Soal Medis
Medical Blog by dr. Cinta
ABOUT
DISCUSSION
LINK
Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis
pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesahatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan
kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan
pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat
jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari
pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik
RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif)
terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat.
Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat
pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi
kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan
kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien
dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat
sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di
RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).
Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat teknologi
dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga diandalkan untuk
memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di
wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada
empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D.
Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai
pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan
yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan
teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya) danrujukan medik (berkaitan dengan pelayanan
yang bersifat kuratif dan rehabilitatif)
Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti mengalami
perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf, tersedianya peralatan yang
lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi RS yang akan bermanfaat untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS
Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya.
Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS Pemerintah (RS Pusat, RS
Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan dana investasi
dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah
RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS
yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C dan RS
kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan status semua
RS Kabupaten menjadi kelas C.
Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS kelas A tersedia
pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS kelas B mempunyai pelayanan
minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS kelas C mempunyai minimal empat
spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di RS kelas D hanya terdapat
pelayanan medis dasar.
Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan (caring)
dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa
(rehabilitation).
Pasal 4 :
1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas C.
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik
dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling
sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit
Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.
Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai dengan SK Menkes No.
543/VI/1994 adalah sebagai berikut.
1. Direktur
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:
Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya menghimpun anggota
yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu
menyusun standar pelayanan mediks dan memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:
1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis khusus
lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta penelitian
dan pengembangan (litbang).
2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika profesi.
Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan usulan dari Direktur
RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok RS, dapat dibayangkan bahwa
manajemen sebuah RS hampir mirip dengan manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka
yang berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk
memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang
berkunjung ke hotel adalah untuk bersenag-senang.
SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter umum, dokter
gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai tugas pokok menegakkan
diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan
kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS
kelas A jumlah SMF yang dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3)
Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit
dan Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12) Patologi
Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.
Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang yang dibagi lagi
menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134). Susunan RSU kelas B
hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada jumlah dan jenis-jenis masing-
masing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada subspesialisasinya.
Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan dengan kelas A dab B.
Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang mengurus administrasi.
Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf profesional (medis dan
paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu
wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi.
Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja yang unggul. Kinerja yang unggul
atauPerformance Excellence merupakan salah satu faktor utama yang harus diupayakan oleh
setiap organisasi untuk memenangkan persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia
jasa pelayanan kesehatan.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk menciptakan kinerja
yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang bagus serta tindakan medis yang
akurat dan mekanisme pengelolaan mutu tentunya.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam mempertahankan
atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat, sesuai dengan meningkatnya
kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan
sosial ekonomi masyarakat yang perlu mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta banyak
sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis yang prima dapat kita
temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat konsumen yang tadinya harus ke luar negeri
demi servis dan kualitas dokter yang prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit berusaha untuk
mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus memperkerjakan dokter waktu dan dokter
kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai
pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti laboratorium
dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba lengkap. Sedangkan untuk
tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter spesialis yang terkenal dan pengelola rumah
sakit menganggap dokter spesialis dan pasiennya sebagai customer mereka
Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadicustomer mereka, maka
pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa. Diantaranya dengan menyediakan
peralatan medis yang dikehendaki oleh para dokter tersebut
Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus, perusahaan dalam
hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang efektif untuk dapat menganalisis
dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu
yang tinggi. Salah satu model pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif
membantu keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu adalah sistem Malcolm Baldrige
National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality Awards (MBNQA) merupakan sistem
manajemen yang sangat efektif untuk menghasilkan loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila
diterapkan dengan tepat.
Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat digunakan oleh
industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan Performance Excellence for Health
Care based on MBNQA.Kriteria dari Performance Excellence for Health Care based on
MBNQAterdiri dari 7 kategori, yaitu: Health Care Results, Patient -and Other Customer- Focused
Results, Financial and Market Results, Staff and Work System Results, Organizational
Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility Results.
Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model pengukuran tepat
maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap memenangkan persaingan.
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi perencanaan rumah
sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.
Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi
kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk
mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai Protective bennefits
yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan
keputusan dan Positive benefit yaitu untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi.
Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan masalah-masalah
kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan
tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini melibatkan beberapa
aspek ilmu yaitu:
Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:
Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit, pengobatan dan tindak
lanjut.
Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi, intervensi
yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.
Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah manajemen
pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap dan pengetahuan
masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf,
dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk
menentukan tujuan.
Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia pada remaja
putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR, kematian neonatal dan
perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare), infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca.
Mammae serta masalah komplikasi pemakaian IUD.
Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah, peralatan kurang
memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.
Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas tujuan
program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian tugas tidak jelas
(Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan atau supervisi lemah
(Controlling).
Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak yang
menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan masyarakat akan
penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di sepanjang jalan umum, pemilikan
jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya persediaan oralit di Posyandu dan tervatasnya
jumlah staf yang mampu melakukan deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas atau masalah
utama adalah tingginya jumlah anak yang menderita diare.
Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil, dirumuskan
tujuan pelayanan meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang pertama) dari 80%
menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%. Perlu didistribusikan bidan di setiap desa. Perlu
penyediaan kit bidan lengkap.
Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan yang
pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas
maupun dari sektor lainnya.
Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana,
partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak valid, dana yang
kurang dan yang waktu kurang.
Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat pendidikan
rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta perilaku
masyarakat yang kurang partisipatif.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala program
kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa dilakukan dan
menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.
Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber
daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja operasional
meliputi:
RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama dengan
manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya. Pengunjung RS adalah
orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-
psikologi akibat penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.
Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan
(customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada tiga kemungkinan
yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas
pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari
berbagai jenis profesi.
Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut dikembangkannya
kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial seperti ini akan menjadi salah satu
faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan
kesehatan di RS hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS
harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang
satu sama lain.
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan operasional
pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF, kualitas pelayanan di RS
harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter
ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga
harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS
(quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban oleh RS,
penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. Faktor pertama
adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-
masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan
profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang
lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan
keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating ini.
Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi penghambat penerapan
fungsiactuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin
dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat
dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan
dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan semua staf
profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi merupakan
faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan
penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan
di masing-masing SMF.Disisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak
pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu
kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan
RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen
RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS
tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan
dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran,
logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan
budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS.
Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa
memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang
menggunakan jasa pelayanan RS.
Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun praktik pribadi,
peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat melekat pada pelayanaan. RM
adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan. Catatan demikian akan berguna untuk
merekam dan mengingatkan dokter engan keadaan, hasilpemeriksaan dan pengobatan yang
telah diberikan bila pasien daang kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, bulan
bahkan tahu.
Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan, IDI juga
menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa
praktek profesi kedokteran harus meaksanakan RM, tidak saja untuk dokter yang bekerja di
rumah sakit tetapi juga bagi dokter yang praktik pribadi.
Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya menggunakan istilah status
pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung menngunakan istilah Rekam Medis sebagai
terjemahan dari medical record. RM adalah kumpulan keterangan tentang identitas,
hasilanamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien
dar waktu ke waktu. Catatan ini berupa tulisan maupun gambar, dan belakangan ini dapat pula
berupa rekaman elektronik seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara.
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi pasien
antara lain:
Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:
Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien rawat inap,
yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :
Anamnesis
Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain lain.
Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.
Keadaan pasien waktu keluar
Anjuran pengobatan dan perawatan.
Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta bahan yang
berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk dirawat kembali.
Bahan penilai staf medik rumah sakit
Untuk memenuhi permintaan dari badan badan resmi tentang perawatan seorang pasien.
Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan dokter
konsultan
Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut andil dalam
pelayanan kesehatan.
Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan
kepada pasien
Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan pengobatan selama
pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.
Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di beriakn kepada
pasien
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya
Menyedikan data data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan pendidikan
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga kesehatan lainnya
dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah dibaca. Tanpa adanya informasi
medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan medik maupun paramedik, maka kegunaan
seperti yang di kemukakan sebelumnya tidak akan tercapai.
Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, outcome sistem
pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan
sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
Aspek struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang meliputi
tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang mengatakan bahwa jika
struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu asuhannya. Baik tidaknya
struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya, efisiensi, mutu dari masing masing
komponen struktur.
Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang mengadakan
interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan,
penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan standards
of good practice yang telah diterima dan diakui oleh masing masing ikatan profesi, akan
semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan
di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas
prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS terhadap pasien. Di
sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan pelayanan kesehatan. Indikator mutu
pelayanan medis meliputi :
1. Angka infeksi nosokomial
2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7. ADR (Anasthesia Death Rate)
8. PODR (Post Operation Death Rate)
9. POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan :
1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar nasional,
penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun sebelumnya di RS
yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen / direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS
(quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of care).
Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality assurance) yang
dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan
kepada komite medik RS karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu
direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.
Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur RS.
Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini di samping merupakan gambaran
tingkat efisiensi manajemen sebuah RS, indikator ini juga dapat dipakai untuk mengukur mutu
pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dapat dijadikan tracernya (yang perlu pengamatan
lebih lanjut).
Jumlah hari perawatan pasien keluar rumah sakit
Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya per tahun) tempat idur
RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat pemakaian tempat tidur RS.
Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi berikutnya. Indikator ini
juga menberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Angka kematian di atas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita keluar RS.
Total pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Jumlah pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Total kematian dalam 10 kali operasi dalam periode waktu tertentu x 100%
Jumlah populasi
Hospitalization Rate
Jumlah populasi
Jumlah populasi
Jumlah populasi
Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan dengan masing-
masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak ada standar nasionalnya,
angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian tahun-tahun sebelumnya.
