Anda di halaman 1dari 20

Penanganan Penyakit TBC dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

Rut Anthea Airin Simanjuntak


102014210
F3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510
Email: ruth.2014fk210@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi bias juga
meyerang organ lainnya. 1
Indonesia sendiri adalah negara dengan prevalensi TB nomor 3 tertinggi setelah India
dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000
pertahun. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi di
negara-negara berkembang.
Walaupun telah diketahui obat-obat untuk mengatasi TB dan penyakit TB dapat
disembuhkan dengan obat-obat TB, penanggulangan dan pemberantasannya sampai saat ini
belum memuaskan. Angka drop out (mangkir, tidak patuh berobat) yang tinggi, pengobatan
tidak adekuat, dan resistensi terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT) yaitu MDR TB
merupakan kendala utama yang sering terjadi dalam pengendalian TB dan merupakan
tantangan terhadap program pengendalian TB. MDR TB terjadi bila penderita putus berobat
sebelum masa pengobatan selesai atau penderita sering putus-ptus minum obat selama
menjalani pengobatan TB. 1
Pengobatan TB membutuhkan waktu panjang (sampai 6 - 8 bulan) untuk mencapai
penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam obat, sehingga tidak jarang
pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai yang berakibat pada kegagalan
dalam pengobatan TB. WHO menerapkan strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short
course) dalam manajemen penderita TB untuk menjamin pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung oleh seorang pengawas minum obat (PMO). Dengan strategi DOTS
angka kesembuhan pasien TB menjadi > 85%. Obat yang diberikan juga dalam bentuk
kombinasi dosis tetap (fixed dose) karena lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Walaupun demikian angka penderita mangkir untuk meneruskan minum obat tetap cukup
tinggi.1

1
Ada sejumlah faktor interaksi yang mempengaruhi keputusan penderita untuk
berhenti minum obat. Kepatuhan terhadap pengobatan tuberkulosis begitu kompleks,
fenomenanya dinamis dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lain,
sehingga berdampak pada keputusan pemilihan perilaku. Pendidikan hanya sedikit
hubungannya dengan motivasi pasien untuk mengikuti pengobatan. Ketidakpatuhan dapat
diamati pada setiap pasien tanpa memandang status intelektualitas, sosial atau ekonominya.1
Kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB dapat diakibatkan oleh banyak faktor,
seperti obat, penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri dari panduan obat yang
tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu
pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi obat. Faktor penyakit
biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya
gangguan imunologis. Faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya
pengetahuan mengenai TB, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah sembuh.1

Faktor agent
Mycobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal
0,4-3 mikrometer, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut dengan Bakteri
Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat
lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai
jaringan kaya oksigen terutama pada bagian apical posterior paru-paru.3

Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sendiri terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik.
1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar
tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.4
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
2
minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di
syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.4

2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan
cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari
segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif tidak
tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi
udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.4
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB.4
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang
terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan
3
untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur
kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.4
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding
yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.4
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman
TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.4

Faktor Host
Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, daya tahan
tubuh, higieni , dan pengobatan. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen
penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Umur merupakan
faktor terpenting dari Host pada TBC.
Terdapat 3 puncak kejadian dankematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi)
dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang
pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki
laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya
kondisi sosioekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara
umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanismepertahanan umum juga
berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan
beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.2,5

Interaksi Host-Agent
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host .Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi

4
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut
seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent,Host dan Lingkungan.3
Pada rantai penularan atau skema diatas, prinsip memutuskan rantai penularan
penyakit menular adalah memotong garis penghubung di antara host-agent-environment dan
bila penyakit diketahui ditularkan melalui vector, maka garis yang menghubungkan vector
dengan agent host dan environment juga harus diputuskan. Sebagai contoh memutuskan garis
antra agent dan host dengan melakukan imunisasi sehingga host menjadi imun, memberikan
pengobatan kepada penderita secara adekuat sehingga terjadi konversi bakteri(+) menjadi (-)
sehingga penderita menjadi tidak menularkan lagi. Antara agent dan environment dengna
melakukan sanitasi air minum (pada diare) sehingga di dalam air tidak mengandung agent
lagi. Penyehatan lingkungan pemukiman misalnya membuat rumah sehat sehingga sinar
matahari dapat masuk , ventilasi udara yang baik dapat membuat agent menjadi tidak dapat
hidup sekaligus host juga dapat hidup secara seimbang di lingkungan yang sehat. Pada
pengobatan TBC yang terjadi adalah pasien umumnya tidak patuh minum obat yang
direncanakan selama 6 bulan, sehingga akan menimbulkan resistensi dan kekambuhan yang
lebih parah,di Puskesmas diberikan pengobatan dengan Pengawasan Minum Obat sehingga
obat yang diberikan benar benar diminum sampai selesai.2

Penularan
Berikut uraian mengenai cara penularan dari TB ini :
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.4
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.4
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.4

5
Risiko penularan6
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun.
Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikular melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan
suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. 4
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan
didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea,
takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.4

6
Dalam tampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit paru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
positif.4

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Sputum
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat
sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.4

Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto
toraks, kemudian apabila
1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

