Anda di halaman 1dari 9

Asal-Usul Candi

Prambanan
Pada zaman dahulu kala tepat di dalam hutan yang lebat dan hijau,
terdapat sebuah desa yang tentram nan damai, di desa itu berdiri sebuah
kerajaan yang bernama Kerajaan Prambanan. Kerajaan itu dipimpin oleh
seorang Raja yang bijaksana bernama Prabu Baka, Prabu Baka memiliki seorang
putri yang cantik, anggun, dan penyayang bernama Roro Jonggrang.
Dan di sebuah kerjaan yang lain, terdapat seorang raja yang kejam,
egois, angkuh, dan sombong bernama Raja Pengging, seorang raja dari
Kerajaan Pengging. Raja Pengging memiliki seorang putra yang sakti
mandraguna, bernama Bandung Bondowoso. Raja Pengging yang selalu haus
akan kekuasaan dan ingin memperluas wilayah kekuasaannya, memutuskan
untuk berperang menghancurkan Kerajaan Prambanan.
[ Di Kerajaan Pengging ]
Raja Pengging : (Duduk di kursi raja) Raden Bondowoso, putraku...
kemarilah! (Dengan nada memanggil sembari melambaikan tangannya)
Bondowoso : (Berjalan mendekati Raja Pengging) Iya Gusti, ada apa
memanggil saya? (Bondowoso menatap Raja Pengging dengan tatapan heran)
Raja Pengging : Segeralah engkau bersiap-siap. Baru saja prajurit kerajaan
memberi kabar bahwa ada warga desa kita yang dianiaya oleh Kerajaan
Prambanan, kita harus membalas dendam! (Sedikit membentak sembari
berdiri dari duduknya)
Bondowoso : (Menyimpan tangan kanannya di depan dada) Apa yang
harus saya perbuat wahai Gusti? (Bondowoso menatap Raja Pengging dengan
tatapan bertanya)
Raja Pengging : (Memegang pundak Bondowoso) Sebaiknya kita atur
strategi utuk menyerang kerajaan prambanan terlebih dahulu. Barulah esok
kita serang kerajaan itu. (Dengan nada yang sedikit memerintah)
Bondowoso : Baiklah Gusti... (Menatap Raja Pengging dengan serius
kemudian mengangguk)
Keesokan harinya berangkatlah Raja Pengging, Bandung Bondowoso, dan
para prajuritnya ke kerajaan prambanan. Saat di depan gerbang Kerajaan
Prambanan, mereka dicegat oleh para pasukan dari kerjaan Prambanan.
[ Di depan Istana Kerajaan Prambanan ]
Bondowoso : Hei Prabu Baka! Keluarlah engkau! Mari kita bertarung.
Kita tunjukan siapa yang paling kuat diantara kita. (Berdecak pinggang
kemudian berteriak memanggil Prabu Baka sembari menunjuk ke arah istana)
Para prajurit kerajaan prambanan merasa direndahkan oleh ucapan
Bondowoso, kemudian mereka pun menyerang para pasukan Bondowoso.
Pasukan Bondowoso pun membalas serangan dari pasukan Kerajaan
Prambanan, sehingga terjadi peperangan di depan pintu gerbang Kerajaan
Prambanan.
[ Di dalam Kerajaan Prambanan ]
Terlihat Roro Jonggrang yang sedang duduk dengan salah seorang
dayang yang sedang menyisir rambutnya. Roro Jonggrang yang sedang
melamun tersentak ketika tiba-tiba Ayahnya membuka pintu dengan sangat
keras.
Prabu Baka : (Prabu Baka yang baru saja masuk ke dalam ruangannya
langsung mengintip ke arah luar istana melalui jendela) Apa yang sebenarnya
terjadi di wilayah kerjaanku?! (Tanyanya dengan nada yang sedikit panik
sembari menatap Roro Jonggrang dan Dayang bergantian, meminta
penjelasan.)
