Anda di halaman 1dari 7

Nama: Eka Sakti Sirait

NPM : 0906519450

Penatagunaan Tanah dan Landreform

Perbandingan kriteria subyek yang mendapatkan tanah melalui program redistribusi tanah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian
Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dengan kriteria subyek penerima redistribusi tanah
dalam program Reforma Agraria (Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN))

Pengaturan:

Prioritas Peraturan Pemerintah Nomor Reforma Agraria


ke- 224 Tahun 1961, Pasal 8 ayat (1)
1 Penggarap yang mengerjakan Penduduk Setempat
tanah yang bersangkutan kelompok prioritas 2 yang menetap
dan bekerja di lokasi obyek PPAN

2 Buruh tani tetap pada bekas Buruh tani


pemilik tanah yang mengerjakan Kelompok prioritas 4 yang berstatus
tanah yang bersangkutan petani penggarap dan buruh tani
yang tidak memiliki tanah pertanian
3 Pekerja tetap pada bekas pemilik Petani Gurem
tanah yang bersangkutan Kelompok prioritas 4 yang memiliki
luas tanah pertanian pangan kurang
dari 0,5 ha
4 Penggarap yang belum sampai 3 Petani
tahun mengerjakan tanah yang Kelompok Prioritas 5 yang juga
bersangkutan pelaku pertanian dalam arti luas
termasuk nelayan yang
membutuhkan tanah guna
melangsungkan kehidupannya

5 Penggarap yang mengerjakan Penduduk miskin


tanah hak pemilik Dapat mengacu data penduduk
miskin BPS atau informasi lain yang
dapat dipertanggungjawabkan
6 Penggarap tanah-tanah yang oleh Subyek lain
Pemerintah diberikan peruntukkan Subyek lain yang kegiatannya
lain diperlukan dan berkaitan langsung
untuk menunjang keberhasilan
PPAN
7 Penggarap yang garapannya
kurang dari 0,5 hektar
8 Penggarap yang luas tanahnya
kurang dari 0,5 hektar
9 Petani atau buruh tani lainnya

Berdasarkan kriteria subyek yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah-tanah yang akan
dibagikan dalam rangka pelaksanaan landreform/reforma agraria di atas (program redistribusi
tanah), kita dapat melihat beberapa perbedaan pengaturan prioritas subyek dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 dengan Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN), yaitu:
I. Perbedaan Umum

Keterangan Peraturan Pemerintah Reforma Agraria


Nomor 224 Tahun 1961

Pengaturan Mengatur secara lebih mendetail Mengatur secara umum kriteria


(jelas) atas pengaturan kriteria subyek penerima redistribusi
subyek penerima redistribusi tanah tanah dimana Reforma Agraria
(terdiri dari 9 kriteria subyek dan memang hanya memiliki 6
pengaturannya tidak luas) kriteria subyek, namun
mencangkup banyak pihak
(terlalu luas), sehingga dapat
mengakibatkan beragam
interpretasi dari berbagai pihak
terkait kriteria masing-masing
prioritas

Prioritas Pihak yang diutamakan adalah Pihak yang diutamakan adalah


orang-orang yang melakukan orang-orang yang tidak
kegiatan fisik diatas tanah yang memiliki tanah pertanian /
akan dibagikan tersebut kurang dari 0,5 ha. (tidak
difokuskan/tidak melihat pihak-
pihak yang melakukan kegiatan
fisik di atas tanah yang
bersangkutan)

Fokus Pengaturan berfokus pada pihak- Memasukkan semua penduduk


subyek pihak yang memang sudah miskin (prioritas ke-5) sebagai
menggunakan tanah untuk subyek penerima redistribusi
usahanya tanah (tidak diatur mengenai
pertimbangan kemampuan
mereka dalam mengolah lahan)

Penjelasan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961
- Peraturan ini mengatur kriteria subyek penerima secara jelas dan spesifik di
masing-masing prioritasnya sehingga sebenarnya hal ini dapat memudahkan
pemerintah dalam menentukan pihak-pihak yang akan menerima redistribusi
tanah tersebut. Spesifik dalam hal ini adalah dimana disebutkan bahwa pihak
yang menerima adalah pihak (penggarap/buruh tani/pekerja) yang melakukan
usaha di atas tanah yang bersangkutan.
- Kriteria subyek penerima dalam peraturan ini difokuskan pada pihak-pihak
yang memang mengerjakan tanah tersebut (prioritas ke-1 sampai ke-5). Atas
hal ini, dapat kita lihat bahwa dalam menentukan subyek penerima redistribusi
tanah, pemerintah mendahulukan pihak-pihak yang memiliki hubungan paling
erat dengan tanah yang akan dibagikan tersebut. Pengaturan ini berbeda
dengan pengaturan dalam Reforma Agraria.
2. Reforma Agraria
- Berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, pengaturan
kriteria subyek penerima dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas untuk
setiap prioritasnya. Hal ini dapat menciptakan suatu keambiguan bagi
pemerintah dalam menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan tanah
tersebut. Sebagai contoh yaitu buruh tani yang merupakan prioritas ke-2, yang
dalam penjelasannya disebutkan adalah kelompok prioritas 4 yang berstatus
petani penggarap dan buruh tani yang tidak memiliki tanah pertanian. Menurut
saya pengaturan tersebut terlalu luas meski digunakan sebagai kriteria umum
penentuan subyek reforma agraria karena tidak dijelaskan kemudian
penggarap dan buruh tani seperti apa yang akan lebih didahulukan dalam
implementasinya.
- Menurut analisis saya, kriteria subyek penerima dalam peraturan ini
difokuskan pada kebutuhan setiap orang untuk memiliki tanah, sehingga tanah
diberikan untuk pihak-pihak yang memang tidak memiliki tanah pertanian,
tanpa melihat apakah pihak tersebut memang pernah (berpengalaman dan
mampu) mengelola tanah tersebut/tidak seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 bahwa redistribusi tanah diprioritaskan
bagi para pihak yang mengerjakan tanah tersebut. Menurut saya, pengaturan
dalam Reforma Agraria ini kelak justru dapat menimbulkan konflik diantara
para calon pihak yang akan menerima tanah redistribusi ini, dimana
setidaknya terdapat dua pilihan hak yang berhak menerima redistribusi
berdasarkanprioritas tersebut: pihak yang tidak memiliki tanah dan mengelola
tanah tersebut atau pihak yang tidak memiliki tanah namun tidak mengelola
tanah tersebut. Setidaknya pemerintah harus memilih diantara kedua pihak
tersebut pihak manakah yang didahulukan untuk mendapatkan tanah
redistribusi ini. Selain itu, dibutuhkan penetuan yang sangat tepat atas hal ini
karena dinyatakan dalam mekanisme penentuan subyek reforma agraria, salah
satu ketentuan umum dalam proses penentuan subyek reforma agraria ini
adalah perlu memperhatikan rasa keadilan di masyarakat dan tidak bersifat
diskriminatif baik berdasarkan gener, suku, ras, agama, golongan, dan berbagai
sifat diskriminatif lainnya. Oleh sebab itu, pengaturan yang terlalu luas ini
justru agak merumitkan pemerintah dalam melakukan penentuan bila
dibandingkan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961.

