JALUR ASETAT-MALONAT
DISUSUN OLEH :
Golongan/Kelas : II / c
Kelompok :3
Nama Anggota : Isti Fatimah (FA/
Ivan Antony K (FA/10448)
Natalia Kristanti (FA/10454)
Pratiwi Saputri (FA/10457)
Tanggal Praktikum : 7 September 2017
A. Tujuan
Praktikan dapat mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder jalur asetat-malonat dengan
metode kromatografi lapis tipis.
Alat: Bahan:
Pipa kapiler Larutan sampel getah Aloe vera
Gelas kaca dan cawan Petri Larutan sampel Rhei radix
Tabung reaksi Larutan KOH etanolik 10%
Kertas saring dan corong Larutan pembanding antron dan istizin
Lampu UV 254 dan 366 Etanol
Kamera Fase gerak Etil asetat : metanol : air (100:13,5:10)
Plat Silika F 254 Fase gerak Toluen : etil asetat : metanol (5:1,5:3,5 v/v)
Pensil warna Metanol
Waterbath Asam klorida
Penggaris Etil asetat
Cawan porselen
Pipet tetes
Penjepit tabung reaksi
C. Cara Kerja
a. Aloin
b. Emodin
KLT Aloe sesudah disemprot dengan sinar UV 366 KLT Rhei setelah disemprot dengan
sinar uv 254
(Saifudin, 2014)
Salah satu jalur metabolisme sekunder adalah jalur asetat malonat. Jalur asetat malonat
menghasilkan senyawa senyawa yang terbentuk dari unit unit asetat (C2). Senyawa C2
digolongkan menjadi 2 yakni golongan poliketida dan turunan asam lemak. Asam asetat adalah
building block dan kerangka dasar golongan ini. Sehingga jumlah karbon metabolit sekunder ini
berjumlah 2 dan kelipatannya (C2 x n). Senyawa ini sangat luas distribusinya. Mulai dari dari
makhluk jasad renik, tumbuhan dan vertebrata menghasilkan seyawa golongan ini. Berbagai
golongan antibiotik, asam lemak, bahkan aflatoksin penyebab hepatitis adalah senyawa
poliketida. C2 jika membentuk struktur siklik maka ia menjadi poliketida dan jika membentuk
rantai alifatik panjang maka membentuk kerangka asam lemak (Saifudin, 2014).
(Saifudin, 2014)
Aloe vera mempunyai daun yang tebal berwarna hijau yang diselimuti oleh kutikel.
Daunnya mempunyai panjang sekitar 30 50 cm dan lebar sekitar 10 cm. Tanaman Aloe vera
mempunyai 2 cairan utama : getah kuning yang pahit yang terletak di bawah epidermis daun
yang mengandung konsentrasi tinggi dari antrakuinon yang sudah digunakan sekian lama untuk
katartika dan pencahar; yang kedua adalah gel mucilago bening (IARC MONOGRAPHS, 2016).
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivison : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Liliidae
Order : Liliales
Family : Aloaceae
Genus : Aloe L.
Species : Aloe vera (L.) Burm. F. (USDA, NRCS,. 2017)
Aloin terkandung dalam banyak spesies Aloe. Aloin merupakan campuran dari dua
diastereomer, yaitu Aloin A (juga disebut dengan barbaloin) dan Aloin B (atau isobarbaloin).
Aloin termasuk glikosida antrakuinon, yang berarti kerangka antrakuinon dimodifikasi dengan
penambahan molekul gula. Aloin mirip dengan aloe emodin, hanya saja tidak mempunyai gula
namun memiliki properti biologis yang sama. (IARC MONOGRAPHS, 2016).