Roro Jonggrang : Ada yang menyerang kerajaan kita wahai ayahku. (Ucap
Roro Jonggrang dengan nada sedih kemudian menunduk)
Dayang 1 : Iya baginda... Kerajaan kita sedang diserang oleh kerajaan
pengging. Kita kekurangan prajurit, baginda. Prajurit kerajaan sudah banyak
yang terbunuh. (Menyimpan sisir di atas meja kemudian ikut berbicara dengan
tubuh sedikit membungkuk)
Prabu Baka : Baiklah, aku akan langsung turun tangan! (Prabu Baka
keluar dari istana untuk menemui pasukan Kerajaan Pengging)
[ Di luar Istana ]
Prabu Baka : Hei kalian! Mau apa tiba-tiba datang dan menyerang
kerajaanku? (Menunjuk, kemudian berteriak dengan penuh amarah)
Raja Pengging : Pertama, aku tidak terima wargaku diperlakukan buruk,
kedua niatku datang kesini karena aku akan menguasai seluruh kerajaanmu!
Agar aku menjadi orang terkuat dan terhebat disemua kerajaan HA HA HA
(Ucap Raja Pengging dengan nada menjelaskan sembari bersedekap dada
kemudian tertawa puas)
Prabu Baka : Tidak semudah itu! Apabila kau ingin menguasai
kerajaanku, langkahi dulu mayatku! (Ucap Prabu Baka dengan nada yang
menantang kemudian melangkahkan kakinya mendekati mereka seraya
mengeluarkan pedangnya)
Bondowoso : Aku tidak takut! Akan ku kalahkan kalian semua! (Berteriak
sembari mengedarkan telunjuknya kepada seluruh prajurit Prambanan dengan
tatapan menantang)
Raja Pengging : Kau benar anakku! Prajurit, serang...! (Berteriak kemudian
mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan untuk menyerang)
Lama terlibat dalam peperangan. Akhirnya pasukan Raja Prabu Baka pun
kalah, Prabu Baka yang menjadi pemimpin peperangan pun tewas pada saat
itu. Sehingga membuat Kerajaan Prambanan hancur, dan Raja Pengging beserta
pasukannya memutuskan untuk menempati Kerajaan Prambanan.
Raja Pengging : Akhirnya kita menang! (Berteriak dengan senang seraya
mengangkat kepalan tangan kanannya ke udara)
Bondowoso : Iya ayahku... (Ucapnya dengan nada senang kemudian
menatao Raja Pengging)
Pasukan kerajaan pengging bersenang-senang atas kemenangannya.
Akan tetapi di dalam Kerajaan Prambanan terlihat Roro Jongrang yang sedang
bersedih.
[ Di dalam Kerajaan Prambanan ]

Roro Jongrang : Apakah benar Ayahanda telah tiada? (Tanya Roro


Jonggrang dengan nada lirih sembari menatap dayangnya)
Dayang 2 : Iya benar putri... Baginda Raja telah tiada. Ia dibunuh oleh
Bandung Bondowoso. (Jelasnya kemudian duduk di sebelah kiri Roro
Jonggrang, mengelus-elus punggung Roro Jonggrang dengan tangan kanannya,
sedangkan tangan kirinya menggenggam kedua tangan Roro Jonggrang)
Roro Jongrang : Apa kau sudah memastikan itu? (Tanyanya dengan nada
lirih sembari menatap dayang yang berada di sebelahnya dengan tatapan
sendu)
Dayang 2 : Iya putri... Raja Pengging beserta putranya, Bandung
Bondowoso dan pasukannya telah menghabisi seluruh pasukan yang ada di
Kerajaan Prambanan ini. (Jelasnya lagi namun kali ini dengan nada yang sedikit
sedih, tangannya masih mengelus-elus punggung Roro Jonggrang)
Roro Jongrang : Aku tidak akan pernah menerimanya, tunggu saja
pembalasanku nanti! (Berteriak kemudian berdiri dari duduknya, Dayang yang
berada di sisinya hanya memasang ekspresi kaget)
Di tengah-tengah percakapan antara Roro Jongrang dan Dayang, tiba-tiba
masuklah seorang pemuda yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bandung
Bondowoso.
Bondowoso : Rupanya masih ada orang di dalam sini... (Ucapnya dengan
tatapan menyerigai sembari besedekap dada kemudian mengangguk-anggukan
kepalanya.)