1. BOR : 75-85%
KESIMPULAN
Pihak-pihak yang berperan dalam manajemen rumah sakit adalah dokter, dokter umum dan
spesialis, dokter gigi, perawat, farmasis, fisioterapis tekhnisi dan lain-lain yang bekerja di rumah
sakit tersebut.
Untuk mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan penerapan manajemen yang baik
pula.
SARAN
Masing-masing profesi yang bekerja di rumah sakit sebaiknya mengetahui bagaimana suatu
fungsi manajemen yang baik agar dapat menjalankan profesinya tersebut sekaligus menjaga
jalannya fungsi rumah sakit yang baik dan benar.
Advertisements
Share this:
Like this:
Post navigation
PREVIOUS POST Manajemen Puskesmas dan Posyandu
NEXT POST Pengembangan Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Cetak
Like
Reply
1. Cinta
alhamdulillah, sama
Like
Reply
2. nha
MARCH 5, 2013 AT 5:16 PM
https://somelus.wordpress.com/2010/02/14/manajemen-rumah-sakit/
Like
Reply
3. ridha
Like
Reply
1. dr. Cinta
Like
Reply
4. rama
mbak boleh tahu referensi tulisan ini, saya sedang mencari tinjauan pustaka beserta daftar
pustaka untuk tesis saya terima kasih ya
Rama
Like
Reply
6. monica
Like
Reply
1. dr. Cinta
Like
Reply
7. risnanda
Trimakasih ya mba . Walaupun saya tidak mengenyam jenjang pendidikan perguruan tinggi
setidaknya saya sedikit tahu tentang ilmu management RS
sekali lagi trumakasih .
Like
Reply
8. Rachmat Ari K
Like
Reply
Leave a Reply
Welcome
Archives
Archives
Jenis-Jenis NAPZA
STROKE ISKEMIK
Blog Stats
630,767 hits
Search for:
Follow me on Twitter
Wandys Weblog
Orang yang terkuat bukan mereka yang selalu menang melainkan mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh
Beranda
More About Me
Buku Tamu
Info
In English
Download
Reddit
Terkait
Buku - Buku Pedoman Akreditasi Rumah SakitDengan 34 komentar
ANALISIS BIAYA PELAYANAN RUMAHSAKIT BERBASIS STANDART PELAYANAN MEDIS SEBAGAI
DASAR PENETAPAN TARIF DIAGNOSIS RELATEDS GROUP (CASEMIX)dalam "Karya Ilmiah"
RUMAH SAKIT NEGERI INI SALAH ASUHdalam "Opini"
1.
me
o
adethia hailina
o
Mulyadi Fattah, SST
2.
rosita p
3.
frida
Sdh bagus tulisan anda tentang indikator kinerja RS. Tp saat ini sdh ada beberapa ondikator kinerja RS yang
dikembangkan oleh Depkes dengan pendekatan BSC. Pendekatan ini lebih komprehensif melihat dari 4
perspektif. Mungkin jika ditambahkan dengan indikator tersebut, tulisan anda menjadi lebih sempurna. salam
sukses untuk anda. bravo. congratulation.
4.
fa
5.
fa
6.
rulita
7.
sigi
permisitau ndak standar bor ideal rumah sakit di indonesia itu berapa? lalu angka tersebut didapat dari mana
sumbernya? trus mengapa kok angkanya segitu? plis kirim email jawaban, butuh banget buat TA ku.. makasih,
semoga Tuhan membalas jasamu..
8.
fa
November 25, 2008 pukul 5:38 am
Balas
minta tlg saya perlu :
1.kepmendagri no 92 tahun 1993 tetnag penetapan penatausahaan serta
pertanggungjawaban keuangan unit swadana daerah
2. kepmenkes 446 tahun 2002 tentang pedoman umum pengadaan obat pelayanan dasar
3. kepmenkes 447/2002tetnag pedoman umum pengadaan obat program kesehatan
4. sk menkes 1333 tahun 1999 tetnag farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap barang farmasi di rs.
tq
9.
Roy
tolong dibantu:
1. Kepmenkes 363 tahun 1998
2. Kepmenkes 1333 tahun 1999
3. Peraturan/Keputusan Menkes terkait Standar Penilaian Kinerja RS
4. Kepmenkes 81 tahun 2004
5. Kepmenkes 1204 tahun 2004
trims
10.
Dewanto
11.
Dewanto
Indikator selayaknya memiliki korelasi hubungan sebab akibat antara mutu layanan (outcome), Produktivitas
(output) dan sumberdaya yang digunakan (input. Mutu RS proxynya adalah IK 10 penanganan penyakit,
produktivitas adalah utilisasi sumberdaya agar tidak ada loss misalnya resep, pasien, lab dibawa keluar dan
input proxynya SDM, alat atau ruangan serta standar cost perlayanan.