Emodin
Antron
Pada praktikum kali ini fase diam yang digunakan adalah silika gel F254 yang
mempunyai arti yaitu plat silika gel tanpa pengikat yang dilapisi oleh flouresin (zat yang dapat
berpendar di bawah sinar UV 254 nm). Pada sinar UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi dan
sampel akan gelap. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan
oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV
dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Pada sinar UV 366 nm, noda akan
berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 nm
terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
Fase gerak yang digunakan dalam mengidentifikasi aloin dan emodin berbeda. Hal ini
dikarenakan sifat aloin yang lebih polar daripada emodin karena merupakan glikosida dan
memiliki gula. Oleh karena itu, fase gerak yang digunakan untuk mengidentifikasi aloin pun
lebih polar dibandingkan fase gerak yang digunakan untuk mengidentifikasi emodin. Fase gerak
untuk mengidentifikasi aloin adalah campuran etil asetat metanol air dengan perbandingan
100 : 17 : 13. Sedangkan fase gerak yang digunakan untuk identifikasi emodin adalah campuran
toluene etil asetat metanol dengan perbandingan 5 : 1,5 : 3,5 v/v.
Praktikan diberi dua buah plat KLT yang dilapisi silica gel F 254 sebagai fase diam.
Kedua plat telah diberi tanda 1 cm dari dasar plat sebagai titik awal penotolan. Sebelum
dilakukan penotolan larutan pembanding dan sampel, diberi tanda pada titik yang berjarak 5 cm
dari titik awal penotolan sebagai titik batas elusi.
Selanjutnya itu dilakukan penyiapan sampel yang akan diidentifikasi. Larutan sampel yang
dibuat adalah getah Aloe vera dan serbuk Rhei Radix yang diekstraksi dengan methanol dan
dipanaskan di waterbath selama 5 menit. Metanol digunakan sebagai pelarut karena metanol
merupakan pelarut polar sehingga glikosida antrakuinon akan tersari atau tertarik ke dalam
methanol karena glikosida antrakinon juga bersifat polar. Kemudian filtrat dibagi menjadi dua,
bagian pertama akan dilakukan proses hidrolisis asam sebelum ditotolkan pada plat KLT
sedangkan bagian lainnya akan dijadikan sebagai sampel non hidrolisis (langsung ditotolkan).
Hidrolisis sampel dengan asam ini dilakukan untuk memecah ikatan glikosidik sehingga aglikon
dan glikon terpisah. Selanjutnya itu dilakukan penyiapan sampel yang akan diidentifikasi.
Larutan sampel yang dibuat adalah getah Aloe vera dan serbuk Rhei Radix yang diekstraksi
dengan methanol dan dipanaskan di waterbath selama 5 menit. Metanol digunakan sebagai
pelarut karena metanol merupakan pelarut polar sehingga glikosida antrakuinon akan tersari atau
tertarik ke dalam methanol karena glikosida antrakinon juga bersifat polar. Kemudian filtrat
dibagi menjadi dua, bagian pertama akan dilakukan proses hidrolisis asam sebelum ditotolkan
pada plat KLT sedangkan bagian lainnya akan dijadikan sebagai sampel non hidrolisis (langsung
ditotolkan). Hidrolisis sampel dengan asam ini dilakukan untuk memecah ikatan glikosidik
sehingga aglikon dan glikon terpisah.
Proses hidrolisis sampel dilakukan dengan menguapkan pelarut kemudian sampel yang telah
diuapkan pelarutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 3 ml HCL 1 N
kemudian ditutup dengan corong kaca dan kapas basah untuk dilakukan proses hidrolisis dengan
waterbath selama 20 menit. Selanjutnya dilakukan partisi hasil dengan 2 ml etil asetat sebanyak
2 kali. Bagian aglikon yang telah terpisah dari gula setelah dihidrolisis berada pada fase etil
asetat yang akan digunakan untuk proses kromatografi. Pada uji secara non hidrolisis, ekstrak
yang diperoleh langsung ditotolkan pada plat KLT.
Pertama-tama diambil dua buah lempeng KLT F254 untuk masing masing
mengidentifikasi aloin dan juga emodin. Setiap KLT mempunyai panjang 6,5 cm dan lebar 3 cm.
Panjang KLT tersebut dibagi menjadi 3 bagian. Bagian bawah sepanjang 1 cm, kemudian bagian
tengah (yang merupakan jarak pengembangan) sepanjang 5 cm, dan bagian atas sepanjang 0,5
cm. Untuk lebar akan ditotolkan 3 spot sehingga masing masing spot berjarak 1 cm. Spot
paling kiri merupakan pembanding, spot tengah merupakan sampel non hidrolisis (SA) dan spot
paling kanan merupakan sampel hidrolisis (SB). Ketika penyiapan lempeng KLT, bagian putih
atau atasnya tidak boleh tersentuh tangan karena akan mengganggu proses elusi nantinya.