Roro Jongrang : Siapa kau?! (Tanyanya dengan nada menyentak,
menunjukkan telunjuknya ke arah Bondowoso)
Dayang 2 : Itu Bandung Bondowoso, putri. Dia yang membunuh
baginda raja. (Ucapnya memberitahu kemudian berjalan ke depan, melindungi
Roro Jonggrang)
Roro Jongrang : Kau sungguh kejam! (Berteriak dengan penuh amarah
sembari mengarahkan telunjuknya ke arah Bondowoso, saat Roro Jonggrang
akan melangkah mendekati Bondowoso, ia ditahan oleh sang dayang.
Bondowoso : Kau terlihat sangat cantik, sepertinya cocok untuk menjadi
permaisuriku. Apa kau mau menjadi permaisuriku? (Ucapnya dengan nada
merayu sembari tersenyum sinis)
Tanpa berkata-kata Roro Jongrang langsung meninggalkan Bondowoso
karena kekesalannya terhadap Bondowoso yang telah membunuh ayahnya.
Selama Bandung Bondowoso tinggal di Kerajaan Prambanan, ia semakin
terpesona dengan kecantikan Roro Jongrang. Tapi disisi lain, Roro Jongrang
masih terpukul akan peperangan yang membuat ayahnya meninggal karena
terbunuh.
[ Di dalam kamar Roro Jonggrang ]
Dayang 3 : Tuan putri... Apakah tuan putri masih bersedih? (Tanya
sang dayang sembari menatap Roro Jonggrang yang sedang duduk dengan
tatapan kosong)
Roro Jongrang : Tentu dayang. Aku benci sekali dengan Bondowoso yang
telah membunuh ayahku.(Ucapnya dengan nada sendu sembari mengepalkan
kedua tangannya, menahan amarah yang sedikit lagi akan meledak)
Dayang 3 : Apakah tuan putri ingin teh hangat? Mungkin dapat sedikit
menenangkan tuan putri. (Usulnya dengan nada yang lembut sembari
memegang pundak Roro Jonggrang, memberikan sedikit ketenangan)
Roro Jongrang : (Mengangguk, mengiyakan)
Dayang 3 : Baiklah, tunggu sebentar tuan putri saya akan
membuatkan dulu tehnya. (Ucapnya dengan lembut diselingi senyuman,
kemudian berjalan ke arah dapur)
Dayang pun pergi ke dapur istana untuk membuatkan teh. Sedangkan
Roro Jonggrang masih berdiam diri di dalam kamar, namun tiba-tiba datanglah
Bandung Bondowoso.
Bondowoso : Wahai Roro Jongrang, mengapa kau hanya sendiri? Dimana
dayangmu? (Bertanya dengan nada keanehan sembari memegang pundak Roro
Jonggrang)
Roro Jongrang : (Menepis tangan Bondowoso) Dia sedang membuatkan teh
untukku. (Ucapnya dengan nada ketus, tatapannya menatap ke arah depan)
Bondowoso : Tuan putri... kutanya sekali lagi, maukah kau menjadi
permaisuriku? (Ucapnya dengan nada menawarkan lalu memegang dagu Roro
Jonggrang)
Roro Jongrang : (Menepis tangan Bondowoso) Apakah kau bisa diam?
(Ucapnya dengan nada dan tatapan sinis)
Lalu datanglah sang dayang sambil membawa nampan berisi secangkir
teh untu Roro Jongrang. Ia memberikan secangkir teh itu kepada Roro
Jongrang.
Roro Jongrang : (Berdiri kemudian berjalan ke arah dayang, membisikkan
sesuatu pada dayangnya) Dayang, apa yang harus kulakuan? Aku sudah muak
mendengar pertanyaan itu.
Dayang 3 : (Mengarahkan mulutnya ke arah telinga Roro Jonggrang,
kemudian berbisik) Tuan putri... kalau boleh saya beri saran, sebaiknya tuan
putri memberi syarat yang mustahil ia penuhi, kalau dia gagal dia tidak dapat
menikahi tuan putri.
Roro Jongrang : Kira-kira apa syarat yang harus saya berikan? (Berbisik)
Dayang 3 : Lebih baik ikuti kata hati tuan putri (Berbisik)
Bondowoso : Bagaimana putri? Bersediakah kau menjadi permaisuriku?
(Menatap Roro Jonggrang dengan nada menyelidik, kemudian berjalan
mendekat ke arah Roro Jonggrang dan Dayangnya)
Roro Jongrang : Baiklah, aku mau. Tapi ada syarat yang harus kau penuhi
terlebih dahulu. Apa kau sanggup? (Ucapnya dengan nada menantang sembari
tersenyum sinis, melangkahkan kakinya selangkah mendekati Bondowoso yang
ada dihadapannya)
Bondowoso : Syarat? Apa syaratnya tuan putri? (Tanyanya dengan nada
senang menatap Roro Jonggrang yang lebih pendek darinya dengan tatapan
berbinar)
Roro Jongrang : Kau harus membuatkanku 1000 candi dan 2 buah sumur.
Dan itu harus sudah selesai saat matahari terbit. Apa kau bisa? (Menatap
Bondowoso dengan tatapan sinis dan diiringi nada menantang)
Bondowoso : Baik, aku terima persyaratanmu itu (Tersenyum, kemudian
meninggalkan ruangan tersebut)
Setelah menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Roro Jonggrang,
Bandung Bondowoso segera menghampiri Ayahnya yang dikenal memiliki
kekuatan magis dan dapat memanggil jin untuk meminta bantuan.
Bondowoso : (Berlutut) Wahai Gusti... boleh kah saya meminta
bantuanmu? (Menatap Raja Pengging kemudian memohon)
Raja Pengging : Bantuan apa anakku? (Raja Pengging berdiri dari
duduknya, kemudian menganggkat pundak Bondowoso, mengisyaratkannya
untuk berdiri)
Bondowoso : Bisakah gusti memanggilkan beberapa jin untukku?
(Memohon sembari menatap Raja Pengging)
Raja Pengging : Untuk apa jin-jin itu? (Menatap Bondowoso dengan
tatapan kebingungan)
Bondowoso : Untuk membantuku membangun 1000 candi dan 2 buah
sumur. Aku harus memenuhi persyaratan itu untuk dapat menikahi Roro
Jongrang. (Jelasnya kemudian mundur satu langkah) Aku mohon Ayah...
(Dengan nada memohon)
Raja Pengging : Baiklah! akanku panggilkan jin itu untukmu. (Mengangguk
kemudian duduk di lantai, menyatukan kedua telapak tangannya di depan
dada)
Raja Pengging pun melakukan beberapa ritual dan mengucapkan
beberapa patah kata untuk memanggil jin-jin.
Ketua Jin : Ada apa kau memanggilku? (Bertanya dengan suara yang
berat, menatap mereka berdua dengan tatapan tajam, tangannya bersedekap
dada)
Raja Pengging : Bisakah kau membantu anakku? (Menatap Ketua Jin
dengan tatapan memohon kemudian bersujud)
Ketua Jin : Bantuan apa? (Menatap dengan nada sinis ke arah Raja
Pengging)
Bondowoso : Membuat 1000 candi dan 2 buah sumur dalam waktu
semalam dan harus sudah selesai saat terbitnya matahari. Apakah kau
bersedia? (Sela Bondowoso kemudian ikut bersujud, memohon kepada sang
ketua Jin)
Ketua Jin : Baiklah aku beserta anak buahku akan membuatkannya
untukmu. (Berjalan keluar dari istana kemudian memanggil anak buahnya)
Sang Ketua Jin pun memanggil anak buahnya untuk membangun 1000
candi dan 2 buah sumur. Jin-jin itu melakukan pekerjaan dengan sangat cepat.
Hingga tengah malam sudah setengah jumlah candi yang sudah selesai. Dayang
yang mengetahui bahwa pembuatan candi sudah hampir selesai segera
melapor kepada Roro Jongrang.
Dayang 4 : Tuan putri, pembuatan 1000 candi sudah hampir selesai!
(Memberitahu dengan nada yang ngos-ngosan, kemudian menatap Roro
Jonggrang dengan tatapan panik, tangannya memegang kedua pinggangnya.
