Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


RUMAH SAKIT MH THAMRIN CILEUNGSI
2017-2019

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


1. Pengertian (Definisi) Demam yang berlangsung akut disebabkan oleh virus
dengue dan penularan terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes
aegepti. Lebih banyak menimbulkan korban pada anak
anak berusia dibawah 15 tahun disertai dengan perdarahan
dan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat
mengakibatkan kematian penderita.
2. Anamnesis 1. Demam mendadak berlangsung 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan bisa ada atau tidak
3. Kulit dingin, lembab, penderita gelisah
4. Gejala awal tidak spesifik berlangsung 1-5 hari berupa
demam, sakit kepala, lemah, letih.
5. Anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi.
3. Pemeriksaan Fisik Gejala klinik DBD Diawali dengan demam mendadak
tinggi, focal flush, muntah, nyeri kepala, nyeriototdans
endi. Nyeri tenggorok dengan faring hiperemik, nyeri
dibawah lengkung iga kanan
Hepatomegali dan kelainan fungdi hati lebih sering
ditemukan pada DBD
Perbedaan DD dan DBD adaalah pada DBD adalah
pada DBD terdapat peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hipovolemia dan syok
Perembesan plasma mengakibatkan ektravasasi cairan
kedlaam rongga pleura dan rongga peritoneal selama
24-48 jam
Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan
penyakit. Pada saat ini suhu turun , yang dapat
merupakan awal penyembuhan pad ainfeksi ringan
namun pada DBD berat merupakan tanda awal syok
Perdarahan dapat berupa ptekiae, epitaksis, ekimosis,
ataupun hematuria
Tanda-tanda syok:
- Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran
- Napas cepat, nadi teraba lemah, kadang-kadang
tidak teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg
- Akral dingin, capillary refill menurun
4. Kriteria Diagnosis Demam atau riwayat demam 2-7 hari dan biasanya
bifasik
Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji bendung
positif, ptekiae, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan melena
Pembesaran hati
Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah sert
apenururnan tekana nadi hipotensi, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai berikut
dua kriteria klinis pertama ditambah dengan satu dari
kriteria laboratorium (atau hanaya peningkatan
hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja
DBD
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golonngan, yaitu:
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain,tanpa perdarahan spontan,
panas 2-7 hari, uji torniquet positif, trombositopenia dan
hemokonsentrasi
Derajat II
Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala- gejala
perdarahanspontan sperti ptekiae, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (.120x/menit) tekanan nadi sempit(< 120
mmhg), tekanan darah menurun
Derajat IV nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur
(denyut jantung > 140 x/mnt) anggota gerak teraba
dingin berkeringat dan kulit tampak biru.
Pemeriksaan serologi:
Mendeteksi IgM dan IgG anti dengue. Pada infeksi primer
IgM terdetksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, sedangakan IgG
mulai terdeteksi pada hari ke14. Pada infeksi sekunder
terdeteksi mulai hari ke-2
5. Diagnosis Kerja Demam Berdarah Dengue
6. Diagnosis Banding a. Demam Chikungunya
b. Morbili (stadium akut)
c. ITp (stadium akut)
d. Demam tifoid (bila demam > 5 hari
e. Ensefalitis (DBD disertai ensefalitis)
7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, hitung jenis, Ht,
trombosit, LED
b. Analisis gas darah (untuk SRD)
c. Foto dada posisi telentang tampak perkapuran hemisfer
paru kanan, efusi pleura.
8. Terapi 1. DBD tanpa syok
Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan dianjurkan pemberian
parasetamol bukanaspirin
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (antasida, antiemetik) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati
apabila terdapat perdarahn saluran cerna
kortikosteroid tidak diberikan
- Antibiotik diberikan unDBD ensefalopati
Suportif
- Mengatsi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan
- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk
mengatasi peralihan dari fase demam ke fase syok
disebut time of fever differvesence dengan baik
- Cairan intravena diperlukan apabila anak terus
menerus muntah, tidak mau minum , demam tinggi ,
dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala.
2. Penanganan Kasus DBD derajat III dan IV. DBD disertai
dengan syok
a. O2 2-4 l/menit
b. Penggantian vol plasma segera cairan kristaloid (RL
atau NaCl 0,9% 20 ml/kgbb
Secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
Apabila syok belum teratasi tetap diberikan RL 20
ml/kgbb ditambah dengan koloid 20-30 ml/kgbb/jam
maksimal 150 ml/hari
c. Pemberian 10 ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam
pasca syok. Volume cairanditurunkan menjadi 7
ml/kgbb/jam . Selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila
tanda vital dan diuresis baik
d. Jumlah uirin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi
bahwa sirkulasi membaik
e. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48
jam setelah syok teratasi
f. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD
syok
g. Indikasi pemberian darah
Terdapat perdarahan secara klinis
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid syok
menetap hematokrit menuru diduga telah terjadi
perdarhaan berikan darah segar 10 ml/kgbb
- Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol% maka
berikan darah dalam volume kecil
- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna
untuk koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi
intravaskular dessiminata (KID) pada syok berat
yang menimbulkan perdarahan masif
- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID
harus selalu disertaid engan plasma segar (berisi
faktor koagulasi yang dieprlukan ) untuk mencegah
perdarahan lebih hebat
3. DBD ensefalopati
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan
alkalosis maka bila syok telah teratasi. Cairan diganti
dengan cairan yang tidak mengandung HCO3- dan
jumlah cairan segera dikurangi. Larutan ringer laktat
segera ditukar dengan larutan nacl (0,9%) : glukosa 5%=
3:1

9. Edukasi Menjaga lingkungan tempat tinggal dengan memberantas


(Hospital Health Promotion) nyamuk serta jentiik-jentiknya
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh tanpa komplikasi dengan perawatan 3-
7 hari
15. Kepustakaan 1. Nelson Text Book of Pediatric
2. Buku Ajar Infeksi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT MH THAMRIN CILEUNGSI
2017-2019
DIARE AKUT
1. Pengertian (Definisi) Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
2. Anamnesis - Buang air besar mencret
- Sudah berapa lama diare berlangsung
- Berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja, lendir
ada atau tidak , ada darah dalam tinja, adanya
muntah , anak lemah, kesadaran menurun, rasa
haus, rewel, kapan kencing (BAK) terakhir, suhu
badan
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak
makan makanan yang tidak biasa
- Apakah ada yang menderita diare disekitarnya dari
mana sumber air minum
3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama :
Kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen.
Perhatikan juga tanda tambahan: Ubun-ubun besar cekung
atau tidak. Mata cekung atau tidak,
Ada atau tidak airmata.
Kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah.
Jangan lupa menimbang berat badan ( bandingkan sebelum
diare)
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
Tanpa dehidrasi ( kehilangan cairan <5% berat
badan )
- Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
- Keadaan umum baik, sadar
- Tanda vital dalam batas normal
- Ubun- ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung,
air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah
- Akral hangat
- Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali terdapat
komplikasi lain ( tidak mau minum, muntah terus
menerus, diare yang frekuen )
Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat kehilanagn
cairan 5-10 %berat badan )
- Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah
dengan dua atau lebih tanda tambahan
- Keadaan umum lemah, letargi dan
4. Kriteria Diagnosis Mencret, ubun-ubun cekung, mulut/bibir kering, turgor
menurun, nadi cepat, mata cekung, napas cepat dan dalam,
oliguri.
5. Diagnosis Kerja Diare Akut
6. Diagnosis Banding Diare psikologis (Shigella, V.cholera, Salmonela,
E.Rotavirus, Campilobacter)
7. Pemeriksaan Penunjang a. Kultur tinja.
b. Pemeriksaan rutin tinja.
c. Bila perlu analisis gas darah/elektrolit.
8. Terapi Medikamentosa:
- Tidak boleh diberikan obat antidiare
- Preparat Zink sesuai dengan umur
- Antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang
sebagai pilihan adalah cotrimoksasol, amoksilin, dan atau
sesuai hasil uji sensitifitas
- Antiparasit: metronidazol cairan dan elektrolit
- Jenis cairan : Peroral; cairan rumah tangga, oralit
parenteral: ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin.
Volume cairan disesuaikan dengan derajat dehidrasi
- Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan
semaunya. Oralit diberikan sesuai dengan usia setiap kali
buang air besar atau muntah dengan dosis :
- Kurang dari satu tahun : 50-100 cc
- 1-5 tahun : 100-200cc
- >5 tahunsemaunya
- Dehidrasi tidak berat (ringan sedang); rehidrasi oralit: 75cc
perkgbb dalam 5 jam pertama dilanjutkan pemberian
kehilangan yang sedang berlangsung sesuai dengan umur
seperti diatas setiap kali buang air besar.
- Dehidrasi Berat: Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer
laktat ringerasetat 100cc perkg bb
- Cara pemberian :
Kurang dari 1 tahun: 30cc perkgbb dalam 1 jam pertama
dilanjutkan 70cc perkgbb dalam 5jam berikutnya
Lebih dari 1 tahun: 30cc perkgg dalam jam pertama
dilanjutkan dengan 2 jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc
perkgbb selama proses rehidrasi nutrisi anak tidak boleh
dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering
(lebih kurang 6 kali sehari), rendah serata, buah-buahan
diberikan terutama pisang
- Hipernatremia (Na> 155mEq/L) koreksi Promotion)
penurunan dilakukan secara bertahap dengan pemberian
cairan dektrose 5%+1/2 salin.
- Penurunan natrium tidak boleh lebih dari 10 mEq perhari
karena bisa menyebabkan edema otak
- Hiponatremia: Koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgbb iv perlahan lahan
dalam 5-10 menit; sambil memantau detak jantung
- Hipokalemia (bila kadar kalium < 3,5 mEq pada anak;0,5-1
mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi
dosis maksimum dewasa
- Jika kadar K serum >2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan
EKG, K dapat diberikan dengan kecepatan 10-20 mEq/jam
dengan pemberian maksimum 200mEq perhari
- Tatalaksana cepat dibutuhkan jika kadar K <2 mEq/L
dengan kelainan EKG (sampai 40 mEq/jam dengan
pemantauan melalui infus perifer harus diencerkan ) kadar
K serum harus diukur setiap 4-6 jam dan EKG pasien
dipantau kontinu sampai ada perbaikan. Gunakan larutan
tanpa dektrose untuk mencegah pelepasan insulin
- Terapi oral: suplementasi K (20mEq KCl) harus diberikan
pada awal terapi diuretik.
- Cek ulang kadar K 2 sampai 4 minggu setelah
suplementasi dimulai.