7
Pemeriksaan biakan kuman: Kultur kuman dan pemeriksaan resistensi obat.
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.
Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik
dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.4

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:


Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura

Uji Tuberkulin (Tes Mantoux)


Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat

8
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.4

Pencegahan TB paru

1. Pencegahan Primer6,7,8
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa Pra-
Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah
rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan
dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran
serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.Dalam program
penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk
menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek,
penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai
sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan
bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat
disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara
pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan

9
oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media
massa.

a. Penyuluhan Langsung Perorangan


Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung
perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan
yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita.
Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia
kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas
harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita.
Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB
dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus
melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati,
mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan
dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal
yang masih belum dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang penyakit
apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha memahami perasaan
penderita tentang penyakit yang diderita serta pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia yang
dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima oleh
keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa pasien
tidak tahu tentang TB.

b. Penyuluhan Kelompok

10
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok
orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan
flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna untuk
memudahkan penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang disampaikan oleh
petugas. Dengan alat peraga (gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah
dan lebih cepat dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau
gambar yang singkat dan jelas.

c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita,
tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB
sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan
penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau
masyarakat umum. Bahan cetak berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau
masyarakat terbatas, terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB
perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat
tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak
mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan
massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi bumerang (counter
productive)

d. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis


Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada
orang lain.

11
Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru
bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti
halnya penyakit lain.
Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya
sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami
active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan
suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang
diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin
BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium
bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak
tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil
yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia.
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan
kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur,
cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya
negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin.
Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di
lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG
(selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin
test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya positif atau
telah menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk
pasien yang telah terinfeksi TBC.

12
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah
disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau
tempat bersuhu 2 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya
dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian
atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak
0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15 tahun. Sehingga
re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti
atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu
setidaknya 3 minggu).4

2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.

Program pemberantasan
Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang
direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Hal yang
paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Pasien TB biasanya
telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa sembuh
dan tidak menlanjutkan pengoabatan. Nilai sossial dan budaya serta pengertian yang kurang
mengenai TB dari pasien serta keluarnya tidak menunjang keteraturan pasien untuk menelan
obat. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan
pengawasan langsung terhadap pengobatan DOTS. 2,9
Terdapat lima komponen utama strategi DOTS yaitu:
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan dana
2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
3. Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT).

13
4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pednek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas minum obat (PMO).
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program
penanggulangan TBC.

Kelima komponen DOTS di atas terutama untuk pasien TB dewasa, khususnya pada butit dua
dan lima. Butir dua menyatakan diagnosis TB dengan pmeriksaan sputum secar
miskroskopis, yang pada anak sulit dilaksanakan. Sebagai gantinya,untuk diagnosis TB anak
digunakan uji tuberkulin. Butir lima pun sesuai dengan butir dua, sehingga format pencatatan
dan pelaporan gdibuat untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah belum ada. Oleh sebab itu,
diperlukan format khusus untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah yang saat ini sedang
dalam proses penyusunan.
1. Tujuan
Tujuan umum: memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberculosis diharapkan
bukan lagi menjadi masalah kesehatan.
Tujuan khusus:
a. Cakupan penemuan kasus BTA(+) sebesar 70%
b. Kesembuhan minimal 85%
c. Mencegah multidrug resistance (MDR).
2. Sasaran: Masyarakat tersangka TBC berusia >15 tahun.
3. Kegiatan dan langkah-langkah
a. Penemuan penderita
Penemuan penderita tersangka tuberculosis paru dilaksanakan secara aktif (Active
Case Finding/ACF) dan pasif (Passive Case Finding/PCF):
1. Aktif
Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang
tanda-tanda penyakit dan cara pengobatannya. Kader
kesehatan/posyandu, kader Dasa Wisma dan kader lainnya diharapkan
dapat membantu menemukan penderita.
Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas (perkesmas)
terutama dengan adanya Bidan Desa diharapkan penemuan penderita
secara aktif dapat ditingkatkan.2,9

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan


klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
14
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat. Strategi penemuan pasien TB yang diberlakukan DEPKES RI dilakukan
secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.10
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.10

2. Pasif
Penderita yang secara sukarela berkunjung ke Puskesmas,Rs dan BP4(balai
pemberantasan penyakit paru-paru). Kriteria tersangka penderita : telah
berumur lebih dari 15 tahun dengna salah satu gejala sebagai berikut :
Batuk lebih dari 4 minggu
Batuk berdarah
Nyeri dada
Sesak nafas
b. Pengobatan penderita (case holding)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
1. Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

15
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2,9,11
Secara singkat OAT lini pertama antara lain :12
a. Golongan-1 Lini Pertama : Isoniazid (H), Ethambutol (E),
Pyrazinamide(Z), Rifampicin (R), Streptomycin (S)
b. Golongan-2 / obat suntik / suntikan lini kedua : Kanamicin (Km),
Amikacin (Am), Capreomycin (Cm)
Pengawasan Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugaskesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormatioleh pasien.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa,Perawat,Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampaiselesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat
dari unit pelayanan kesehatan.

16
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke Fasyankes.

