Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ANEMIA
I. TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau
sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam
membawa oksigen (Badan POM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang
dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia.
Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan
eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin
untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah gejala dari kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut
oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges,
Jakarta, 2002)
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
turun dibawah normal.(Wong, 2003)
KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik
Penyebab:
- agen neoplastik/sitoplastik
- terapi radiasi
- antibiotic tertentu
- obat anti konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
- benzene
- infeksi virus (khususnya hepatitis)
Gejala-gejala:
- Gejala anemia secara umum (lemah, letih, lelah, lesu, lunglai)
- Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
- Morfologis: anemia normositik normokromik
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
- Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
- Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
- Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita,
makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi
sel darah merah:
- Pengaruh obat-obatan tertentu
- Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
- Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
- Proses autoimun
- Reaksi transfusi
- Malaria
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0 g/dL
Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam jiwa) < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL
B. ETIOLOGI
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat,
vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia
karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki
cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam
penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia
karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
C. MANIFESTASI KLINIS
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
5. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
6. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada SSP
7. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare).
D. PATOFISILOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel
darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang
beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan
Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin
parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi
yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl
dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg
dan makrositik > 31 pg.
- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin
dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak
kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan
apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes
darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan
besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik
klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis
sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah
maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator
yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai
pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin
yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh
transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi
total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan
besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan
populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti
kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan
zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang
benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk
usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria,
yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada
dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap
saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia
60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada
wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II dan III
bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai
beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah
hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak
ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
II. TINJAUAN KASUS
- Pengkajian
Pengkajian pada pasien
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama
Umur
Agama
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Suku Bangsa
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Pengkajian
No. Register
Diagnosa Medis
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama
Umur
Hub. Dengan Pasien
Pekerjaan
Alamat
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
2) Pernah dirawat
3) Alergi
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Diagnosa Medis dan therapy
2) Latihan
- Sebelum sakit
- Saat sakit
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS : verbal:.Psikomotor:.Mata :..
b. Tanda-tanda Vital :
- Nadi
- Suhu
- TD
- RR
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
2) Dada
Paru
Jantung
3) Payudara dan ketiak
4) Abdomen
5) Genetalia
6) Integumen
7) Ekstremitas
Atas
Bawah
8) Neurologis
Status mental dan emosi
Pengkajian saraf kranial :
Pemeriksaan refleks :
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
2) Pemeriksaan radiologi
3) Hasil konsultasi
4) Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
5. Analisa Data
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen
berkurang
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen keparu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang,
anoreksia
4. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
6. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin
7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses
metabolisme yang terganggu
D. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen
berkurann
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen keparu
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Berikan oksigen tambahan dan berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang,
anoreksia
Tujuan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil
- Menunujukkan peningkatan / mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
- Tidak mengalami tanda mual nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Memudahkan intervensi.
c. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan.
d. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.
Rasional : Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan nutrisi
e. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet dan pemberian cairan IVFD RL 500
mL
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada pasien
Intervensi :
7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses
metabolisme yang terganggu
Tujuan :
Intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteri Hasil :
Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama
aktivitas.
Intervensi :
a. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
Rasional : Respon bervariasi dari hari ke hari
b. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
Rasional : Mengurangi kebutuhan energy
c. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
Rasional : Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolic
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005 )
a) Tindakan Keperawatan Mandiri
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri dilakukan
oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien
demam.
b) Tindakan Keperawatan Kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota perawatan
kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah
klien
E. Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan. (
Perry Potter, 2005 )
Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose
keperawatan
A : Analisis dan diagnose
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang dari intervensi