9. Edukasi Orang tua diminta untuk kembali membawa anaknya


(Hospital Health Promotion) kepusat pelayanan kesehatan bila ditemukan hal sebagai
berikut:
- demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat
haus, diare makin sering atau diare belum membaik
dalam 3 hari
- Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit
dengan benar.
- Langkah promotif/pencegahan: upayakan ASI dan nutrisi
tetap diberikan kebersihan perorangan, cuci tangan
sebelum makan/minum, kebersihan lingkungan, buang air
besar dijamban, imunisasi campak, memberikan
makanan penyapihan yang benar, penyediaan air minum
yang bersih
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh tanpa komplikasi dengan perawatan 3-
5 hari
15. Kepustakaan 1. Nelson pediatric book
2. Buku ajar gastroenterologi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT MH THAMRIN CILEUNGSI
2017-2019

HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian (Definisi) Hiperbilirubin merupakan penyakit dimana kadar bilirubin di
dalam darah meningkat dengan nilai yang melampaui batas
normal.
2. Anamnesis Anak tampak kuning
3. Pemeriksaan Fisik Diskolorasi kuning pada kulit dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin.
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan Fisik:
o I : Daerah kepala dan leher 5.0 mg%
o II : Badan atas 9.0 mg%
o III : Badan bawah hingga tungkai 11.4 mg%
o IV : Lengan, kaki bawah, lutut 12.4 mg%
o V : Telapak tangan dan kaki 16.0 mg%
Pemeriksaan penunjang
o Bilirubin total ( direct, indirect)
5. Diagnosis Kerja Hiperbilirubinemia
6. Diagnosis Banding Ikterus fisiologis
Ikterus medis: hemolitis, enzimatis, metabolis, infeksi
Ikterus obstruktif
7. Pemeriksaan Penunjang a. Darah: kadar bilirubin direk dan indirek, pemeriksaan
golongan darah dan factor rhesus ibu dan bayi, uji
coombs, aktivitas enzim G6PD, morfologi sel darah
merah, kadar albumin darah, biakan darah.
b. Feses
c. Bilirubin
d. Urin
e. Urobilinogen
8. Terapi Ikterus fisiologis: pemberian minum dini
Ikterus medis: terapi sinar
Tranfusi tukar
Terapi etiologis: antibiotic untuk sepsis
Ikterus obstruktif: operasi bila mungkin (obstruksi
ekstrahepatis)
9. Edukasi Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
(Hospital Health Promotion) penunjang
Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF ANAK
14. Indikator Medis Klinis dan hasil laboratorium mengalami perbaikan
15. Kepustakaan Nelson pediatric book
Buku ajar gastroenterologi