12.
RAI_MRS
13.
Tutik Hartini
bagaimana dengan indikator kinerja untuk instalasi laboratorium rumah sakit secara khusus. Terima kasih
14.
Ali Sadikin
Saya butuh contoh2 SPM, Tata Kelola,Rencana Anggaran Bisnis /RAB, Neraca Keuangan sbg bahan informasi
RS menuju BLU,Buat Yth Dosen saya Pak Chali atau Bu Frida mgkn bisa bantu saya.
15.
imbix
16.
wordyness
September 25, 2009 pukul 3:35 am
Balas
Thanks. Izin kutip di laporan saya ya.
17.
nina marliana
18.
Heru Kusumanto
o
mohammad was'an
Mei 12, 2012 pukul 2:02 am
Balas
19.
Hibert
Juli 2, 2010 pukul 3:25 am
Balas
Tolong kirimkan rumus menghitung jumlah hari rawatan di ruang rawat inap Puskesmas.
20.
erawati,rsud nganjuk
21.
teman anda
Selamat sukses
22.
Halo. mau tanya nih. kalo rasio seperti Cost Recovery rate dan sales growth rate untuk digunakan dalam
menghitung rasio keuangannya kira2 itu dasarnya dari mana ya? ada peraturannya tidak? mohon bantuannya
untuk skripsi saya.
terima kasih
23.
defi
tolong kaaih kriteria penilaian kinerja sumber daya manusia di rumah sakit
24.
irina purwaningrum
saya tertariksekali dengan tulisan diatas dan kebetulan saya bekerja di RSUD yang masih baru. jadi tolong beri
saya bagaimana cara menghitung satu persatu penilaian kinerja rumah sakit tsb. terima kasih
25.
haerul saleh,skm,mm
Mei 21, 2011 pukul 2:58 am
Balas
sebagai warga kesehatan pd umumnya dan terkhusus yg sdg bertugas di rs perlu adanya wadah untuk saling
berbagi informasi utamanya info yg lg trend agr sejawat bs mengetahui ttg perkembangan dunia kesehatan
dan perumahsakitan, ok,,,,,,,,,,,,,salam manisku buat sluruh sejawat se indonesia.
26.
tommy
27.
oktaviani
apakah standar pelayanan minimal untuk instalasi rekam medik RS tipe B??? n berdasarkan peraturan apa???
28.
29.
rachmadi
30.
31.
madecerik
April 10, 2012 pukul 9:19 am
Balas
Saya sedang menyusun pengukuran kinerja rumah sakit dengan menggunakan Balanced Scorecard, bagi
rekan-rekan yang mempunyai softcopy Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 625/Menkes/SK/V/2010,
tlg disharing ke saya ya ? karena saya googling tdk ada datanya.
Trims
I Made Arimbawa
http://www.madecerik.net
[Blog Informatika Kesehatan & Manajemen]
32.
madecerik
April 10, 2012 pukul 9:22 am
Balas
Saya sedang menyusun pengukuran kinerja rumah sakit dengan menggunakan Balanced Scorecard, bagi
rekan-rekan yang mempunyai softcopy Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 625/Menkes/SK/V/2010,
tlg disharing ke saya ya ? karena saya googling tdk ada datanya.
Trims
I Made Arimbawa
http://www.madecerik.net
[Blog Informatika Kesehatan & Manajemen]
33.
34.
agus septiawan
Agustus 4, 2012 pukul 9:01 am
Balas
manta tolong jawanannya: apakah indikator penilaian kinerja pelayanan rumah sakit (BOR,ALS,BTO,TOI,NDR,
dan GDR) dapat disebut dengan pengukuran kinerja tradisional? alasannya apa? terima kasih.
35.
erizal nazar
tul.. kenapa kepmen ini juga ga ada d situs depkes yaa?? klo ada yg py link nya tolong ya
36.
wildana
mantap k.. trima kasih kinsyaallah berkah. smoga ada waktu luang untuk mengupdate
37.
38.
RIDWAN
April 25, 2013 pukul 5:47 am
Balas
THANKS
39.
sukreni abdullah
mantap tulisannya wandy..jadi kangen planet MARS dee. sukses terus ya.salam buat para dosen MARS
Tinggalkan Balasan
Cari
Cari untuk:
Blog Stats
208,458 hits
My Tweet
Kesalahan: Twitter tidak merespons. Tunggulah beberapa menit dan perbarui halaman.
Contact Me
Wandy Bondenk
My Link
astaqauliyah
corat-coretku..
Depkes
Dyan blogs
FKM UNHAS
Free Scholarship Info Worldwide
Health Management Blog
indonesia next
Make Money and Blogging Tips
MARS FKM UNHAS
My Blog
serendipity
supirbemo
Puncak
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Ikuti