penyebab primer yang sesuai
7. Lanjutkan dengan mencari penyebab tersier, dengan mengajukan pertanyaan: Mengapa penyebab
primer tersebut terjadi?
8. Penyebab tersier ditulis di bawah masing-masing penyebab sekunder yang sesuai
9. Jika identifikasi faktor penyebab dianggap sudah cukup, beralihlah ke dampak/konsenkuensi, dengan
mengajukan pertanyaan: Apa dampak atau konsekuansi yang timbul dari masalah X?
10. Tuliskan dampak atau konseuensi tersebut di atas kotak masalah.
11. Lakukan pendekatan yang sama, dengan memulai dari konsekuensi primer, lanjut ke sekunder sampai
dengan tersier.
Visualisasi dari teknik problem tree ini adalah di bagan yang berikut.
Kedua teknik analisis penyebab masalah yang telah diuraikan di atas dalam aplikasinya sebaiknya dilakukan
secara berkelompok.Penggalian ide penyebab dilakukan melalui diskusi baik berupa brainstorming maupun
diskusi terarah. Tidak ada aturan baku mengenai jumlah maupun jenjang penyebab yang harus diidentifikasi.
Rambu-rambu yang disarankan adalah, penggalian penyebab harus diakhiri jika faktor penyebab yang
teridentifikasi termasuk faktor yang unmanagable (tidak bisa dintervensi).
Jika proses identifikasi penyebab telah selesai, maka akan ditemukan sekelompok penyebab masalah.
Prosedur selanjutnya adalah menentukan faktor utama penyebab kesenjangan diantara berbagai penyebab
masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Penyebab utama inilah yang akan ditindaklanjuti untuk diintervensi.
Uraian selengkapnya pada sub pokok bahasan berikut ini.
Dampak
Tersier
Dampak
Sekunder
Dampak
Primer
Masalah
Penyebab
Sekunder
Penyebab
Tersier
Kedua teknik analisis penyebab masalah yang telah diuraikan di atas dalam aplikasinya sebaiknya dilakukan
secara berkelompok. Penggalian ide penyebab dilakukan melalui diskusi baik berupa brainstorming maupun
diskusi terarah. Tidak ada aturan baku mengenai jumlah maupun jenjang penyebab yang harus diidentifikasi.
Rambu-rambu yang disarankan adalah, penggalian penyebab harus diakhiri jika faktor penyebab yang
teridentifikasi termasuk faktor yang unmanagable (tidak bisa dintervensi).
Jika proses identifikasi penyebab telah selesai, maka akan ditemukan sekelompok penyebab masalah.
Prosedur selanjutnya adalah menentukan faktor utama penyebab kesenjangan diantara berbagai penyebab
masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Penyebab utama inilah yang akan ditindaklanjuti untuk diintervensi.
Uraian selengkapnya pada sub pokok bahasan beriikut ini.
Proses fishbone atau problem tree akan menghasilkan beberapa faktor yang merupakan penyebab primer,
sekunder dan tersier. Akar masalah diidentifikasi dari faktor penyebab yang paling luar (penyebab tersier). Akar
masalah inilah yang disebut sebagai faktor utama penyebab kesenjangan.
E
D
Masalah
Penyebab
Primer
Penyebab
Sekunder
Penyebab
Tersier
Gambar di atas menunjukkan bahwa penyebab E atau penyebab tersier diidentifkasi sebagai akar masalah.
Untuk satu masalah, sangat mungkin akar masalah ada beberapa. Akar masalah ini bisa saja langsung
dibahas rencana intervensinya, atau melalui proses prioritas terlebih dahulu. Proses prioritas yang dilakukan
bertujuan untuk menentukan akar penyebab yang dominan berdasarkan kontribusinya terhadap terjadinya
masalah. Bahasan lebih detail mengenai teknik prioritas akan dibahas pada bab selanjutnya.
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses/dilihat
di CD terlampir:
a. Presentasi 3.1 Gap pencapaian SPM - Target nasional vs capaian eksisting daerah
Lihat materi presentasi pada folder modul-3 : Presentasi 3.1 Gap pencapaian SPM - Target nasional vs
capaian eksisting daerah.
Tujuan Pembelajaran
Modul ini menguraikan substansi tentang penyusunan program pencapaian SPM, dengan
Pendahuluan
Percepatan penerapan SPM merupakan salah satu kebijakan prioritas nasional yang perlu mendapat perhatian
dan tindak lanjut dari Pemerintahan Daerah. Untuk mempercepat pelaksanaan SPM dan juga pencapaian
target SPM maka Pemerintah melalui Kemendagri telah mengeluarkan beberapa regulasi, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Permendagri 54/ 2010 tentang Pelaksanaan PP 8/2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,
2. Permendagri 21/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagi 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah,
3. Permendagri tentang pedoman penyusunan, pengendalian, dan evaluasi rencana kerja pembangunan
daerah yang berlaku, misalnya untuk rencana kerja pembangunan daerah 2013, Permendagri 32/2012. dan
4. Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD yang berlaku, misalnya Permendagri 37/2012 untuk
tahun 2013.
Dalam peraturan tersebut diatur bahwa SPM merupakan salah satu acuan dalam proses perencanaan dan
penganggaran di Daerah. Di samping peraturan tersebut di atas, juga telah diterbitkan Surat Edaran 100/675/
SJ tentang Penerapan SPM pada tanggal 7 Maret 2011 kepada Kementerian/ Lembaga terkait dan juga Surat
Edaran 100/1023/SJ tentang Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan Pencapaian SPM di Daerah tanggal 26
Maret 2012 kepada Kepala Daerah dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Melalui Surat Edaran dimaksud
diharapkan terjadi komunikasi dan koordinasi yang intensif antara Pemda dengan Pemerintah dalam upaya
penerapan dan pencapaian SPM mengingat percepatan penerapan SPM merupakan salah satu kebijakan
prioritas nasional.
Dalam rangka mewujudkan percepatan pencapaian SPM bidang kesehatan, harus mampu dikenali faktor
pendukung dan penghambat yang ada di daerah masing- masing.Keberadaan kebijakan dan peraturan daerah
terkait dengan implemetasi SPM kesehatan memiliki peran yang sangat strategis.Dengan adanya peraturan
daerah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan komitmen dan kontribusi dari semua pihak yang terkait. Jika
berbagai pihak yang terkait dilibatkan dalam proses penyusunan rencana kegiatan SPM sejak awal, tentunya
akan mampu menghasilkan sebuah program inovatif yang dapat menjadi akselerator pencapaian SPM kesehatan.
Upaya untuk memenuhi target SPM sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah bukanlah sesuatu yang mudah.
Dalam implementasinya banyak faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan SPM. Secara garis besar
beberapa pihak yang terkait dengan penyelenggaraan SPM dapat digambarkan sebagai berikut.
Pemerintah (Kabupaten/
Kota, Provinsi, Pusat)
IMPLEMENTASI
SPM KESEHATAN
Lintas sektor
terkait
Dinas kesehatan
dan jajarannya
Dunia usaha
Masyarakat
Dinas kesehatan merupakan leading sector bagi penyelenggaraan SPM bidang kesehatan. Dinas kesehatan
(beserta seluruh jajarannya) bertangungjawab secara substansi dan teknis terhadap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pemenuhan target SPM bidang kesehatan. Pemahaman seluruh pelaku
bidang kesehatan di lapangan mengenai konsep SPM kesehatan menjadi faktor pertama yang menentukan.
Pemahaman yang baik, diikuti dengan kompetensi teknis yang sesuai dan komitmen yang tinggi merupakan
persyaratan keberhasilan implementasi SPM.
Sektor di luar sektor kesehatan juga berkontribusi cukup besar bagi suksesnya implementasi SPM kesehatan.
Beberapa urusan wajib bidang kesehatan dapat terlaksana dengan baik karena dampak dari kinerja sektor lain.
Sebagai contoh, kendala aksessibilitas masyarakat terhadap tempat pelayanan kesehatan akan dapat teratasi
jika pembangunan sarana prasarana jalan dan transportasi berhasil dengan baik. Oleh karena itulah sinergi
rencana pembangunan kesehatan dengan rencana pembangunan dari sektor lain juga menjadi faktor kunci
keberhasilan penyelenggaraan SPM bidang kesehatan.
Kedudukan dunia usaha dalam upaya penyelenggaraan SPM kesehatan juga cukup penting. Kemitraan yang
dijalin dengan dunia usaha akan membuka peluang bagi penyelenggaran program atau kegiatan yang lebih
bernilai. Peran yang diharapkan dari dunia usaha adalah dalam bentuk sharing tangung jawab dan sharing
sumber daya.Sharing tanggungjawab yang dimaksud adalah adanya komitmen dari kalangan dunia usaha
untuk turut serta berperan aktif mensukseskan berbagai program atau kegiatan pencapaian SPM. Sharing
sumber daya yang dimaksud berupa adanya kontribusi dari dunia usaha baik berupa ide, tenaga, pendanaan,
sarana dan sumber daya lain terhadap berbagai upaya pencapaian SPM yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
dan jajarannya.
Masyarakat merupakan kelompok sasaran yang menjadi target utama kebijakan SPM. Masyarakat diharapkan
tidak sekedar pasif menerima pelayanan dari pemerintah, tetapi juga aktif melakukan upaya bagi terpenuhinya
kebutuhan pelayanan kesehatan minimal untuk dirinya.Agar bisa berperan sesuai harapan tersebut, modal
utama yang harus dimiliki masyarakat adalah pemahaman yang positif tentang pelayanan kesehatan.
Berangkat dari pemahaman yang baik inilah diharapkan penerimaan dan partisipasi masyarakat terhadap
berbagai program kesehatan menjadi lebih baik. Sebagian besar indikator SPM kesehatan akan dapat
terlaksana dengan baik jika ada partisipasi aktif dari masyarakat.
Sejak kebijakan tentang SPM diluncurkan tahun 2005 yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
Di bidang kesehatan, pada level nasional, kementerian kesehatan telah menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Di Kabupaten/Kota. Di dalam permenkes tersebut dijelaskan tentang jenis pelayanan mininal yang wajib
diselenggarakan oleh kabupaten/kota, beserta target dan batas waktu pencapaianya. Dalam permenkes
tersebut juga dijelaskan peran pemerintah daerah baik di level propinsi maupun kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan SPM kesehatan. Petunjuk teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di
Kabupaten/Kota juga telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 828/MENKES/SK/IX/2008.
Kepmenkes ini menjelaskan secara detail pengertian, cara perhitungan, hingga bentuk kegiatan dan pihak
yang terlibat dalam implementasi SPM bidang kesehatan di daerah. Sedangkan aturan yang menyangkut
urusan perencanaan dan pembiayaan SPM kesehatan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di
Kabupaten/Kota.
Dengan adanya berbagai penegasan dari peraturan pemerintah tersebut, ditambah lagi dengan berbagai
aturan teknis dari kementerian kesehatan, jelas terlihat bahwa masing-masing daerah juga harus melahirkan
kebijakan daerah yang dimaksudkan sebagai langkah konkrit implementasi SPM kesehatan. Kebijakan di
daerah ini dikembangkan sesuai dengan kondisi lokal dan bersifat mengikat untuk daerah setempat, sehingga
diharapkan mempermudah implementasi konsep SPM di daerah.
Salah satu kebijakan yang diharapkan ada di daerah adalah peraturan di daerah yang mengatur dan
menjelaskan SPM kesehatan untuk daerah setempat. Peraturan dimaksud dapat berupa peraturan daerah
(perda) maupun peraturan bupati/walikota (perbup/perwali). Di dalam peraturan tersebut beberapa hal
yang perlu dicantumkan diantaranya: target tahunan SPM kesehatan, pengorganisasian dan mekanisme
pelaksanaan, serta pembinaan dan evaluasi pencapaian SPM kesehatan (contoh terlampir).
Peraturan lain yang juga diharapkan disusun di daerah adalah keputusan pimpinan daerah (Gubernur, Bupati/
walikota) tentang Rencana Aksi Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Rencana aksi adalah sebuah dokumen yang menunjukkan komitmen kepala daerah terhadap upaya
pencapaian SPM kesehatan. Dalam rencana aksi tersebut menjelaskan tentang jenis pelayanan wajib, target
dan indikator kinerja, pelaksanaan, pembinaan, pembiayaan, dan pengendalian segala upaya yang terkait
dengan penyelenggaraan SPM kesehatan di daerah (contoh format terlampir).
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 disebutkan bahwa pendanaan yang berkaitan dengan
penerapan, pencapaian kinerja/ pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan,
pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas yang terkait dengen
penerapan SPM merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintahan daerah dan dibebankan pada APBD.
Mengacu pada pernyataan tersebut maka kebijakan tentang program dan budgeting pencapaian SPM
diserahkan kepada masing-masing daerah.
Dalam Surat Menteri Dalam Negeri No. 100/676/SJ ter tanggal 7 Maret 2011 Perihal Percepatan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Di Daerah yang ditujukan kepada seluruh Gubernur, DPRD Propinsi,
Bupati/walikota, dan DPRD Kab/kota disebutkan agar seluruh daerah menjadikan SPM yang telah ditetapkan
sebagai acuan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran di daerah. Tujuannya adalah untuk menjamin
optimalisasi penerapan dan pencapaian indikator SPM dimaksud. Setiap daerah diharapkan menyusun
rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga Non Kementerian.
Rencana Pencapaian SPM tersebut, perlu disinkronkan dan diintregrasikan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD).
Target tahunan pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan teknis mengenai sinkronisasi dan integrasi rencana pencapaian SPM ke dalam rencana
pembangunan daerah diuraian lebih detail pada Bab selanjutnya.
Dalam rangka memenuhi target SPM kesehatan sebagaimana tercantum dalam peraturan menteri kesehatan
No. 741 tahun 2008, daerah harus menyusun program dan kegiatan yang relevan dengan kondisi masing-
Rencana pencapaian SPM Bidang Kesehatan di daerah disusun dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
dengan memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah. Rencana program dan kegiatan yang
disusun hendaknya merupakan jawaban atas berbagai permasalahan yang terjadi di dalam pemenuhan
target SPM. Untuk itulah penyusunan rencana program dan kegiatan ini harus didasarkan pada hasil analisis
penyebab masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Disamping itu, agar rencana program atau kegiatan yang disusun fit dengan kondisi daerah setempat, proses
penyusunannya juga harus mempertimbangkan hasil analisis situasi daerah. Proses analisis situasi dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya adalah analisis SWOT. Analisis SWOT
dilakukan berdasarkan analisis data internal dan eksternal untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
serta ancaman yang ada.
Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi pencapaian SPM yang berada atau dimiliki, baik
sebagai kekuatan (Strength) maupun kelemahan (Weaknesses). Kekuatan (Strength) dapat berupa
ketersediaan anggaran, personil, teknologi, dan sebagainya yang memadai atau mungkin berlebih. Kelemahan
(Weaknesses) dapat berupa ketersediaan anggaran, personil, teknologi, dan sebagainya yang tidak memadai
atau mungkin sangat kurang. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi pencapaian SPM yang
keberadaannya dari luar pemerintahan daerah, baik sebagai Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats).
Peluang (Opportunities) adalah manfaat yang mungkin diterima oleh pemerintah daerah berupa komitmen
nasional, perjanjian dan konvensi internasional dan sebagainya yang secara khusus menekankan pada
upayaupaya peningkatan kualitas SDM, pengentasan kemiskinan, dan sebagainya. Ancaman (Threats) adalah
kondisi di luar pemerintah daerah yang keberadaannya dapat mengancam keberhasilan penerapan SPM
seperti kurangnya pengetahuan tentang pola hidup sehat, budaya asing yang tidak sesuai dengan norma dan
perilaku masyarakat, dan sebagainya.
Hasil Analisis SWOT tersebut, akan menggambarkan seberapa besar faktor internal yang merupakan kekuatan
suatu daerah sehingga dapat mendorong upaya pencapaian SPM, dan seberapa besar faktor internal
yang merupakan kelemahan suatu daerah yang dapat menghambat pencapaian SPM. Hasil analisis juga
menggambarkan seberapa besar faktor eksternal yang merupakan peluang dan dapat dimanfaatkan untuk
mendorong upaya pencapaian SPM, serta seberapa besar faktor eksternal yang merupakan ancaman dari luar
yang dapat menghambat upaya pencapaian SPM.
Secara teknis penyusunan alternatif program atau kegiatan dapat dilakukan dengan menindaklanjuti temuan
hasil analisis gap. Setiap akar masalah yang berhasil diidentifikasi didiskusikan bersama untuk merumuskan
alternatif solusi. Metode yang bisa dilakukan diantaranya adalah brainstorming, Focus Group Discussion
(FGD), ataupun nominal group technique (NGT). Proses diskusi dilakukan dengan melibatkan para pelaksana
di lapangan policy maker dan orang yang ahli di bidangnya, sehingga rumusan yang dihasilkan lebih aplikatif
dan inovatif.
Proses penyusunan alternatif program dan kegiatan dapat mengacu pada format di tabel yang berikut.
Analisis Penyebab
Indikator Alternatif program
No. Penyebab Penyebab
SPM Penyebab primer dan kegiatan
sekunder tersier
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Cakupan Penyuluhan Metode penyuluhan Ketrampilan Pelatihan MPS
kunjungan ibu ke masyarakat tidak menarik petugas kurang In-house training
hamil K-4 kurang efektif
Alat bantu tidak Mengusulkan
lengkap pengadan alat
bantu penyuluhan
sesuai karakteristik
masyarakat
Frekuensi Belum Memperbaiki
penyuluhan kurang terencana perencanaan
dalam program
dokumen PoA penyuluhan dari
Puskesmas sisi frekuensi dan
sasarannya
Masyarakat Masyarakat sulit Tidak tersedia Menyediakan
enggan datang ke menjangkau sarana sarana ambulan
Puskesmas Puskesmas transportasi desa
umum yang Mendekatkan
melalui pelayanan ke
Puskesmas masyarakat,
melalui kegiatan
puskesmas keliling
yang dihadiri oleh
bidan.
3 ...
Keterangan:
Proses di atas akan menghasilkan sekumpulan alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan untuk
memenuhi target SPM kesehatan. Oleh karena itulah proses selanjutnya yang dilakukan setelah mendapatkan
sekumpulan alternatif program dan kegiatan adalah menentukan program dan kegiatan prioritas.
Penyusunan prioritas adalah sebuah proses untuk menentukan tingkat kepentingan suatu hal (masalah atau
alternatif pemecahan masalah) berdasarkan urutan. Masalah atau alternatif pemecahan masalah dengan
urutan pertama (ranking I) berarti hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan.
Konsep penyusunan prioritas dilakukan dalam konteks pembagian sumber daya. Setiap organisasi pasti
menghadapi kondisi keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia, anggaran, waktu, maupun
sumber daya lain. Padahal masalah yang harus diselesaikan organisasi pasti lebih dari satu. Agar proses
alokasi sumber daya memiliki dasar pertimbangan yang kuat, diperlukan prioritas. Masalah prioritas akan
diprioritaskan pula pada saat alokasi sumber daya.
Proses menyusun prioritas bisa dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik skoring dan non skoring. Sesuai
dengan namanya, dalam teknik skoring artinya dibutuhkan adanya skor-skor tertentu untuk menjustifikasi nilai
dari suatu masalah. Sedangkan dalam teknik non skoring tidak mempergunakan angka, tetapi menggunakan
argumen tertentu yang bersifat kualitatif. Pada dasarnya kedua teknik proritas tersebut dapat digunakan untuk
memprioritas gap pencapaian SPM ini, tetapi karena beberapa pertimbangan, khususnya untuk mengurangi
kesan subjektif, maka direkomendasikan utuk menggunakan teknik skoring.
Teknik skoring yang akan dibahas berikut ini dengan menggunakan salah satu metode prioritas yang disebut
dengan Multiple Criteria Utility Assessment (MCUA). MCUA ini merupakan salah satu teknik prioritas yang
cukup lama namun masih populer digunakan sampai saat ini karena pendekatannya praktis dan mudah.
MCUA adalah suatu teknik atau metode yang digunakan untuk membantu tim dalam mengambil keputusan
atas beberapa alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria dapat dikembangkan sendiri sesuai
dengan konteks permasalahan yang dihadapi. Berikut ini adalah langkah-langkah memprioritaskan masalah
dengan teknik MCUA.
1. Inventarisir masalah
Data masalah yang dihadapi dalam sebuah lembar kerja.
2. Penentuan Kriteria
Berdasarkan daftar masalah tersebut, susunlah kriteria yang sesuai sebagai menentukan prioritas.
Bebarapa contoh kriteria yang dapat digunakan diantaranya: besarnya masalah, urgensi, tingkat perhatian
masyarakat (public concern), dukungan kebijakan, kecepatan perkembangan masalah, dan sebagainya.
5. Penentuan skor
Pemberian skor dilakukan dengan mengalikan bobot dan rating. Total skor diperoleh dengan
menjumlahkan skor dari seluruh kriteria.
