Anda di halaman 1dari 3

Morning Game

Matahari menyerobot masuk dari sela-sela gorden dan mendarat sempurna di sisi kanan
kasurku. Aku menatap kosong tempat pendaratan sinar orange itu. Kuulurkan tanganku,
membiarkan butir-butir debu hinggap seenaknya di telapak tanganku. Sudah pukul enam dan
rasanya memang mustahil mendapati kasur di sebelahku melesak masuk. Menumpu tubuh kurus
jangkung yang entah sudah berapa lama tak kulihat beringsut manja di bawah terpa sinar
matahari.

Aku mendesah panjang sembari mencoba mengakhiri tegur sapa pada hawa
kehadirannya. Dia terlalu anti mainstream untuk mengawali hidupnya dengan bangun tidur. Aku
mengulurkan kedua kakiku ke bawah, meraih sandal dengan malas. Kuseret diriku memencet
saklar di dekat pintu, mematikan lampu yang bersaing dengan matahari menyinari kamar.
Kebiasaanku tidur dengan lampu menyala selalu membuatnya gusar, tapi herannya ketika aku
terbangun lampu itu masih menyala sangar. Menantang mataku yang justru merasa aman
dengannya.

Kutatap bingkai foto yang tergantung di dinding. Dua manusia dengan setelan pengantin
terlihat bahagia. Si lelaki mengaitkan tangan kirinya ke leher perempuan. Dan si perempuan
setengah tertunduk, menumpukan tubuhnya pada kedua lengan kurus si lelaki. Seperti bertengkar
tapi mereka tersenyum. Aku menyandarkan tubuhku pada lemari pendek, bertumpu dengan
kedua siku. Jung Yoo Mi apa kau sebahagia itu?

Jung Joon Young, begitu orang-orang mengenalnya. Berperawakan mungil dengan mata
panda yang selalu terlihat berbayang hitam di bawahnya. Pemilik senyum kekanakan yang selalu
menghipnotisku untuk memaafkannya. Banyak yang mengatainya tak dewasa, tak punya manner.
Menurutku dia bukan tidak dewasa, hanya saja dia susah serius. Dia selalu menanggapi omongan
orang lain dengan candaan yang aneh. Dan sepertinya dia tidak tahu kalau orang lain merasa
terganggu dengan kata-katanya.

Kuputar cincin dengan permata mungil pada jari manisku. Mendadak terkenang dengan
hari serius Jung Joon Young. Hari itu dia benar-benar terlihat berbeda. Melamarku dengan
gitarnya dan suara huskinya di depan semua orang. Pandangannya yang biasanya selalu
berkeliaran, saat itu menatapku lurus. Aku ingat, bagaimana aku langsung tergelak saat dia
berlutut di depanku. Mengulurkan sekotak hitam dengan cincin di dalamnya. Tapi saat kulihat
dia tetap menatapku lurus, terlihat tulus. Aku berhenti tertawa, menatapnya tak percaya. Aku
bahkan tidak pernah membayangkan dia akan melamarku. Sama sekali.

Dan menemukan diriku resmi menjadi istrinya selama hampir dua tahun selalu
membuatku takjub. Kubuka pintu, berjalan cepat menuju dapur. Bau mentega dan telur langsung
menyambut indera penciumanku. Ah, menu hari ini Omurice, sangat berperike-sarapan-an.
Kemarin dia membuat bulgogi. Orang mana yang makan bulgogi di pagi buta? Kuletakkan piring
dengan Omurice berhias sambel yang membentuk muka senyum di meja depan televisi. Lalu
kembali ke dapur mengambil segelas air minum.

Tak tak tak tak bruaar

Oh tidak, jangan bilang kuletakkan gelas pada pantry. Berjalan mengendap ke salah
satu kamar dengan pintu tertutup yang paling dekat ditangkap mataku. Kutempelkan telinga
kananku pada pintu perlahan.

Bruaaar. Bruaaar. Tak tak tak tak.

Kuputar pelan-pelan ganggang pintu. Suara yang kudengar meredam tadi sekarang
terdengar jelas. Kamar gelap gulita, hanya cahaya kotak yang menerangi kamar ini.

Tak tak tak tak.

Yaaa Jung Joon Young! teriakku kencang seraya menyalakan lampu. Kulihat bahunya
menegang sebentar, mungkin kaget. Tak lama kemudian bahunya kembali melorot.

Bruaaar. Bruaaar.

Yaaa! Berhentilah bermain game! Kutampar pundaknya. Kau kan sudah janji bertemu
dengan ayah pagi ini!

Sebentar, ini pertama kalinya aku berhasil sampai level akhir. Rajanya benar-benar kuat.
Aku harus bermain semalaman untuk sampai di level ini. Dia berbalik sebentar, mengerling
padaku. Lalu kembali dengan mainannya. Aku mengenyakkan diri ke kursi. Duduk merosot
penuh putus asa. Kutatap tak percaya punggung yang selalu bungkuk itu. Aku lupa ternyata dia
bukan cuman serius di hari dia melamarku tapi dia setiap hari serius.... dengan gamenya. Andrew
Simon Mercutio Cheng si maniak game adalah suamiku. Dan lucunya aku mencintainya.

~END~

Mereka tidak pernah melihat bagaimana suaranya yang huski menerbangkanmu. Perempuan
mana yang tak jatuh cinta p

Aku mendesah panjang sembari mencoba mengakhir tegur sapa pada sisa kehadirannya. Kurasa
h

----

Jun joon young & jung yoo mi


Andrew Simon Mercutio Cheng

Changmin, begitu orang-orangnya memanggilnya. Berperawakan mungil dengan mata sendu


yang penuh hipnotis. Pemilik bibir penuh yang hemat senyum.

Kukira dia orang yang 1, karena di awal aku bertemu dengannya dia selalu menolak untuk
memandang orang secara langsung. Mulutnya berbicara, tapi matanya tak memandangmu.

Terlalu naif memang jika berkaca pada keluargaku yang kaya raya untuk membayangkan diriku
menikah dengan bahagia. Bukankah sudah cerita klise keluarga kaya berakhir menikah dengan
kolega orang tuamu, bukan? Dan terlalu bodoh memang jika aku harus bermimpi cincin sakral
akan disematkan pada jari manisku dengan penuh cinta, kalau kerjaku sehari-hari hanya
tersenyum gila pada sebidang kotak yang sering ku-refresh tiap menitnya.

Jeewon ah. Changmin mencarimu.

Aku terlalu polos atau mungkin saja terlalu bodoh karena begitu saja menjatuhkan hatiku
padanya. Bukan jatuh cinta, tapi menjatuhkan hati. Bahkan sebelum aku bertemu dengannya, aku
sudah pasrah. Seperti perempuan di akhir umur 30 nya yang depresi belum menikah. Bedanya
aku masih 22 tahun. Terlalu muda untuk mudah.

---

Anda mungkin juga menyukai