3. Pencegahan Tersier6,13
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur
selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang
tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media
pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Kedokteran Keluarga
Dokter Keluarga adalah Dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip
Kedokteran Keluarga (komprehensif, kontinu, koordinatif, kolaboratif), mengutamakan
pencegahan, dengan sasaran keluarga beserta segala aspek dan mengikuti perkembangan
ilmu/teknologi Kedokteran mutachir (Evidence Based Medicine,EBM).
Klinik adalah badan usaha satu jenis pelayanan kedokteran rawat jalan. Beberapa
klinik melengkapi dirinya dengan rawat inap. Misalnya: Klinik 24 jam, Klinik Dokter
Keluarga, Klinik Bedah, dsb. Klinik Dokter Keluarga adalah klinik yang diselenggarakan
oleh Dokter Praktek Umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Klinik
Dokter Kluarga sering disertai ruang rawat inap sementara (One Day Care) sebelum
mendapat tempat rawat inapdi Rumah Sakit rujukan.
Dalam teori administrasi, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakpelaksanaan, dan pengontrolan (Planning, Onganizing, Actuating, Controling)
terhadap perangkat administrasi (Man, Money, Material, Mothode). Secara singkat,
manajemen adalah proses memfungsikan prangkat administrasi agar menghasilkan satu target

17
(sesuatu yang diharapkan). Manajemen Klinik Dokter Keluarga adalah proses perencanaan
dan pengontrolan tenaga, sarana prasarana, dana, metoda, pasar, dsb agar mencapai target.
Singkatnya manajemen Klinik Dokter Keluarga adalah proses memfungsikan perangkat
Klinik Dokter Keluarga agar mencapai target yang diharapkan.
Prinsip Kedokteran Keluarga
1. Dokter kontak pertama (first contact)
Dokter keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama kali
ditemui pasien/klien dalam masalah kesehatannya.
2. Layanan bersifat pribadi ( personal care)
Dokter keluarga memberikan layanan yang bersifat pribadi dengan
mempertimbangkan pasien sebagai bagian dari keluarga.
3. Pelayanan paripurna ( comprehensive)
Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik,
psikologis, dan social budaya.
4. Pelayanan bersinambungan (continuous care)
Pelayanan Dokter keluarga berpusat pada orangnya (pasient-centered) bukan pada
penyakitnya (diseases-centered).
5. Mengutamakan pencegahan (prevention first)
Karena berangkat dari paradigma sehat, maka upaya pencegahan oleh Dokter
keluarga dilaksanakan sedini mungkin.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasien Dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan
disiplin ilmu lainnya.
7. Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya, Dokter
keluarga bekerjasama dan mendelegasikan pengelolaan pasiennya pada pihak lain
yang berkompeten.
8. Family oriented
Dalam mengatasi masalah Dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga,
dampak kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya.
9. Community oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap memperhatikan
dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.
18
Tujuan Pelayanan dokter keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yakni :
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah
perkembangan pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter
keluarga di pihak lain. Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang efektif dan efisien.12

Follow Up
Pemantauan kemajuan pengobatan dilaksanakan dengan memeriksa dahak secara
mikroskopik. Yang diperiksa adalah 2 spesimen dahak, untuk fase intensif diperiksa akhir
bulan ke 2 untuk kategori I dan akhir bulan ke 3 untuk kategori II. Pemeriksaan dahak untuk
melihat terjadinya konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi BTA negatif.
Konversi positif apabila ke dua spesimen dahak BTA negatif.

Penilaian pengobatan TB
Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap
pengobatan tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan 3 spesimen dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil
BTA negatif dua kali atau lebih yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan
bulan ke 7 dan akhir pengobatan Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.12

Kesimpulan
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculsis yang terutama menyerang paru-paru manusia. di Indonesia, meningkatnya
angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya karakteristik demografi
keluarga dan sikap keluarga itu sendiri. Pencegahan terhadap infeksi TBC dilakukan
sedini mungkin yang terdiri dari pencegahan primet, sekunder, dan tersier.
19
Daftar Pustaka
1. Tjandra A. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008 (h)3-37.
2. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan.
Jakarta: Penerbit Erlangga;2008.h.1-21.
3. Nelson,WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta:
EGC, 2000 : h.1028
4. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 (3). Jakarta: Interna
Publishing; 2010. h. 2230-48.
5. Arias,KM.Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.Jakarta:Penerbit EGC;2010.h.3-4
6. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara; 1996. h.91-
118.
7. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas. 2005.
8. Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, Surya A, Basri C, Kamso S. Pedoman
nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2011. h.1-4, 11-35
9. Rahajoe N Nastiti,Basir Darfioes, MS Makmuri, Kartasasmita CB.Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak.ed 2.Jakarta:UKK Respirologi PP IDAI;2007.3-5,25-41,53-7,63-5.

10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi II. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2008.
11. Waloejono K .Pedoman Praktis Pelaksanaan Kerja di Puskesmas.Magelang:Balai
Pelatihan Kesehatan;2000.h.120-3.
12. Wayan, I. Promosi Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta. 2000
13. Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, Surya A, Basri C, Kamso S. Pedoman
nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2011. h.1-4, 11-35

20

Anda mungkin juga menyukai