6. Penentuan ranking
Sesuai hasil penjumlahan skor pada tiap masalah, akan didapat masalah dengan total skor tertinggi
sampai dengan terendah. Ranking diberikan sesuai dengan urutan total skor tersebut. Masalah dengan
total skor tertinggi adalah ranking I, demikian seterusnya sampai dengan ranking terakhir.
Untuk mempermudah pelaksanaan prioritas dengan teknik MCUA, dibuat tabel berikut ini.
Keterangan:
Kriteria yang sering digunakan dalam memprioritaskan program dan kegiatan adalah terkait dengan
kemampuan dan potensi yang ada untuk menjalankan program dan kegiatan tersebut. Contoh metode yang
cukup populer untuk ini adalah CARL. CARL adalah sebuah metode prioritas yang menggunakan kriteria
Capability, Acceptibility, Readiness, dan Leverage. Dari kriteria yang digunakan dapat disimpulkan bahwa
metode ini lebih mempertimbangkan aspek pelaksana program.
1. Tuliskan alternatif program dan kegiatan yang berhasil diidentifkasi dari proses penyusunan alternatif
2. Sepakati rentang nilai yang digunakan untuk memberi skor masing-masing alternatif program dan kegiatan.
Misalnya: menggunakan rentang angka 1 4, atau 1 5, atau 1 10, dan sepakati makna masing-masing
angka tersebut.
Misalnya:
1 : Tidak mampu/ tidak bisa diterima/ tidak siap/ tidak ada daya ungkit
2 : Kurang mampu/ kurang bisa diterima/ kurang siap/ daya ungkit kecil
3: Mampu/ bisa diterima/ siap / ada daya ungkit
4 : Sangat mampu/ sangat bisa diterima/ Sangat siap/ Daya ungkit sangat besar
3. Berikan skor atau nilai untuk setiap alternatif program dan kegiatan berdasarkan kriteria CARL (Capability
atau kemampuan, Accesability atau Kemudahan, Readiness atau kesiapan, Leverage atau Daya Ungkit)
Format tabel untuk melakukan prioritas dengan teknik CARL adalah sebagai tabel di halaman berikut.
Proses di atas akan menghasilkan urutan prioritas program dan kegiatan untuk masing-masing indikator
SPM. Sesuai dengan kemampuan organisasi, diambil sejumlah prioritas (misal ranking 1 5) per indikator
untuk dimasukkan kedalam dokumen perencanaan yang akan diajukan kepada pemerintah daerah untuk
mendapatkan alokasi anggaran.
Untuk menunjukkan keterkaitan antara program dan kegiatan prioritas tersebut dengan kemampuan dan
potensi daerah, dapat dilakukan dengan membuat tabel yang berisi skor hasil analisis SWOT dan pagu
indikatif kegiatan, seperti yang tercantum dalam lampiran II A Kemenkes 317/MENKES/SK/V/2009.
Upaya pemenuhan 18 indikator SPM kesehatan bukanlah hal yang mudah.Diperlukan serangkaian kegiatan
yang terencana dengan baik agar seluruh pihak yang terlibat mengetahui peran masing-masing, sehingga
mampu berkontribusi secara maksimal. Proses menyusun rancangan kegiatan untuk memenuhi target SPM
membutuhkan proses berpikir kreatif, dan tidak sekedar mengulang kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.
Jika rancangan kegiatan yang dihasilkan sekedar mengulang kegiatan tahun sebelumnya, sudah dapat
diprediksi hasil akhir yang diperoleh kemungkinan tidak akan jauh berbeda dari hasil tahun-tahun sebelumnya.
Kecil kemungkinan akan terjadi peningkatan pencapaian SPM.
Beberapa kegiatan yang bersifat dasar, kemungkinan besar memang akan terus dilakukan tiap tahun, dan
ini disebut sebagai kegiatan rutin. Tetapi di luar kegiatan rutin tersebut hendaknya selalu dimunculkan ide-ide
solutif baru, mengacu pada temuan proses analisis gap.
Di dalam petunjuk teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Kementerian
Kesehatan telah memberikan acuan mengenai beberapa jenis kegiatan yang harus dilakukan untuk
mendukung pencapaian indikator SPM tertentu.Diluar kegiatan rutin tersebut daerah dituntut untuk
mengembangkan sendiri kegiatan inovatif, dengan memperhatihan kapasitas dan potensi daerah setempat.
Indikator
No. Alternatif Program dan Kegiatan C A R L Total Ranking
SPM
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Cakupan Pelatihan MPS
kunjungan Ibu In-house training
Hamil K- 4 Mengusulkan pengadan alat bantu
penyuluhan sesuai karakteristik masyarakat
Memperbaiki perencanaan program
penyuluhan dari sisi frekuensi dan
sasarannya
Menyediakan sarana ambulan desa
Mendekatkan pelayanan ke masyarakat,
melalui kegiatan puskesmas keliling yang
dihadiri oleh bidan.
....
....
Indikator
No. Alternatif Program dan Kegiatan C A R L Total Ranking
SPM
2 Cakupan
komplikasi
kebidanan
yang
ditangani
3 Cakupan .......
.......................
.....................
4 ...
5
dst
Keterangan:
Berikut ini diuraikan kegiatan rutin untuk pencapaian SPM, sesuai dengan yang tercantum dalam Kempenkes
828/MENKES/SK/IX/2008.
Berbagai kegiatan seperti tersebut dalam tabel di atas adalah kegiatan rutin yang dilakukan untuk menjalankan
SPM kesehatan. Kegiatan tersebut harus dilakukan agar indikator SPM terlaksana. Tetapi untuk meningkatkan
kualitas hasil, daerah bisa menambahkan beberapa kegiatan terobosan diluar kegiatan rutin tersebut.
Sebagai contoh, untuk indikator cakupan kunjungan ibu hamil K4, kegiatan rutin yang dilaksanakan terdiri
dari: Pengadaan buku KIA (dengan stiker P4K); Pendataan Bumil; Pelayanan Antenatal sesuai standar;
Kunjungan rumah bagi yang Drop Out; Pembuatan kantong persalinan; Pelatihan KIP/konseling; Pencatatan
dan Pelaporan; Supervisi, serta Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA). Semua
kegiatan tersebut perlu dilakukan agar pelayanan K4 bagi ibu hamil dapat terselenggara. Tetapi untuk lebih
mengungkit jumlah cakupan, contoh kegiatan terobosan yang bisa dilakukan misalnya: kelas ibu hamil.
Alasannya adalah dengan kelas ibu hamil, continuitas pelayanan (dari K1 K4) lebih terjaga karena adanya
relationship jangka panjang antara bidan dengan ibu hamil dalam perteman rutin terjadwal. Kelas ibu hamil
yang didesain dengan berbagai kegiatan yang menarik diharapkan dapat meningkatkan minat ibu hamil untuk
terus berkunjung ke bidan secara teratur, sehingga standar pelayanan K4 seperti yang diharapkan dapat
tercapai.
Contoh kegiatan terobosan lain, misal untuk meningkatkan cakupan persalinan tenaga kesehatan pada daerah
dengan akses geografis yang sulit dapat mengadakan rumah singgah atau rumah tunggu bagi calon ibu
bersalin. Rumah singgah adalah rumah penduduk yang berada di dekat fasilitas kesehatan yang disediakan
sebagai tempat menunggu proses kelahiran bagi ibu yang rumahnya jauh dari fasilitas kesehatan. Masing-
masing daerah diharapkan dapat memunculkan berbagai kegiatan terobosan sesuai dengan kondisi lokal
spesifik dan karakteristik daerah.
Kegiatan akselerasi adalah kegiatan yang berdaya ungkit dan dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian
SPM kesehatan. Kegiatan akselerasi didesain berdasarkan hasil evaluasi kegiatan yang telah dilakukan
sebelumnya. Kelemahan yang ditemukan dari hasil evaluasi inilah yang akan diperbaiki dengan rancangan
kegiatan yang lebih baik.
Dalam pelaksanaannya desain kegiatan akselerasi seringkali membutuhkan sumber daya yang lebih banyak,
atau melibatkan lebih banyak pihak. Oleh karena itulah Kegiatan akselerasi termasuk kegiatan prioritas
sehingga diutamakan dalam pendanaannya.
Kategori kegiatan
No. Indikator SPM Rencana kegiatan
Rutin Akselerasi
Secara normatif, sumber utama pembiayaan kesehatan di Indonesia dapat dikategorian atas 2 sumber, yaitu
bersumber pemerintah dan bersumber swasta. Dana bersumber pemerintah dapat dikategorikan menjadi
pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabuoaten/kota. Skenario pendanaan bersumber
pemerintah yang ada saat ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Masing-masing dana kesehatan tersebut telah ditentukan alokasi pemanfaatannya. Gambaran selengkapnya
mengenai fungsi alokasi kesehatan dari dana bersumber pemerintah adalah sebagai berikut:
Sumber
Jenis Pembiayaan Fungsi Alokasi
Pembiayaan
Pemerintah pusat Dana kementrian Dana pembiayaan program
Dana dekonsentrasi Pelimpahan kewenangan pemerintah pusat
ke propinsi
Tugas pembantuan Pelimpahan kewenangan pemerintah pusat
ke kabupaten/kota
Bantuan Operasional Kesehatan Bantuan biaya operasional Puskesmas
Jamkesmas dan Jampersal Pendanaan pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan
Pemerintah Dana APBD Propinsi (DAU Propinsi) Pendanaan kegiatan rutin dan operasional
propinsi Bantuan gubernur dan Jamkesda Pelayanan kesehatan masyarakat di luar
propinsi jamkesmas dan jampersal
Pemerintah Dana APBD kabupaten/kota (PAD) Pendanaan kegiatan rutin dan operasional
kabupaten/kota Dana perimbangan DAU: untuk operasional kesehatan
DAK: untuk fisik dan infrastruktur
Dana bagi hasil: untuk operasional khusus
dan bencana
Untuk dana dari swasta atau pihak lain yang tidak mengikat peruntukannya sesuai dengan kriteria dari pemberi
dana atau sesuai dengan kesepakatan. Dana dari swasta atau pihak lain yang tidak mengikat sifatnya adalah
dana tambahan atau pelengkap. Sumber pembiayaan utama program kesehatan tetap dari pemerintah.
Pendanaan program dan kegiatan pemenuhan SPM kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 28 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007
Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal yang menyatakan
bahwa Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan
Untuk pengaturan teknis pembiayaan program dan kegiatan pencapaian SPM, mengikuti fungsi alokasi
sebagaimana dijelaskan di atas.
Praktek governance salah satunya dicirikan dengan adanya akuntabilitas. Dikatakan akuntabel jika terdapat
dokumen yang jelas dan rasional atas semua tindakan yang dilakukan oleh organisasi. Demikian juga dalam
hal penerapan SPM bidang kesehatan. Agar implementasi program pencapaian SPM kesehatan memenuhi
kriteria praktek governance, seluruh rangkaian proses mulai dari analisis gap, penyusunan alternatif program
dan kegiatan, penentuan prioritas kegiatan, alokasi pendanaan sampai dengan pelaksanaan dan monitoring
evaluasinya harus dilakukan secara sistematis, mengacu pada berbagai praktek manajemen yang baik, dan
semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi dengan baik pula.
Contoh Presentasi di CD
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di CD
yang terlampir:
Tujuan Pembelajaran
Modul ini disusun supaya para pembaja belajar melakukan costing SPM dan merancang pembiayaan
kegiatan untuk pemenuhan SPM, dengan memahami konsep unit cost daerah dan mekanisme perencanaan
pembiayaan SPM bidang kesehatan, serta mampu:
Pendahuluan
SPM yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga menjadi acuan dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggung jawaban di
daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
urusan wajib. Oleh karena itulah Dinas Kesehatan sebagai SKPD penanggungjawab teknis penyelenggaraan
SPM kesehatan di tingkat kabupaten/kota harus mampu menyusun rencana dan pembiayaan kegiatan
pemenuhan SPM. Untuk dapat menyusun rencana pembiayaan, terlebih dahulu harus diketahui rincian
kegiatan dan unit cost per kegiatan. Disinilah pentingnya konsep costing dipahami oleh segenap pelaku bidang
kesehatan di daerah.
Costing SPM kesehatan adalah sebuah mekanisme untuk mengetahui besaran biaya yang diperlukan
untuk melaksanakan berbagai program atau kegiatan dalam rangka pemenuhan target SPM. Penghitungan
biaya pencapaian sasaran indikator SPM kesehatan dilakukan dengan mengacu pada langkah kegiatan
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 317/MENKES/SK/V/2009, serta dengan
mempertimbangkan ketentuan mengenai standar biaya daerah yang tertuang dalam Surat Edaran Kepala
Daerah. Panduan tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesamaan visi kepada pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyusunan perencanaan pembiayaan penerapan SPM bidang kesehatan
di Kabupaten/Kota.
Untuk dapat melakukan costing SPM dengan baik, diperlukan data yang lengkap mengenai macam kegiatan
atau aktivitas yang dilakukan dalam rangka pencapaian SPM kesehatan. Karena sebagian besar aktivitas
pencapaian SPM berupa pelayanan langsung kepada masyarakat sasaran, dan institusi yang banyak terlibat
dalam aktivitas pelayanan langsung ini adalah Puskesmas, maka proses costing SPM ini juga harus dimulai
dari Puskesmas.
Kegiatan SPM dan Sumber Pembiayaan
Pemahaman tentang kegiatan SPM dan sumber pembiayaannya merupakan modal awal untuk dapat
menyusun rencana pembiayaan SPM. Pembahasan tentang kegiatan dan sumber pembiayaan SPM
kesehatan telah dibahas pada bab sebelumnya. Pada bab ini aktivitas utama yang dilakukan adalah
melanjutkan dokumen rencana kegiatan yang telah dihasilkan pada fase sebelumnya, dilengkapi dengan
hitungan pembiayaan.
Pemerintah merupakan penanggung jawab utama terpenuhinya pembiayaan kegiatan SPM. Seperti telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, masing-masing sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah
mempunyai rambu-rambu penggunaan yang baku. Oleh karena itulah pada saat menyusun rencana
pembiayaan SPM bidang kesehatan ini harus mengacu pada aturan fungsi alokasi dana tersebut.
Unit cost atau biaya satuan adalah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit produk. Dalam
bidang kesehatan konsep produk bisa berupa layanan atau kegiatan. Unit cost dihitung dari total biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau untuk menyelenggarakan suatu layanan dibagi dengan jumlah
produk atau layanan yang dihasilkan.
Total
Rumus unit cost
Total output quantity
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perhitungan unit cost adalah berbasis pada perhitungan
biaya riil yang dikeluarkan oleh organisasi. Dengan demikian sangat besar kemungkinan hasil perhitungan
unit cost untuk jenis produk/layanan yang sama di organisasi berbeda maka besarnya unit cost juga akan
berbeda. Penjelasannya adalah meskipun jenis produk/pelayanannya sama tetapi sangat mungkin jumlah
SDM, peralatan, dan bahan yang digunakan berbeda, sehingga membawa konsekuensi perbedaan total biaya.
Demikian juga dengan jumlah output yang dihasilkan, variasi jumlah output antar organisasi bisa sangat besar.
Pada organisasi dengan jumlah output yang tinggi maka unit cost cenderung rendah, tetapi sebaliknya pada
organisasi dengan jumlah output kecil, maka unit cost akan tinggi.
Oleh karena itulah dalam perhitungan pembiayaan untuk SPM bidang kesehatan ini perlu disepakati besaran
unit cost daerah. Hal ini dilakukan karena konsep SPM adalah konsep wilayah, sehingga perhitungan
pembiayaannya juga berlaku untuk satu wilayah tertentu.
Sebagai contoh, besarnya biaya konsumsi pertemuan antara Puskesmas A, B, C, D, dan E yang berada
di kabupaten X kemungkinan berbeda, karena jenis konsumsi yang dipilih oleh Puskesmas tersebut bisa
saja berbeda. Untuk keperluan perhitungan biaya, maka harus dibuat suatu standar biaya tertentu, sehingga
masing-masing Puskesmas mempunyai pemahaman yang sama mengenai batasan besaran biaya konsumsi
pertemuan.
Pada level nasional pemerintah melalui kementerian keuangan setiap tahun menetapkan standar biaya yang
digunakan sebagai acuan dalam menyusun anggaran. Standar biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan
baik standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran.
Ketetapan tentang standar biaya terkini adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.02/2012 tentang
standar biaya tahun anggaran 2013. Besaran biaya yang diatur dalam peraturan tersebut adalah untuk aktivitas
umum yang berlaku di semua kementerian, misalnya: biaya honorarium, biaya perjalanan dinas, biaya sewa
gedung pertemuan, biaya pemeliharaan, biaya pengadaan, dan lain-lain. Tetapi untuk beberapa jenis kegiatan
spesifik yang belum tercantum dalam peraturan menteri keuangan tersebut daerah dapat menyusun standar
biaya sendiri dengan memperhatikan nilai kewajaran, karakteristik dan kemampuan daerah.
Terkait dengan penyusunan rencana pembiayaan SPM bidang kesehatan ini ada beberapa unsur biaya yang
belum ada standar biayanya. Disinilah pentingnya dilakukan perhitungan unit cost daerah sehingga hasil
perhitungan pembiayaan SPM bidang kesehatan lebih rasional dan applicable untuk daerah setempat.
Secara sederhana perhitungan unit cost daerah dapat dilakukan dengan merujuk pada data laporan kegiatan
dan laporan keuangan tahun sebelumnya. Berbagai jenis pengeluaran yang terjadi pada 1 tahun sebelumnya
dikelompokkan sesuai dengan jenis kegiatan yang sama. Selanjutnya masing-masing kegiatan tersebut diurai
Hasil perhitungan inilah yang kemudian dibahas, untuk disepakati sebagai besaran unit cost daerah. Angka
unit cost yang telah disepakati akan menjadi acuan dalam perhitungan pembiayaan SPM.
Perencanaan pembiayaan SPM bidang kesehatan disusun dengan mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM
Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota. Perhitungan kebutuhan biaya SPM kesehatan dilakukan dengan
menguraikan langkah kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan indikator SPM. Dari setiap langkah
kegiatan tersebut diuraikan kembali variabel kegiatan dan komponen yang mempengaruhi pembiayaan.
Berdasarkan komponen uraian pembentuk biaya inilah disusun formula perhitungan dan dikalikan dengan
besaran unit cost kegiatan sehingga dapat dihitung kebutuhan biaya untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu.
Beberapa prinsip perhitungan kebutuhan biaya SPM bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Tidak menghitung biaya investasi besar, melainkan hanya menghitung investasi sarana dan prasarana
yang melekat langsung dengan keterlaksanaan langkah-langkah kegiatan penerapan SPM
2. Tidak menghitung kebutuhan belanja tidak langsung atau belanja non rutin
3. Tidak menghitung kebutuhan belanja kesehatan suatu kabupaten kota secara total
4. Tidak menghitung kebutuhan belanja kesehatan per-SKPD kesehatan
5. Menghitung seluruh langkah kegiatan tanpa memandang sumber biaya
6. Penghitungan kebutuhan biaya memperhatikan tingkat capaian tahun sebelumnya
Perhitungan kebutuhan biaya SPM kesehatan tidak memasukkan unsur biaya investasi, karena investasi
besar tidak dilakukan secara reguler. Tetapi untuk investasi yang melekat langsung memang harus dihitung
karena tanpa investasi tersebut maka jenis maupun kualitas layanan tidak terlaksana. Demikian juga untuk
belanja tidak langsung, tidak ikut dihitung, karena perhitungan kebutuhan belanja tidak langsung pada suatu
kabupaten/kota telah mempunyai formulasi umum sebagaimana berlaku untuk urusan wajib dan urusan pilihan
lain daerah tersebut.
Hasil perhitungan kebutuhan biaya SPM kesehatan ini hanya menampilkan total biaya untuk kegiatan yang
terkait dengan pencapaian indikator SPM. Sedangkan belanja kesehatan untuk kegiatan pelayanan di luar
indikator SPM tidak masuk di dalamnya. Ini dikarenakan proses perhitungan biaya yang ditempuh adalah
berdasarkan uraian langkah kegiatan untuk masing-masing indikator. Inilah yang perlu diperhatikan agar pada
waktu menghitung total belanja daerah untuk sektor kesehatan, ditambahkan dengan berbagai kebutuhan
belanja kesehatan non-SPM yang menjadi kebutuhan nyata masyarakat kabupaten-kota.
Hasil perhitungan kebutuhan biaya SPM kesehatan ini juga tidak menghitung kebutuhan belanja kesehatan
per-SKPD kesehatan. Hasil yang diperoleh adalah hasil hitung dari kebutuhan kabupaten-kota, bukan
kebutuhan masing-masing SKPD kesehatan. Kebutuhan belanja masing-masing SKPD kesehatan tergantung
seberapa besar/banyak SKPD tersebut melaksanakan langkah langkah kegiatan penerapan dan pencapaian
indikator SPM, dan seberapa besar volume masing-masing komponen kegiatan.
