Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada enam prinsip yang saling
melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
Berikut ini contoh-contoh dari setiap prinsip pengenalan morfem yang telah dikemukakan di atas.
Prinsip 1
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.
Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a. membeli rumah
rumah baru
menjaga rumah
berumah
satu rumah
Satuan rumah dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfem, karena satuan itu memiliki struktur
fonologik dan arti leksikal yang sama. (Tarigan, 2009: 13)
b. menulis, ditulis, menuliskan, dituliskan, menulisi, ditulisi, tertulis, tertuliskan,tertulisi,
tulisan, penulis, penulisan, karya tulis.
Satuan tulis dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfemkarena satuan itu memiliki struktur
fonologik dan arti leksikal yang sama.
c. Tertulis, terbuat, terambil, termakan, terminum, terbawa, terbeli, teringat.
Satuan ter- dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfem, karena memiliki struktur fonologik dan arti
leksikal yang sama. (Tarigan, 2009: 14)
Prinsip 2
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai
arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik.
Prinsip 3
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik,
masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai
distribusi yang komplementer.
Prinsip 4
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau
lebih dikenal dengan morfem zero.
Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a. Ibu menggoreng ikan
b. Ibu menyapu halaman
c. Ibu menjahit baju
d. Ibu membeli telur
e. Ibu minum teh
f. Ibu makan pecal
g. Ibu masak rendang
Ketujuh kalimat di atas berstruktur S, P, O. Predikatnya (P) berupa kata verbal yang transitif, pada kalimat
(a), (b), (c), (d) ditandai oleh adanya meN-,sedangkan pada kalimat (e), (f), (g), kata verbal transitif itu ditandai
dengan kekosongan atau tidak adanya meN-. Kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem
zero. (Tarigan, 2009: 16-17)
Prinsip 5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu
morfem yang berbeda.
Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a. 1. Ia menanam kembang.
2. Bunga itu telah kembang.
Pada (1) kembang bunga dan pada (2) kembang mekar; oleh karena itu kedua kata kembang merupakan
morfem yang berbeda, karena memiliki arti leksikal yang berbeda, walaupun struktur fonologiknya sama.
b. 1. Ayah sedang tidur. 2. Tidur ayah sangat nyenyak.
Kata tidur pada (1) dan (2) mempunyai arti leksikal yang berhubungan, dan mempunyai distribusi yang
berbeda. Kedua kata tidur itu merupakan satu morfem.
c. 1. Telinga orang itu lebar.
2. Telinga kuali itu lebar.
Kata telinga pada (1) dan (2) mempunyai distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda.
(Tarigan, 2009: 17)
Sedangkan menurut Abdul Chaer (Morfologi Bahasa Indonesia PendekatanProses, 2008: 13-15) ada tujuh hal-hal
(prinsip) yang dapat dipedomani untuk menentukan morfem atau bukan. Sebenarnya kedua pendapat tersebut saling
melengkapi satu sama lain. Agar kita tidak bingung dengan kedua pendapat tersebut, maka perhatikan tabel berikut.
Menurut Abdul Chaer
(Morfologi Bahasa Menurut Ramlan dalam buku Tarigan
No No
Indonesia Pendekatan (Pengajaran Morfologi, 2009:12)
Proses, 2008: 14-15)
Dua pendapat tokoh tersebut akan saling melengkapi pembahasan kita tentang prinsip pengenalan morfem saat ini.
Terlihat bahwa kedua pendapat di atas memiliki persamaan dan perbedaan.
Prinsip ke-1 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-5 dalam Tarigan.
Prinsip ke-2 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan dengan prinsip ke-5 dalam Tarigan
Prinsip ke-3 dalam Chaer hampir sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan. Ada sedikit perbedaan, yakni dalam
penentuan morfem, (merupakan morfem yang berbeda, atau morfem yang sama).
Prinsip ke-4 dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan.
Prinsip ke-5 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-6 dalam Tarigan
Prinsip ke-6 dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-1 dalam Tarigan
Prinsip ke-7 dalam Chaer memiliki kesamaan dengan prinsip ke 5 dalam Tarigan.
Terlihat prinsip ketiga dan prinsip ketujuh dalam Abdul Chaer sedikit berbeda dengan pendapat Tarigan. Berikut
penjelasan dari kedua prinsip tersebut.
Kata kepala pada kelima kalimat di atas memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan
morfem yang sama.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Prinsip pengenalan morfem adalah dasar yang membantu kita untuk mengenali sebuah morfem. Dalam makalah ini ada
dua pendapat mengenai prinsip pengenalan morfem, yakni enam prinsip menurut Ramlan dalam buku Tarigan, dan tujuh
prinsip menurut Abdul Chaer. Kedua pendapat tersebut saling melengkapi untuk pengetahuan kita mengenai prinsip yang akan
kita gunakan dalam mengenali sebuah morfem, meskipun ada sedikit perbedaan di dalamnya.
Enam prinsip menurut Ramlan tersebut diantaranya, (1) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti
leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem; (2) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang
berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal
perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik; (3) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda,
sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila
mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer; (4) apabila dalam
deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih
dikenal dengan morfemzero; (5) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu
morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda; (6) setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
Keenam prinsip tersebut sudah sangat jelas dipaparkan. Namun ketika kita menengok pada tujuh prinsip yang
dikemukakan oleh Chaer, maka kita akan menumukan dua prinsip yang sedikit berbeda dengan pendapat Ramlan dalam buku
Tarigan., yakni prinsip ketiga dan ketujuh. Prinsip ketiga dari Chaer adalah Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki
makna yang sama merupakan dua morfem yang berbeda.Hampir sama dengan prinsip kedua dalam Tarigan, perbedaannya
terdapat dalam penentuan morfem, yakni merupakan morfem yang berbeda, atau merupakan morfem yang sama. Prinsip
ketujuh dari Chaer adalah Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat)
apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama. Setelah kami cermati, prinsip
ketujuh ini tidak memiliki persamaan pada prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Tarigan.
