TERAPI CAIRAN
Disusun oleh :
Ronald Tejoprayitno
030.09.213
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya referat ini dapat diselesaikan. Selain itu saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. Firdaus Sp.An, dr. Triseno Sp.An, dr. Sanggam
Sp.An, dr. Rosalia Sp.An dan segenap staff bagian anestesi Rumah Sakit Dr.
Mintohardjo yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas bimbingan dan
pertolongannya selama menjalani kepaniteraan klinik bagian anestesi. Referat ini
dibuat dengan tujuan agar saya dan teman-teman kepaniteraan klinik bagian anestesi
dapat belajar lebih dalam mengenai terapi cairan sekaligus sebagai bahan diskusi
bersama. Saya harap dengan referat terapi cairan ini dapat menstimulus kami untuk
mencari lebih dalam lagi mengenai terapi cairan. Akhir kata referat ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran akan sangat berguna bagi penulis. Mohon
maaf bila ada kesalahan penulisan, sekian terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
1
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan .1
Bab II Pembahasan .
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung
didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi menjadi
pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil
metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh
berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak
2
tubuh. Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat
seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan
pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita
memiliki lebih banyak lemak disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air.
Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki
kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada
bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita
50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit,
trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan
lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan
nutrient-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan
dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin,
feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk
mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan
homeostasis. Namun demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan
melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien
koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang
hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan
pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai
tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga
keseimbangan asam-basa.
Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :
2. Dukungan nutrisi
3
3. Akses intravena
4. Mengatasi syok
BAB II
PEMBAHASAN
4
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu
pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 %
berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka
resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen
ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1
- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar
27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),
sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan
intraselular.
- Cairan ekstraselular
5
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,
tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Body
100%
Water Tissue
60% (100) 40%
Intracellular space
6
40% (60)
Extracelluler space
20% (40)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.1
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO 43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi
tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
7
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5
mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces
35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram
NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.2
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar
kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
8
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
9
sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut),
namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma
darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut
isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik
lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium
dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah
keadaan hiperosmolar di dalam sel.
10
sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume
kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu
tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss
yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa
Air : 30-40 ml/kg/hr atau 2 ml/kg/jam atau (60 ml + 1 ml/kg setiap diatas 20 kg)/jam
11
Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%
Na : 2 mEq/kg/hr
K : 1 mEq/kg/hr
Na : 2 Meq/kg/hr
K : 2 Meq/kg/hr
Hiperventilasi
12
Aktivitas ekstrim
13
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%
dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air
yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular
berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan
hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan
natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular
berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.
14
Capillary refill* 2 Seconds 2-4 Seconds Greater than 4
seconds, cool limbs
Mucous Normal Dry Parched, cracked
membranes*
Tears* Normal Decreased Absent
15
berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung
disesuaikan . Cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =
derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam
atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan6 :
o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot)
o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air
dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan
air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis,
ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi
kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini
dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak
(140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang
sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan, sedangkan untuk
16
hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus :
Na= (Na1 Na0) x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium :
K = (K1 K0) x BB / 3
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
17
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk
hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat
dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah
sangat penting.
18
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,
diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol.
Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah
kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien
bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi
yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan
potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran
pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
TERAPI CAIRAN
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan
saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah
ke rongga ketiga.
19
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat
dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau
Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
20
6-8 ml/kg untuk bedah besar
JENIS CAIRAN
Cairan Kristaloid
Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat,
ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masing-
masing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan, sedangkan
glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia, serta sodium
bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik dan
alkalinisasi urin. Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran
kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial, kemudian
didistribusikan ke semua kompartemen ekstra vaskuler. Hanya 25% dari jumlah
pemberian awal yang tetap berada intravaskuler, sehingga penggunaannya
membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang hilang. Bersifat isotonik,
maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam pembuluh darah dengan segera
dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan segera.
21
tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang memiliki molekul lebih
besar, yaitu jenis koloid.
1. Normal Saline
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit
yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
c. Luka Bakar
22
yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan
NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-
paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan
ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium
merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan
otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada
dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
23
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam
laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Not for use in the treatment of lactic acidosis. Hati-hati
pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal
function & pre-eklamsia.
3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang
(kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
24
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti.
Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di
hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid
isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif
sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi
yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali
dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan
pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal
ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah
tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti
kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok
hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi
anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi. Hasil studi juga
memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL
secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan
yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan
darah sistolik-diastolik).
25
(D5W)
Iso (308) 154
Normal saline 154
50
D5 NS Iso (330) 38,5 38,5
50
D5 NS Hyper (407) 77 77
Hyper (561)
D5NS 154 154 50
Lactated 28
Iso (273) 130 109 4 3
Ringers
Injection (RL)
Cairan Koloid
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa
yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
26
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan
resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
27
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES
tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi
kenaikan permeabilitas.
28
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan
pada sepsis karena :
Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid
(HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
gelatin pada pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard,
iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
29
Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten
jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering
dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul
dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan
yang signifikan.
4. Gelatin
30
Tabel 6. Perbandingan Kristaloid vs Koloid
Crystalloid Colloid
Advantages Inexpensive More sustained
Promotes urinary flow intravascullar increase
( intravascular volume) (1/3 still intravascullar at
Fluid of choice for initial 24 hr)
resuscitation of Maintain or plasma
trauma/hemorrhage. colloid oncotic
Expands intravascular
pressure.
volume Requires smaller volume
(1/4 volume given retained for equal
intravascularly) effect
Restores third space losses Less peripheral edema
(more fluid
remains intravascullar)
May lower intracranial
pressure
Disadvantages Dillutes colloid osmotic Expensive
pressure May produce coagulopathy
Promotes peripheral edema (dextrans
Higher incidence of and helastarch)
pulmonary With capilary leak may
edema potentiate
Requires large volume fluid loss to the
Effects are transient interstitium
Impairs subsequent cross
matching of
bool (dextrans)
Dilutes cloting factors and
platelets
platelets adhesiveness
(absorption
onto platelet membrane
receptor)
Potential blocking of renal
tubules and
reticuloendhotelial cells in
the liver.
Possible anaphylactoid
reaction with
dextrans.
31
BAB III
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh ini
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam
pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan amat
diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak yang
bisa membahayakan.
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel.
Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk
ke dalam sel. Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau
mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan
harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus
itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan
kristaloid dan cairan koloid.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby; 2005.p3-227
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
3. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
4. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999:53-70.
5. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar
[accessed 6 Sept 2013]. Tersedia dari: URL:
http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
6. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-
40.
33