Proses perhitungan dilakukan tanpa memandang sumber biaya. Seluruh kebutuhan biaya untuk tercapainya
indikator SPM suatu daerah harus diketahui, agar dapat ditetapkan juga berapa kebutuhan biaya yang
ditanggung/dibebankan kepada setiap jenis sumber biaya, jika terdapat sumber-sumber biaya yang berbeda-
beda. Jika terdapat sumber biaya yang berbeda, masing-masing sumber biaya akan menyediakan biayanya
mengikuti besaran biaya hasil perhitungan, sehingga sesuai kebutuhan nyata.
Untuk mencapai indikator yang ditetapkan/ditargetkan tidak seluruhnya dibiayai oleh pemerintah (pusat/depkes
maupun propinsi dan kabupaten/kota). Terdapat penduduk yang memperoleh pelayanan yang diselenggarakan
oleh masyarakat termasuk swasta, sehingga tanpa menyediakan anggaran belanja suatu daerah telah
memperoleh capaian indikator pada tingkat tertentu. Tetapi masih terdapat beberapa daerah yang seluruh
target harus dicapai dengan biaya / belanja pemerintah.
Disamping beberapa prinsip perhitungan biaya seperti telah dijelaskan di atas, ada 2 hal yang juga perlu
dipertimbangkan saat menghitung kebutuhan biaya pencapaian SPM kesehatan, yaitu pembiayaan masa
transisi dan pembiayaan kegiatan operasional.
Kegiatan optional adalah kegiatan yang memungkinkan untuk dikurangi volume atau frekuensi
Penghitungan kebutuhan biaya SPM harus dilakukan dengan memperhatikan tingkat capaian tahun
sebelumnya. Angka tingkat pencapaian tahun sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk menghitung
besarnya gap yang harus ditutup, serta menghitung estimasi tingkat pemanfaatan pada tahun yang akan
datang. Angka inilah yang akan menentukan besaran biaya.
Besar kecilnya kebutuhan biaya pencapaian SPM kesehatan dipengaruhi oleh beberapa hal berikut ini:
1. Jumlah sasaran
2. Besar kecilnya gap antara capaian tahun lalu dengan target tahun depan (besar kecilnya delta yang ingin
diwujudkan)
3. Ketersediaan sarana prasarana atau investasi yang tersedia sat ini
4. Kondisi geografis
5. Kegiatan optional
6. Unit cost.
1. Jumlah Sasaran
Semakin banyak/besar sasaran semakin besar biaya total yang dibutuhkan, meskipun biaya RERATA per
sasaran dapat lebih kecil. Termasuk di dalamnya sasaran yang dicapai dengan dana masyarakat termasuk
swasta. Semakin besar sasaran yang dilayani oleh masyarakat termasuk swasta maka semakin kecil dana
yang dibutuhkan untuk disediakan oleh pemerintah.
a. Mempergunakan formula-formula baku sebagai prediksi / prakiraan, dan dikalikan dengan Jumlah
Penduduk. Dengan perhitungan ini diperoleh Jumlah Nominal Sasaran; misalnya: Prakiraan Ibu Hamil
suatu Kabupaten adalah Jumlah Penduduk dikalikan dengan CBR, sehingga diperkirakan diketahui
Jumlah Ibu Hamil, dalam jumlah nominal;
b. Jumlah Nominal Sasaran itu belum tentu seluruhnya menjadi Sasaran Pelayanan tahun yang
direncanakan, masih dipengaruhi Proporsi Target Pelayanan yang akan dicapai; yaitu :
1) kurang dari 100 %, karena itulah kemampuan optimal dari pelayanan yang diperhitungkan dapat
diberikan;
2) tetapi ada yang harus 100 %, karena tanpa pencapaian 100 % maka tetap menjadi ancaman bagi
warga / penduduk lainnya, atau harus 100 % karena memang seluruh sasaran harus memperoleh
pelayanan;
c. Jadi jumlah sasaran yang mempengaruhi besaran dana yang dibutuhkan adalah hasil kali jumlah
penduduk, formula tertentu untuk jenis rincian penduduk sasaran, proporsi target yangingin dicapai;
d. Semakin Besar Jumlah Penduduk, semakin besar Dana yang dibutuhkan; semakin Besar Proporsi
Target yang ingin dicapai, semakin besar Dana yang dibutuhkan;
e. Jumlah sasaran yang membutuhkan dana pemerintah tidak selalu seluruh dari Jumlah Sasaran;
terdapat Sasaran yang dicapai oleh Kabupaten/Kota tanpa Pemerintahan Kabupaten/Kota
menyediakan dana APBD, yaitu sasaran-sasaran yang memperoleh/mencari pelayanan yang
diselenggarakan oleh masyarakat termasuk swasta. Sasaran yang dilayani oleh Non-Pemerintah ini
merupakan bagian dari capaian Pemerintahan Kabupaten/Kota. Data proporsi ini diperoleh dari hasil
pendataan tahun sebelumnya.
f. Semakin besar sasaran yang memanfaatkan pelayanan oleh masyarakat termasuk swasta, maka
kebutuhan Dana APBD semakin kecil. Tetapi terdapat kegiatan-kegiatan yang dicakup dengan SPM
dimana pelayannya seluruhnya oleh Pemerintah, dan tidak dilakukan oleh masyarakat termasuk
swasta. Semakin besar jumlah penduduk sasaran, semakin banyak dibutuhkan dana, tetapi kebutuhan
dana rerata per-penduduk sasaran/per-kapita penduduk semakin kecil, karena terdapat kebutuhan-
kebutuhan dana yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh jumlah penduduk
2. Sasaran Rumah Sakit, dihitung secara nominal, yang penting di dalam Kabupaten / Kota tersebut terdapat
Satu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kegawatdaruratan level-1. Rumah Sakit tersebut dapat
milik siapapun, tidak harus milik pemerintahan kabupaten / kota tersebut. Ada atau tidak ada rumah sakit
demikian mempengaruhi kebutuhan Dana APBD.
a. Jumlah Desa dengan Proporsi 100 % bayi/anak yang telah memperoleh imunisasi lengkap; dan ini
Harus seluruh Desa, atau 100 %. Semakin mendekati jumlah 100% Desa yang akan dilayani maka
semakin banyak dana yang dibutuhkan.
b. Jumlah Desa yang mengalami KLB dan dilakukan penyelidikan epidemiologi sebelum 24 Jam.
Semakin banyak terjadi KLB semakin banyak dibutuhkan Dana.
c. Jumlah Desa Siaga Aktif, semakin banyak desa yang direncanakan untuk ditingkatkan menjadi Desa
Siaga Aktif, maka semakin banyak dibutuhkan Dana.
Gap yang dimaksud adalah delta atau tambahan atau selisih dari proporsi target sasaran tahun lalu dengan
tahun depan yang sedang direncanakan kebutuhan Dananya. Misalnya : cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4,
Capaian TA 2007 = 86 %, dan Rencana TA 2009 = 93 %, maka Gap dari Rencana ini adalah 7 %, dan jika
Rencana TA 2009 adalah 95 %, maka Gap-nya 9 %; Besar-kecilnya Gap inilah yang berpengaruh kepada
kebutuhan Dana. Gap masing-masing daerah berbeda, tergantung jarak Capaian Awal pelaksanaan SPM
dengan target 2010 dan 2015, dan rinciannya setiap tahun yang ditetapkan dalam RPJMD. Angka Gap tidak
memanfaatkan Angka Capaian Tahun Anggaran Sekarang (pada saat rencana kebutuhan Dana dibuat), karena
Capaian Tahun Sekarang belum diketahui, kabupaten / kota sedang melakukan pelayanan, belum dapat
diketahui capaiannya. Semakin besar Delta semakin Besar biaya yang dibutuhkan.
Terdapat Sarana dan Prasarana yang mutlak diperlukan untuk terselenggarakannya kegiatan-kegiatan
pencapaian indikator SPM, seperti: Cold chain, Bidan kit, dan lain-lain; dalam jumlah yang sudah dibakukan
(terlampir). Semakin kurang tersedia sarana dan prasarana tersebut di suatu kabupaten / kota, maka
kabupaten / kota tersebut semakin besar membutuhkan dana. Sarana dan Prasarana yang dimaksud adalah
yang benar-benar dibutuhkan bagi terlaksananya pelayanan SPM; tidak termasuk investasi besar, seperti
kendaraan bermotor, gedung Puskesmas, Rumah Sakit, dan sejenisnya. Semakin lengkap, maka kebutuhan
biaya tahun depan semakin kecil.
4. Geografis
Semakin sulit geografi suatu kabupaten / kota, semakin berpencar penduduk dalam dataran/daratan yang
berbeda/ berjauhan, dimana sasaran-sasaran pelayanan kesehatan semakin sulit dijangkau oleh petugas
kesehatan; maka semakin besar dibutuhkan dana. Berbeda dengan sasaran anak didik / murid sekolah
dalam urusan wajib pendidikan, dimana dalam hal kesulitan daerah / geografi ini menjadi beban anak didik,
tidak menjadi beban petugas / pemerintah sebagaimana sasaran ibu hamil dan lainnya dalam urusan wajib
kesehatan dimana beban biaya untuk melayaninya berada pada pemerintah / petugas. Semakin jauh/sulit
suatu daerah, termasuk jauh/sulit dari pusat produksi obat/alat/bahan, semakin besar biaya dibutuhkan.
5. Kegiatan Optional
6. Unit Cost
Untuk setiap komponen kegiatan yang didukung dengan pembiayaan ditetapkan biaya satuan kegiatannya,
atau unit cost. Unit Cost untuk menghitung kebutuhan Biaya/Dana dalam APBD ditetapkan secara Standar
untuk seluruh urusan pemerintahan, bukan hanya untuk kesehatan, dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Semakin tinggi Unit Cost untuk komponen kegiatan sejenis, maka semakin tinggi kebutuhan Dana.
Penjelasan:
1. Jenis pelayanan adalah program yang merupakan penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai
hasil yang terukur. Terdapat 4 jenis pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh daerah dalam rangka
penerapan SPM kesehatan.
2. Indikator adalah ukuran keberhasilan pelaksanaan pelayanan SPM. Penjelasan mengenai jenis pelayanan
dan indikator untuk masing-masing jenis pelayanan tercantum pada permenkes No. 741 tahun 2008 dan
No. 828 tahun 2008.
3. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD
sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program. Kegiatan terdiri dari sekumpulan
Langkah kegiatan adalah rincian aktivitas yang diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu.
Penjelasan mengenai kegiatan dan langkah kegiatan untuk setiap indikator SPM kesehatan tercantum
dalam permenkes No. 317 tahun 2009.
4. Variabel kegiatan adalah komponen input atau proses yang perlu disediakan untuk menjalankan langkah
kegiatan tertentu.
5. Komponen biaya adalah volume, frekuensi, harga, jumlah tertentu yang menentukan besaran sumber daya
yang dikonsumsi.
Ada 4 jenis Untuk masing- Untuk masing-masing Pada setiap kegiatan Pada setiap langkah Untuk setiap Sesuai dengan
pelayanan, yaitu: masing jenis indikator terdapat terdapat langkah kegi kegiatan terdapat variabel kegiatan komponen
pelayanan, terdapat kegiatan. Kegiatan ada atan. variabel kegiatan. terdapat kom biaya yang ada,
1. Pelayanan
www.kinerja.or.id
Penjelasan lebih rinci untuk masing-masing aktivitas pembiayaan SPM tersebut dijelaskan dalam sub pokok
bahasan berikut ini.
1. Costing Aktivitas
Pembiayaan aktivitas adalah kegiatan menghitung kebutuhan sumber daya bagi terselenggaranya aktivitas
pelayanan bagi masyarakat, sebagai wujud nyata penerapan SPM. Dalam gambar di atas yang dimaksud
dengan costing aktivitas adalah mulai dari identifikasi langkah kegiatan hingga diperolehnya sejumlah biaya
yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap langkah kegiatan.
2. Costing Indikator
Costing indikator adalah kegiatan menghitung kebutuhan biaya bagi terselenggaranya indikator SPM tertentu.
Perhitungan kebutuhan biaya untuk suatu indikator dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
costing aktivitas pada indikator tersebut (penjumlahan hasil costing per langkah kegiatan). Sebagai contoh
untuk indikator cakupan desa UCI, maka costing indikator diperoleh dari penjumlahan hasil perhitungan biaya
kegiatan imunisasi rutin + imunisasi tambahan + imunisasi dalam penanganan KLB.
3. Costing Layanan
Costing layanan adalah kegiatan menghitung kebutuhan biaya bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan
tertentu, sebagaimana tercantum dalam SPM bidang kesehatan. Perhitungan kebutuhan biaya untuk suatu
pelayanan dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh hasil costing indikator. Sebagai contoh untuk costing
layanan kesehatan dasar diperoleh dari penjumlahan costing pada indikator 1 14.
Total pembiayaan SPM adalah kebutuhan biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan SPM kesehatan
secara total. Perhitungan total pembiayaan SPM diperoleh dari penjumlahan seluruh hasil costing layanan.
Jadi total pembiayaan SPM bidang kesehatan adalah penjumlahan dari hasil perhitungan kebutuhan
biaya untuk pelayanan kesehatan dasar + pelayanan kesehatan rujukan + penyelidikan epidemiologi dan
penanggulangan KLB + promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah daerah harus menyusun skenario pemenuhan kebutuhan pembiayaan SPM hingga batas waktu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini diperlukan agar daerah mempunyai tahapan kegiatan dan
target tahunan yang jelas. Itulah mengapa pada saat menyusun rencana kegiatan dan pembiayaan SPM
diharuskan berpatokan pada hasil pencapaian SPM tahun terakhir. Karena sejumlah gap itulah sumber daya
harus dialokasikan. Semakin lebar gap yang ada, semakin besar pula konsumsi sumber dayanya. Dengan
diketahuinya target dan perkiraan biaya maka pemerintah daerah dapat memikirkan mekanisme untuk
memenuhi kebutuhan biaya tersebut.
Berikut ini contoh format penyajian kebutuhan pembiayaan SPM selama 1 periode renstra (5 tahun).
Data Capaian
Kondisi
Jenis Indikator pada Tahun
Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5 Kinerja pada
Pelayanan SPM Awal
akhir periode
Perencanaan
Contoh Presentasi di CD
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses dalam
CD yang terlampir:
a) Presentasi 5.1 Pembiayaan SPM, prinsip costing, serta penyepakatan unit cost daerah
Lihat materi presentasi pada folder modul-5 : Presentasi 5.1 Pembiayaan SPM, prinsip costing, serta
penyepakatan unit cost daerah
Modul 6
Integrasi Hasil Costing & Pembiayaan SPM dalam
Perencanaan dan Penganggaran
Tujuan Pembelajaran
Uraian substansi modul ini adalah cara mengintegrasikan hasil costing dan pembiayaan SPM dalam:
SPM yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga menjadi acuan dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggung jawaban di
daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
urusan wajib. SPM dari seluruh SKPD dan satuan kerja yang memberikan pelayanan publik menjadi indikator
(tolok ukur) yang disusun sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan
rencana stratejik daerah.Tiap satuan kerja harus menyusun rencana stratejik dan rencana bisnis agar dapat
mencapai standar pelayanan minimal yang menjadi tanggungjawabnya, dan kemudian dijabarkan dalam
rencana bisnis anggaran dan rencana kerja SKPD/Satuan kerja.
Berdasarkan sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku, Rencana Pencapaian SPM perlu disin
kronkan dan diintregrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana
Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD).Target tahunan pencapaian SPM dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan
Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pentingnya pengintegrasian rencana pencapaian SPM ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran
daerah secara ekplisit telah disebutkan dalam berbagai peraturan.Di dalam Permendagri 79/2007 hal tersebut
dinyatakan pada Bab V dan VI. Dalam Permendagri 54/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Dokumen
Perencanaan Daerah juga telah mencantumkan posisi SPM dalam proses penyusunan perencanaan daerah.
Evaluasi pelaksanaannya juga telah secara jelas dicantumkan dalam PP 20/2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah. Peraturan lain yang menggambarkan kedudukan SPM dalam rencana pembangunan daerah
adalah PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rencana pencapaian SPM bukan sebuah dokumen perencanaan
tersendiri namun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen perencanaan pembangunan daerah.
Tercapainya standar pelayanan minimal merupakan tanggung jawab satuan kerja dalam menyediakan
pelayanan wajib kepada masyarakat.Di bidang kesehatan tanggung jawab tersebut melekat di institusi Dinas
Kesehatan sebagai SKPD yang membidangi masalah kesehatan.Dengan demikian keberhasilan pencapaian
SPM bidang kesehatansangat dipengaruhi oleh kemampuan Dinas Kesehatan dalam menyusun rencana
pencapaian SPM serta menjabarkannya ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Daerah, mulai dari
RPJMD, Renstra, RKPD, dan Renja SKPD.Hasil costing SPM yang telah diperoleh sebagaimana dijelaskan
pada pokok bahasan sebelumnya, tidak akan banyak bermanfaat jika angka tersebut tidak menjadi input dalam
proses penyusunan rencana pembangunan daerah.
RPJMD merupakan suatu dokumen rencana resmi daerah untuk mengarahkan pembangunan daerah dalam
jangka waktu 5 tahun ke depan. RPJMD memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan
daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah,
dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yg
bersifat indikatif.
Tahapan proses penyusunan RPJMD secara garis besar adalah sebagai berikut:
2 Penyusunan Pengajuan kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah &
Rancangan Awal indikasi program prioritas disertai kebutuhan pendanaan, Pembahasan dan
RPJMD kesepakatan
3 Penyiapan Surat -
Edaran KDH
7 Penetapan Perda Penyampaian rancangan perda tentang RPJMD kepada DPRD, Pembahasan
RPJMD rancangan perda tentang RPJMD bersama DPRD, Persetujuan bersama perda
tentang RPJMD oleh DPRD dan Kepala daerah, Penyampaian peraturan
daerah tentang RPJMD provinsi kepada menteri dan peraturan daerah tentang
RPJMD kabupaten/kota kepada Gubernur
Data dan informasi merupakan unsur penting dalam perumusan rencana yang akan menentukan kualitas
dokumen rencana pembangunan daerah yang disusun. Untuk itu, dalam penyusunan RPJMD perlu
dikumpulkan data dan informasi yang akurat dan relevan serta dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan data dan informasi yang telah terkumpul, disusunlah rancangan awal RPJMD. Tahapan
penyusunan rancangan awal RPJMD kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
Telaahan Terhadap
RPJPD Kabupaten/
Kota
Perumusan
Strategi dan Arah Rancangan Awal RPJMD
VISI, MISI dan Kebijakan
Program KDH Pendahuluan
Perumusan
Gambaran umum kondisi
Penjelasan
Visi dan Perumusan Kebijakan daerah
Penelaahan Misi Umum dan Program Gambaran pengelolaan
RJPMN, RPJMD Pembangunan Daerah keuangan daerah serta
Provinsi dan Kabupaten/Kota kerangka pendanaan
RPJMD Kab/ Kota
Persiapan Analisis isu-isu srategis, visi,
lainnya
Penyusunan Perumusan
misi, tujuan dan sasaran
RPJMD Kab/ Indikasi Rencana Strategi dan arah kebijakan
Kota Program Kebijakan umum dan program
Analisis Isu-isu
Prioritas yang pembangunan daerah
Strategis Perumusan Disertai Kebutuhan Indikasi rencana program
Pengolahan Pembangunan Tujuan dan Pendanaan prioritas yang disertai kebutuhan
Data dan Jangka Sasaran
Informasi Menengah pendanaan
Kabupaten/Kota Penetapan indikator kinerja
Penetapan
Hasil Daerah
Indikator Kinerja
Evaluasi Penelaahan Pedoman transisi dan kaidah
RJPMN, Daerah
Capaian pelaksanaan.
RPJMD
RPJMD Provinsi dan
RPJMD Kab/ Pembahasan dengan
Kota lainnya SKPD Kabupaten/
Kota
Perumusan isi dan substansi rancangan awal RPJMD sangat menentukan kualitas dokumen RPJMD yang
akan dihasilkan. Di dalam dokumen rancangan awal RPJMD diuraikan indikator kinerja daerah yang menjadi
acuan bagi penyusunan renstra SKPD. Dengan demikian rancangan awal RPJMD ini berperan sangat
strategis untuk mengarahkan penyusunan Renstra SKPD dan berfungsi sebagai koridor perencanaan
pembangunan indikatif selama 5 (lima) tahun yang disusun menggunakan pendekatan teknokratis dan
partisipatif.
Proses perumusan rancangan awal tersebut dilakukan melalui serangkaian kegiatan, salah satunya adalah
forum pembahasan dengan SKPD. Disinilah peran Dinas kesehatan untuk bisa mengawal indikator SPM
bidang kesehatan agar masuk sebagai program prioritas.