Semua prinsip-prinsip di atas, baik menurut Ramlan, maupun Abdul Chaer, atau pendapat para ahli lain merupakan
prinsip yang sama-sama bisa kita gunakan sebagai pedoman untuk menentukan sebuah morfem. Pada dasarnya memang kita
harus memahami bahkan menguasai prinsip-prinsip pengenalan morfem. Hal tersebut sangat bermanfaat, agar kita memiliki
dasar pemikiran untuk menentukan sebuah morfem.
Prinsip-prinsip Pengenalan morfem
a. Prinsip ke-1
satuan-satuan mempunyai struktur fonologik dan arti yang sama merupakan satu morfem.
Perhatikan contoh berikut!
menari
tari tari
tarian
menarikan
kehujanan
ke-an kemanusian
keadilan
kedinginan
Bentuk tari pada menari, penari, tarian, menarikan. Struktur fonologiknya atau penulisannya sama, yaitu / tari/.
Karena struktur fonologik dan artinya sama, maka tari pada menari, penari, tarian, dan menarikan merupakan morfem yang
sama. Bentuk ke-an pada kehujanan, kemanusian, keadilan, dan kedingin. Walaupun struktur fonologiknya sama bukanlah
merupakan morfem yang sama karena arti secara dramatikal berbeda.
b. Prinsip ke-2
Satuan-satuan yang mempunyaistruktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu
mempunyai arti yang sama dan perbedaan struktur fonologik dapat dijelaskan secara fonologik.
Perhatikan contoh berikut ini :
Meng- mem - : memberi
men - : menulis
meny - : menyuci
me - : melerai
meng- : menghitung
menge- : mengecat
Bentuk-bentuk mem- , meny-, me- , meng-, dan menge-
Mempunyai struktur fonologik atau penulisan yang berbeda. Arti setiap afiks itu sama, yaitu menyatukan tindakan aktif.
Walaupun penulisannya berbeda, perbedaannya dapat dijelaskan secara fonologik. Perubahan setiap morf itu tergantung kepada
fonem. Awal morfem yang di lekatinya.
c. prinsip ke-3
satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologiknya yang berbeda sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan
secara fonologik, masih di anggap satu morfem apabila mempunyai arti sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer.
Perhatikan contoh berikut ini :
ber- : berjalan, berkarya, berhitung
ber- : belajar,berlunjur
ber- : bekrja, beternak, beserta
berdasrkan contoh tersebut, kita dapat menyampaikan bahwa afiks ber- akan menjadi ber-bertemu dengan morfem yang
di awali dengan fonem / j, k, m, b / . Afiks ber-berubah menjadi bel-bila bertemu morfem yang suku pertamanya diakhir dengan / -
er- / , kedudukan afiks ber-, be-, dan bel- ini tidak dapat dipertukarkan. Jika ber-bertemu dengan hitung, gabungannya i selalu
berhitung bukan belhitung, kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi komplementer.
Karena afiks ber-, be-, dan bel- mempunyai arti yang sama dan berdistribusi komplementer, walaupun struktur fonologiknya
berbeda tetap merupakan satu morfem.
d. Prinsip ke-4
Apabila dalam deretan struktur,satuan-satuan berpararel dengan suatu kekosongan ini merupakan morfem Zero
Perhatikan deretan struktur berikut ini!
a. Adib membeli kue.
b. Adib menjahit baju.
c. Adib menulis surat.
d. Adib makan nasi.
e. Adib minum kopi.
Semua contoh kalimat di atas berstruktur SPO. Predikatnya semua termasuk kata kerja transitif. Pasa kalimat d dan e,
predikatnya tidak memiliki prefiks. Prefiks yang kosong pada bentuk makan dan minum adalah morfem Zero karena sebenarnya
bentuk katanya memakan dan meminum.
e. Prinsip ke-5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama,mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan
morfem yang berbeda.
Perhatikan contoh berikut!
1. a. Anis membeli buku.
b.buku itu sangat tebal.
2. a. Fathinah membeli buku.
b. Fathinah makan buku tebu.
f. Prinsip ke-6
setiap satuan yang tidak dapat di pisahkan merupakn morfem.
Perhatikan bentuk-bentuk berikut!
Makanan makan + -an
Bersandar ber- + sandar
Penduduk peng- + duduk
Bentuk makan, bersandar, dan penduduk dapat kita pisahkan atas unsur-unsur yang lebih kecil . Karenanya, bentuk
tersebut bukanlah morfem melainkan kata. Bentuk makan,sandar,duduk,, -an.ber-, peng-tidak dapat kita pisahkan lagi atas unsur-
unsurnya yang lebih kecil. Karenanya, bentuk tersebut tergolong ke dalam morfem, yaitu morfem bebas untuk makan, sandar, dan
duduk dan morfem terikat untuk -an, ber-, dan peng-.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksimenggunting dan makanan tidak sama
distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak,
konstruksi mendengar danmembaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat
3a atau 3b dan 4a dan 4b. Konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi. Sendangkan konstruksi mendengar
dan membaca contoh infleksi.