Setelah semua sampel siap, masing-masing plat ditotolkan sampel. Satu plat untuk sampel
hidrolisis dan yang satu lagi untuk sampel non hidrolisis. Pada dua plat ini pembanding yang
digunakan sama yaitu antron . Sampel ditotolkan sebanyak 3 kali.. Tiap kali penotolan harus
ditunggu kering sebelum dilakukan penotolan selanjutnya. Penotolan yang dilakukan harus
menghasilkan titik yang sekecil mungkin agar bercak yang terjadi tidak melebar sehingga tidak
mengurangi derajat pemisahan. Setelah penotolan selesai dilakukan, plat KLT dimasukkan ke
dalam bejana yang telah dijenuhi oleh fase gerak. Bejana harus jenuh agar homogenitas tekanan
uap di dalam bejana sama sehingga kecepatan migrasi fase gerak pada saat elusi akan sama. Jika
kecepatan fase gerak sama, maka kecepatan senyawa ketika elusi pada masing masing plat
akan sama. Memasukkan plat KLT ke dalam fase gerak harus dilakukan dengan segera dan hati-
hati agar fase gerak tidak menguap dan agar bejana tetap jenuh oleh uap fase gerak. Setelah itu
dibiarkan agar fase gerak bergerak ke atas plat hingga batas yang ditentukan.
Setelah fase gerak mencapai batas elusi, plat KLT segera diambil dan dikeringkan di udara. Plat
KLT kemudian diamati dengan sinar tampak, sinar UV 254 nm dan UV 366 nm. Selanjutnya plat
KLT diberi uap ammonia lalu diamati lagi pada sinar tampak dan UV 366 nm. Kemudian
visualisasi dilanjutkan dengan penyemprotan KOH-Etanolik 10% dan kembali dilakukan
pengamatan dibawah sinar tampak serta UV 366 nm. Bercak yang tidak tervisualisasikan dapat
lebih jelas terlihat setelah diberi perlakuan dengan reagen penampak bercak. Dengan
penyemprotan, distribusi pereaksi penampak bercak akan terbentuk secara lebih homogen dan
tidak terlalu tebal. Berikut adalah analisis praktikan setelah dilakukan pengamatan terhadap
sampel:
F. KESIMPULAN
1. Getah Aloe vera menunjukkan warna bercak yang sama dengan pembanding pada identifikasi
sampel hidrolisis dan tidak terhidrolisis, dan Rf berbeda antar sampel dengan pembanding Hal
ini menunjukkan bahwa Aloe vera mempunyai gugus yang sama dengan pembanding. Hasil ini
tidak sesuai teori.
2. Rhei Radix menunjukkan warna bercak yang sama dengan pembanding pada identifikasi
sampel hidrolisis dan non hidrolisis, dan Rf pemanding dengan sampel berbeda Hal ini
menunjukkan bahwa Rhei Radix memiliki gugus yang sama dengan pembanding. Hasil ini tidak
sesuai teori.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017, Rheum officinale Baill, diakses pada
https://itis.gov/servlet/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=506563# pada 18 September
2017 pukul 22.00 WIB.
IARC MONOGRAPHS, 2016, IARC Monographs on the Evaluation Of Carcinogenic Risks to
Human Volume 108, diakses pada monographs.iarc.fr/ENG/Monographs/vol108/mono108.pdf
pada 18 September 2017 pukul 21.00 WIB.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Penerbit ITB, Bandung.
Saifudin, A., 2014, Senyawa Alam Metabolit Sekunder : Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian,
Deepublish Publisher, Yogyakarta.
USDA, NRCS., 2017, Classification for Kingdom Plantae Down to Species Aloe vera (L.) Burm.
f., diakses pada
https://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid=ALVE2 pada 18
September 2017 pukul 21.30 WIB.
Wagner, H., dan Bladt, s., 2001, Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, Edisi
Kedua, Springer, New York.