Penyusunan Rancangan
Renstra SKPD
Renstra SKPD
Rancangan RPJMD:
1. Pendahuluan
2. Gambaran umum kondisi daerah
3. Gambaran pengelolaan keuangan daerah serta
kerangka pendanaan
4. Analisis isu-isu srategis
5. Visi, misi, tujuan dan sasaran
6. Strategi dan arah kebijakan
7. Kebijakan umum dan program pembangunan
8. Indikasi rencana program prioritas yang disertai
kebutuhan daerah Indikasi rencana program prioritas
yang disertai kebutuhan pendanan
Untuk memastikan bahwa substansi materi rancangan renstra-SKPD telah disusun sesuai dengan rancangan
awal RPJMD, dilakukan verifikasi melalui pembahasan bersama antara Bappeda dengan setiap SKPD.
Verifikasi juga bertujuan untuk mengintegrasikan dan mempertajam pencapaian sasaran program dan kegiatan
antara satu SKPD dengan SKPD lainnya (lintas SKPD), serta memperoleh klarifikasi/masukan dari SKPD
dalam hal terdapat ketidaksesuaian dengan arahan yang telah disampaikan dalam surat edaran. Bilamana
terdapat ketidaksesuaian dengan arahan yang telah ditetapkan, kepala SKPD wajib menyempurnakan
rancangan Renstra SKPD dan menyampaikan kembali kepada Bappeda.
Seluruh Renstra SKPD yang telah diverifikasi selanjutnya dijadikan sebagai masukan untuk penyempurnaan
rancangan awal RPJMD menjadi rancangan RPJMD. Di dalam dokumen RPJMD tersebut disusun rumusan
indikasi rencana program prioritas disertai kebutuhan pendanaannya. Perumusan alokasi pagu untuk setiap
program dihitung berdasarkan capaian indikator program dengan memperhatikan rencana penggunaan
kapasitas riil anggaran berupa alokasi belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Rancangan RPJMD akan disempurnakan melalui Musrenbang RPJMD. Rancangan akhir RPJMD dirumuskan
berdasarkan berita acara kesepakatan hasil musrenbang RPJMD. Rancangan akhir RPJMD yang telah
disempurnakan berdasarkan kesepakatan hasil musrenbang RPJMD, selanjutnya dibahas dengan seluruh
kepala SKPD untuk memastikan bahwa program pembangunan jangka menengah terkait dengan tugas pokok
dan fungsi masing-masing telah disempurnakan dengan kesepakatan hasil musrenbang dan ditampung
dalam rancangan akhir RPJMD. Rancangan akhir RPJMD ini diajukan kepada kepala daerah untuk meminta
persetujuan dikonsultasikan kepada Gubernur. Posisi pencapaian SPM dalam RPJMD secara khusus dapat
digambarkan sebagai berikut.
Perumusan penjelasan
visi dan misi Perumusan strategi dan
Perumusan Analisis isu
Masalah strategis arah kebijakan
Perumusan tujuan
dan sasaran
Kebijakan umum dan daerah
program pembangunan
6
7
...
Berdasarkan hasil analisis tersebut, akan dapat diidentifikasi kinerja masing-masing program dengan melihat
pada tingkat pencapain target. Proses ini dilakukan untuk mengenali masalah yang masih dihadapi sehingga
bisa menjadi dasar dalam menentukan prioritas program. Hasil analisis dapat dituangkan dalam tabel berikut ini.
6
7
...
Berbagai permasalahan yang teridentifikasi tersebut dianalisis faktor penyebab dan faktor penentu
keberhasilannya, untuk dirumuskan program atau kegiatan intervensi.Setiap program atau kegiatan intervensi
dihitung kebutuhan biayanya untuk menjadi dasar bagi penentuan alokasi anggarannya.
Hasil akhir rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaannya dapat dipelajari pada tabel berikut ini.
Bidang Indikator
Kesehatan SPM
Kesehatan
Rencana Kerja Pembangunan Daerah, yang selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat
rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat, dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Sebagai suatu dokumen resmi rencana daerah, RKPD mempunyai kedudukan yang strategis, yaitu
menjembatani antara perencanaan strategis jangka menengah dengan perencanaan dan penganggaran
Substansi RKPD memuat program dan kegiatan SKPD dan dokumen RKPD merupakan acuan bagi SKPD
dalam menyempurnakan Renja SKPD untuk tahun yang sama. Proses penyusunan RKPD dilakukan secara
paralel dan sifatnya saling memberi masukan dengan proses penyusunan Rencana Kerja SKPD (Renja
SKPD).
Secara garis besar, tahapan proses penyusunan RKPD menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor :
050/200/II/BANGDA/2008 adalah sebagai berikut:
Tahapan Proses Penyusunan RKPD menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008
Tahap Kegiatan Uraian
Tahap 1 Persiapan dan Pada tahap ini dilakukan orientasi mengenai RKPD, identifikasi para
Pengorganisasian pemangku kepentingan untuk dilibatkan dalam proses penyusunan
Para Pemangku RKPD, pembentukan Tim Penyusun RKPD, Penyusunan Rencana
Kepentingan kerja Penyiapan Dokumen, pengumpulan data dan informasi, serta
penyusunan daftar isi RKPD.
Tahap 2 Penyusunan Tahapan ini mencakup kegiatan-kegiatan review RPJMD, review usulan
Rancangan Awal program dan kegiatan SKPD tahun lalu dan prioritas untuk tahun
RKPD rencana, analisis isu strategis dan prioritas pembangunan daerah
untuk tahun yang direncanakan bersama para pemangku kepentingan
terkait, menyusun dokumen rancangan awal RKPD, dan pembahasan
rancangan awal RKPD dengan SKPD.
Tahap 3 Penyusunan Tahapan ini meliputi kegiatan persiapan penyusunan, kegiatan analisis
rancangan Renja dan pengkajian dokumen terkait, dan kegiatan penyusunan Rancangan
SKPD Renja SKPD.
Tahap 4 Penyusunan Pada tahap ini dilakukan penilaian dan pembahasan atas rancangan
Rancangan RKPD Renja SKPD yang disampaikan Kepala SKPD kepada Bappeda,
pengintegrasian rancangan Renja SKPD ke dalam Rancangan Awal
RKPD untuk menjadi Rancangan RKPD, pembahasan dengan para
Tahap 5 Musrenbang Tahap ini merupakan pelibatan para pemangku kepentingan dalam
pengambilan keputusan perencanaan, melalui pelaksanaan Musrenbang
sejak tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, Forum SKPD/gabungan
SKPD Kabupaten/Kota, Musrenbang Kabupaten/Kota, ForumSKPD/
Gabungan SKPD Provinsi, dan Musrenbang Provinsi, sesuai jadwal yang
ditetapkan.
Tahap 6 Penyusunan Pada tahap ini dilakukan penyempurnaan atas Rancangan RKPD
Rancangan Akhir berdasarkan hasil kesepakatan dalam Musrenbangtahunan daerah
RKPD/Renja SKPD dengan tetap memperhatikan rancangan RKP untuk RKPD Provinsi, dan
rancangan RKPD Provinsi untuk RKPD Kabupaten/Kota.
Tahap 7 Penyiapan dan Pada tahap ini dilakukan penyiapan dan penetapan peraturan Kepala
Penetapan Daerah tentang RKPD dan penyiapan dan penetapan peraturan Kepala
Peraturan RKPD/ SKPD untuk Renja SKPD.
Renja SKPD
Tahap 8 Pengintegrasian Pada tahap ini RKPD perlu diterjemahkan ke dalam proses
RKPD ke penganggaran melalui penyusunan KUA, PPAS, dan RKA SKPD.
dalam Proses
Penganggaran
Daerah
Perhitungan pagu indikatif anggaran program dan kegiatan yang dialokasikan bagi setiap SKPD didasarkan
pada kebutuhan SKPD untuk melaksanakan urusan wajib/pilihan pemerintah daerah prioritas sesuai tingkat
dan sasaran pelayanan program dan kegiatan.
Analisis Kondisi
dan Permasalahan Perkiraan
Daerah Mutakhir Kemampuan
Keuangan Daerah
Review RPJMD
- Prioritas dan Rumusan Kebijakan
Target Program Penyiapan Rumusan Keuangan Daerah;
- Perkiraaan Rancangan Awal Prioritas Program dan
Capaian RKPD Kegiatan; serta Pagu
Indikatif
Review Usulan
Program dan
Kegiatan dan
RKA-SKPD Tahun
Sebelumnya
Rancangan Renja SKPD merupakan rancangan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh masing-
masing SKPD pada tahun yang direncanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka
menunjang pencapaian visi dan misi kepala daerah terpilih. Program dan kegiatan dalam rancangan Renja
SKPD masih bersifat indikatif yang diselaraskan dengan program dan kegiatan prioritas daerah. Pada tahap
ini dilakukan kegiatan persiapan penyusunan, kegiatan analisis dan pengkajian dokumen terkait, dan kegiatan
penyusunan Rancangan Renja SKPD. Di dalam permendagri No. 65 tahun 2007 disebutkan bahwa SPM
yang ditelah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun
perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Artinya, kegiatan pencapaian SPM
harus diprioritaskan dan menjadi usulan wajib dalam rancangan Renja SKPD. Berikut ini contoh tabel rencana
program dan kegiatan prioritas dalam RKPD.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
Review Rancangan
Review Awal RKPD
Renstra
SKPD Identifikasi Program/
Kegiatan Terkait SKPD
Program/Kegiatan
Evaluasi Capaian
SKPD Berdasarkan
Kinerja Pelayanan Rumusan
Skala Prioritas
Wajb/Pilihan Rancangan
SKPD Terhadap Renja SKPD
Target Renstra
SKPD
Penyusunan rancangan RKPD merupakan tahap lanjutan, berupa kajian dan pembahasan atas rancangan
Renja SKPD yang diintegrasikan dengan Rancangan Awal RKPD untuk diperbaiki menjadi Rancangan RKPD,
pembahasan dengan para pemangku kepentingan terkait untuk memperoleh masukan dan pertimbangan bagi
rancangan RKPD, penyiapan ringkasan Rancangan RKPD sebagai bahan pembahasan dalam Musrenbang
tahunan daerah. Ringkasan rancangan RKPD Kabupaten/Kota disampaikan kepada Bappeda Provinsi sebagai
masukan dalam penyusunan RKPD Provinsi. Rancangan RKPD merupakan integrasi dan harmonisasi antara
rancangan awal RKPD dengan rancangan Renja setiap SKPD yang telah mendapatkan konfirmasi dan review
dari setiap SKPD. Penyusunan Rancangan RKPD merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda, dan materi
program/kegiatan yang termuat merupakan bahan utama dalam penyelenggaraan musrenbang tahunan daerah.
Peran Bappeda dalam proses penyusunan rancangan RKPD sangat penting. Disinilah perlunya advokasi dari
Dinas Kesehatan untuk menyamakan persepsi tentang prioritas program kesehatan agar segala kegiatan
yang terkait dengan pemenuhan SPM bidang kesehatan mendapat tempat yang baik dalam rancangan RKPD
tersebut, sehinga pada akhirnya kegiatan pencapaian SPM bidang kesehatan yang masih indikatif nantinya
bisa dipertahankan dan bisa menjadi definitif.
Setelah melalui forum musrenbang, disusunlah renja SKPD. Renja SKPD merupakan penyempurnaan dari
rancangan Renja SKPD yang berisikan program dan kegiatan yang telah disepakati melalui pembahasan
forum SKPD/gabungan SKPD dan musrenbang kabupaten/kota untuk dilaksanakan oleh masing-masing
SKPD pada tahun yang direncanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka menunjang
pencapaian visi dan misi kepala daerah terpilih. Program dan kegiatan dalam Renja SKPD bersifat definitif.
Penyempurnaan Renja SKPD merupakan tanggung jawab masing-masing kepala SKPD yang proses
penyusunannya mengacu pada dokumen RKPD yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Kepala Daerah.
Supaya Renja SKPD menjadi dokumen resmi yang digunakan sebagai salah satu rujukan dalam penyusunan
RKA-SKPD, maka Renja SKPD perlu ditetapkan dengan Peraturan Kepala SKPD.
Pengintegrasian RKPD ke dalam proses penganggaran tahunan daerah dilakukan melalui 3 (tiga) hal, yaitu:
penyusunan KUA dan PPAS, penyusunan RKA-SKPD, dan penyusunan RAPBD. Penyusunan KUA dan PPAS,
serta penyusunan RKA-SKPD memiliki fungsi penting dan sangat fundamental karena menjembatani proses
penerjemahan rencana ke dalam penganggaran yang disusun untuk memastikan bahwa kesepakatan para
pemangku kepentingan atas tujuan, sasaran, dan target perencanaan dapat direalisasikan. Oleh karena itu
sangat perlu diperhatikan konsistensi dokumen perencanaan seperti RKPD dan Renja SKPD dengan KUA,
PPAS, dan RKA SKPD. Oleh karena itu pada fase ini sekali lagi harus dipastikan bahwa kegiatan pencapaian
SPM kesehatan secara konsisten tercantum dalam RKPD, Renja SKPD sampai dengan KUA, PPAS, dan RKA
SKPD agar mendapat alokasi anggaran yang ideal.
Penyusunan RAPBD merupakan tahap akhir dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran tahunan
daerah, yang disusun bersama TAPD dengan Panitia Anggaran DPRD sebagai bahan pembahasan paripurna
DPRD untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan daerah untuk
tahun yang direncanakan.
Berikut ini berturut-turut ditampilkan alur penyusunan RKPD, Renja SKPD, KUA, PPAS dan APBD, selanjutnya
alur proses penyusunan dokumen RKPD dan dokumen Renja SKPD, serta Format daftar rancangan program
dan kegiatan RKPD/Renja SKPD.
Gambar 7.6: Alur penyusunan RKPD, Renja SKPD, KUA, PPAS dan APBD
www.kinerja.or.id
Bidang Kesehatan untuk Kabupaten/Kota
Tata Kelola Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Gambar: 7.7 Proses penyusunan dokumen RKPD dan dokumen Renja SKPD
203
204
Format Daftar Rancangan Program dan Kegiatan RKPD/Renja SKPD
Review Usulan Kegiatan (n+1) Penyusunan Target Kinerja Keluaran Kegiatan dan Perkiraan Pagu Indikatif Program
padaRKPD tahun berjalan dan Kegiatan pada tahun n dan n+1
Target Biaya
Anggaran Biaya
Kinerja Target Target Satuan Pagu
Target Kegiatan Satuan Pagu
Program Tolok Keluaran Kinerja Kinerja Per Indikatif
Kinerja pada n+1 Kategori Per Keluaran Indikatif
Code dan Ukur Kegiatan Keluaran Keluaran Keluaran Pada Organisasi
Program RKPD tahun Prioritas Kegiatan Pada Tahun
Kegiatan* Kftnerja pada n+1 pada pada Tahun Kegiatan Tahun
RPJMD berjalan pada Tahun n (Rp)
RKPD tahun Tahun n n+1 pada Tahun n+1 (Rp)
(Rp) n (Rp
berjalan n+1 (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Indikator Mempertimbangkan
SPM hasil costing SPM
Jumlah
Sumber: Tabel Target Pencapaian Kinerja yang Terukur dari Setiap Urusan Pemenntahan Daerah-Lampiran A-X Permendagri 13/2006
Catatan: * Ditengapi dengan kode (B) sebagai kegiatan baru, (R) sebagai kegiatan replikasi, (L) sebagai kegiatan lanjutan
** Kategori prioritas: tinggi, sedang, rendah dltinjau dari tingkat relevansi terhadap pencapaian visi, misi RPJMD
*** n adalah tahun rencana, n + 1 adalah satu tahun setelah tahun rencana
www.kinerja.or.id
Integrasi dalam RENSTRA
Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai
dengan tugas dan fungsi SKPD. Penyusunan Renstra-SKPD berpedoman pada RPJMD dan bersifat
indikatif. Tahapan penyusunan Renstra SKPD sesuai dengan Permendagri No. 54 tahun 2010 adalah sebagai
berikut:
Tahapan penyusunan Renstra SKPD sesuai dengan Permendagri No. 54 tahun 2010
Perumusan isi dan substansi rancangan Renstra SKPD sangat menentukan kualitas dokumen Renstra SKPD
yang akan dihasilkan. Salah satu dokumen rujukan awal dalam menyusun rancangan Renstra SKPD adalah
Rancangan Awal RPJMD yang menunjukkan program dan target indikator kinerja yang harus dicapai oleh
SKPD selama lima tahun, baik untuk mendukung visi/misi kepala daerah maupun untuk memperbaiki kinerja
layanan dalam rangka pemenuhan tugas dan fungsi SKPD terkait. Dokumentasi perumusan dan keseluruhan
tahap perencanaan pembangunan daerah daerah dijadikan sebagai kertas kerja (working paper). Suatu kertas
kerja perumusan dan keseluruhan tahap penyusunan Renstra SKPD merupakan dokumen yang tak terpisah
dan dijadikan sebagai dasar penyajian (dokumen) Renstra SKPD.
Proses penyusunan rancangan Renstra SKPD tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Perumusan
Tujuan Perumusan
Penelaahan Perumusan
RTRW rencana kegiatan
Isu-isu indikator kinerja
strategis kelompok sasaran
Penelaahan berdasarkan dan pendanaan Rancangan
tusi indikatif
KLHS Renstra SKPD
berdasarkan
Perumusan rencana program - Pendahuluan
prioritas RPJMD - Gambaran pelayanan
Sasaran
Analisis
SKPD
Gambaran - Isu-isu strategis
Pelayanan Perumusan berdasarkan tugas pokok
SKPD indikator kinerja dan fungsi
SKPD yang - Visi, misi, tujuan dan
mengacu pada
tujuan dan sasaran, strategi dan
sasaran RPJMD kebijakan
- Rencana program,
SPM kegiatan indikator kinerja,
kelompok sasaran dan
pendanaan indikatif
- Indikator kinerja SKPD
Pengolahan yang mengacu pada
Data dan tujuan dan sasaran
Informasi
RPJMD.
Proses integrasi SPM kesehatan dalam dokumen Renstra Dinas Kesehatan dimulai dari saat penyusunan
rancangan renstra SKPD ini. Analisis pelayanan SKPD diantaranya berisi gambaran kinerja pencapaian SPM
bidang kesehatan. Dengan demikian jika dalam implementasi SPM bidang kesehatan masih terdapat masalah,
hal itu akan menjadi isu strategis dan menjadi dasar dalam merumuskan tujuan dan sasaran Dinas Kesehatan.
Berikut contoh tabel analisis dalam menyusun target renstra SKPD berdasarkan realisasi pencapaian indikator
SPM.
Indikator SPM kesehatan
menjadi prioritas
Angka pencapaian indikator SPM kesehatan yang diisikan pada tabel di atas merupakan angka wilayah, hasil
kerja dari seluruh Puskesmas dan institusi pelayanan kesehatan lain di daerah tersebut. Catatan analisis
dibuat untuk melengkapi informasi tentang masalah atau kendala dalam pencapaian masing-masing indikator
SPM kesehatan yang dihadapi oleh Puskesmas dan jejaringnya, sebagai pertimbangan dalam merumuskan
rencana kegiatan dalam renstra Dinas Kesehatan.
Proses perumusan rencana program dan kegiatan dilakukan dengan mengacu pada tahapan berikut ini:
Hasil akhir dari proses di atas selanjutnya dituangkan dalam tabel Rumusan Rencana Program, Kegiatan,
Indikator Kinerja, Dan Pendanaan Indikatif SKPD, seperti contoh berikut ini.
Hasil inilah yang diajukan untuk mendapat persetujuan sebagai dokumen rencana strategis Dinas Kesehatan,
sehingga program dan pendanaan yang saat ini masih bersifat indikatif nantinya bisa menjadi definitif, dan
menjadi rujukan dalam penyusunan rencana kerja tahunan Dinas Kesehatan.
Rencana Kerja (Renja) SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu) tahun, yang
memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Perumusan program dan kegiatan
Renja SKPD dilakukan berdasarkan penyesuaian antara identifikasi kebutuhan program dan kegiatan
berdasarkan hasil analisis dengan arahan prioritas program dan kegiatan SKPD menurut rancangan awal
RKPD, serta mempertimbangkan hasil telaahan kebijakan nasional (termasuk SPM), dan kebijakan propinsi.
Proses penyusunan renja SKPD terdiri dari 4 tahap utama, yaitu sebagai berikut.
4 Penetapan Renja Verifikasi Rancangan Renja SKPD dengan RKPD, Pengesahan Renja
SKPD SKPD oleh Kepala Daerah
Pengolahan data dan informasi dalam menyusun Renja SKPD, pada dasarnya sama dengan pengolahan data
dan informasi penyusunan RKPD. Bedanya, data dan informasi yang diolah mencakup bahan yang diperlukan
dalam rangka analisis kondisi kinerja dan permasalahan pelayanan SKPD.Analisis kinerja pelayanan SKPD
berupa pengkajian terhadap capaian kinerja pelayanan SKPD dan dampak yang ditimbulkan atas kinerja
pelayanan tersebut, serta mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi untuk penyusunan program dan
kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan SKPD sesuai dengan tugas dan fungsi. Untuk menganalisis
kinerja pelayanan SKPD digunakan beberapa indikator, antara lain mengacu pada Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dan Indikator Kinerja Kunci (IKK) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008, dengan
sasaran target sesuai dengan Renstra SKPD dan/atau berdasarkan atas hasil analisis standar kebutuhan
pelayanan. Berikut ini gambaran posisi SPM dalam penyusunan Renja SKPD.
Realisasi
SPM/ Target Renstra SKPD Proyeksi
Capaian Catatan
NO Indikator Standar
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Analisis
Nasional
(n-2) (n-1) (n) (n+1) (n-2) (n-1) (n) (n+1)
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
Untuk SPM bidang kesehatan, SKPD yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan.Pencapaian SPM Dinas
Kesehatan adalah merupakan hasil kerja seluruh institusi pelayanan kesehatan di daerah tersebut, dengan
Puskesmas sebagai motor penggerak utamanya.Hasil analisis tersebut selanjutnya menjadi dasar dalam
merumuskan rencana program dan kegiatan.Berikut contoh format untuk perumusan rencana program dan
kegiatan SKPD.
Karena ujung tombak dari pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Puskesmas, maka
penyusunan dokumen di atas harus mengakomodasi segala permasalahan dan rencana kegiatan yang
disusun di Puskesmas. Sehingga diharapkan proses penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas dilakukan
sejalan dengan proses penyusunan Renja Dinas Kesehatan.
PENYUSUNAN
PERENCANAAN Penyesuaian
DI PUSKESMAS dengan Renja
Kompilasi dan Pembahasan Dinas Kesehatan
Semua Rencana Program/ Program/Unit Kerja
Penyusunan Unit Kerja
Rencana Kegiatan Puskesmas
dengan Melibatkan Semua
RANCANGAN PTP PTP
Program/Unit Kerja (PERENCANAAN
(PERENCANAAN TINGKAT TINGKAT
PUSKESMAS) PUSKESMAS)
RANCANGAN RENJA
Penyusunan DINAS KESEHATAN
PENYUSUNAN
Rencana Tahunan
PERENCANAAN
Dinas Kesehatan dengan
DI DINAS
Melibatkan Semua
KESEHATAN Pelaksanaan
Puskesmas
Forum SKPD
untuk Membahas
Rancangan Renja
Dinas Kesehatan
RENJA
DINAS KESEHATAN
(DEFINITIF)
Dengan memperhatikan bagan tersebut, maka penting untuk disepakati waktu penyusunan PTP yang tepat
agar kegiatan yang tercantum dalam PTP dan Renja Dinas Kesehatan bisa sejalan.
Berikutnya adalah tabel yang bisa digunakan untuk mengevaluasi adanya integrasi prencanaan dan
pembiayaan SPM bidang kesehatan ke dalam perencanaan dan pembiayaan daerah.
Tujuan Pembelajaran
Modul ini membahas monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana pemenuhan SPM, serta menyusun laporan
penerapan SPM bidang kesehatan.
Pendahuluan
Keberhasilan pelaksanaan suatu program/kegiatan memang diawali oleh adanya perencanaan yang baik.
Tetapi sebaik apapun dokumen perencanaan yang telah disusun, tidak akan banyak bermanfaat jika dalam
pelaksanaannya tidak menggunakan perencanaan tersebut sebagai acuan. Disinilah pentingnya kegiatan
monitoring dan evaluasi (Monev atau M&E). Monitoring akan membantu pelaksana program agar proses yang
dijalankan sesuai dengan yang seharusnya, sehingga pada akhirnya target kinerja yang ditetapkan dapat
tercapai. Melalui kegiatan evaluasi, akan dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program serta
hambatan atau kendala yang ada, sebagai feedback untuk perbaikan pada tahap selanjutnya.
Merujuk hal tersebut, maka dalam Modul Pendampingan SPM Kesehatan ini pokok bahasan mengenai
monitoring dan evaluasi, serta laporan kinerja juga menjadi bagian yang penting.
Monitoring adalah pemantauan terus menerus pada pelaksanaan suatu program atau kegiatan yang
dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelaksanaan program atau kegiatan tersebut sesuai dengan kondisi
yang seharusnya. Evaluasi adalah penilaian yang sistematik dan objektif pada desain, implementasi, dan hasil
yang dicapai oleh sebuah program atau kegiatan yang sedang atau telah berlagsung. Tujuan dari evaluasi
adalah untuk memperbaiki kebijakan dan rencana intervensi selanjutnya berdasarkan feedback dari hasil
evaluasi saat ini, serta sebagai mekanisme pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat.
Berdasarkan waktu pelaksaannya evaluasi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika program sedang berjalan, sedang evaluasi
sumatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pelaksanaan suatu program. Evaluasi bertujuan agar diketahui
pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai
dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.
Pada tingkat SKPD, monitoring dan evaluasi dan evaluasi juga harus dilaksanakan. Sebagaimana diketahui
bahwa penanggungjawab operasional SPM bidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam mengemban
kewajiban menyelenggarakan SPM Dinas Kesehatan bekerja bersama dengan Puskesmas dan institusi
mitra lain di daerah. Pemberi pelayanan kesehatan yang langsung berhadapan dengan masyarakat adalah
Puskesmas.
LEVEL
KABUPATEN RS DINAS KESEHATAN
LEVEL
KELURAHAN/ Pustu Polindes BPS DPS Pustu Polindes DPS BPS
DESA/
KAMPUNG
Keterangan:
----------- : Bersifat Koordinatif
: Bersifat Instruksional/komando
Pemerintah daerah secara rutin harus melaporkan hasil penerapan SPM yang menjadi tanggungjawabnya.
Di dalam Permendagri No. 6 tahun 2007 disebutkan bahwa penerimaan data SPM bidang Kesehatan
dilaporkan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Aplikasi SPM Kesehatan (yang diinput oleh pengelola data kabupaten/kota atau provinsi)
2. Langsung dari daerah (berkunjung/dikunjungi) dan diinput ke aplikasi SPM Kesehatan
3. Faksimili, E-mail (diinput ke aplikasi SPM Kesehatan)
Pelaporan data SPM bidang Kesehatan saat ini dilakukan sekali setahun. Updating (pemutakhiran) data
hasil SPM bidang Kesehatan dapat dilakukan oleh pengelola data di kabupaten/kota.
Di dalam Permendagri No. 6 tahun 2007 selain disebutkan tentang kewajiban untuk membuat laporan
tersebut juga telah menjelaskan sistematika npelaporan yang harus disusun (format selengkapnya
terlampir). Demikian juga dalam permenkes No. 741 tahun 2008, juga disebutkan bahwa Bupati/
Walikota menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan
kepada Menteri Kesehatan. Berdasarkan laporan teknis tahunan tersebut Menteri Kesehatan melakukan
pembinaan dan pengawasan teknis penerapan SPM Kesehatan.
Untuk bisa melakukan monitoring dan evaluasi, serta menyusun laporan pelaksanaan SPM bidang
kesehatan, harus memahami konsep pengukuran SPM. Masing-masing indikator SPM memiliki fomula
pengukuran yang spesisik. Penjelasan selengkapnya tentang formula pengukuran SPM telah dibahas
pada Bab III.
Data kegiatan SPM yang sebagai bahan menyusun laporan pelaksanaan SPM bidang kesehatan secara
garis besar terdiri dai 2 jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari aktivitas pelayanan sehari-hari di Puskesmas, misalnya catatan kunjungan
ibu hamil, sedang data sekunder adalah data yang diperoleh dari pelaporan pihak lain, misal laporan
kunjungan K4 dari Bidan Praktek swasta dan RS.
Data pencapaian SPM yang dilaporkan berasal dari berbagai sumber. Secara garis besar, sumber data
yang diperlukan untuk menghitung pencapaian SPM bidang kesehatan berasal dari:
Uraian selengkapnya mengenai jenis dan sumber data telah dibahas dalam Bab III buku modul ini.
Pelaporan SPM dilakukan secara rutin tiap bulan dengan mekanisme sebagai berikut:
Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Gubernur
Daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota wajib membuat laporan penerapan dan pencapaian SPM
bidang kesehatan. Laporan penerapan dan pencapaian SPM bidang kesehatan untuk daerah kabupaten/
kota diserahkan kepada propinsi (Gubernur) melalui surat Bupati/Walikota paling lambat bulan Februari.
Laporan penerapan dan pencapaian SPM bidang kesehatan untuk daerah propinsi dan laporan ringkasan
penerapan dan pencapaian SPM bidang kesehatan daerah kabupaten/kota diserahkan kepada Menteri
Kesehatan melalui surat Gubernur paling lambat bulan Maret. Kementerian kesehatan membuat laporan
penerapan dan pencapaian SPM bidang kesehatan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota secara
nasional dan di sampaikan ke menteri dalam negeri melalui surat menteri kesehatan paling lambat bulan April.
3. Calculating
4. Tabulating
Berbagai langkah pengolahan tersebut dilakukan untuk menghasilkan hasil perhitungan SPM yang akurat.
Pengertian dari profil pelayanan dasar adalah sekumpulan data dan informasi yang dikumpulkan,
distrukturkan dan diolah untuk menggambarkan kondisi pelayanan dasar di daerah sebagai bahan
masukan dalam mengembangkan rencana pencapaian SPM kedepan. Penyusunan profil difokuskan
kepada data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung pencapaian masing-masing indikator SPM.
a. Mengetahui gambaran umum, status, kedudukan, dan kinerja daerah dalam penerapan dan
pencapaian SPM untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. Mengetahui aspek-aspek apa saja yang perlu untuk segera ditangani dalam rangka pencapaian SPM
di daerah;
c. Mengetahui faktor-faktor penentu keberhasilan/ketidakberhasilan termasuk potensi dan permasalahan
penerapan SPM;
Hasil Analisa Profile Penerapan dan Hasil Pencapaian SPM ini akan dipergunakan sebagai:
a. Bahan masukan dalam pemutahiran data dan pengembangan sistem informasi pada setiap SKPK
yang bertanggungjawab dengan pendataan indikator SPM.
b. Sebagai masukan dalam melaksanakan perhitungan pembiayaan SPM.
c. Sebagai masukan dalam menyusun Rencana Aksi Penerapan dan Pencapaian SPM Kesehatan.
d. Sebagai masukan dalam mengintegrasikan SPM ke dalam dokumen Perencanaan dan Penganggaran
Daerah (RPJMK, RKPK, Renstra-SKPK, Renja-SKPK, KUA & PPAS, RKA SKPK serta APBK).
e. Bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam pencapaian SPM.
f. Bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM, termasuk pemberian
penghargaan dan sangsi bagi SKPD yang berprestasi.
Jika laporan data SPM Kesehatan memenuhi kriteria valid maka data SPM Kesehatan dapat dimanfaatkan
untuk beberapa tujuan berikut:
1. Evaluasi kinerja jajaran kesehatan (tiap jenjang administrasi), efektivitas & efisiensi
2. Penyusunan profil kesehatan/paket data lain
3. Penghitungan hasil/cakupan program
4. Data daerah setempat (penyusunan bahan kunjungan kerja)
5. Bahan pengusulan anggaran
6. Dasar alokasi sumber daya kesehatan
Hasil inilah yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan umpan balik kepada para pihak
terkait.
Anggota tim penyusunan rencana pemenuhan SPM dan pihak dari Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Bappeda dan Sekda yang dilibatkan dalam proses penyusunan rencana-rencana dan anggaran daerah,
serta Forum Multi Stakeholder),
Sebaiknya ada rapat calon peserta sebelum training untuk membahas data tentang pencapaian SPM
(termasuk pencapaian tahun terakhir) yang perlu dikumpulkan untuk dipakai dalam training.
2. Waktu
Dua hari
a) Pengantar
Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu melakukan monitoring dan evaluasi serta menyusun laporan
penerapan SPM bidang kesehatan.
Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 2 hari,
dengan alokasi waktu 7 x 60 menit per hari. Pada hari pertama pokok bahasan yang akan dibahas
adalah mekanisme monev dan penyusunan laporan penerapan SPM. Hari kedua diisi dengan
latihan dan diskusi tentang 2 topik tersebut.
c) Kegiatan hari II
Minta peserta untuk berlatihan menyusun dan melaksanakan monev.
Peserta yang ditunjuk memaparkan hasil latihan.
Minta peserta untuk berlatih menyusun laporan penerapan SPM.
Peserta yang ditunjuk memaparkan hasil latihan.
d) Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
5. Contoh Presentasi di CD
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di
CD yang terlampir:
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran modul ini adalah menguraikan substansi tentang pelaksanaan praktek yang baik dalam
penerapan rencana pemenuhan SPM, dengan indikasi praktek baik dalam penerapan SPM, dan dan scaling-
up(perluasan)penerapannya.
Pendahuluan
Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari
Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah
wajib mengupayakan sumber daya dan fasilitasi proses pelayanan satuan kerja agar standar pelayanan
minimal yang menjadi tanggungjawabnya dapat dipenuhi.
Berdasarkan standar pelayanan minimal yang telah disusun tiap satuan kerja dan unit-unit kerja wajib
menyusun standar teknis yang akan menjadi acuan langkah-langkah untuk mencapai standar pelayanan
minimal tersebut. Demikian juga perlu disusun lebih lanjut prosedur kerja/standar prosedur operasional
maupun instruksi kerja sesuai kebutuhan.
Terkait dengan kegiatan penerapan SPM bidang kesehatan, prosedur kerja standar untuk hal-hal yang bersifat
non medis dapat disusun atau dikembangkan sendiri sesuai dengan pengalaman daerah dalam mendapatkan
hasil yang optimal.Sedangkan untuk prosedur pelayanan kesehatan yang bersifat medis menggunakan standar
yang ditetapkan oleh organisasi profesi terkait.
Dilaksanakannya standar secara konsisten dan diperolehnya hasil yang optimal, merupakan indikasi bagi
terbentuknya good practice.
Sebetulnya, rencana pemenuhan SPM hanya alat Pemerintah untuk mendorong pemda meningkatkan
pelayanan kepada masyarakatnya.Tugas pokok pemda adalah melayani masyarakat.Praktek baik penerapan
SPM adalah praktek yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, sunguh melayani rakyat yang
membutuhkan. Pemenuhan target SPM kesehatan yaitu pemenuhan target melayani lebih baik - hanya akan
tercapai melalui serangkaian upaya sistematis dan berkesinambungan adalah komitmen pemerintah dalam
berbagai level untuk memberi dukungan konkrit kepada pihak yang memberi pelayanan kepada masyarakat
berupa kebijakan dan sumber daya yang mendukung, pemimpinan dan manajemen yang mengarahkan dan
mendorong kerjasama antar semua pihak yang terkait, sistem yang mampu menggerakkan dan mengarahkan
serta pengawasan yang mendorong.
Negara telah menjalankan good governance adalah: Organisasi publik beroperasi secara transparan,
accountable (bertanggungjawab), predictable (dapat diduga), responsive (berdaya tanggap), dan melibatkan
partisipasi masyarakat. Bullivant, et all, dalam buku Good Governance Handbook mengatakan beberapa aspek
yang mendukung terlaksanananya good governance di sektor kesehatan adalah:
1. Kejelasan visi
2. Strategi yang jelas dalam mencapai visi
Dari berbagai penjelasan di atas, aplikasi good governance dan good management dalam penerapan SPM
bidang kesehatan antara lain bisa berupa hal-hal berikut ini:
4. Adanya jejaring dengan berbagai pihak yang terkait, misalnya: institusi pemberi pelayanan kesehatan
swasta, lintas sektor, dan dunia usaha.
Kinerja pelayanan dapat diukur dari aspek input, proses, output, outcome, dan dampak dari pelayanan
tersebut. Untuk mencapai kinerja yang optimal, diperlukan implementasi dari konsep good practice seperti
tersebut di atas. Pembakuan model good practices dalam organisasi untuk memperoleh hasil terbaik dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan manajemen kinerja (performance management). Manajemen
kinerja adalah sebuah pendekatan manajemen yang utamakanuntuk memastikan bahwa sasaran organisasi
telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien.
KINERJA telah mengawali implementasi good practices ini dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah sebagai
berikut:
Forum Multi Stakeholder adalah media untuk mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk
merespon isu-isu yang menjadi kepedulian bersama serta untuk melakukan upaya mencapai tujuan
bersama.Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan dari masyarakat (individu dan atau kelompok),
eksekutif, legislative, media, sektor bisnis, dan lain-lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama antar
pemangku kepentingan menjadi penting untuk mengembangkan proses dialogis dan membangun
kesadaran bersama serta melakukan aksi bersama. Dalam konteks pelayanan publik, forum multi stake
holder ini merupakan proses dialogis antara penyedia layanan dan pengguna layanan untuk mencapai
suatu pelayanan publik yang efektif, efisien, dan terjangkau. Apa yang telah diupayakan oleh pemerintah
(selaku penyedia layanan publik) serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat (selaku pengguna
layanan) harus diupayakan ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan menjadi ajang untuk
menyepakati apa saja yang akan dilakukan oleh masing-masing pelaku/berbagi peran dan tanggung
jawab, berbagi informasi, saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama. Forum Multi Stakeholder,
tidaklah harus merupakan pertemuan formal, loka karya atau bahkan merupakan organisasi atau lembaga
formal. Namun, bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang informal.Pada tahapan lebih lanjut, Forum
Upaya pencapaian SPM bidang kesehatan memerlukan kontribusi dari berbagai pihak. Dinas Kesehatan
dalam hal ini berperan sebagai leading sector, tetapi peran serta, kontribusi dan dukungan dari SKPD lain
sangat diperlukan. Menyadari hal tersebut, KINERJA dalam mengawali upaya percepatan pencapaian
SPM di setiap kabupaten/kota mitra, selalu menyelenggarakan workshop yang melibatkan semua unsur
yang terkait, misalnya dari Bappeda, Bagian Organisasi Pemda, lintas sektor lain, termasuk dari unsur
pimpinan pemerintah daerah dan DPRD. Melalui langkah ini diharapkan ada kesamaan persepsi dan
kesatuan gerak langkah dari berbagai pihak tersebut untuk bersama-sama mengawal dan mewujudkan
penyelenggaraan SPM kesehatan secara optimal.
Filosofi mendasar yang dimunculkan dalam kegiatan training of trainer (pelatihan bagi pelatih/fasilitator/
tim inti) SPM bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh KINERJA adalah penguatan kapasitas lokal
(capacity building). Dengan demikian setiap daerah akan mempunyai tenaga ahli lokal yang bisa berperan
sebagai rujukan permasalahan SPM di daerahnya masing-masing.
4. Pelaksanaan costing SPM bidang kesehatan dan integrasi rencana pemenuhan SPM
ke dalam perencanaan dan pembiayaan daerah
Dukungan dana yang memadai merupakan modal bagi terselenggaranya upaya pemenuhan SPM. Agar
rencana kegiatan pemenuhan SPM mendapatkan alokasi dana yang sesuai, Dinas Kesehatan selaku
penanggungjawab teknis SPM kesehatan harus mampu menyusun anggaran SPM dengan berdasarkan
pada standar pembiayaan yang jelas dan rasional. Disinilah peran pentingnya costing SPM dilakukan.
KINERJA mendorong dan memfasilitasi daerah dalam melakukan costing SPM, dan mengawal proses
integrasinya ke dalam perencanaan dan pembiayaan daerah.
5. Janji layanan
Sebagai lembaga yang concern dengan standar pelayanan publik (SPP), KINERJA mendorong dan
membentuk sistem pelayanan yang baik di kabupaten/kota mitra KINERJA. Salah satu bentuknya adalah
fasilitasi penyusunan janji layanan.
Bentuk upaya akselerasi pencapaian SPM lain yang dilakukan KINERJA adalah melalui kegiatan
benchmarking. Melalui kegiatan benchmarking, kabupaten/kota dapat belajar secara cepat keberhasilan
daerah lain sehingga diharapkan mampu menjadi motivator dan acuan dalam pengembangan di
daerahnya masing-masing.
KINERJA adalah program pemerintahan yang didanai USAID (2010-2015) untuk meningkatkan pelayanan
public di Indonesia. KINERJA bekerja dengan lokal goverment (pemerintah daerah) kabupaten/kota untuk
membuat pelayanan lebih responsive sambil membangun kapasitas masyarakat sipil dan masyarakat untuk
menuntut layanan yang lebih berkualitas dari pemerintah. Kegiatan yang dijalankan KINERJA bergerak di
semua tingkat pemerintah untuk mengatasi kesenjangan dalam penyediaan layanan.
Kegiatan pendampingan penerapan SPM bidang kesehatan oleh Kinerja USAID saat ini dilakukan secara
terbatas pada beberapa propinsi dengan area beberapa kabupaten/kota terpilih di propinsi tersebut. Success
story (cerita tentang keberhasilan) pada daerah yang mendapat pendampingan ini diharapkan dapat menyebar
ke daerah lain, sehingga daerah lain yang tidak mendapat pendampingan langsung juga dapat mengalami
keberhasilan yang sama. Untuk itulah perlu dilakukan kegiatan scale up.
Teknik scale up diartikan sebagai sebuah teknik yang dapat ditempuh untuk memperluas cakupan keberhasilan
suatu program atau kegiatan sehingga dampaknya bukan hanya dirasakan oleh sasaran langsung kegiatan
saja. Daerah lain yang bukan sasaran utama kegiatan intervensi (bukan daerah proyek) bisa dengan cepat
mengadaptasi dan meraih keberhasilan yang serupa dengan daerah proyek.
Istilah scaling up digunakan dalam sektor kesehatan dalam konteks yang luas, diantaranya:
1. Scaling up input, misal berupa: peningkatan anggaran belanja untuk kegiatan tertentu, pengadaan SDM
kesehatan sesuai dengan kopetensi yang dipersyaratkan, pengadaan bahan dan alat kesehatan untuk
menjangkau kebutuhan yang lebih luas, dan sebagainya.
2. Scaling up penyediaan layanan, misalnya dengan menambah jumlah unit layanan, mendekatkan unit
layanan ke masyarakat, bekerja sama dalam penyediaan layanan dengan pihak lain.
3. Menggunakan sumber daya yang ada dengan lebih efisien, misalnya melalui penataan organisasi,
Terkait dengan kerangka kerja pendampingan SPM bidang kesehatan oleh Kinerja USAID, konsep scaling up
yang hendak dikembangkan adalah konsep yang ke-lima. Scaling up untuk tujuan ini dapat ditempuh dengan
dua cara, yaitu vertical scaling up dan horizontal scaling up.
Verticals caling up dilakukan dengan meluncurkan konsep yang sistematis yang telah terbukti keefektifannya
di tingkat lokal dengan melembagakannya sehingga mencapai dampak yang lebih luas. Contohnya adalah
pembuatan peraturan atau kebijakan yang lahir dari konsep percontohan. Horizontal scaling up berarti
meluncurkan suatu konsep yang dapat memperluas cakupan area geografis kegiatan. Horizontal scaling up
dapat dilakukan sendiri oleh organisasi penyelenggara proyek ataupun bekerja sama dengan organisasi lain,
misalnya dengan membuat organisasi payung (organisasi yang bisa memayungi keberlanjutan proyek pada
daerah yang lebih luas), bekerja sama dengan lembaga pelatihan, serta melibatkan perusahaan swasta atau
lembaga donor lain.
Scaling up kegiatan pendampingan penerapan SPM bidang kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan
kedua pendekatan tersebut, yaitu vertical scaling up dan horizontal scaling up. Vertical scaling up dilakukan
dengan penyusunan aturan atau kebijakan sebagai hasil dari proses pendampingan. Misalnya: pembakuan
langkah pendampingan dalam bentuk modul atau buku untuk diadvokasi ke jajaran kementerian kesehatan
agar bisa diadaptasi sebagai petunjuk teknis dan bisa dipergunakan secara luas di berbagai daerah. Selain
buku atau modul, pembakuan software tertentu yang digunakan dalam proses pendampingan (misalnya
software untuk kegiatan costing SPM) juga bisa digunakan untuk vertical scaling up ini.
Horizontal scaling up yang dapat dilakukan melalui beberapa contoh kegiatan berikut ini:
1. Membuka kesempatan dan memfasilitasi daerah lain untuk melakukan kaji banding dan belajar di daerah
dampingan.
2. Menyelenggarakan pelatihan atau workshop yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai daerah lain agar
konsep pendampingan yang telah dilakukan bisa dipahami dan diadaptasi oleh daerah lain tersebut.
3. Membentuk Self Help Group (SHG) yang terdiri dari tokoh kunci yang berasal dari daerah pendampingan,
untuk bisa berperan sebagai technical assitance bagi daerah lain yang ingin mengadaptasi pola dari
daerah pendampingan.
4. Mengadakan road show di level propinsi dengan melibatkan Self Help Group tersebut agar propinsi lain
mengatui success strory di daerahnya dan berkeinginan untuk mengadaptasi.
Beberapa hal diperlukan agar proses scaling up dapat dijalankan diantaranya adalah:
1. Scaling up pada umunya melibatkan partnership dengan organisasi lain, terutama orgnisasi yang bergerak
di bidang kesehatan, keuangan (bisa berupa lembaga donor), dan pemerintah selaku regulator.
2. Scaling up membutuhkan komitmen organisasi yang tinggi untuk mendorong aar proses terus berjalan
3. Pelaksanaan monitoring merupakan hal yang sangat krusial untuk mengukur kemajuan relatif terhadap
pencapaian tujuan akhir dan untuk mengidentifikasi faktor penghambat proses scaling up.
Berikut ini checklist yang dapat digunakan untuk mempersiapkan pelaksanaan scaling up kegiatan.
1. Contoh Presentasi di CD
Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di
CD yang terlampir:
Lihat materi presentasi pada folder modul-8 : Presentasi 8.1 Good Practices dan kinerja pelayanan
Lihat materi presentasi pada folder modul-8 : Presentasi 8.2 Teknik praktis scale-up.
LAMPIRAN C
CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN
TRAINING
Latar Belakang
1. Tujuan
Lampiran ini disusun sebagai pedoman untuk pihak yang mau melaksanakan fasilitasi dan training di
Pemda yang mau ikut cara KINERJA untuk merencanaan dan menganggarkan pemenuhan SPM di bidang
kesehatan yang terbukti sukses dalam peningkatan mutu kesehatan.
Himpunan modul training ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi untuk
pemenuhan SPM tersebut. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi
mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga latihan yang memasarkan
training saja.
Pada awal program KINERJA, pekerjaan penyusunan rencana dan anggaran SPM diatur dalam seri
lokakarya, dengan modul training pada awal setiap lokakarya. Proses yang sama dipakai pada tahun
berikutnya, karena ada peserta tim yang belum mengerti tugasnya, dan juga peserta lama tertarik
untuk ingat kembali substansinya. Pada tahun ketiga penyusunan rencana pemenuhan SPM, masih
direncanakan seri lokakarya diaman tim dapat bekerjasama, walaupun tidak semua daerah rasa perlu
ulang trainingnya. Lokakarya masih penting agar:
2. Fasilitator
Orang yang ditugaskan untuk fasilitasi tersebut selanjutnya disebut sebagai Fasilitator. Sangat penting
para Fasilitator, baik untuk fasilitasi prosesperencanaan dan penganggaran pemenuhan SPM di bidang
Dalam upaya pemda tersebut, tugas pokok Fasilitator adalah untuk mengarahkan Tim penyusun SPM
Kesehatan tersebut dibentuk dari aparat/staf dinas, profesi dan LSM/CSO/unsur masyarakat yang
berkepentingan, untuk merencanakan dan menganggarkan pemenuhan target SPM tersebut.Bahan
dukungan fasilitasi ini disusun dari pengalaman KINERJA-USAID, dimana tugas fasilitasi dilaksanakan
oleh Konsultan STTA dan Organisasi Mitra Pelaksana KINERJA-USAID yang mengadakan fasilitasi baik
untuk training ataupun dukungan on-the-job.
3. Proses
4. Fokus Training
Dalam pengalaman KINERJA-USAID langkah 1 sampai 5 diatas difasilitasi Organisasi Mitra Pelaksana.
Langkah 4 didukung training lain tentang Masyarakat Stakeholder Forum dan juga training tentang peran
media.Fokus kumpulan modul ini adalah langkah ke-6 dan ke-7. Training yang disampaikan secara
bertahap selama proses fasilitasi perencanaan dan penganggaran pemenuhan SPM sampai hasilnya
dipakai dalam proses penganggaran tahunan. Setiap langkah training ditindaklanjuti dengan dukungan on-
the-job kepada Tim Penyusun SPM Kesehatan.
Pemaparan materi dilakukan sebagai langkah awal setiap kegiatan pihak dinas kesehatan dan Puskesmas
dalam perencanaan dan pengganggaran pemenuhan SPM bidang kesehatan.Ada satu modul fasilitasi
untuk setiap modul substansi yang dipresentasikan pada Lampiran B.
Alokasi waktu yang disediakan untuk membahas setiap topik dalam modul-modul berikut bersifat estimasi
ideal dari pengalaman fasilitasi KINERJA, tetapi dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian, baik waktu lebih lama dimana tim kurang cepat memahami substansinya, atau lebih singkat
bila tim sudah menguasai substansi yang dipakai dalam penghitungan.
Untuk modul pengantar ini, undang pihak yang terkait dengan pengambilan kebijakan SPM Kesehatan (Dinas
Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan Forum multi stakeholder)
Program Fasilitasi
1. Waktu Training
Total waktu yang dibutuhkan: 4 x 45 menit, dengan rincian sebagai berikut:
2. Proses Fasilitasi
1. Pengantar
a. Fasilitator melakukan pemetaan awal mengenai awareness dan knowledge peserta terkait dengan
konsep service standard dan SPM bidang kesehatan
b. Sampaikan kepada seluruh peserta pentingnya service standard dan SPM bidang kesehatan,
serta peran penting masing-masing pihak (Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, Forum multi
stakeholder) dalam pencapaian SPM.
c. Fasilitator menyampaikan perkembangan terkini mengenai standar pelayanan minimal di
Indonesia.
d. Berikan gambaran mengenai desain kegiatan pendampingan secara utuh, termasuk output yang
diharapkan. Desain pelatihan terbagi menjadi 3 sesi. Dua jam pertama membahas secara umum
tentang konsep service standar, SPM bidang kesehatan serta pentingnya SPM dan perencanaan
pemenuhan SPM kesehatan. Dua jam berikutnya membahas secara garis besar tentang
pentingnya costing SPM dan praktek governance dalam service standar. Sesi pertama diawali
dengan presentasi materi 60 menit, dan diskusi 30 menit, sedang sesi kedua dan ketiga waktu
presentasi 30 menit, dan tanya jawab 15 menit.
2. Sesi I
a. Narasumber menjelaskan tentang konsep service standar, SPM bidang kesehatan serta
pentingnya SPM dan perencanaan pemenuhan SPM kesehatan dengan menggunakan presentasi
1.1 Service Standard Bidang Kesehatan
b. Diskusi dan tanya jawab materi modul 1.1.
3. Sesi II
a. Narasumber menjelaskan tentang pentingnya costing SPM dengan menggunakan presentasi 1.2
Pentingnya costing SPM
4. Sesi III
a. Narasumber menjelaskan tentang praktek-praktek governance dalam service standar pelayanan publik
bidang kesehatan dengan menggunakan presentasi 1.3 Praktek governance dalam standar pelayanan
publik bidang kesehatan.
b. Diskusi dan tanya jawab materi presentasi I.3.
5. Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
Tindak Lanjut
Setelah modul ini dilaksanakan, Kepala dinas dengan bantuan Fasilitator merancangkan SK untuk
pembentukan dan memberi tugas kepada Tim Penyusun SPM.
MODUL 2
Mengidentifikasi Tingkat Pencapaian SPM
Anggota Tim Penyusun SPM serta narasumbernya dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, Forum Multi
Stakeholder (MSF).
Sebelum modul ini dilaksanakan, Tim Penyusun SPM perlu ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota atau Kepala
Dinas.
Persiapan Peserta
Lembar kerja penyimpulan hasil pengolahan data (identifikasi) SPM untuk tahun-tahun sebelumnya
Contoh lembar Laporan Bulanan Puskesmas
Fasilitasi
1. Waktu lokakarya
Fasilitasi modul ini di program Kinerja biasa dilaksanakan dalam dua hari:
2. Proses fasilitasi
1. Pengantar
a) Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan pentingnya peranan data dalam perhitungan
capaian SPM kesehatan. Agar dapat memperoleh data yang baik, penting untuk dibahas mengenai
jenis data, metode pengumpulan data dan pengolahan data.
b) Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 2 hari,
dengan alokasi waktu 8 x 45 menit per hari.Pada hari pertama pokok bahasan yang akan dibahas
adalah identifikasi capaian SPM per-indikator, data relevan untuk mengidentifikasi capaian SPM,
serta formulir, tally-sheet relevant dan teknik pengumpulan data. Hari kedua diawali dengan
berlatih mengidentifikasi data relevan untuk menghitung capaian SPM, dan dilanjutkan dengan
pemaparan materi tentang metode pengolahan data, penyimpulan hasil pengumpulan data, dan
mengetahui data capaian kinerja SPM terkini.
2. Hari I
1) Sesi 1:
a. Narasumber menjelaskan tentang identifikasi capaian SPM per-indikator dengan presentasi 2.1
Identifikasi capaian SPM per-indikator.
b. Diskusi dan tanya jawab materi presentasi 2.1.
c. Latihan mengidentifikasi capaian SPM. Minta peserta secara berkelompok menghitung
pencapaian SPM untuk masing-masing indikator SPM. Gunakan data riil dari hasil pencatatan.
Sebagai alat bantu dapat menggunakan template spreadsheet excel seperti dicontohkan pada
Templat 2.2 Penghitungan capaian SPM Kabupaten.
d. Pemaparan hasil latihan kelompok. Minta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil
latihan. Kelompok lain menanggapi, narasumber mereview.
2) Sesi II:
a. Narasumber menjelaskan tentang data relevan untuk mengidentifikasi capaian SPM, serta
formulir dan tally-sheet relevant dengan presentasi 2.3 Data Relevan Untuk Mengidentifikasi
Capaian Indikator SPM.
b. Diskusi dan tanya jawab materi sesi 2.
3) Sesi III
a. Narasumber menjelaskan tentang Teknik pengumpulan data (collecting) dengan presentasi 2c
Teknik Pengumpulan Data.
b. Diskusi dan tanya jawab materi sesi 3.
3. Hari II
1) Sesi I:
a. Latihan identifikasi data relevan untuk menghitung capaian SPM. Peserta secara berkelompok
2) Sesi II
a. Narasumber menjelaskan tentang Metode pengolahan data dan penyimpulan hasil dengan
presentasi 2.6.
b. Narasumber memberi contoh penyajian hasil pengolahan data yang menunjukkan data capaian
kinerja SPM terkini. Sebagai alat bantu dapat menggunakan template SPM excel seperti
templat 2.7 Penyimpulan hasil pengolahan data Penghitungan capaian SPM Kabupaten.
c. Diskusi dan tanya jawab materi sesi II
d. Latihan pengolahan data. Peserta secara berkelompok diminta untuk melakukan pengolahan
data dan menyimpulkan hasil pengolahan data.
e. Pemaparan hasil latihan kelompok. Secara bergiliran minta kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusinya, kelompok lain memberi komentar, dan direview oleh narasumber.
4. Penutup
1) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
3. Lampiran Terkait
Formulir dan tally-sheet yang relevan untuk pengumpulan data SPM di Lampiran D
MODUL 3
Analisis Gap: Capaian Terkini
vs Target Nasional
Anggota Tim Penyusunan SPM serta nara sumbernya dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, Forum
Multi Stakeholder.
Persiapan Peserta
1. Peserta harus sama dengan modul sebelumnya agar siap untuk langkah berikut.
2. Pastikan bahwa peserta membawa data pencapaian SPM tahun sebelumnya, serta data lain yang
diperlukan:
a. Laporan pencapaian SPM tahun sebelumnya
b. Laporan tahunan Puskesmas
c. Profil Puskesmas
3. Peserta yang tidak mampu menggoperasikan excel harus kerja bersama peserta yang bisa.
1. Waktu fasilitasi
Dua hari
1. Peserta harus sama dengan modul sebelumnya agar siap untuk langkah berikut.
2. Pastikan bahwa peserta membawa data pencapaian SPM tahun sebelumnya, serta data lain yang
diperlukan:
a. Laporan pencapaian SPM tahun sebelumnya
b. Laporan tahunan Puskesmas
c. Profil Puskesmas
2. Proses fasilitasi
Hari I
1. Pengantar
a. Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu melakukan identifikasi faktor penyebab kesenjangan antara
pencapaian SPM existing dengan target nasional maupun daerah.
b. Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 2 hari,
dengan alokasi waktu 8 x 45 menit per hari. Pada hari pertama pokok bahasan yang akan dibahas
adalah target SPM nasional normatif, capaian eksisting SPM daerah, gap SPM nasional vs lokal/
daerah dan teknik identifikasi faktor kesenjangan. Hari kedua diisi dengan latihan mengidentifikasi
faktor penyebab kesenjangan pencapaian SPM yang ada dan menentukan faktor utama penyebab
kesenjangan.
2. Sesi 1
a. Narasumber menjelaskan tentang Target SPM nasional normatif, capaian eksisting SPM daerah,
Gap SPM nasional vs lokal/daerah, dengan menggunakan powerpoint pada Presentasi 3.1 Gap
pencapaian SPM - Target nasional vs capaian eksisting daerah.
b. Diskusi dan tanya jawab
3. Sesi 2
a. Peserta diminta untuk mengidentifikasi gap capaian eksisting SPM dengan target SPM nasional
dan lokal/daerah (menggunakan data hasil latihan pada bab sebelumnya). Sebagai alat bantu
dapat menggunakan lembar kerja yang tersedia pada Templat 3.2 Lembar kerja Identifikasi gap
capaian eksisting SPM dengan target SPM.
b. Pemaparan hasil latihan.
4. Sesi 3
5. Hari 2
a. Latihan identifkasi faktor penyebab kesenjangan dan menentukan faktor utama penyebab
kesenjangan. Sebagai acuan telah disediakan contoh template untuk melakukan Latihan
identifkasi faktor penyebab kesenjangan, pada Template 3.4 untuk identifikasi faktor penyebab
kesenjangan. Peserta secara berkelompok diminta melakukan analisis faktor yang menyebabkan
terjadinya kesenjangan antara target nasional SPM dengan pencapaian daerah dari Latihan
identifkasi faktor penyebab kesenjangan daerah saat ini. Narasumber memantau proses diskusi
dan mengarahkan jika ada proses yang kurang sesuai.
b. Pemaparan hasil latihan. Secara bergiliran minta setiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusi di
kelomponya. Kelompok lain membahas, nara sumber mereview.
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
3. Tugas peserta
1. Minta peserta untuk melakukan entry data pencapaian dan target SPM ke dalam lembar kerja excel
(lembar kerja tersedia).
2. Pandu peserta untuk melakukan tabulasi dan membuat grafik
3. Minta peserta untuk mengidentifikasi gap antara capaian SPM terkini dengan target nasional/derah,
dengan cara membandingkan target SPM normatif dengan capaian SPM saat ini. Bisa dipandu dengan
melihat jaring laba-laba, yaitu jika layer bagian belakang masih terlihat berarti pada indikator tersebut
masih ada gap.
4. Minta peserta untuk merekap indikator SPM yang masih terjadi gap.
5. Minta peserta untuk mengidentifikasi faktor penyebab dari setiap indikator yang masih bermasalah dan
menentukan akar penyebab yang dominan dengan menggunakan teknik analisis penyebab yang telah
dijelaskan. Contoh lembar kerja tersedia.
6. Seluruh proses tersebut dapat dilakukan dengan alat bantu lembar flipchart, whiteboard, kertas meta
plan, maupun menggunakan komputer secara langsung.
4. Templat di CD
Templet 3.2 Lembar kerja Identifikasi gap capaian eksisting SPM dengan target SPM.
Templet 3.4 Contoh untuk identifikasi faktor penyebab kesenjangan.
MODUL 4
Pilihan dan Prioritas Kegiatan Intervensi
untuk Memenuhi Gap
Anggota tim penyusunan rencana pemenuhan SPM serta nara sumbernya dari Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Bappeda, Forum Multi Stakeholder)
1. Waktu Training
Dua hari
2. Proses fasilitasi
a. Pengantar
Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu menyusun programpencapaian SPM
Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama
2 hari, dengan alokasi waktu 8 x 45 menit per hari. Pada hari pertama pokok bahasan yang
akan dibahas adalah faktor sukses pendukung pencapaian pemenuhan SPM, , kebijakan dan
peraturan daerah yang mendukung pencapaian SPM termasuk kebijakan program dan budgeting
pendukung pencapaian SPM, dan teknis identifikasi program dan kegiatan pemenuhan SPM. Hari
kedua membahas tentang teknik prioritisasi kegiatan, kegiatan rutin dan terobosan pemenuhan
SPM,kategorisasi kegiatan rutin dan akselerasi SPM, sumber pembiayaan, dan rekomendasi
praktek governance.
b. Hari 1
Sesi1:
Narasumber menjelaskan tentang Faktor sukses pendukung pencapaian pemenuhan SPM
dengan menggunakan Presentasi 4.1 Faktor Sukses Pendukung Pencapaian Pemenuhan SPM.
Diskusi dan tanya jawab.
Sesi 2:
Narasumber menjelaskan tentang Kebijakan dan peraturan daerah yang mendukung pencapaian
SPM serta dengan menggunakan Presentasi 4.2 Kebijakan dan Peraturan Daerah yang
Mendukung Pencapaian SPM.
Diskusi dan tanya jawab.
Sesi 3:
Narasumber menjelaskan tentang Teknis identifikasi program dan kegiatan pemenuhan SPM
dengan menggunakan Presentasi 4.3 Teknis Identifikasi Program Dan Kegiatan Pemenuhan SPM.
Diskusi dan tanya jawab.
Peserta secara berkelompok diminta melakukan identifikasi program dan kegiatan pemenuhan
SPM sesuai dengan situasi dan kondisi masing masing wilayah. Pada saat melakukan
identifikasi program dan kegiatan, peserta diminta untuk mempergunakan hasil analisis
penyebab kesenjangan yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai alat bantu diskusi dapat
mempergunakankertas flipchart, kertas plano dan metaplan. Narasumber memantau proses
c) Hari II
Sesi 1:
Narasumber menjelaskan tentang Teknik prioritisasi kegiatan pemenuhan SPM dengan
menggunakan Presentasi 4.5 Teknik Prioritas.
Diskusi dan tanya jawab
Peserta secara berkelompok berlatih melakukan prioritas kegiatan. Sesuai dengan hasil
diskusi kelompok dari sesi sebelumnya yang berisi alternatif program dan kegiatan yang telah
dikategorisasikan, minta kelompok untuk melakukan prioritas kegiatan. Gunakan teknik prioritas
seperti yang dijelaskan narasumber.Narasumber memantau proses diskusi, dan mengarahkan
proses yang kurang sesuai. Sebagai alat bantu diskusi dapat menggunakan Templat 4.6 untuk
melakukan prioritas kegiatan pemenuhan SPM.
Kelompok yang ditunjuk menyampaikan hasil latihan kelompok. Kelompok lain menyimak dan
memberi komentar, narasumber mereview hasil kerja kelompok.
Sesi 2:
Narasumber menjelaskan tentang Kategorisasi kegiatan rutin dan akselerasi SPM dengan
menggunakan Presentasi 4.7 Kategorisasi kegiatan rutin dan akselerasi SPM.
Diskusi dan tanya jawab.
Peserta secara berkelompok berlatih menyusun kategorisasi kegiatan. Sesuai dengan hasil diskusi
kelompok dari sesi sebelumnya yang berisi alternatif program dan kegiatan minta kelompok
untuk melakukan kategorisasi kegiatan, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan akselerasi/kinovatif.
Narasumber memantau proses diskusi, dan mengarahkan proses yang kurang sesuai.
Kelompok yang ditunjuk menyampaikan hasil latihan kelompok. Kelompok lain menyimak dan
memberi komentar, narasumber mereview hasil kerja kelompok.
Sesi 3:
Narasumber menjelaskan tentang Kegiatan dan sumber pembiayaan dengan menggunakan
Presentasi 4.8 Kegiatan dan sumber pembiayaan.
Diskusi dan tanya jawab.
Sesi 4:
Narasumber menjelaskan tentang Rekomendasi praktek governance.
Diskusi dan tanya jawab.
d) Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
3. Kegiatan Pendampingan
a) Bagi Puskesmas:
Pandu Puskesmas untuk melakukan diskusi merumuskan alternatif pemecahan berdasarkan hasil
analisis penyebab kesenjangan yang telah disusun pada langkah sebelumnya.
Lakukan prioritas kegiatan.
Kategorikan berbagai alternatif kegiatan tersebut menjadi kegiatan rutin dan kegiatan akselerasi.
Lakukan identifikasi sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk mendanai kegiatan yang
disusun.
Minta Dinas Kesehatan mengidentifikasi peraturan daerah terkait dengan pelaksanaan SPM
kesehatan.
Jika ditemukan masih ada kekosongan kebijakan, minta daerah untuk segera menyusun draf
usulan kebijakan atau peraturan terkait implementasi SPM kesehatan.
4. Templat di CD
Anggota tim penyusunan rencana pemenuhan SPM serta nara sumbernya dari Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Bappeda, Forum Multi Stakeholder).
Fasilitasi
1. Waktu Training
Dua hari
2. Proses fasilitasi
1. Pengantar
a. Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu menyusun pembiayaan kegiatan pencapaian SPM.
b. Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 2 hari,
dengan alokasi waktu 7 x 60 menit per hari. Pada hari pertama pokok bahasan yang akan dibahas
adalah konsep unit cost daerah dan mekanisme perencanaan pembiayan SPM. Dijelaskan
pula teknis perhitungan pembiayaan SPM total yang teridiri dari pembiayaan aktivitas, indikator,
dan layanan. Hari kedua diisi dengan latihan menyusun perencanaan pembiayaan SPM, serta
penyusunan skenario pemenuhan pembiayaan SPM tahun jamak.
2. Sesi 1:
a. Narasumber menjelaskan tentang Kegiatan SPM dan sumber pembiayaannya, serta
Penyepakatan unit cost daerah dengan Presentasi 5.1 Pembiayaan SPM, prinsip costing, serta
penyepakatan unit cost daerah.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Narasumber menjelaskan tentang Mekanisme perencanaan pembiayaan SPM bidang kesehatan.
3. Sesi 2:
a. Narasumber menjelaskan tentang Pembiayaan SPM kesehatan (pembiayaan aktivitas, indikator
dan layanan) dengan memakai Presentasi 5.2 Pembiayaan SPM kesehatan (costing aktivitas,
costing indikator dan costing layanan) serta Templat 5.3 Latihan menghitung kebutuhan biaya
kegiatan pemenuhan SPM.
b. Diskusi dan tanya jawab.
c. Peserta secara berkelompok berlatih menghitung kebutuhan biaya kegiatan pemenuhan SPM
(biaya aktivitas, biaya indikator, biaya layanan, dan total biaya SPM).
4. Sesi 1:
a. Review hasil sementara latihan kelompok. Beberapa kelompok diminta memaparkan hasilnya.
b. Melanjutkan latihan menghitung kebutuhan biaya kegiatan pemenuhan SPM (biaya aktivitas, biaya
indikator, biaya layanan, dan total biaya SPM).
5. Sesi 2
a. Kelompok yang ditunjuk menyampaikan hasil latihan kelompok
b. Narasumber menjelaskan tentang Skenario pemenuhan pembiayaan SPM tahun jamak
c. Secara berkelompok peserta diminta berlatih menyusun skenario pemenuhan pembiayaan SPM
tahun jamak.
d. Kelompok yang ditunjuk menyampaikan hasil latihan kelompok.
6. Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
3. Kegiatan Pendampingan
a) Bahan Penunjang
1. Dokumen hasil analisis situasi, penyusunan alternatif solusi dan prioritas program/kegiatan
2. Bahan bacaan terkait: kepmenkes 317 tahun 2009, ketetapan mengenai standar biaya umum yang
berlaku di daerah setempat
3. Hasil perhitungan unit cost kesepakatan daerah
4. Template perhitungan biaya (tersedia)
b) Persiapan Puskesmas
1. Pandu Puskesmas melakukan costing, mulai dari indikator I dalam SPM bidang kesehatan hingga
indikator terakhir.
2. Pandu Puskesmas mengisi template perhitungan biaya sesuai dengan data masing-masing. Ikuti
langkah panduan yang terdapat pada petunjuk teknis.
4. Templat di CD
Anggota tim penyusunan rencana pemenuhan SPM serta nara sumbernya dari Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Bappeda, Forum Multi Stakeholder)
Pastikan Dinas Kesehatan dan Puskesmas telah mempunyai seluruh dokumen yang dibutuhkan:
Dokumen PTP Puskesmas
Bahan bacaan terkait: Permendagri No. 54 Tahum 2010
Dokumen Renja Dinas Kesehatan
2. Proses fasilitasi
1. Pengantar
Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu mengintegrasikan hasil costing dan pembiayaan SPM dalam
perencanaan dan penganggaran daerah dan SKPD.
Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 3 hari,
Narasumber menjelaskan tentang Integrasi hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan daerah (RPJMD),
Diskusi dan tanya jawab
Peserta diminta berlatih mengintegrasikan hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan daerah (RPJMD) secara berkelompok
Kelompok yang terpilih diminta memaparkan hasil kerja kelompok. Kelompok lain diminta
mereview. Nara sumber menambahkan penjelasan yang dianggap perlu.
dengan,
Presentasi 6.1 Integrasi Hasil Costing dan Pembiayaan Pemenuhan SPM dalam RPJMD
Presentasi 6.2 Integrasi Hasil Costing dan Pembiayaan Pemenuhan SPM dalam Perencanaan
Tahunan Daerah
Presentasi 6.3 Integrasi Hasil Costing dan Pembiayaan Pemenuhan SPM dalam Dokumen
Perencanaan Lima Tahunan SKPD
Presentasi 6.4 Integrasi Hasil Costing dan Pembiayaan Pemenuhan SPM dalam Perencanaan
Tahunan SKPD
Narasumber menjelaskan tentang integrasi hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan SKPD (renstra)
Peserta diminta berlatih mengintegrasikan hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan SKPD (renstra)
Kelompok yang terpilih diminta memamarkan hasil kerja kelompok. Kelompok lain diminta
mereview. Nara sumber menambahkan penjelasan yang dianggap perlu.
Narasumber menjelaskan tentang integrasi hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan SKPD (renstra)
Peserta diminta berlatih mengintegrasikan hasil costing dan pembiayaan pemenuhan SPM dalam
dokumen perencanaan lima tahunan SKPD (renstra)
Kelompok yang terpilih diminta memaparkan hasil kerja kelompok. Kelompok lain diminta
mereview. Nara sumber menambahkan penjelasan yang dianggap perlu.
e) Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
3. Kegiatan Pendampingan
a) Kegiatan pendampingan
Pandu Puskesmas melakukan costing, mulai dari indikator I dalam SPM bidang kesehatan hingga
indikator terakhir.
Pandu Puskesmas mengisi template perhitungan biaya sesuai dengan data masing-masing. Ikuti
langkah panduan yang terdapat pada petunjuk teknis.
Anggota tim penyusunan rencana pemenuhan SPM dan pihak dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda
dan Sekda yang dilibatkan dalam proses penyusunan rencana-rencana dan anggaran daerah, serta Forum
Multi Stakeholder).
Persiapan
Sebaiknya ada rapat calon peserta sebelum training untuk membahas data tentang pencapaian SPM
(termasuk pencapaian tahun terakhir) yang perlu dikumpulkan untuk dipakai dalam training.
Fasilitasi
1. Waktu
Dua hari
2. Proses fasilitasi
a) Pengantar
Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampu melakukan monitoring dan evaluasi serta menyusun laporan
penerapan SPM bidang kesehatan
Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 2 hari,
dengan alokasi waktu 7 x 60 menit per hari. Pada hari pertama pokok bahasan yang akan dibahas
adalah mekanisme monev dan penyusunan laporan penerapan SPM. Hari kedua diisi dengan
latihan dan diskusi tentang 2 topik tersebut.
c) Kegiatan hari II
Minta peserta untuk berlatihan menyusun dan melaksanakan monev
Peserta yang ditunjuk memaparkan hasil latihan
Minta peserta untuk berlatih menyusun laporan penerapan SPM
Peserta yang ditunjuk memaparkan hasil latihan
d) Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
MODUL 8
Praktek yang Baik dalam Penerapan
Standar Pelayanan
Ada dua kelompok sasaran modul training ini, yaitu, pihak yang melaksanakan bagian dari rencana
pemenuhan SPM dan pihak yang dapat belajar dari pengalaman upaya pemenuhan SPM untuk scaling up.
Persiapan
Materi presentasi yang berupa success story dari pengalaman perencanaan pemenuhan SPM kesehatan.
Materi presentasi yang berupa aktivitas yang dilakukan selama ini dalam pemenuhan pencapaian SPM
kesehatan.
Adakan pertemuan di level propinsi atau nasional untuk membahas kegiatan scaling up. Pertemuan ini
dapat dilaksanakan bersama daerah lain yang mau scaling up atau mau promosikan keberhasilannya
kepada daerah lain. Di pertemuan tersebut:
Paparkan keberhasilan dan proses untuk mencapai keberhasilan, sehingga daerah lain termotivasi dan
terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.
Minta pihak yang terlibat untuk memberikan testimoni keberhasilannya, dan ajak daerah lain untuk
melakukan hal yang sama. Tawarkan bahwa di daerah mitra KINERJA telah memiliki tenaga ahli lokal
yang siap membantu daerah lain jika hendak menerapkan pendekatan serupa.
Fasilitasi
1. Waktu
Dua hari
2. Proses fasilitasi
a) Pengantar
Fasilitator membuka sesi dengan menyampaikan tujuan kegiatan dan output yang diharapkan,
yaitu peserta diharapkan mampumengidentifikasi dan mencontoh pelaksanaan praktek yang baik
dalam penerapan servis standar, serta merumuskan strategi untuk scaling up kegiatan.
Fasilitator menjelaskan desain kegiatan secara umum, yaitu akan diselenggarakan selama 1 hari,
dengan alokasi waktu 8 x 45 menit, dengan sistematika pembahasan yang pertama adalah tentang
good practices penerapan SPM, dilanjutkan dengan keterkaitan antara good practices dengan
kinerja pelayanan, dan diakhiri dengan teknik scaling up.
e) Penutup
Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab.
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
1 Cakupan Cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah Jumlah Ibu Hamil yang
Kunjungan cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh memperoleh pelayanan
Ibu Hamil K4 pelayanan antenatal sesuai dengan standar antenatal K4 di satu
paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. kurun waktu tertentu
X 100%
Ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang mendapatkan Jumlah sasaran ibu
pelayanan antenatal sesuai standar paling hamil di satu wilayah
sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian kerja dalam kurun
pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu waktu yang sama
kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur Pembilang: Penyebut:
kehamilan. Jumlah ibu Jumlah sasaran
Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah hamil yang telah ibu hamil di satu
pelayanan yang mencakup minimal : memperoleh wilayah kerja
pelayanan dalam kurun
Timbang badan dan ukur tinggi badan, antenatal sesuai waktu yang
Ukur tekanan darah, standar minimal sama.
Skrining status imunisasi tetanus (dan 4 kali di satu Jumlah sasaran
pemberian Tetanus Toksoid), wilayah kerja Ibu Hamil
(ukur) tinggi fundus uteri, pada kurun dihitung melalui
Pemberian tablet besi (90 tablet selama waktu tertentu. estimasi dengan
kehamilan), rumus : 1,10
temu wicara (pemberian komunikasi x Crude Birth
interpersonal dan konseling), Rate x Jumlah
Test laboratorium sederhana (Hb, Protein Penduduk (pada
urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, tahun yang
Sifilis, HIV, Malaria, TBC). sama).
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
2 Cakupan Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani Jumlah Komplikasi
komplikasi adalah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu kebidanan yang
kebidanan wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang mendapat penanganan
yang mendapat penanganan definitif sesuai dengan definitif di satu wilayah
ditangani standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada kerja pada kurun waktu
tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, tertentu
Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah X 100%
Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). Jumlah Ibu dengan
Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan komplikasi kebidanan
pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang dapat di satu wilayah kerja
mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. dalam kurun waktu yg
sama
Komplikasi dalam kehamilan : a) Abortus,
b) Hiperemesis Gravidarum, c) perdarahan Pembilang: Penyebut:
per vaginam, d) Hipertensi dalam kehamilan Jumlah Jumlah ibu
(preeklampsia, eklampsia), e) kehamilan lewat komplikasi dgn komplikasi
waktu, f) ketuban pecah dini. kebidanan di kebidanan di
Komplikasi dalam persalinan : a) Kelainan letak/ satu wilayah satu wilayah
presentasi janin, b) Partus macet/ distosia, c) tertentu yang kerja pada kurun
Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, mendapat waktu yang
penanganan sama.
eklampsia), d) perdarahan pasca persalinan, e) definitif pada Perhitungan
Infeksi berat/ sepsis, f) kontraksi dini/persalinan kurun waktu jumlah Ibu dgn
prematur, g) kehamilan ganda. tertentu. komplikasi
Komplikasi dalam Nifas : a) Hipertensi dalam kebidanan di
kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b) Infeksi satu wilayah
nifas, c) perdarahan nifas. kerja pada kurun
waktu yang
Ibu hamil, ibu bersalin dan nifas dengan
sama: dihitung
komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil,
berdasarkan
bersalin dan nifas dengan komplikasi yg
angka estimasi
mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
20% dari total
tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes,
Ibu Hamil disatu
Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah
wilayah pada
bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK);
kurun waktu
yang sama.
Total sasaran
Ibu Hamil
dihitung melalui
estimasi dengan
rumus : 1,10
x Crude Birth
Rate x Jumlah
Penduduk (pada
tahun yang
sama).
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan
kesehatan neonatal dasar (ASI ekslusif,
Pembilang: Penyebut:
pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali
Jumlah ibu Jumlah seluruh
pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak
nifas yang telah ibu nifas di satu
diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi
memperoleh 3 wilayah kerja
hepatitis B1 (bila tidak diberikan pada saat lahir),
kali pelayanan dalam kurun
manajemen terpadu bayi muda.
nifas sesuai waktu yang
Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari.
standar di satu sama.
wilayah kerja
Jumlah seluruh
pada kurun
Ibu Nifas di
waktu tertentu.
hitung melalui
estimasi dengan
rumus: 1,05 x
Crude Birth Rate
(CBR) x Jumlah
Penduduk.
5 Cakupan Cakupan neonatus dengan komplikasi yang Jumlah neonatus
neonatus ditangani adalah neonatus dengan komplikasi dengan komplikasi yang
dengan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu tertangani
komplikasi yang ditangani sesuai dengan standar oleh X 100%
Jumlah seluruh neonatus
yang tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana
dengan komplikasi yang
ditangani pelayanan kesehatan.
ada
Pembilang: Penyebut:
Jumlah Neonatus dengan
neonatus komplikasi yang
dengan ada di satu
komplikasi wilayah kerja
yang tertangani pada kurun waktu
dari satu yang sama di
wilayah kerja sarana pelayanan
pada kurun kesehatan.
waktu tertentu
Perhitungan
di sarana
sasaran
pelayanan
neonatus dengan
kesehatan.
komplikasi:
dihitung 15% dari
jumlah bayi baru
lahir.
Jika tidak diketahui
jumlah bayi baru
lahir maka dapat
dihitung dari
CBR x jumlah
penduduk.
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
7 Cakupan Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Jumlah desa / kelurahan
Desa/ Immunization (UCI) adalah Desa/ Kelurahan UCI
Kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi yg ada di desa X 100%
Seluruh desa / kelurahan
UCI tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap
dalam waktu satu tahun. Pembilang: Penyebut:
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
9 Cakupan Cakupan pemberian makanan pendamping ASI Jumlah anak usia 6 24
pemberian pada anak usia 6 24 bulankeluarga miskin bln keluarga miskin yg
makanan adalah pemberian makanan pendamping ASI mendapat MP ASI
pendamping pada anak usia 6 24 Bulan dari keluarga miskin X 100%
Jumlah seluruh anak usia
ASI pada selama 90 hari.
6 24 bln keluarga miskin
anak usia 6
Anak usia 6-24 bulan keluarga miskin adalah bayi
24 bulan
usia 6 11 bulan dan anak usia 6 24 bulan dari Pembilang: Penyebut:
keluarga
keluarga miskin (GAKIN). Jumlah anak Jumlah seluruh
miskin
Kriteria dan keluarga miskin ditetapkan oleh usia 6 24 anak usia 6 24
pemerintah setempat (Kab/Kota). bulan dari Gakin bulan dari Gakin
yang mendapat di satu wilayah
MP-ASI pabrikan berupa bubuk instan untuk bayi MP-ASI di satu kerja dalam
usia 6 11 bulan dan biskuit untuk anak usia 12 wilayah kerja
24 bulan kurun waktu
pada kurun
yang sama.
waktu tertentu.
10 Cakupan Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan Jumlah balita gizi buruk
balita gizi adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana mendapat perawatan
buruk pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi di sarana pelayanan
mendapat buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu kesehatan disatu wilayah
perawatan tertentu Balita adalah anak usia di bawah 5 tahun kerja pada waktu tertentu
(anak usia 0 s/d 4 tahun 11 bulan) yang ada di X 100%
Jumlah seluruh balita gizi
kabupaten/Kota.
buruk yang ditemukan
Gizi buruk adalah status gizi menurut badan disatu wilayah kerja dalam
badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan waktu yang sama
Z-score <-3 dan atau dengan tanda-tanda
klinis (marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- Pembilang: Penyebut:
kwasiorkor). Jumlah balita Jumlah seluruh
Perawatan adalah perawatan sesuai tatalaksana gizi gizi buruk balita gizi buruk
buruk mendapat yang ditemukan
perawatan di satu wilayah
di sarana kerja pada kurun
pelayanan waktu yang
kesehatan di sama.
satu wilayah
kerja pada kurun
waktu tertentu.
