Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG

Sistem peringatan dini ini akan berfungsi setelah gejala alam yang muncul
secara tiba-tiba terdeteksi. Sayangnya tidak semua gejala alam yang bermuara pada
musibah alamiah itu bisa dideteksi. Gempa bumi misalnya, hingga kini belum ada
teknologi satupun yang mampu mendeteksi gejala alam tersebut. Namun efek
gempa dengan kekuatan besar, apabila itu terjadi di dasar laut pada kedalaman
dangkal atau rendah akibat pergeseran lempeng bumi, bisa menimbulkan bencana
tsunami. Sedangkan gejala tsunami itu sendiri masih bisa dideteksi lebih awal pasca
terjadinya gempa tektonik. Sehingga hasil deteksi itu akan terhubung ke alat sistem
peringatan dini yang akhirnya bisa menyampaikan informasi potensi tsunami
tersebut kepada masyarakat.

Gejala alam lain yang bisa dipasangi alat sistem peringatan dini adalah gunung
meletus dan musibah banjir. Misalnya mengintegrasikan alat sistem peringatan dini
dengan pusat-pusat pemantau gunung berapi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk gejala banjir, alat sistem peringatan dini ini bisa diintegrasikan
dengan lokasi-lokasi pintu air sungai yang menjadi sentral informasi ketinggian air
sungai yang bisa menyebabkan banjir.

Secara konseptual, pentingnya sistem peringatan dini ini telah dirumuskan


dalam Konferensi Internasional Ketiga tentang Peringatan Dini (EWC III) yang
diselenggarakan di Bonn, Jerman pada 27-29 Maret 2006. Konferensi ini memberi
kesempatan pemaparan proyek-proyek peringatan dini baru dan inovatif serta
membahas bahaya alam dan risikonya di seluruh dunia dan bagaimana mengurangi
dampaknya melalui penerapan peringatan dini yang terpusat pada masyarakat.
Dokumen berjudul Membangun Sistem Peringatan Dini: Sebuah Daftar Periksa ini
merupakan produk dari konferensi tersebut. Empat point penting yang terkait
dengan sistem peringatan dini terpadu adalah (1). Pengetahuan tentang resiko, (2).
Pemantauan dan layanan peringatan, (3).Penyebarluasan dan komunikasi (4).
Kemampuan merespon atau penanggulangan.

1. Pengetahuan tentang resiko


Resiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan kerentanan di lokasi
tertentu. Kajian terhadap resiko bencana memerlukan pengumpulan dan
analisis data yang sistematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis
dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari berbagai proses seperti
urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan kualitas lingkungan,
dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan membantu
memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan
sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan
menanggulangi bencana. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan hal-hal seperti
apakah bahaya dan kerentanan sudah dikenal dengan baik, bagaimana pola
dan trend dari faktor-faktor yang mempengaruhi, serta apakah data dan peta
resiko telah tersedia secara luas. Kalau semua itu bisa terjawab, tentu
pengetahuan tentang resiko bencana alam semakin baik dan bisa menjadi
langkah awal untuk membangun suatu sistem peringatan dini yang baik pula.

2. Pemantauan dan Layanan Peringatan


Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang
kuat untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya, dan
harus ada sistem peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24
jam sehari. Pemantauan yang terus-menerus terhadap parameter
bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat penting untuk membuat peringatan
yang akurat secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk bahaya yang
berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan
jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.

3. Penyebarluasan dan Komunikasi


Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam bahaya. Pesan
yang jelas dan berisi informasi yang sederhana namun berguna sangatlah
penting untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu
menyelamatkan jiwa dan kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional,
nasional, dan masyarakat harus diidentifikasi dahulu, dan pemegang
kewenangan yang sesuai harus terbentuk. Penggunaan berbagai saluran
komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar sebanyak mungkin orang
yang diberi peringatan, untuk menghindari terjadinya kegagalan di suatu
saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.

4. Kemampuan Merespon atau Penanggulangan


Masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam mereka. Ini sangat
penting sehingga mereka harus mamatuhi layanan peringatan dan mengetahui
bagaimana mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan
memainkan peranan penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan
bencana dapat dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik
dan sudah teruji. Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang
pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan
diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan dan kehilangan harta
benda. Terkait dengan point ini, pemerintah telah berulang kali melaksanakan
program-program pendidikan dan penyuluhan serta kesiapsiagaan
menghadapi bencana alam dalam bentuk simulasi penyelamatan diri. Program
ini melibatkan masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar kawasan
rawan bencana alam baik di kawasan pesisir dan pantai maupun di darat.