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT MH THAMRIN CILEUNGSI
2017-2019
PNEUMONIA
1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial bisa disebabkan infeksi virus, jamur dan
bakteri. Yang tersering adalah bakteri streptococcus. Yang
tersering adalah streptococcus pneumonia pada semua
kelompok umur. Sedangkan umur kurang dari 3 tahun yang
terbanyak disebabkan RSV.
2. Anamnesis Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi purulen dan
bahkan bisa berdarah
- sesak napas
- demam
- kesulitan makan dan minum
- Tampak lemah
- serangan pertama atau berulang untuk membedakan
keadaan imunokompromise, kelainan anatomi bronkus atau
asma
3. Pemeriksaan Fisik - penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, nadi
harus dilakukan sebelum pemeriksaan yang lain sebelum
anak menjadi gelisah atau rewel
- penilaian keadaan umum meliputi kesadaran dan
kemampuan minum
- Gejala distress seperti takipneu, retraksi subcostal, batuk,
krepi, penurunan fungsi paru
- Demam dan sianosis
- Anak dibawah umur 5 tahun mungkin tidak menunjukkan
gejala klasik pad anak yang demam dan sakit akut,
terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen.
- Pada bayi yang mudaterdapat gejala pernapasan yang
tidak teratur dan hypopnea
4. Kriteria Diagnosis Peningkataan frekuensi napas dan adanya retraksi
subcostal
Bayi kurang 2 bulan: pneumonia berat: frekuensi napas
cepat dan retraksi dalam
Pneumonia sangat berat: kejang, tidak mau menetek,
letargis, demam atau hipotermia, bradipneu atau napas
irereguler
Anak umur 2 bulan 5 tahun :
Pneumonia ringan; napas cepat
Pneumonia berat: retraksi
Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek, kejang ,
letargis dan malnutrisi.
Kriteria rawat inap:
Bayi: saturasi < 92%
Frekuensi napas > 60 x permenit
Distres napas, apneu intermiten, grunting
Anak; saturasi <92%, frekuensi napas >50x/menit
Distress pernapasan, grunting, pasien tidak dapat
dirawat dirumah
5. Diagnosis Kerja Pneumonia
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan Radiologi
Foto torak dada tidak direkomendasikan secara rutin
pada anak yang mengalami infeksi saluran napas
bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Pemeriksaan foto torak dada hanya dilakukan pada
anak yang dirawat inap atau bila tanda klinis
membingungkan
- Pemeriksaan foto torak follow up hanya dilakukan
pada pasien yang kolaps paru, kecurigaan adanya
komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap
atau memburuk atau tidak respon terhadap antibiotik
- Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis
leukosit perlu dilakukan untuk membantu pemberian
antibiotik
- Pemeriksaan kultur darah dan pewarnaan gram dari
sputum dengan kualitas yang baik direkomendasikan
dalam tatalaksana pneumonia yang berat
- Kultur darah tidak direkomendasikan pada pasien
rawat jalan tetapi direkomendasikan pada pasien
rawat inap pneumonia ynag berat dan pada setiap
anak yang dicurigai adanya pneumonia bakterial
- Pada anak kurang dari 18 bulan dilakukan
pemeriksaan untuk mendeteksi antigen virus
dengan atau tanpa kultur virus
- Jika ada efusi pleura dilakukan pungsi pleura
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur
- Pemeriksaan CRPdan LED
- Pemeriksaan uji tuberculin
- Pemeriksaan pulse oxymetri
8. Terapi Terapi oksigen : bisa menggunakan nasal kanul, sungkup ,
CPAP atau ventilator
Antipiretik dan analgetik
Nebulisasi dengan beta 2 agoinis dengan atau tanpa nacl
Pemeriksaan saturasi oksigen, pada setiap pasien yang
mendapatkan terapi oksigen tiap 4 jam diobservasi saturasi
oksigennya
Pemberian antibiotik:
- Amoksilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik
oral anak < 5 tahun. Alternatif lain amoksilin clavulanat,
eritromisin, azitromisin, dan claritromisin
M pneumonia lebih sering pada anak yang lebih besar.
Golongan makrolid diberikan pada anak > 5 tahun
- jika dicurigai s. Aureus diberikan kombinasi
fluksosacillin dengan amoksilin atau makrolid
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien yang
pneumonia berat yang tidak dapat diberikan antibiotik
oral
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol, ceftriaxone, co-amoksilav, cefuroxime,
dan cefotaxime
- pemberian antibiotik oral dipertimbangkan bila setelah
pemberian antibiotik intravena membaik
Rekomendasi UKK respirologi:
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
- neonatus sampai 2 bulan: ampislin + gentamisin
->2bulan lini pertama Ampislin bila dalam 3 hari tidak
ada perbaikan ditambahkan dengan kloramfenikol
- lini kedua : ceftriaxone
Nutrisi: pada anak yang mengalami distress napas
pemberian peroral dihindari. Makanan diberikan lewat NGT
atau intravena.
Balance cairan yang ketat untuk menghindari overhidrasi
Karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
antidiuretik.
Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah
- Keluarga setuju dengan pemberian terapi dan rencana
kontrol
- Kondisi rumah memingkinkan untuk perawatan
selanjutnya.
9. Edukasi Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
(Hospital Health Promotion) penunjang
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh
15. Kepustakaan 1. Nelson Text Book of Pediatric
2. Buku Ajar Infeksi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT MH THAMRIN CILEUNGSI
2017-2019
DEMAM TIFOID
1. Pengertian (Definisi) Demam Tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri
Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
(Schottmuelleri), dan S. paratyphi C (Hirschfeldii).
2. Anamnesis Demam naik turun, terutama naik saat sore dan malam hari
(dapat kontinyu pada minggu kedua), disertai nyeri kepala,
nyeri otot, mialgia, anoreksia, mual muntah, dan gangguan
gastrointestinal (konstipasi, meteorismus, diare, nyeri
abdomen, BAB berdarah).
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum; tanda vital, nadi dan suhu
Tanda tanda dehidrasi
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis demam tifoid dapat dibagi menjadi 3, yaitu
suspek, probable dan diagnosis pasti demam tifoid.
Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan dengan kultur
darah atau gal culture. Namun, karena keterbatasan sarana,
di PPK 1 hanya sering ditemui suspek dan probable demam
tifoid.
Suspek demam tifoid (Suspect case) ditegakkan bila dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam
tinggi, gangguan saluran cerna, dan petanda gangguan
kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis (Probable case) ditegakkan bila
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran
laboratorium yang menunjukkan tifoid, yaitu:
Darah perifer lengkap: leukopenia, limfositosis
relatif, monositosis, aneosinofilia dan
trombositopenia ringan.
Serologi Widal: Titer O 1/320 atau kenaikan titer 4
kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-
7 hari.