Roro Jongrang : Apa? Aku harus menggagalkan pekerjaan mereka sekarang
juga, tapi bagaimana caranya?! (Berdiri dari duduknya kemudian berteriak
kaget, tatapannya menampilkan ekspresi panik)
Dayang 4 : Tenang dulu tuan putri... (Mengatur napasnya yang ngos-
ngosan)
Roro Jongrang : Bagaimana aku bisa tenang dalam keadaan seperti ini?
(Ucapnya dengan nada membentak, menatap dayang itu dengan sinis, dayang
itupun menundukan kepalanya)
Dayang 4 : Apa kita harus memanggil dayang yang lain untuk
mendiskusikan hal ini?(Dayang itu menatap Roro Jonggrang dengan tatapan
bertanya)
Roro Jonggrang : (Diam berpikir sembari memegang dagunya) Tidak, tidak
usah berdiskusi, bangunkan saja mereka semua sekarang, kemudian suruh
mereka semua untuk membakar jerami dan menumbuk padi di lesung, serta
taburkan bunga-bunga yang harum baunya! (Ucapnya dengan nada
memerintah, Roro Jonggrang pun berjalan menuju belakang istana guna
menyiapkan peralatan yang akan dipakainya meninggalkan dayangnya)

Dayang 4 : Baiklah tuan putri... (Sedikit berteriak dan berlari menuju


ruangan para dayang)
Dayang 4 pun membangunkan dayang-dayang yang lain dan menyuruh
mereka membakar jerami dan menumbuk padi dilesung serta menaburkan
bunga-bunga yang harum baunya, seperti yang diperintahkan oleh Roro
Jongrang.
Kukuruyuukk kukuruyuukk!!! (Suara ayam berkokok)
Jin 1 : Lihat! Sepertinya matahari sudah hampir terbit, para gadis-gadis juga
sudah mulai menumbuk padi di lesung. Mari kita pergi! (Memberhentikan
aktivitasnya kemudian berteriak dengan nada memberitahu dan mengajak,
tatapannya menatatap temannya satu-satu)
Jin 2 : Benar, ditambah lagi ayam sudah berkokok. Ayo semuanya kita pergi!
(Ucapnya dengan nada mensetujui, kemudian melemparkan batu yang sedang
digenggamnya sembarang arah seraya pergi meninggalkan tempat itu)
Para jin pun pergi meninggalkan pekerjaan mereka tanpa
menyelesaikannya sampai selesai. Roro Jonggrang terlihat senang karena
rencananya berhasil sehingga Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi
persyaratannya. Dilain pihak, Bandung Bondowoso sangat marah karena
mengetahui rencana Roro Jonggrang yang sengaja menggagalkan usahanya.
Kemudian ia pun mendatangi Roro Jonggrang dengan amarahnya yang sudah
tidak dapat ia tahan.
Bondowoso : Apa maksudmu melakukan itu, hah? (Berteriak di depan
wajah Roro Jonggrang dengan tatapan penuh amarah, telunjuknya menunjuk
tepat di depan wajah Roro Jonggrang)
Roro Jongrang : (Menatap remeh Bondowoso) Bagaimana? Apakah
permintaanku sudah terpenuhi? (Sedikit terkekeh kemudian bersedekap dada
memalingkan wajahnya dari tatapan Bondowoso)
Bondowoso : Cih, mengapa kau licik sekali? (Berdecih sembari
memalingkan wajah dan tangannya berdecak pinggang) (Menatap Roro
Jonggrang dengan tatapan penuh amarah) Kau telah menggagalkan usahaku di
saat aku sedang membangun candi yang terakhir, hanya karena kelicikanmu
dan dayang-dayangmu! Jadilah kau sebagai arca dalam candi yang ke-1000!
Dan aku pastikan dayang-dayangmu tidak akan menikah hingga mereka tua!
(Ucap Bondowoso dengan nada yang penuh amarah kemudian berteriak
menyebutkan sumpah serapah, kemudian melangkah mundur menjauhi Roro
Jonggrang yang sedikit demi sedikit berubah menjadi arca)
Akhirnya Roro Jonggrang pun menjadi arca dalam candi yang keseribu
karena telah melanggar sendiri persyaratan yang telah dia buat.

Anda mungkin juga menyukai