II. Perbedaan Khusus


Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961
- Selain kriteria umum yang diatur di dalam pasal 8 ayat (1), peraturan ini juga
memberikan pengaturan prioritas tambahan (membuka kemungkinan
pengkhususan) terkait penentuan pihak secara lebih khusus diantara pihak-
pihak yang berada dalam prioritet yang sama yang mana pengaturan seperti ini
tidak diatur dalam reforma agraria. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 8 ayat
(2) yang menyatakan:
Jika didalam tiap-tiap prioritet tersebut dalam ayat 1 pasal ini terdapat:
a. Petani yang mempunyai ikatan keluarga sejauh tidak lebih dari dua
derajat dengan bekas pemilik, dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 5
orang;
b. Petani yang terdaftar sebagi veteran;
c. Petani janda pejuang kemerdekaan yang gugur;
d. Petani yang menjadi korban kekacauan, maka kepada mereka itu
diberikan pengutamaan diatas petani-petani lain, yang ada didalam
golongan prioritet yang sama.
Berdasarkan pengaturan di atas, maka dapat kita lihat bahwa Peraturan
Pemerintah ini mengatur lebih lanjut pada adanya kemungkinan-kemungkinan
apabila terdapat beberapa pihak dalam prioritas yang sama.
- Dalam Pasal 9, diatur juga bahwa meski seseorang termasuk dalam kriteria
umum dalam pasal 8, namun pihak tersebut tidak secara otomatis memang
dapat menerima tanah redistribusi tersebut. Perlu diperhatikan lagi apakah
pihak tersebut memang benar-benar dianggap pantas untuk menerima tanah
tersebut yaitu dengan kemudian mempertimbangkan pengaturan dalam pasal 9
yang menyatakan:
Untuk mendapat pembagian tanah, maka para petani yang dimaksudkan
dalam pasal 8 harus memenuhi:
a. Syarat-syarat umum :
Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kecamatan tempat letak
tanah yang bersangkutan dan kuat kerja dalam pertanian.
b. Syarat-syarat khusus :
Bagi petani yang tergolong dalam prioritet a, b, e, f dan g : telah
mengerjakan tanah yangbersangkutan sekurang-kurangnya 3 tahun
berturut-turut ;
bagi petani yang tergolong dalam prioritet d: telah mengerjakan tanahnya
2 musim berturut-turut ;
bagi para pekerja tetap yang tergolong dalam prioritet c : telah bekerja
pada bekas pemilikselama 3 tahun berturut-turut.
Berdasarkan pengaturan di atas, maka jelaslah bahwa pengaturan dalam
peraturan pemerintah ini berusaha untuk benar-benar mempertimbangkan
pihak-pihak yang kelak akan memperoleh tanah redistribusi tanah tersebut,
yaitu dengan adanya syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi terlebih dahulu,
serta mengharuskan para pihak untuk bertempat tinggal di kecamatan tempat
tanah yang bersangkutan berada (pengaturan ini berbeda dengan Reforma
Agraria yang membuka kemungkinan subyek berada tidak di daerah tanah
yang bersangkutan berada).
- Dari prioritas ke-1 sampai ke-9, dapat kita lihat bahwa pengaturan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 benar-benar fokus mengatur
pihak-pihak yang memang bekerja dan berhubungan langsung atau memang
memerlukan tanah untuk kehidupannya.

Reforma Agraria
- Membuka kemungkinan subyek penerima redistribusi tanah dari wilayah yang
berbeda dengan wilayah tempat tanah yang bersangkutan berada.
- Pada intinya, pengaturan dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas pada
masing-masing prioritasnya karena melibatkan terlalu banyak pihak untuk
dijadikan sebagai kriteria umum subyek penerima redistribusi tanah pada
masing-masing point-nya. Hal ini berbeda dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 yang mengatur masing-masing prioritas dalam
cangkupan yang tidak terlalu luas dan secara jelas dinyatakan bahwa pihak-
pihak yang diprioritaskan adalah pihak-pihak yang memang memanfaatkan
tanah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari:
Prioritas ke-1 telah mencangkup seluruh kriteria subyek penerima
redistribusi tanah yang diatur dalam point a-i Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961.
Dinyatakan bahwa prioritas ke-5 adalah penduduk miskin (mengacu
pada penduduk miskin BPS atau informasi lain yang dapat
dipertanggungjawabkan). Atas hal ini menurut saya pemerintah terlalu
berani untuk memasukan seluruh penduduk miskin sebagai kriteria
umum subyek penerima redistribusi tanah. Seharusnya pemerintah
mengatur secara spesifik penduduk miskin yang terdata yang seperti
apakah yang akan memperoleh redistribusi tanah demi tercapainya
suatu kepastian hukum. Dalam hal seluruh penduduk miskin
dimasukkan dalam kriteria umum ini, secara tidak langsung terdapat
konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin bahwa penduduk miskin
yang mendapatkan redistribusi tanah tersebut harus benar-benar
mampu mengelola tanah yang diberikan padanya demi tercapainya
kesejahteraan hidupnya. Atas hal ini, pemerintah diharapkan tidak
hanya menjunjung adanya pemerataan penguasaan tanah bagi
masyarakat Indonesia, melainkan juga harus memperhatikan
bagaimana pelaksanaannya oleh pihak yang menerima redistribusi
tanah tersebut apakah ia benar-benar mampu mengelolanya atau tidak
demi keefektifan pemanfaatan lahan.
Pada prioritas ke-6, penerima redistribusi tanah adalah subyek lain
(pihak yang kegiatannya diperlukan dan berkaitan langsung untuk
menunjang keberhasilan PPAN). Pengaturan ini sebagai prioritas
terakhir dalam Reforma Agraria dianggap terlalu membuka
kemungkinan bagi banyak pihak.

Kesimpulan:
Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 sedangkan pengaturan
dalam Reforma Agraria dianggap terlalu luas pada masing-masing pointnya sehingga dalam
praktiknya dapat menyebabkan konflik.

Anda mungkin juga menyukai