Serologi IgM Salmonella ( 4)


5. Diagnosis Kerja Demam Tifoid
6. Diagnosis Banding 1. Demam berdarah dengue
2. Malaria
3. Leptospirosis
7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, hitung jenis, Ht,
trombosit
b. Serologi : widal

8. Terapi Indikasi rawat jalan pasien adalah


1. Gejala klinis ringan, tidak ada tanda komplikasi
2. Kesadaran baik dan dapat makan minum dengan
baik.
3. Keluarga dan pasien mengerti tentang cara-cara
merawat serta cukup paham tentang petanda
bahaya yang akan timbul dari tifoid.
4. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat
melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses,
urin, muntahan) yang mememenuhi syarat
kesehatan.
5. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap
pengobatan dan perawatan pasien.
6. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan
menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
7. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila
tidak bisa harus diwakili oleh seorang perawat yang
mampu merawat demam tifoid.
8. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang
lancar dengan keluarga pasien..
Terapi Suportif Demam Tifoid
1. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan
mobilisasi.
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
3. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
4. Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di
rekam medik pasien.
Terapi Simptomatik Demam Tifoid
1. Antipiretik, misalnya Parasetamol 3-4x500 mg
(dewasa), 10 mg/kgBB/x (maksimal hingga 6x/hari)
2. Mengurangi simtomatis gastrointestinal, misalnya
antiemetik (Domperidon 3x10 mg atau Ondansetron
2x4 mg atau Metoclopramide 3x5 mg)
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi, paratyphi A dan paratyphi B. Sehingga,
terapi definitif demam tifoid adalah pemberian antibiotik yang
tepat.
1. Lini pertama: Kloramfenikol, ampisilin atau
amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang
hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole
(kotrimoksazol).
2. Lini kedua: Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk
dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk
anak <18 tahun karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang).
Catatan: Dosis Cefixime pada PPM IDAI hal 48,
9. Edukasi Kriteria Rujukan
(Hospital Health Promotion)
1. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum
tampak perbaikan.
2. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.

3. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan


fasilitas tidak mencukupi.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh tanpa komplikasi dengan perawatan 3-
7 hari
15. Kepustakaan 1. Nelson Pediatric
2. Buku ajar penyakit infeksi tropis

Anda mungkin juga menyukai