11 Cakupan Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan Jumlah murid SD dan
balita gizi setingkat adalah cakupan siswa SD dan setingkat setingkat yang diperiksa
buruk yang diperiksa kesehatannya oleh tenaga kesehatannya oleh tenaga
mendapat kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/dokter kesehatan atau tenaga
perawatan kecil) melalui penjaringan kesehatan di satu terlatih
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. X 100%
Jumlah murid SD dan
Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat setingkat
adalah pemeriksaan kesehatan umum, kesehatan
gigi dan mulut siswa SD dan setingkat melalui
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
13 Acute Flacid Jumlah kasus AFP Non Polio yang ditemukan Jumlah kasus AFP non
a. Paralysis diantara 100.000 penduduk < 15 tahun pertahun Polio yang dilaporkan
(AFP) rate di satu wilayah kerja tertentu x 100%
Jumlah Penduduk < 15
per 100.000
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang tahun
penduduk <
dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya
15 tahun Pembilang: Penyebut:
flacid (layuh) terjadi secara akut (mendadak) dan
bukan disebabkan oleh rudapaksa. Jumlah kasus Jumlah
Kasus AFP non polio adalah kasus AFP yang AFP non Polio Penduduk <15
pada pemeriksaan spesimennya tidak ditemukan pada penduduk tahun di satu
virus polio liar atau kasus AFP yang ditetapkan <15 tahun di wilayah kerja
oleh tim ahli sebagai kasus AFP non polio dengan satu wilayah dalam kurun
kriteria tertentu kerja pada waktu yang
kurun waktu sama.
tertentu
b. Penemuan Persentase balita dengan Pneumonia yang Jumlah penderita
Penderita ditemukan & diberikan tatalaksana sesuai standar pneumonia balita yang
Pneumonia di Sarana Kesehatan di satu wilayah dalam waktu ditangani di satu wilayah
Balita satu tahun. kerja pada kurun waktu
satu tahun
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai X 100%
jaringan paru-paru (alveoli) yang ditandai dengan Jumlah perkiraan
batuk disertai napas cepat dan/atau kesukaran penderita Pneumonia
bernafas balita di satu Wilayah
kerja dalam kurun waktu
Klasifikasi penyakit ISPA: satu tahun
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan Pembilang: Penyebut:
atas dua kelompok yaitu kelompok untuk umur 2
bulan - < 5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan Jumlah Jumlah perkiraan
penderita penderita
Untuk kelompok umur 2 bulan -< 5 tahun Pneumonia Pneumonia
klasifikasi dibagi atas Pneumonia Berat , Balita yang Balita di satu
Pneumonia, dan batuk bukan Pneumonia yang ditangani wilayah kerja
Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi di satu wilayah pada kurun
dibagi atas: Pneumonia berat dan batuk kerja pada waktu yang
bukan Pneumonia. kurun waktu sama.
Dalam pendekatan manajemen terpadu balita satu tahun.
Jumlah perkiraan
sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur < 2 penderita
bulan adalah infeksi bakteri sistemik dan infeksi pneumonia balita
bakteri local adalah 10% dari
Klasifikasi Pneumonia berat didasarkan pada jumlah balita
adanya batuk dan/atau kesukaran bernafas disatu wilayah
disertai tarikan dinding dada bagian bawah kerja dalam
kedalam (TDDK) pada anak usia 2 bulan - < 5 kurun waktu satu
tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi tahun.
Pneumonia berat ditandai dengan TDDK kuat
atau adanya nafas cepat lebih atau sama dengan
45 x per menit.
Pasien baru adalah pasien yang belum pernah Jumlah pasien Jumlah perkiraan
diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan baru TB BTA pasien baru TB
OAT kurang dari satu bulan (30 dosis) harian. Positif yang BTA (+) dalam
ditemukan dan satu wilayah pada
Diobati adalah pemberian pengobatan pada diobati dalam waktu satu tahun.
pasien baru TB BTA positif dengan OAT selama satu wilayah
6 bulan. Perkiraan pasien
selama satu
baru TB BTA
tahun.
positif adalah
Insiden Rate TB
baru BTA positif
per 100.000 x
jumlah penduduk
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
pada suatu
wilayah tertentu.
Insiden rate
kabupaten/ kota
mempergunakan
hasil survey
nasional tentang
prevalensi TB
pada tahun
terakhir.
d. Penderita Persentase penderita DBD yang ditangani sesuai Jumlah penderita
DBD yang standar di satu wilayah dalam waktu 1 (satu) DBD yang ditangani
ditangani tahun dibandingkan dengan jumlah penderita sesuai SOP dalam satu
DBD yang ditemukan/dilaporkan dalam kurun wilayah selama satu
waktu satu tahun yang sama tahun
X 100%
Jumlah penderita DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang ditemukan di satu
yang ditandai dengan:
wilayah dalam waktu
a. Panas mendadak berlangsung terus-menerus
satu tahun yang sama
selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
b. Tanda-tanda perdarahan (sekurang- Pembilang: Penyebut:
kurangnya uji Torniquet positif)
c. Disertai/tanpa pembesaran hati Jumlah Jumlah penderita
(hepatomegali) penderita DBD DBD yang
yang ditangani ditemukan di
d. Trombositopenia (Trombosit 100.000/l)
sesuai standar suatu wilayah
e. Peningkatan hematokrit 20%
operasional dalam waktu
Penderita DBD yang ditangani sesuai standar/ prosedur (SOP) satu tahun yang
SOP adalah : di satu wilayah sama
dalam waktu
a. Penderita DBD yang didiagnosis dan diobati/
satu tahun.
dirawat sesuai standar.
b. Ditindaklanjuti dengan penanggulangan fokus
(PF).
1) Penanggulangan fokus (PF) terdiri
dari Penyelidikan Epidemiologi (PE)
dan Penanggulangan Seperlunya
berdasarkan hasil PE tersebut.
2) Penyelidikan epidemilogi (PE) adalah
kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan
jentik nyamuk penular DBD disekitar
tempat tinggal penderita termasuk
tempat-tempat umum dalam radius
sekurang-kurangnya 100 m.
Penderita DBD adalah:
Penderita penyakit yang memenuhi sekurang-
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik meliputi observasi tanda-
tanda vital, observasi kulit dan konjungtiva,
penekanan ulu hati untuk mengetahui nyeri
uluhati akibat adanya perdarahan lambung,
perabaan hati.
3) Uji Torniquet
a. Pemeriksaan laboratorium atau rujukan
pemeriksaan laboratorium
b. (sekurang-kurangnya pemeriksaan
trombosit dan hematokrit)
c. Memberi pengobatan simptomatis
d. Merujuk penderita ke rumah sakit
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
(formulir S0) dan disampaikan ke Dinkes
Kab/Kota.
Pelayanan penderita DBD di Rumah Sakit adalah
kegiatan yang meliputi :
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik meliputi observasi tanda-
tanda vital, observasi kulit dan konjungtiva,
penekanan ulu hati untuk mengetahui nyeri
uluhati akibat adanya perdarahan lambung,
perabaan hati.
3) Uji Torniquet
a. Pemeriksaan laboratorium (sekurang-
kurangnya pemeriksaan trombosit dan
hematokrit)
b. Memberi perawatan
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan
(formulir KDRS) dan disampaikan ke
Dinkes Kab/Kota dengan tembusan ke
Puskesmas
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
e. Penemuan Penemuan penderita diare adalah jumlah Jumlah penderita
penderita penderita yang datang dan dilayani di Sarana diare yang datang
diare Kesehatan dan Kader di suatu wilayah tertentu dan dilayani di sarana
dalam waktu satu tahun Kesehatan dan Kader di
suatu wilayah tertentu
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan
dalam waktu satu tahun
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih X 100%
sering dari biasanya Jumlah perkiraan
Sarana Kesehatan adalah semua sarana penderita diare pd satu
pelayanan kesehatan, baik pemerintah wilayah tertentu dalam
maupun swasta (Puskesmas, Pustu, RS,Balai waktu yg sama
Pengobatan, Praktek Dokter) Pembilang: Penyebut:
Angka kesakitan adalah angka kesakitan Jumlah Jumlah perkiraan
Nasional Hasil Survei Morbiditas Diare tahun penderita diare penderita diare
2006 adalah 423/1000 penduduk. yang datang pada suatu
dan dilayani wilayah tertentu
di sarana dalam waktu
Kesehatan dan yang sama.
Kader di suatu
Perkiraan jumlah
wilayah tertentu
penderita diare
dalam waktu
yang datang
satu tahun.
ke sarana
kesehatan dan
kader adalah
10% dari angka
kesakitan x
jumlah penduduk
disatu wilayah
kerja dalam
waktu satu
tahun.
14 Cakupan Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien Jumlah kunjungan
pelayanan masyarakat miskin adalah Jumlah kunjungan pasien maskin di Sarkes
kesehatan pasien masyarakat miskin di sarana kesehatan strata 1
dasar strata pertama di satu wilayah kerja tertentu pada X 100%
Jumlah seluruh maskin
masyarakat kurun waktu tertentu.
di kab/kota
miskin
Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan
kesehatan perorangan yang meliputi observasi Pembilang: Penyebut:
diagnosa pengobatan rehabilitasi medik tanpa Jumlah Jumlah seluruh
tinggal di ruang rawat inap di sarana kesehatan kunjungan pasien maskin di
strata I. maskin selama 1 wilayah kerja
Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan tahun (lama dan dalam kurun
kesehatan perorangan yang meliputi observasi baru). waktu yang
diagnosa pengobatan rehabilitasi medik tinggal sama.
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
16 Cakupan Pelayanan gadar level 1 yg hrs diberikan sarana Pelayanan gawat darurat
pelayanan kesehatan (RS) di kab/Kota. level 1
gawat X 100%
Gawat darurat level 1 adalah tempat pelayanan Jumlah RS kab/kota
darurat level
gawat darurat yang memiliki Dokter Umum on
1 yang harus Pembilang: Penyebut:
site 24 jam dengan kualifikasi GELS dan/atau
diberikan
ATLS + ACLS, serta memiliki alat trasportasi dan Jumlah RS Jumlah RS
sarana
komunikasi, dimana: yang mampu kabupaten
kesehatan
On site adalah berada di tempat . memberikan
(Rumah
GELS adalah General Emergency Life pelayanan gadar
Sakit) di
Support level 1
Kabupaten/
Kota ATLS adalah Advance Trauma Life Support
ACLS adalah Advance Cardiac Life Support
Indikator
No Definisi Operasional Formula
SPM
Surveilans penyakit yang berbasis masyarakat
adalah upaya pengamatan dan pencatatan yang
dilakukan oleh masyarakat (kader dan bidan/
perawat) tentang kejadian penyakit yang dapat
mengancam kesehatan penduduk/ masyarakat.
Pemantauan Pertumbuhan adalah suatu upaya
yang dilakukan oleh kader untuk mengetahui
berat badan balita setiap bulan untuk mendeteksi
secara dini pertumbuhan balita (D/S).
Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) adalah masyarakat dimana penduduknya
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Penyebut:
2 Cakupan Pembilang:
komplikasi
kebidanan
yang
ditangani
Penyebut:
2 Cakupan Pembilang:
komplikasi
kebidanan
yang
ditangani
Penyebut:
Teknik Waktu
Indikator Formula Data yang Penanggung
No Sumber Data pengumpulan pengumpulan
SPM perhitungan Dibutuhkan Jawab
data data
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
3 Cakupan Pembilang:
..............
Penyebut:
4 Dst...
...
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar belakang memuat hal-hal yang berkaitan dengan alasan atau dasar pertimbangan mengapa
pemerintahan daerah memutuskan untuk menerapkan SPM, selain karena perintah peraturan perundang-
undangan.
B. DASAR HUKUM
Dasar hukum menyebutkan peraturan perundang-undangan yang melandasi atau menjadi dasar
penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah.
C. KEBIJAKAN UMUM
Kebijakan umum menggambarkan kebijakan umum daerah yang dimuat dalam rencana penerapan dan
pencapaian SPM yang dituangkan dalam RPJMD.
D. ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan menggambarkan orientasi dan komitmen yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah
selama satu tahun anggaran dalam rangka penerapan dan pencapaian SPM yang dituangkan dalam KUA.
2. Indikator dan Nilai SPM serta Batas Waktu Pencapaian SPM secara Nasional.
4. Realisasi
Realisasi adalah target yang dapat dicapai atau di realisasikan oleh Pemerintahan Daerah selama 1 tahun
anggaran dan membandingkannya dengan rencana target yang ditetapkan sebelumnya oleh pemerintahan
daerah yang bersangkutan.
a. Realisasi Pencapaian SPM Pelayanan Dasar X:
(i) Kontribusi Pemerintahan Daerah:
(ii) Kontribusi Swasta/Masyarakat : ..
b. Realisasi Pencapaian SPM Pelayanan Dasar Y:
(i) Kontribusi Pemerintahan Daerah:
(ii) Kontribusi Swasta/Masyarakat : ..
5. Alokasi Anggaran
Alokasi anggaran adalah jumlah belanja langsung dan tidak langsung yang ditetapkan dalam APBD dalam
rangka penerapan dan pencapaian SPM oleh pemerintahan daerah, yang bersumber dari:
a. APBD;
b. APBN;
c. Sumber dana lain yang sah.
6. Dukungan Personil
Dukungan personil menggambarkan jumlah personil atau pegawai yang terlibat dalam proses penerapan
dan pencapaian SPM:
a. PNS;
b. Non-PNS.
Program dan kegiatan yang terkait dengan penerapan dan pencapaian SPM.
BAB IV PENUTUP
D A
B A
A
K
S
H U
I. IDENTITAS INSTANSI
Nama Instansi
Alamat Instansi dan nomor
Telepon dan atau faksimile
Alamat e-mail
Nama Tandatangan
Nomor telepon
No Uraian Jumlah
1 Jumlah penduduk
2 Jumlah anak berusia < 15 tahun
2 Jumlah kecamatan
3 Jumlah puskesmas
4 Jumlah puskesmas dengan perawatan (Rawat Inap)
5 Jumlah puskesmas non perawatan
6 Jumlah desa/kelurahan
7 Jumlah puskesmas pembantu
8 Jumlah pondok bersalin desa
9 Jumlah pos kesehatan desa
10 Jumlah posyandu
11 Jumlah RS Pemerintah
12 Jumlah RS Swasta
13 Jumlah RS Khusus
14 Jumlah klinik/BP/praktek swasta
15 Jumlah balita
16 Jumlah bayi
17 Jumlah neonatus
18 Jumlah jiwa masyarakat miskin
19 Jumlah KK miskin
20 Jumlah anak usia 6 24 bulan keluarga miskin
20 Jumlah Desa Siaga
21 Jumlah Desa Siaga Aktif
22 Jumlah kunjungan rawat jalan
a. Puskesmas
b. Rumah sakit
23 Jumlah kunjungan rawat inap
a. Puskesmas
b. Rumah sakit
24 Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate) kabupaten/kota ,
25 Lama perjalanan (waktu tempuh) dari pusat kabupaten/kota ke
desa terjauh dengan menggunakan sarana transportasi yang umum
digunakan (dalam menit)
V. Cakupan Standar Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan (Berdasarkan data tahun 2012)
No Indikator Nilai
1 Cakupan kunjungan ibu hamil K-4
a. Jumlah Ibu hamil
b. Jumlah ibu hamil yang melakukan kunjungan K4
2 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
a. Jumlah ibu hamil yang mengalami komplikasi
b. Jumlah ibu hamil yang mengalami komplikasi yang ditangani
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
3
kompetensi kebidanan
a. Jumlah persalinan
b. Jumlah pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
4 Cakupan pelayanan nifas
a. Jumlah Ibu nifas
b. Jumlah ibu nifas yang memperoleh pelayanan standar minimal 3 kali
5 Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
a. Jumlah neonatus
b. Jumlah neonatus dengan komplikasi
c. Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
6 Cakupan kunjungan bayi
a. Jumlah bayi
b. Bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal empat kali
7 Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
a. Jumlah desa/kelurahan yang sudah mencapai UCI
8 Cakupan pelayanan anak balita (dalam persen)
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24
9
bulan keluarga miskin (dalam persen)
10 Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
a. Jumlah balita gizi buruk
b. Jumlah balita gizi buruk yang mendapat perawatan
No Indikator Nilai
a. Desa/kelurahan yang mengalami KLB
b. Desa/kelurahan yang mengalami KLB yang ditangani dalam < 24
jam
17 Cakupan desa siaga Aktif
a. Jumlah bidan yang bertugas di desa
b. Jumlah desa/kelurahan yang memiliki bidan yang tinggal di
desa/kelurahan yang bersangkutan
Aspek Umum:
Aspek Teknis:
No URAIAN REKOMENDASI
Tidak
No Pernyataan Ya Tidak
Yakin
1 Kebijakan dan Peraturan di tingkat daerah (Perda, Perbup,
Surat Edaran) telah mewajibkan pengelolaan pelayanan
kesehatan mengacu pada Standar Layanan, antara lain :
f. Standar Pelayanan Publik (SPP)
g. Standar Operasional Prosedur (SOP) teknisMedis dan
AlurPelayanan
h. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
i. Akreditasi Standar Mutu Proses (ISO)
j. dan standar layanan lainnya yang menjamin kualitas
pelayanan kesehatan prima
2 DInas Kesehatan dan Puskesmas kami telah melakukan
Survei Kepuasan Pelanggan internal, survey kepuasan
pelanggan berbasis customers (ekternal) dan pengelolaan
keluhan secara rutin dan berkelanjutan.
3 Dinas Kesehatan dan Puskesmas telah memiliki maklumat
pelayanan yang disusun bersama dengan stakeholder/
customers mengacu kepada hasil survey keluhan pelanggan.
4 Unit Pelayanan Kesehatan (Puskemas, Polindes,etc) telah
memiliki seluruh kelengkapan SOP tindakan medis serta
penanganan kepuasan pelanggan.
5 Baik di tingkat daerah maupun puskesmas telah
mengidentifikasi prkatik (good practices) yang baik dalam
pelayanan kesehatan dan penerapan standar layanan, seperti
SPM dan mengadaptasinya untuk perbaikan pengelolaan dan
pelayanan kesehatan.
6 Adanya Rencana yang terintegrasi dalam pengelolaan
kesehatan (Dinas dan Unit Pelayanan) di daerah untuk
menjamin pemenuhan SPM bidang Kesehatan.
7 Penyusunan Renja dan Renstra Kesehatan dan RPJMD
telah mempertimbangkan hasil pencapaian kinerja dan target
Pencapaian SPM dan MDGs.
8 Evaluasi Kinerja (LAKIP, LKPJ, LPPD) dan laporan lainnya
sektor Kesehatan di tingkat daerah dan puskesmas didasarkan
kepada pencapaian SPM dan MDGs.
Tidak
No Pernyataan Ya Tidak
Yakin
9 Perencanaan dan Pengembangan SDM, perencanaan
keuangan dan perencanaan fisik telah mengacu pada SPM
dan standard layanan lainnya.
10 Pengadaan fasilitas dan infrastruktur pelayanan kesehatan
dasar (seperti pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyebaran
dokter dan bidan, standar teknis standar alat, fasilitas
puskesmas lainnya) telah mengacu pada SPM.
11 Adanya mekanisme kontrol mutu kesehatan yang menjamin
pencapaian SPM.
12 Tersedianya anggaran untuk pembinaan berkala (semester
atau tahunan) untuk menjamin kualitas pelayanan dan tenaga
medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya.
Aspek Umum:
Aspek Teknis:
No URAIAN REKOMENDASI
Bullivant, J., Burgess, R., Corbet-Nolan, A., Godfrey, K., 2010, Good Governance Handbook, From the Good
Governance Institute and Healthcare Quality Improvement Partnership, www.good-governance.org.uk
Kementerian Kesehatan RI, Kepmenkes No. 828 tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Kementerian Kesehatan RI, Permenkes No. 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota
Kementrerian Dalam Negeri RI, Permendagri No. 06.Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan SPM
Kementrerian Dalam Negeri RI, Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal
Savedoff, WD., 2011, Governance in The Health Sector A Strategy for Measuring Determinants and
Performance, The World Bank Human Development Network, http://econ.worldbank.org.
The World Bank, 2002, Monitoring and Evaluation: Some Tools, Methods & Approaches, Washington, D.C.,
www.worldbank.org/html/oed
LAMPIRAN H
BAHAN DI DALAM CD
USAID - KINERJA
Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807
Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46
Jakarta, 10210
Phone: +62 21 5702820
Fax: +62 21 5702832
Email: info@kinerja.or.id
www.kinerja.or.id