Penatagunaan Tanah Dan Landreform
Penatagunaan Tanah Dan Landreform
NPM : 0906519450
Perbandingan kriteria subyek yang mendapatkan tanah melalui program redistribusi tanah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian
Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dengan kriteria subyek penerima redistribusi tanah
dalam program Reforma Agraria (Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN))
Pengaturan:
Berdasarkan kriteria subyek yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah-tanah yang akan
dibagikan dalam rangka pelaksanaan landreform/reforma agraria di atas (program redistribusi
tanah), kita dapat melihat beberapa perbedaan pengaturan prioritas subyek dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 dengan Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN), yaitu:
I. Perbedaan Umum
Penjelasan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961
- Peraturan ini mengatur kriteria subyek penerima secara jelas dan spesifik di
masing-masing prioritasnya sehingga sebenarnya hal ini dapat memudahkan
pemerintah dalam menentukan pihak-pihak yang akan menerima redistribusi
tanah tersebut. Spesifik dalam hal ini adalah dimana disebutkan bahwa pihak
yang menerima adalah pihak (penggarap/buruh tani/pekerja) yang melakukan
usaha di atas tanah yang bersangkutan.
- Kriteria subyek penerima dalam peraturan ini difokuskan pada pihak-pihak
yang memang mengerjakan tanah tersebut (prioritas ke-1 sampai ke-5). Atas
hal ini, dapat kita lihat bahwa dalam menentukan subyek penerima redistribusi
tanah, pemerintah mendahulukan pihak-pihak yang memiliki hubungan paling
erat dengan tanah yang akan dibagikan tersebut. Pengaturan ini berbeda
dengan pengaturan dalam Reforma Agraria.
2. Reforma Agraria
- Berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, pengaturan
kriteria subyek penerima dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas untuk
setiap prioritasnya. Hal ini dapat menciptakan suatu keambiguan bagi
pemerintah dalam menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan tanah
tersebut. Sebagai contoh yaitu buruh tani yang merupakan prioritas ke-2, yang
dalam penjelasannya disebutkan adalah kelompok prioritas 4 yang berstatus
petani penggarap dan buruh tani yang tidak memiliki tanah pertanian. Menurut
saya pengaturan tersebut terlalu luas meski digunakan sebagai kriteria umum
penentuan subyek reforma agraria karena tidak dijelaskan kemudian
penggarap dan buruh tani seperti apa yang akan lebih didahulukan dalam
implementasinya.
- Menurut analisis saya, kriteria subyek penerima dalam peraturan ini
difokuskan pada kebutuhan setiap orang untuk memiliki tanah, sehingga tanah
diberikan untuk pihak-pihak yang memang tidak memiliki tanah pertanian,
tanpa melihat apakah pihak tersebut memang pernah (berpengalaman dan
mampu) mengelola tanah tersebut/tidak seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 bahwa redistribusi tanah diprioritaskan
bagi para pihak yang mengerjakan tanah tersebut. Menurut saya, pengaturan
dalam Reforma Agraria ini kelak justru dapat menimbulkan konflik diantara
para calon pihak yang akan menerima tanah redistribusi ini, dimana
setidaknya terdapat dua pilihan hak yang berhak menerima redistribusi
berdasarkanprioritas tersebut: pihak yang tidak memiliki tanah dan mengelola
tanah tersebut atau pihak yang tidak memiliki tanah namun tidak mengelola
tanah tersebut. Setidaknya pemerintah harus memilih diantara kedua pihak
tersebut pihak manakah yang didahulukan untuk mendapatkan tanah
redistribusi ini. Selain itu, dibutuhkan penetuan yang sangat tepat atas hal ini
karena dinyatakan dalam mekanisme penentuan subyek reforma agraria, salah
satu ketentuan umum dalam proses penentuan subyek reforma agraria ini
adalah perlu memperhatikan rasa keadilan di masyarakat dan tidak bersifat
diskriminatif baik berdasarkan gener, suku, ras, agama, golongan, dan berbagai
sifat diskriminatif lainnya. Oleh sebab itu, pengaturan yang terlalu luas ini
justru agak merumitkan pemerintah dalam melakukan penentuan bila
dibandingkan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961.
Reforma Agraria
- Membuka kemungkinan subyek penerima redistribusi tanah dari wilayah yang
berbeda dengan wilayah tempat tanah yang bersangkutan berada.
- Pada intinya, pengaturan dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas pada
masing-masing prioritasnya karena melibatkan terlalu banyak pihak untuk
dijadikan sebagai kriteria umum subyek penerima redistribusi tanah pada
masing-masing point-nya. Hal ini berbeda dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 yang mengatur masing-masing prioritas dalam
cangkupan yang tidak terlalu luas dan secara jelas dinyatakan bahwa pihak-
pihak yang diprioritaskan adalah pihak-pihak yang memang memanfaatkan
tanah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari:
Prioritas ke-1 telah mencangkup seluruh kriteria subyek penerima
redistribusi tanah yang diatur dalam point a-i Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961.
Dinyatakan bahwa prioritas ke-5 adalah penduduk miskin (mengacu
pada penduduk miskin BPS atau informasi lain yang dapat
dipertanggungjawabkan). Atas hal ini menurut saya pemerintah terlalu
berani untuk memasukan seluruh penduduk miskin sebagai kriteria
umum subyek penerima redistribusi tanah. Seharusnya pemerintah
mengatur secara spesifik penduduk miskin yang terdata yang seperti
apakah yang akan memperoleh redistribusi tanah demi tercapainya
suatu kepastian hukum. Dalam hal seluruh penduduk miskin
dimasukkan dalam kriteria umum ini, secara tidak langsung terdapat
konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin bahwa penduduk miskin
yang mendapatkan redistribusi tanah tersebut harus benar-benar
mampu mengelola tanah yang diberikan padanya demi tercapainya
kesejahteraan hidupnya. Atas hal ini, pemerintah diharapkan tidak
hanya menjunjung adanya pemerataan penguasaan tanah bagi
masyarakat Indonesia, melainkan juga harus memperhatikan
bagaimana pelaksanaannya oleh pihak yang menerima redistribusi
tanah tersebut apakah ia benar-benar mampu mengelolanya atau tidak
demi keefektifan pemanfaatan lahan.
Pada prioritas ke-6, penerima redistribusi tanah adalah subyek lain
(pihak yang kegiatannya diperlukan dan berkaitan langsung untuk
menunjang keberhasilan PPAN). Pengaturan ini sebagai prioritas
terakhir dalam Reforma Agraria dianggap terlalu membuka
kemungkinan bagi banyak pihak.
Kesimpulan:
Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 sedangkan pengaturan
dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas pada masing-masing pointnya sehingga dalam
praktiknya dapat menyebabkan konflik.