Sistem Peringatan dini yang efektif. Betapapun telah dirumuskan konsep


sistem peringatan dini dengan baik, dalam aksinya ternyata tidak juga memberikan
hasil yang memuaskan. Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem peringatan dini
untuk bencana alam tsunami pasca gempa dan tsunami Aceh 2004 yang maha
dahsyat itu. Korban tsunami masih saja berjatuhan ketika fenomena alam itu
melanda pantai Pangandaran beberapa tahun setelah tsunami Aceh. Terakhir
bencana tsunami menghantam kepulauan Mentawai, Sumatera Barat dan menelan
korban jiwa lebih dari 400 orang pada 25 Oktober 2010. Padahal informasi tentang
potensi tsunami itu sudah disebarkan melalui media televisi sesaat setelah terjadi
gempa dengan kekuatan 7 skala richter di kepulauan Mentawai. Kenyataannya
setelah peringatan itu dicabut, tsunami itu pun datang di waktu malam dan
memporakporandakan sejumlah permukiman warga di pesisir Mentawai.

Sejatinya sistem peringatan dini tsunami dirancang untuk mendeteksi tsunami


kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Sistem ini
umumnya terdiri dari dua bagian penting yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi
tsunami serta infrastruktur jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini
adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi
dapat dilakukan secepat mungkin. Laju informasi peringatan dini sangatlah penting
mengingat selang waktu antara gempa bumi sampai tsunami mencapai daratan
cukup singkat. Hal lain yang tidak kalah penting dalam sistem peringatan dini adalah
penyampaian peringatan kepada penduduk yang daerahnya terancam tsunami. Hal
ini dapat dilakukan melalui beragam jalur telekomunikasi (seperti e-mail, fax, radio,
telex, TV, dan lain sebagainya). Dengan demikian pesan darurat dapat diterima oleh
masyarakat, pemerintah, serta badan-badan penanggulangan bencana.

Tsunami yang menimpa Mentawai cukup mengagetkan banyak orang


mengingat peringatan itu sudah disebarkan melalu media televisi namun ternyata
bencana itu terjadi setelah peringatan itu dicabut. Timbul pertanyaan apakah
memang sistem peringatan dini yang diterapkan itu sudah berjalan efektif ? ataukah
telah terjadi kesalahan analisis perkiraan sehingga informasi yang dihasilkan itu
meleset? Ini menjadi pekerjaan rumah para ahli, pemerintah dan pengembang
sistem untuk menerapkan sebuah sistem peringatan dini yang efektif sehingga bisa
meminimalkan korban sekecil mungkin.

Patut disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari
bencana tsunami yang terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, sampai saat ini
peringatan dini tsunami belum pernah menyelamatkan seorang pun dari bencana
tsunami mendadak. Walaupun demikian, peringatan dini tsunami masih dapat
bekerja efektif jika jarak pusat gempa sangat jauh. Hal ini dapat memberikan
kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan evakuasi.

Sistem Peringatan Dini merupakan mata rantai yang spesifik (hubungan yang
kritis) antara tindakan-tindakan dalam kesiapsiagaan dengan kegiatan tanggap
darurat. Ada dua faktor yang berperan dalam kerangka Sistem Peringatan Dini yaitu
pihak Pengambil Keputusan dan Masyarakat. Dalam hal ini, sistem peringatan dini
yang terpusat ke masyarakat sangat tergantung kepada partisipasi masyarakat yang
paling terancam bahaya. Tanpa keterlibatan pemerintah daerah setempat dan
masyarakat yang terancam bahaya, upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga
lain tidaklah memadai.

Pendekatan dari-bawah-ke-atas di tingkat lokal terhadap peringatan dini,


dengan partisipasi aktif masyarakat setempat, akan membangkitkan tanggapan yang
multi-dimensi terhadap masalah dan kebutuhan. Dengan demikian, masyarakat
setempat, kelompok sipil, dan struktur tradisional dapat berperan dalam
mengurangi kerentanan dan sekaligus memperkuat kemampuan lokal. Efektifitas
sebuah sistem peringatan dini juga sangat bergantung pada kesadaran dan
partisipasi masyarakat di daerah rawan bencana alam. Informasi, pengaturan
kelembagaan, dan sistem komunikasi peringatan harus diatur sedemikian rupa agar
memenuhi kebutuhan setiap kelompok di dalam masyarakat yang rentan terhadap
bahaya. Ini tidak hanya berlaku untuk bencana tsunami tetapi juga bencana alam
lainnya yang layak dipasangi sistem peringatan dini.

Dengan demikian, tujuan sistem peringatan dini ini bisa tercapai, diantaranya
dapat mengurangi resiko korban jiwa sekecil mungkin. Yang jelas, sebagai bagian
dari perangkat TI, sistem peringatan dini akan semakin dibutuhkan saat ini untuk
mengantisipasi dampak terburuk bencana alam yang sering menghampiri Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai